Sunday, April 15, 2007

MASYARAKAT MADANI

MASYARAKAT MADANI
Oleh Nasuki *)

Tulisan ini mencoba menggambarkan model sederhana masyarakat madani sesuai ketentuan Islam, yang mana masyarakat dituntut berinteraksi dengan lingkungan dan sosialnya. Tujuannya mengajak kita untuk mempelajari rambu-rambu ketentuan hidup dalam Islam, agar dalam bermasyarakat tetap sesuai dengan tuntunan Islam.

MADANI

Madani menurut DR. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc. dalam bukunya Islam Aplikatif (2003), berarti sipil, sehinggga masyarakat madani dapat diartikan sebagai masyarakat sipil atau civil society, adalah tatanan sosial yang didasarkan pada prinsip moral yang menjamin kesinambungan antara hak dan kewajiban individu dengan hak dan kewajiban sosial. Madani berarti kota, sehingga masyarakat madani dapat diartikan sebagai masyarakat kota yang menunjukkan banyaknya aktifitas, dinamika, dan penuh dengan kreatifitas. Madani berarti beradab, sehingga masyarakat madani merupakan masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban manusia. Sedadangkan masyarakat madani sebagaimana dikemukakan oleh Robert N. Bellah dalam bukunya Beyond Belief (1976), adalah masyarakat Madinah yang dipimpin oleh Rasulullah SAW.. Sebuah masyarakat yang sarat dengan nilai dan moral, maju, beradab, serta sangat menghargai nilai-nilai kemanusiaan.

SOSIAL

Konstitusi tertulis yang mengatur hubungan sosial masyarakat heterogen pertama di dunia adalah konstitusi yang ditulis oleh Rasulullah SAW. Konstitusi tsb. memuat tentang hubungan sosial atas komponen masyarakat negara Madinah saat itu yang disebut dengan Perjanjian/Piagam Madinah, berisikan: pertama; bahwa sesama muslim adalah satu umat, walaupun mereka berbeda suku, kedua; hubungan antara komunitas muslim dan non-muslim didasarkan pada prinsip bertetangga baik, saling membantu dalam menghadapi musuh bersama, membela mereka yang teraniaya, serta saling mencintai dan menghormati kebebasan beragama. Pada intinya Piagam Madinah mengandung dua nilai dasar:
Kesejahteraan dan keadilan ummat, dan Keterbukaan dalam arti konsistensi, keseimbangan, toleran, dan moderat yang didasarkan atas dimensi akidah, ibadah, dan akhlak, sehingga bentuk atau adanya sosial yang heterogen, baik dalam agama, ras, suku maupun golongan mendapatkan kedudukan yang sama.

Lalu bagaimana konsep sederhana dari masyarakat madani yang islami?.

Masyarakat islami adalah masyarakat yang didalam melaksanakan aktifitasnya berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, masyarakat yang tidak pernah lepas ber-dzikrullah (mengingat Allah) dan ber-fikir (merenung dan menjunjung akal).

Dzikrullah

Mengingat berarti membayangkan adanya sesuatu sedang berada dalam pikiran, sehingga bisa diartikan merasa ditemani, atau diawasi. Di negara maju (Amerika, Eropah dan Jepang), masyarakatnya memiliki kesadaran yang tinggi akan patuh hukum atau merasa selalu diawasi oleh hukum, kemudian menjelma menjadi suatu kebiasaan/budaya patuh hukum yang mana merupakan salah satu karakter dari suatu masyarakat negara maju, yaitu tingginya kesadaran masing-masing individu dalam menjaga kepentingan sendiri maupun kepentingan umum sesuai ketentuan hukum yang berlaku, sehingga setiap individu mempunyai self control berdasarkan aturan yang ada.

Kemudian Jepang mengembangkannya sedemikian rupa, dimana budaya control diterapkan di institusi-institusi, perusahaan-perusahaan maupun industri-industri yang kemudian dikenal dengan nama total quality control, dimana setiap anggota dari suatu institusi merupakan pemilik dari institusi tsb., sehingga setiap anggota merupakan pengawas, baik pada diri sendiri maupun unit kerjanya untuk mendapatkan out put dari suatu proses secara optimal dari segi mutu dan jumlah, itu berarti the next step merupakan costumer dari the previous step setiap proses kegiatan.

Indonesia dimasa Orde Baru pernah menerapkan sistem serupa terutama bagi para pegawai pemerintah, BUMN, dan lainnya yang dikenal dengan nama sistem pengawasan melekat atau Waskat.

Bagaimana dengan masyarakat muslim?.

Waskat atau apapun bentuknya sudah dikenal didalam Islam jauh sebelum sistem-sistem pengawasan yang ada sekarang dipakai manusia, yaitu sistem Dzikrullah, yang berarti mengingat Allah, itu berarti sama dengan menugasi Allah sebagai pengawas terhadap segala tindakan yang sedang dilakukan. Dengan kata lain, seseorang akan merasa bahwa Allah selalu berada dekat dengan dia kapasitas-Nya sebagai pengawas bagi segala aktivitas yang sedang dilakukannya, sehingga apapun bentuk aktivitas yang dilakukan seseorang tidak akan keluar dari nilai-nilai akidah, ibadah, dan akhlakul karimah, dengan kata lain selalu berpedoman pada ketentuan Islam. Ini merupakan kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk yang dinobatkan Tuhan sebagai khalifah dimuka bumi ini, dalam arti manusia dapat melakukan apa saja dimuka bumi ini sesuai kemauannya, disamping itu harus tunduk pada kemauan/kendali pengawas itu sendiri, yaitu Allah.

Bagaimana hal tersebut agar berjalan dengan baik?

Untuk menjawab pertanyaan tsb., ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian: Terkadang kita secara tidak sadar menganggap bahwa tempat beribadah (baca tempat bertemu Tuhan) hanya didalam Masjid, Mushalla atau diatas Sajadah saja, maka di tempat-tempat itu sajalah merupakan tempat menfokuskan diri untuk mengeruk keuntungan akhirat, sehingga tempat-tempat lain hanya sebagai tempat untuk mengeruk keuntungan dunia semata tanpa adanya unsur ibadah.

Hawa nafsu lebih mengendalikan seseorang daripada hati nuraninya. Miskin akan pengetahuan/ilmu, terutama tentang Islam, sehingga mengakibatkan lemahnya pondasi seseorang dalam memakai pikiran daripada inderawi, maka seseorang sulit menerima hukum sebab-akibat.

Adzab/balasan Tuhan hanya mempengaruhi kehidupan akhirat saja, maka hidup di dunia lebih diutamakan, sehingga dalam menjaga keseimbangan diantaranya bukan merupakan the first priority.

Fikir

Fikir berarti merenung, merenung bukan berarti melamun, merenung terhadap segala sesuatu, jadi apapun yang sedang difikirkan dapat dipastikan seseorang ingin lebih mengetahui atau mendalami sesuatu yang sedang direnungkan dengan tujuan menjawab pertanyaan what, how bahkan why sekalipun, sehingga hasil renungannya dapat dipakai untuk kepentingan yang menguntungkan ataupun merugikan, baik bagi diri sendiri ataupun bagi yang lain.
Sejarah menunjukkan, bahwa fikir merupakan alat yang paling dahsyat untuk mengalahkan apapun didunia ini. Dengan mengembangkan budaya fikir, berarti mengembangkan budaya berinovasi dan berkreasi, tidak terbatas itu sebagai individu maupun sebagai suatu lembaga, baik fikir terhadap wahyu yang tertulis didalam Al-Qur’an maupun wahyu yang tersirat pada Alam. Dengan fikir berarti seseorang sedang mempelajari sesuatu, sehingga akan menuntut seseorang untuk “membaca”, agar hasil fikirnya merupakan suatu pengetahuan yang paling baik atau lebih baik dari sebelumnya sebagai dasar keyakinannya untuk menentukan langkah selanjutnya.

EKONOMI

Disamping faKtor-faktor perting diatas, didalam menuju masyarakat madani dibutuhkan pula peran ekonomi, yang merupakan kegiatan penting lainnya untuk mencapai tujuan sebagai masyarakat madani.

Pertanyaannya adalah: ekonomi bagaimanakah yang dibutuhkan agar dapat disebut sebagai masyarakat madani?.

Dunia telah mengenal beberapa sistem ekonomi, antara lain sitem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi sosialis dan gabungan antara keduanya. Sistem ekonomi kapitalis lebih banyak dipakai saat ini dibanding dengan sitem ekonomi lainnya, sistem tsb. berdasarkan investasi/kapital dan persaingan bebas dengan segala gerakannya yang dibebani oleh pajak. Sistem ini terbukti lebih banyak menguntungkan si pemilik modal/investor/si kaya pemberi hutang daripada si miskin/penghutang. Pada kenyataanya banyak negara berkembang/miskin terjerat dengan hutang pada negara maju/kaya, dimana mereka tidak mampu melaksanakan kewajiban dalam membayar hutang mereka disebabkan oleh beban bunga yang melilit semakin lama semakin membesar saja.

Sedangkan sistem ekonomi sosialis merupakan sistem ekonomi dengan perencanaan terpusat, sehingga semua penguasaan alat-alat produksi secara terpusat pula, dimana hak-hak individu diabaikan.

Dapatkan sistem ekonomi secara islami dikembangkan?,

Pada akhir tahun 1970, Organisasi Negara-negara Islam (OKI) memberikan maklumat tentang perlunya mendirikan bank-bank Islam alternatip dengan sistem bagi hasil melawan bank-bank konvensional dengan sistem bunga yang dipandang sebagai riba. Apapun hasil yang dicapai umat Islam saat ini didalam menindak lanjuti maklumat OKI tsb. adalah tidak terlalu penting, yang lebih penting adalah OKI sudah memulai mengembangkan patokan tentang pundi-pundi ekonomi secara islami, karena kira-kira lebih dari 1000 tahun sejak hilangnya Khulafaurrasyidin boleh dibilang tidak ada usaha pengembangan ekonomi secara islami kecuali kekuasaan. Ekonomi secara islami paling tidak harus dilandasi pada prinsip sebagai berikut:

  • Tidak ada unsur judi
  • Jauh dari riba
  • Jual beli dengan prinsip suka sama suka
  • Uang didapat tidak dengan cara batil
  • Membayar zakat, infak dan sedakah merupakan tuntutan.


Melalui tulisan ini penulis mengajak masing-masing dari kita untuk menentukan dimana kita sedang berada, apakah kita sudah menjadi masyarakat madani, atau kita sedang menuju kearahnya, atau mungkin sebaliknya, baik itu secara individu, keluarga ataupun masyarakat islam secara keseluruhan.

*) Email: Nasuki@Emirates.net.ae

No comments: