Saturday, May 19, 2012

Untuk Apa Menulis Tentang Diri Sendiri

Aku terkadang tidak habis pikir pada seseorang yang menulis thema tentang dirinya sendiri. Pertanyaan yang ada bukanlah tentang bagaimana menulis tentang diri sendiri, tetapi menulis tentang diri sendiri berarti sama dengan berperang melawan dirinya sendiri, karena menulis diri sendiri harus mengungkap semua yang ada dengan jujur, baik sedang naik atau turun, baik sedang minus ataupun plus. Karena dengan menulis tentang dirinya sendiri berarti harus membedah hal yang sudah lama dan sengaja dipendam dalam agar tidak ditahui orang. Dan yang pasti karena manusia itu selalu mempunyai dua hal tentang sifat; baik dan buruk, tidak terkecuali sekarang seseorang sedang menjadi apa, sedang mewakili siapa atau sedang berada dimana, maka pengungkapan dirinya sendiri secara jujur dalam suatu tulisan merupakan pergulatan yang paling sulit kalau tidak bisa dibilang tidak mungkin. Itulah sebabnya mengapa aku tidak ingin menulis autobiografiku, karena aku yakin aku tidak akan dapat berlaku jujur didalam menuangkan kalimat-kalimat tentang diriku sendiri. Aku takut tulisanku merupakan buah tulisan yang tendensius disebabkan aku sekarang tidak hidup sendirian lagi, aku kini memiliki keluarga, aku memiliki lingkungan yang lebih baik yang harus aku jaga agar mereka tidak terkena getah dari tulisan autobiografi yang dapat merugikan mereka, dan yang pasti aku sekarang masih hidup.

Sudah lama  aku mempunyai  suatu keinginan hanya agar dapat menulis, menulis tentang apa saja. Sampai suatu waktu aku mempunyai seorang kenalan yang bisa menulis, tulisannya sering dimuat di Harian Kompas. Ia menyukai topik tentang kondisi politik di Timur Tengah. Aku penasaran tentang bagamana caranya ia dapat menulis dengan baik. Aku dekati dia, aku coba mencari tahu bagaimana ia dapat menulis tentang hal yang ia sukai itu. Aku masih merasa heran, di sela kesibukannya yang padat ia masih dapat menulis tentang situasi politik Timur Tengah yang sedang panas saat itu. Aku menyimpulkan penyebabnya adalah karena ia mempunyai banyak ide tentang apa yang sedang ia tulis. Aku melihat dia sering membaca buku-buku dalam mengisi waktu luangnya. Aku melihat pula dia sering membeli buku jika dia pergi ke lain negara. Tidak jarang ia sering bercerita tentang ringkasan buku yang sedang ia baca, walaupun aku tidak menyukai topiknya dan aku mendengarkan ringkasannya jadi cukup menarik buatku. Aku lihat ia dapat bercerita dengan rinci dan lebih baik karena dia dapat memberikan pula kombinasi dan komparasi ringkasan dari buku-buku yang lainnya. Akhirnya aku menyimpulkan bahwa ide-ide cemerlang yang ia punyai merupakan akibat dari banyaknya dia membaca buku, alhasil mengumpulkan informasi merupakan modal utama untuk dapat menulis. Tulisan-tulisannya merupakan hasil kombinasi dari membaca buku dan informasi lainnya dan ditambah dengan mengamati kondisi yang terjadi sesunggunya. Inilah awal yang memaksa aku untuk menyukai membaca hanya agar aku dapat memenuhi keinginanku untuk menulis, itu saja. Aku mulai memborong buku-buku yang bertemakan tentang Agama Islam,  itu terjadi ketika aku pulang cuti tahun 2004 yang lalu, bagiku membaca buku-buku tentang Agama Islam paling tidak akan membawa dua keuntungan, yang pertama tentu agar menambah lebih banyak pengetahuan tentang Agama yang aku yakini dan yang kedua adalah untuk memenuhi keinginanku agar dapat menulis. Sungguh memang menakjubkan pekerjaan rahasia membaca ini, selang hanya satusetengah tahun aku sudah dapat menjadi juara ke-2 lomba menulis yang diadakan oleh Keluarga Masyarakan Muslim Indonesia Abu Dhabi. Aku tidak mengetahui berapa peserta lomba menulis saat itu, yang pasti juaranya ada enam orang. Tidak berlebihan kalau aku harus berterimakasih kepada kenalanku membiarkan aku menirunya walaupun tidak sehebat dia.

Kawanku banyak yang terkejut melihat aku sebagai salah satu juara menulis tentang Agama Islam karena aku dikenal sebagai sosok yang humoris, sedangkan menulis tentang topik Agama merupakan hal yang serius. Aku mencoba mengambil hikmah dari hasil lomba menulis KMMI ini buatku, ternyata membaca dapat menyatukan antara humoris dan serius dua hal yang aku nilai bertentangan. Aku masih percaya pada pepatah bahwa tertawa itu sehat, walaupun terlalu banyak tertawa tidak baik karena sesuatu yang terlalu itu bisa dipastikan tidak baik pula. Inilah yang membuat diriku menyukai bergurau, bercanda dan humoris. Aku menemui banyak orang yang menyukai bergurau namun ada beberapa yang tidak juga. Aku terbiasa mengalihkan topik apapun yang sedang dibicarakan untuk aku belokkan ke arah canda dan kebanyakan dari mereka menyambutnya bukan hanya dengan senyum tetapi juga dengan tawa, bahkan terkadang ada yang menjawab dengan menengadahkan tangannya seolah meminta untuk disalami atau ditepuk telapak tangannya tandanya setuju dengan candaku, lalu aku sambut dengan menyalami atau menepuk tangannya tanda terimakasihku kepadanya karena ia telah menyambut candaku. Lingkungan miskin tempat aku tinggal mungkin yang menjadikan aku tidak terlalu membuat semuanya serius. Aku belum bisa lepas dari lingkungan miskin dan kumuh sampai akhirnya aku keluar merantau ke Emirates sampai sekarang ini. Bagaimanapun, kesukaanku pada canda tidak lebih besar atas kesukaanku pada hal-hal yang bersifat logis. Inilah menurutku yang masih mengendalikan pikiranku untuk tidak lepas kendali ketika bercanda. Sebuah canda, gurau dan lelucon yang aku lakukan pasti aku akan mengarahkannya pada sesuatu yang logis-logis, terkadang seseorang tidak langsung tertawa begitu mendengar leluconku kecuali beberapa detik kemudian ketika logikanya 'menyambung' dengan leluconku. Bagaimanapun lelucon yang dilakukan, bagaimanapun canda yang dilakukan, dan bagaimanapun gurau yang dilakukan kebenaran sesuatu harus tetap dijunjung tinggi. Alat yang dapat memutuskan bahwa sesuatu itu benar atau tidak adalah logika.

Dengan modal banyak membaca maka semua ide atau impian dapat direalisasikan minimal dalam bentuk tulisan. Inilah yang membuat aku menjadi 'nekad' memulai menulis autobiografiku walaupun aku masih ragu akan dapat membuatnya secara jujur seratus persen, tetapi modal membaca dan keyakinan barangkali merupakan dua kombinasi untuk aku dapat memulainya. Autobiografiku bukan bertujuan agar dibaca orang sehingga mereka dapat menjadi seperti diriku. Autobiografiku murni hanya sebagai catatan pribadi dalam bentuk tulisan, selain untuk menunjukkan kepada diriku tentang kemampuanku menulis juga sebagai bahan renungan ku di dalam  meniti jalan kehidupanku selanjutnya.

Kisahku ini diawali oleh kehidupan seorang pemuda bernama Marsali sekitar tahun 1950an. Akibat desakan keadaan kemiskinan keluarga dan lingkungan desanya saat itu Marsali muda memberanikan diri merantau ke Surabaya. Ia harus melakukan itu karena ia melihat dari keadaan teman-temannya yang pulang dari kota mempunyai penampilan lebih bersinar dibanding dengan kawan-kawannya yang masih tinggal di desa, bahwa hidup di desa lebih tidak mempunyai harapan, itulah keyakinannya. Merantau ke kota lebih baik ia lakukan sekarang ketika ia masih belum berkeluarga, masih perjaka tanpa pasangan. Itulah yang membuat Marsali muda memberanikan diri meninggalkan kampung halamannya untuk mencari kehidupan baru menuju ke tempat yang belum pernah ia kenal, walaupun tanpa pekerjaan ia pikir di kota pasti banyak pekerjaan sehingga masih mempunyai harapan hidup lebih baik daripada tetap hidup di desa, dan tersangkutlah ia di Surabaya Utara, Kampung Sawah Pulo SR tempat kawan-kawan dari desanya tinggal, tempat penitipan barang-barangnya agar tidak hilang. Ternyata hidup di Kota tidak lebih baik seperti yang ia dapati di desanya, di kota sangat susah untuk mendapatkan pekerjaan apalagi bagi orang desa sepertinya tanpa keahlian kecuali kekuatan otot-otot muda usia 23 tahunan itu. Di kota tanpa uang tidak ada makanan. Di kota tanpa uang tidak punya tempat tinggal. Tetapi keberuntungan masih berpihak kepada Marsali muda, ada beberapa pemuda teman sedesa yang merantau terlebih dahulu yang mengijinkan memakai kamarnya, kamar yang diijinkan dipakai sebagai tempat meitipkan pakaian dan barang berharga miliknya saja, tidur di malam hari bisa dilakukan di luar kamar berteduh atap 'emperan' kamarnya. Ketika belum mempunyai pekerjaan kawan-kawannya membantu memberi makan seadanya. Di kamar itu ia awali perubahan hidupnya dari desa ke kota. Di kamar itulah ia dan kawan kawannya menumpahkan keluh kesah hidup di Surabaya yang harus serba uang. Ia mulai mendapatkan pekerjaan, walaupun gajinya cukup lumayan tetapi pekerjaannya bersifat kasar, tidak tetap dan sembarangan serta mengandalkan kekuatan otot-ototnya. Setiap hari selalu dihantui dengan tidak punya dan akan kehilangan pekerjaan. Setiap hari harus hidup dengan banyak tekanan. Begitu susah ia merasakan hidup di Surabaya sebagai pekerja harian lepas membuat ia mencari pekerjaan tetap, sebagai pekerja harian lepas dengan gaji banyak tetapi pekerjaan setiap harinya masih belum tentu ada lebih baik mempunyai pekerjaan tetap bergaji lebih sedikit tetapi pekerjaan setiap harinya pasti ada. Ia tidak ingin seperti keadaan sekarang bekerja seadanya terus menemani kehidupannya, ia harus merubahnya agar masa depannya lebih baik. Marsali memberanikan diri mencari kerja pada kantor yang masih dimiliki (kuasai) oleh bekas penjajah Belanda. Tanpa rasa takut ia menghadap secara langsung pada orang Belanda, penjaga Pangkalan Marina yang terletak berseberangan dengan Pelabuhan Tanjung Perak bernama Ujung Baru. Ketika ditanya oleh penjaga pangkalan yang bersenjatakan bedil laras panjang tentang maksud kedatangannya Marsali menjawab bahwa ia sedang mencari pekerjaan. Tanpa diduga ternyata ia mendapatkan jawaban seperti yang belum pernah ia duga karena orang Belanda di Surabaya saat itu ditakuti banyak orang, penjaga itu menyuruhnya ke suatu kantor dalam bengkel yang terletak di pinggir dermaga untuk menemui seseorang di sana. Setelah ditanya kalau ia memang benar-benar ingin mencari pekerjaan dan mau bekerja, tanpa ditanya keahlian apa yang ia miliki, Marsali langsung menjawab 'Ya'. Sejak saat itu ia mulai bekerja di Marina tempat perawatan kapal kapal Angkatan Laut milik Belanda.

Sementara jauh di suatu tempat, sebuah desa di tepi barat pegunungan embilleh tempat Marsali dan keluarga berasal Desa Pakong, Klebun (kelurahan) Paka'an Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan, Madura kehidupan semakin bertambah susah. Ketela pohon merupakan makanan pokok saat itu , jagung sangat susah didapat apalagi beras. Begitu susahnya, banyak orang mengumpulkan biji mangga untuk dijadikan makanan pengganti ketela pohon. Minah, gadis mungil berparas sedang sesekali membantu ibunya mencari makan untuk keluarganya. Kulitnya yang seharusnya kuning tampak lebih legam karena sengatan sinar matahari setiap hari. Ia dan empat saudanya lain sudah tidak mempunyai ayah sejak kecil. Ibunya sibuk berjualan hasil pertanian orang-orang desanya seminggu dua kali  ke Pasar Kamis atau Pasar Sabtu. Minah lebih sering mencari ubi-ubian di talun milik orang tuanya, ia terkadang mencari isi mangga untuk bahan makan jika itu diperlukan, dan tidak jarang demi satu isi mangga ia harus menunggu orang yang sedang makan mangga selesai dan memungut bijinya ketika dibuang.
Itulah gambaran kemiskinan pada tahun 1950an di desa dimana Marsali dan Minah berasal. Mereka
bertetangga bersebelahan rumah. Mereka berdua sama-sama tidak memiliki ayah sejak kecil, walaupun keluarga mereka tidak semiskin keluarga lain kebanyakan di desa miskin itu, mereka berdua sama sama-sama hidup dibawah kemiskinan baik keluarganya dan lingkungannya dan mereka berdua ditakdirkan menjadi jodoh seumur hidup.

Tuesday, May 08, 2012

Titik-titik Hidupku Secara Singkat.


Siapa Yang Disebut Sukses?

"Positive thinking tetapi tidak logis adalah lebih rendah derajadnya daripada negative thinking tetapi logis". Catatan pribadi dalam Blog.

Sampai saat ini banyak orang merasa kesulitan dalam mendifinisikan tentang siapa yang disebut dengan orang sukses itu. Apakah seorang yang sudah menduduki posisi puncak di suatu organisasi lalu disebut sukses? Apakah seseorang yang sudah memiliki kekayaan berlimpah lalu disebut sebagai orang yang sudah sukses? Ataukah seseorang yang memiliki harta berlimpah dan menduduki posisi puncak di suatu organisasi disebut sebagai orang sudah sukses? Apakah seseorang setelah menulis banyak buku disebut sebagai orang sukses? Apakah setelah menyentuh ujung dunia disebut sebagai orang sukses? Saya mengira bahwa untuk mendifinisikan itu sama sulitnya dengan mendifinisikan tentang orang kaya.

Untuk itu marilah kita cari apa arti kata "sukses" terlebih dulu sebelum memahami apa arti orang sukses itu sendiri.

Secara harfiah sukses berarti berhasil atau beruntung, namun secara definitif adalah mengetahui cara untuk mendapatkan, untuk menjadi dan untuk melakukan sesuatu yang benar-benar kita inginkan dan sukai dalam hidup ini. Dari definisi ini bisa dikatakan bahwa sukses bukanlah sesuatu yang tampak luaran tetapi adanya dalam diri seseorang. Sukses tidak bisa diukur dengan suatu skala ukuran secara umum karena sukses merupakan ‘rasa’ dibagian dalam dari diri seseorang. Sehingga apabila ada seseorang yang merasa sukses pada apa yang telah dicapai, itu bukan berarti anda akan merasakan hal yang sama jika keberhasilan itu terjadi pada diri anda. Untuk itu, jika aku menilai apa yang aku capai sampai saat ini merupakan sukses besar bagiku, itu bukan berarti demikian bagi yang lain.

Cita-Cita Tak Tentu
Carilah kedamaian, bukan kebahagiaan”. Catatan pendek di dinding kamarku ketika aku duduk di bangku Sekolah Menegah Pertama (SMP) dulu.

Aku dilahirkan di lingkungan perkampungan kumuh di Daerah Surabaya Utara. Hampir semua warga di kampungku mempunyai pekerjaan tidak tetap. Lelaki sejak remaja kebanyakan melakukan usaha dengan berdangang barang-barang bekas, ada juga sebagai tukang pangkas rambut, ada yang menjadi sebagai tukang becak, ada yang menjadi buruh/kuli harian lepas, serta sedikit sekali yang menjadi pegawai tetap seperti almarhum ayahku, bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil, Penataran Angkatan Laut (PAL), Surabaya. Sedangkan para wanita dewasa kebanyakan mencari nafkah dengan berjualan di pasar-pasar, sebagian membuka warung makan atau kelontong di sekitar rumah mereka masing-masing, sebagian menjajakan makanan siap saji, sebagian sebagai buruh di home industry kampung sebelah, dan sebagian lagi sebagai ibu rumah tangga biasa.

Tentang kedua orangtuaku; Ibuku pernah berjualan ikan segar di pasar sampai aku naik kelas lima Sekolah Dasar (SD). Lalu kemudian ketika ayah pensiun mereka berdua membuka toko kelontong di rumah sampai mereka meninggal dunia. Semoga mereka berdua selalu dalam rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa, amin...

Bisa dipastikan anak-anak di kampungku jarang yang memasuki sekolah formal. Kebanyakan dari mereka sejak usai kecil diarahkan oleh orang tua mereka untuk belajar Agama Islam di langar-langar, lalu ketika menginjak usia remaja (sepuluh tahunan) kebanyakan dari mereka dikirim oleh orang tua mereka untuk memasuki pondok-pondok pesantren, baik anak lelaki atau perempuan.

Aku merasa sebagai anak yang lebih beruntung bisa mengenyam pendidikan sekolah formal sejak kanak-kanak, walaupun tidak dilakukan dengan serius, yang terpenting aku sekolah. Aku sendiri memulai sekolah formal  Taman Kanak-Kanak (TK) sejak usia enam tahun. Namun karena aku anak manja maka aku jadi serba penakut, sehingga ketika di TK aku terpaksa karena tidak tahan buang air kecil di bawah bangku sekolah karena takut meminta ijin pada Ibu Guru untuk ke toilet. Lalu aku diberitau oleh Ibu Guruku agar mengatakan jika ingin ke toilet. Setelah kejadian itu lalu aku tidak mau masuk sekolah lagi. Sampai aku berumur sembilan tahun baru aku meminta kepada ayahku untuk disekolahkan lagi, dan sejak itu aku menjadi murid sekolah Dasar Alkhairiya Surabaya seterusnya mengarungi pendidikan formalku. Setelah aku lulus SD aku sudah berumur limabelas tahun. Aku ditawari oleh ayahku jikalau aku menginginkan untuk meneruskan sekolah ke Pondok Pesantren. Tetapi kemudian aku menolaknya dan aku memilih meneruskan ke Sekolah Formal saja.

Ketika aku masih di SD, setiap aku  pulang dari sekolah lalu makan siang. Sehabis makan langsung bermain dengan teman-temanku sepuasnya sampai menjelang shalat Magrib. Ayah dan ibuku tidak mengetahui permainan apa yang sedang aku lakukan setiap hari. Tetapi kedua orang tuaku dan orang tua teman-temanku nampaknya tidak merasa khawatir dengan keadaan lingkungan bermain dulu, sehingga mereka tidak ada yang merasa khawatir terhadap anak-anak mereka ketika bermain sesamanya.  Lalu seperti temanku lainnya setelah shalat Magrib belajar membaca Alqur'an di langgar dekat rumah (hampir setiap langgar di kampungku setelah Maghrib dipakai sebagai tempat belajar membaca Alqur'an, pengajarnya adalah imam langgar masing-masing). Ayahku sendiri sebagai guru ngajiku dan teman-teman ku karena ayahku sebagai imam di langgar kecil sebelah rumahku.

Aku belajar membaca Alqur'an dan Agama Islam dari ayahku sejak aku berumur sekitar tujuh tahun. Itu berjalan sampai aku kelas empat SD. Setelah itu ayahku memindahkan aku untuk belajar lebih dalam lagi tentang Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah Masjid Khoir kampung sebelah, Danakarya. Kini setiap sore aku harus sholat Ashar di Masjid Khoir karena kegiatan belajar dimulai setelah  sholat Ashar. Kegiatan  sekolah Agama (Madrasah) di Masjid Khoir kampung sebelah ini aku jalani selama lebih dari dua tahun. Dan berhenti dari Madrasah ini sampai aku memasuki SMP karena di SMP aku harus masuk siang.

Bisa dipastikan anak di kampungku tidak ada yang terbayang mempunyai cita-cita ingin menjadi apa kelak ketika dewasa, demikian juga diriku. Sejak SMP kelas tiga aku sering mendengarkan siaran berita dari radio Suara Amerika dan Radio Moskwa. Aku merasa senang dan terus kecanduan mengikuti perkembangan politik dunia. Inilah yang membuat aku mempunyai cita-cita, yaitu  ingin menjadi seorang 'Ahli Nuklir'. Aku membayangkan Indonesia kelak memiliki 'bom nuklir' sendiri seperti Amerika dan Uni Sovyet (Uni Sovyet adalah nama salah satu negara adikuasa ketika itu yang berhalauan Komunis kemudian pecah menjadi beberapa negara yang salah satunya adalah Rusia kini). Apalagi menurutku aku mempunyai bakat lebih dalam bidang ilmu pasti, seperti ilmu pengetahuan alam, fisika dan berhitung (pelajaran berhitung kemudian hari diganti dengan matematika). Karena keyakinanku tentang kemampuan bakatku itu, maka aku memilih jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) ketika duduk dibangku SMA (sekarang disebut SMU). Ketika dilakukan ujian penentuan/pemilihan jurusan IPA atau IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) aku berusaha mengerjakan soal-soal bidang mata pelajaran IPA sebaik mungkin sedangkan soal-soal bidang mata pelajaran IPS sejelek mungkin yaitu dengan sengaja memberi jawaban yang salah pada soal-soal IPS. Ketika pengumuman dilakukan, nilai rata-rataku pada semester pertama kelas 1 SMA adalah; bidang IPA mendapatkan nilai 5 dan bidang IPS juga mendapatkan nilai 5 dari skala 10. Karena pilihan utamaku adalah jurusan IPA, maka sekolah mengabulkan pilihanku untuk menjadi siswa SMA jurusan IPA. Sejak semester ke 2 kelas 1 SMA aku mulai menjadi siswa jurusan bidang IPA.

Sekolah SMA di jurusan IPA tidak membuat diriku menjadi istimewa, nilai-nilai mata pelajaranku kebanyakan tidak lebih dari 7 sekala 10. Ketika aku naik kelas 3 SMA baru mulai sadar dan bertanya kepada diri sendiri, “Nanti setelah lulus SMA mau kuliah kemana, ya?”. Itulah yang membuat aku mengikuti bimbingan belajar agar setelah lulus SMA dapat meneruskan kuliah di Perguruan Tinggi Negeri mengejar cita-cita menjadi seorang ahli nuklir. Walaupun kelompok bimbingan belajar yang aku ikuti akhirnya bubar di tengah jalan karena para peserta semakin lama semakin mengerucut sehingga pihak penyelenggara tidak dapat membayar biaya sewa ruangan. Tetapi paling tidak aku sudah mempunyai banyak buku kumpulan soal-soal test masuk Perguruan Tinggi Negeri yang diberikan oleh pihak penyelenggara bimbingan, yaitu untuk mata pelajaran fisika, matematika, kimia dan biologi. Demikian pula komitmenku di rumah selama kelas 3 SMA setiap hari mulai pukul 21:00 sampai pukul 3:00 dini hari selalu belajar fisika atau matematika atau kimia atau biologi. Dalam seminggu aku alokasikan waktu 2 hari untuk belajar fisika, 2 hari untuk belajar matematika, 1 hari untuk belajar kimia, 1 hari untuk belajar biologi, dan 1 hari sisanya aku gunakan untuk belajar mata pelajaran lainnya terutama bahasa Indonesia dan bahasa Ingris. Suatu saat salah satu temanku merasa heran mengetahui kemampuanku yang sudah hafal hampir semua rumus-rumus fisika, matematika dan kimia ketika mencoba mengerjakan soal-soal setelah selesai mengikuti ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri Institut Teknologi Surabaya (ITS).
Namun sungguh sayang di ITS waktu itu tidak ada Jurusan Teknik Nuklir. Aku ingin mengikuti test masuk Institut Teknologi Bandung atau Universitas Gajah Mada tidak berani, karena menurut teman-teman biaya hidup di Bandung atau di Jogjakarta cukup mahal bila dibandingkan dengan keadaan perekonomian keluargaku. Akhirnya aku memilih ITS saja karena letaknya yang se kota dengan rumah tinggalku dengan pilihan Jurusan Teknik Fisika dan Teknik Mesin. 

Aku diajak teman-temanku mengikuti test di PAT (Pendidikan Ahli Teknik) ITS, yaitu program Diploma-3 ITS. Teman-temanku senang dengan pilihannya sedangkan aku tidak, karena Jurusan Teknik Fisika tidak ada. Akhirnya aku putuskan memilih jurusan yang paling kurang diminati oleh calon mahasiswa agar aku lebih mudah diterima masuk PAT (Program D-3), ITS. Aku melihat formulir pendaftaran Jurusan Teknik Perkapalan mempunyai sisa formulir yang paling banyak dibandingkan dengan jurusan-jurusan lainnya seperti Teknik Mesin, Teknik Elektro, Statistik, Kimia dan Teknik Sipil. Ini berarti calon mahasiswa yang memilih Jurusan Teknik Perkapalan adalah yang paling sedikit, jika aku memilihnya, maka aku mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk bisa diterima dibanding memilih jurusan lainnya. Tidak apa yang penting bisa masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) daripada tidak kuliah nanti. Semua teman temanku memilih Teknik Mesin atau Teknik Elektro. Test calon mahasiswa Program D-3 ITS dilakukan setelah test calon mahasiswa S-1 selesai, tetapi pengumuman hasil test Program D-3 lebih awal daripada hasil test Program S-1.
Salah satu temanku datang ke rumah setelah melihat pengumuman hasil test Program D-3 di ITS memberitahukan bahwa namaku termasuk yang diterima di Program D-3 ITS Jurusan Teknik Perkapan. Lalu aku berkelakar kepadanya dengan mengatakan bahwa; "D-3 ini adalah buntutnya, sekarang kita menunggu kop-nya yaitu S-1" (istilah 'buntut' dan 'kop' merupakan istilah-istilah pada permainan judi lotto atau greyhound). Ia mengatakan kalau dirinya dan temanku lainnya tidak ada yang diterima di Program D-3 ITS, sehingga semua dari kami tinggal menunggu hasil test Program S-1 dimana tak seorangpun dari kami diterima di Program S-1 ITS. Sejak saat itu aku 'tersesat' di Jurusan Teknik Perkapalan, ITS. Sebagai cadangan jika aku tidak diterima di Peguruan Tinggi Negeri, maka aku juga mendaftar dan diterima di Perguruan Tinggi Swasta, Sekolah Tinggi Elektro Surabaya kemudian tidak aku masuki karena sudah diterima di Jurusan Teknik Perkapalan, ITS.

Aku merasa sudah berusaha sekuat kemampuanku dalam mengejar cita-citaku menjadi seorang ahli nuklir. Masa belajar untuk mempersiapkannya aku lakukan dengan sengguh-sengguh. Selain belajar hampir setiap malam terkadang aku harus mencari teman belajar atau soal-soal ke sana-sini guna menunjang persiapanku menghadapi test masuk Perguruan Tinggi Negeri, terkadang aku belajar di rumah teman-temanku jika itu aku rasa menguntungkan buatku. Didalam kamar tidurku yang digantung pada dinding hanyalah poster-poster buatanku sendiri, yaitu poster-poster dari tulisan rumus-rumus fisika, matematika dan kimia, serta tulisan prinsip hidup yang aku yakini, yaitu "Carilah kedamaian, bukan kebahagiaan".

Bangga Menjadi Seorang Mahasiswa

“Sesuatu yang khusus hanya akan jatuh atau dianugerahkan kepada orang-orang khusus pula”. Catatan pribadi.

Di kampungku yang disebut seorang "Mahasiswa" merupakan sosok yang sangat disegani bagaimanapun dia. Dimana banyak orang-orang kampungku berpendapat bahwa Pemerintah saja tidak berani berbuat macam-macam kepada yang namanya mahasiswa. Mereka terilhami oleh bayangan mereka pada beberapa pergerakan mahasiswa ketika jaman Orde Lama dan awal jaman Orde Baru. Aku selalu merasa tersanjung oleh orang-orang di sekeliling rumahku, apalagi di kampungku aku merupakan salah satu dari tiga orang mahasiswa lainnya (dua orang lainnya adalah bersaudara dari keluarga terpelajar yang tinggal dekat SMPN-11). Walaupun jurusan yang aku dapati bukanlah jurusan dari cita-cita awalku, aku merasa yakin bahwa ini merupakan takdir hidupku, aku sudah berusaha keras untuk menggapainya tetapi yang aku dapatkan adalah yang lainnya, maka aku harus pasrah, aku harus menjalankannya dengan ikhlas, aku harus melakukannya sebaik mungkin dan aku harus merasa yakin dengan masadepanku menaiki Jurusan Teknik Perkapalan ini dengan destinasi menjadi "Seorang Tenaga Ahli Teknik Perkapalan".

Sungguh, aku bangga menjadi salah satu mahasiswa yang lulus tepat waktu (mahasiswa bisa lulus lebih awal atau lebih lambat dari waktu yang ditentukan karena sistem SKS, Sitem Kredit Semester yang dipakai, bukan sistem tingkat). Sungguh aku merupakan salah satu mahasiswa cerdik dari seluruh mahasiswa seangkatanku. Aku selalu ingin menjadi yang terbaik, ini mungkin karena aku merupakan seorang anak tunggal barangkali yang selalu ingin untuk dirinya sendiri lebih dahulu. Kedua orang tuaku mendukung ku dengan segala kemampuan mereka, mereka selalu menuruti apa yang aku inginkan untuk kuliahku. Teman-teman merasa senang dengan ku. Aku juga tidak merasa kesulitan bergaul dengan semua teman kuliahku.

Mendapatkan Pekerjaan Tetap 

Seandainya pun seorang manusia ditakdirkan untuk menjadi seorang tukang sapu jalan, hendaknya dia menyapu jalan sesempurna Michelangelo ketika melukis, seindah Bethoven ketika menciptakan musiknya, dan seagung Shakespeare ketika menuliskan puisi-puisinya. Dia harus menyapu jalanan dengan begitu baiknya sehingga semua yang di langit dan di bumi ini ibaratnya terhenti untuk mengagumi dedikasi dan karyanya. "Di sana ada seorang tukang sapu yang mengerjakan semua pekerjaannya dengan luar biasa."  Martin Luther King

Setelah lulus dari Program D-3 Teknik Perkapalan ITS untuk sementara aku bekerja membantu dosenku mengerjakan proyek penelitian jembatan ponton Surabaya-Kamal Madura. Kemudian aku diterima bekerja di PT. Pal Indonesia, merupakan salah tempat kerja dambaan bagi kebanyakan para Ahli Teknik Perkapalan di Tanah Air. Setelah dua tahun bekerja aku mengikuti test Program S-1 lintas jalur di ITS yaitu program jalur khusus bagi lulusan D-3 dengan persyaratan pengalaman kerja yang tergantung dari hasil akademis Program D-3 sebelumnya. Aku diterima pada Program S-1 Jurusan Teknik Perkapalan, ITS. Pengajuan permohonan beasiawaku ke PT. Pal disetujui bersama lima orang lainnya yang juga dari kantorku, empat orang pada Fakultas Kelautan Jurusan Teknik Perkapalan dan satu orang dari Fakultas Informatika Jurusan Statistik, ITS.

Seluruh keperluan kuliahku dibiayai oleh PT. Pal termasuk biaya kuliah semester, biaya alat tulis, dan uang saku secukupnya, sementara gaji sebagai pegawai masih tetap dibayar. Aku menggunakan kesempatan ini sebaik mungkin, karena aku yakin setiap kesempatan hanya akan datang sekali saja dalam hidup ini. Aku berhasil lulus sebagai yang terbaik nomor 2 dari beberapa yang lulus dari Jurusan Teknik Perkapalan ITS saat itu. Bahkan setelahnya aku dipanggil oleh Pertamina untuk mengikuti test calon pegawai di sana. Aku berhasil lolos test (psikologi, wawancara, skrening, dan kesehatan) dan kemudian dinyatakan diterima sebagai calon pegawai Pertamina angkatan 1991 dan diwajibkan untuk mengikuti orientasi di Komando Pendidikan Angkatan Laut (Kodikal), Moro Krembangan, Surabaya tetapi aku tidak masukinya karena merasa berdosa kepada PT. Pal yang baru saja telah membiayaiku kuliah Program S-1 di ITS.

Di PT. Pal Indonesia aku mempunyai pekerjaan sebagai peneliti, aku merasa senang di bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang), di mana pekerjaan pada umumnya tidak ditarget oleh jadwal penyelesaian yang ketat seperti mengerjakan proyek pembangunan atau perbaikan kapal, umumnya pekerjaanku sebagai peneliti membuat design kapal baru atau meningkatkan kemampuan kapal-kapal yang ada agar lebih mnguntungkan terutama bagi pennguna kapal.

Aku semakin merasa betah tinggal di Surabaya, kota tempat kantor kerja dan tempat lahirku. Maka aku membeli rumah di Delta Sari Indah-Waru, Sidoarjo melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui Bank Tabungan Negara. Aku memulai membangun keluarga sendiri di kota ini. Demikian juga aku memiliki pekerjaan sampingan lainnya, ketika sore sampai malam hari sebagai dosen di salah satu Perguruan Tinggi Swasta dekat ITS mengajar mata kuliah Propulsi Kapal.  Juga aku menjalankan bisnis sampingan sebagai pedagang barang-barang bekas, mulai dari jual beli besi tua sampai bangunan tua yang akan dibongkar, aku lakukan ini guna memanfaatkan lingkungan rumahku sebagai pasar barang-barang bekas dimana orang-orangnya tidak berpendidikan formal kesulitan mendapatkan hubungan ke para pedagang kelas atas sedangkan aku bisa karena aku berpendidikan formal sampai sarjana. Sehingga dari segi keuangan untuk hidup di Surabaya aku merasa tidak ada masalah.

Salah seorang rekan kerja di PT. Pal mengajakku mencoba mengikuti test kerja untuk Angkatan Laut United Arab Emirates (UAE Navy) di Hotel Sahid Surabaya. Dengan hanya bertujuan sebagai ajang coba-coba aku mengikuti ajakan kawanku itu. Persiapan aku lakukan. Test terdiri dari dua bagian; bagian pertama adalah test kesehatan dengan melakukan  test darah dan paru-paru di sebuah Laboratorium Kesehatan Swasta di Surabaya yang sudah ditentukan oleh pihak Kedutaan UAE, kemudian test wawancara dengan user yang tentunya memabakai bahasa ingris.

Yang menjadi beban bagiku adalah melakukan test wawancara dengan bahasa Ingris. Walaupun aku sudah pernah mengikuti kursus khusus sebelumnya dan sering menghadapi technical assistance dari Jerman atau Jepang untuk proyek yang aku pegang, namun aku tidak juga bisa berbicara lancar memakai bahasa Ingris. Barangkali aku memang tidak mempunyai bakat yang baik dalam belajar bahasa. Itu yang membuatku menemukan strategi didalam menghadapi wawancara agar bisa lolos test masuk kerja di UAE.
Setelah aku merenungkan beberapa hari, lalu aku menyimpulkan bahwa didalam wawancara pasti akan ditanya tentang pekerjaan yang pernah dilakukan. Ini akan menyita banyak pembicaraan atau waktu ketika wawancara berlangsung, dan bisa-bisa aku "plegak plegok" dibuatnya yang alhasil aku akan didiskualifikasi sebagai kandidat untuk kesempatan ini. Aku menemukan jawaban untuk menghadapi itu. Aku buat dalam ketikan daftar pekerjaan yang pernah dan sedang aku lakukan di PT. Pal, lebih detail daripada yang aku tulis didalam Kurikulum Vita-ku, barangkali nanti ditanya, akan aku keluarkan saja daftar ini. Dengan rasa lebih percaya diri aku berangkat ke Hotel Sahid Surabaya dengan membawa daftar pekerjaan yang sudah aku cetak dan selipkan didalam map plastik dalam tas kerjaku. Setelah selesai menyerahkan surat lamaran kerja dan hasil test kesehatan di meja administrasi salah satu ruangan hall hotel lalu aku diminta menunggu untuk test wawancara. Giliran aku dipanggil wawancara aku langsung memberi salam sebelum aku duduk diatas kursi berhadapan dengan meja kerja pewawancara, orang Emirate berhidung lebih mancung dariku dan dengan berewok yang tipis sekali. Setelah kata pembuka basa-basi kemudian ia bertanya tentang pekerjaanku. Aku merasa bagaikan disambar petir karena terkejut sambil membuka tas dan map plastik lalu aku rogoh dan keluarkan pelan-pelan dua carik kertas berisi daftar pekerjaan yang telah aku persiapkan lalu aku berikan kepadanya. Ia membaca seluruh daftar pekerjaanku itu, ketika ia berhenti membaca langsung aku ditawari jumlah gaji dan fasilitas yang akan diterima apabila ingin bergabung dengan UAE Navy. Lalu aku bertanya tentang bagaimana dengan tawaran kepada teman-temanku yang lain saat itu?, Ia bilang 'sama'. Akupun menyetujuinya, kemudian diatas kertas lamaranku ia bubuhi gambar tiga buah bintang. Dan aku diminta untuk menandatangani dua lembar "Kotrak Kerja Sementara", setelah ditandatangani seseorang yang duduk dibelakangnya satu lembar ia berikan kepadaku dan satu lembar lainnya ia simpan. 

Aku merasa sungguh beruntung, ternyata aku hampir tidak banyak melakukan pembicaraan ketika wawancara tadi. Si pewawancara tidak mengetahui betul kalau aku kurang lancar dalam menggunakan bahasa Ingris. Ah...biarlah!, ini karena kejituan strategi saja serta aku yakin bahwa ada tangan tersembunyi yang membimbingku untuk melakukan itu, entah itu siapa, dan yang pasti aku percaya dengan adanya Tuhan.
Diluar Hotel setelah wawancara selesai aku bertanya kepada teman-temanku tentang bintang yang mereka dapatkan pada surat lamaran mereka, hanya ada dua orang selain dari ku yang mendapatkan tiga bintang dan sisanya dua buah bintang saja.

Aku dan dua orang temanku menjadi kandidat sebagai calon pegawai UAE Navy yang dinyatakan diterima. Khabar itu aku dapatkan dari salah seorang teman yang selalu berhubungan dengan pihak Kedutaan UAE Jakarta. Mendengar itu semangatku menjadi tidak terlalu berminat lagi, sama seperti ketika aku diterima di Pertamina dua tahun lalu hanya saja alasannya yang berbeda. Ketika aku sedang berada dirumah memikirkan kesempatan ini aku merasa tidak tega meninggalkan keluargaku terutama pitriku yang baru berusia satu tahun. Demikian pula kedua orang tuaku yang hanya mempunyai anak diriku seorang, dan juga istriku sebentar lagi akan memasuki masa program PPL(Pelajaran Praktek lapangan) dari IKIP Negeri Surabaya tempat ia kuliah. Namun ketika aku pergi ke kantor melihat suasana kantor yang mempekerjakan begitu banyak sarjana teknik perkapalan keinginanku untuk mengambil tawaran kerja dari UAE Navy itu menjadi kuat. Sampai batas hari akhir untuk berkumpul di Jakarta aku masih belum benar-benar memutuskan apa yang harus aku lakukan dengan tawaran ini walaupun aku secara diam-diam memprsiapkan surat-surat jikalau aku jadi mengambilnya. Pagi hari aku sempat mengantar seorang teman kantor salah satu calon pekerja UAE Navy keluar kantor pulang karena pada sore hari harus berangkat ke Jakarta memenuhi panggilan pihak Kedutaan UAE bagi seluruh kandidat calon pekerja berkumpul besok pagi guna penyelesaian persyaratan dokumen baik di Kedutaan UAE dan juga di Departemen Tenaga Kerja RI di Jakarta.

Hari sudah cukup sore, aku sudah duduk duduk didepan rumah setelah seharian mondar-mandir dari kantor dan rumah sambil berpikir keras menghadapi pertarungan perasaan didalam dada antara berangkat dan tidak berangkat. Tiba-tiba perasaan tidak berangkat berhasil dibunuh oleh perasaan berangkat, sehingga aku memutuskan untuk berangkat ke Jakarta saat itu juga. Setelah aku betitahu keluargaku cepat-cepat aku gapai tas pergi kecil, aku isi tas dengan pakaian secukupnya, lalu aku masukkan dokumen-dokumen yang aku rasa penting sebagai bekal keberangkatanku ke UAE. Aku ambil semua uang yang ada didalam kamarku, lalu aku meminjamnya juga kepada orang tuaku sebagai bekal secukupnya untuk berangkat ke Jakarta. Aku yakin sudah tidak ada lagi transportasi menuju Jakarta. Tetanggaku menyarankan agar aku 'mengecer' naik bis dari Jalan Demak ke Semarang, lalu ke Kudus kemudian ke Jakarta, dan aku lakukan itu.
Temanku terkejut dengan kedatanganku ke Jakarta. Dari Kedutaan UAE rombongan calon karyawan dibawa ke Departemen Tenaga Kerja oleh staf Kedutaan. Aku telepon teman di kantorku memberitahu kalau aku memutuskan keluar dari PT. Pal Indonesia pindah kerja ke UAE. Aku perintahkan dia untuk mengirim surat permohonan pengunduran diriku yang sudah aku persiapkan diatas meja kerjaku serta surat kuasa pengurusan hak-hakku selama bekerja di PT. Pal untuknya ke Bagian personalia.

Tanggal 19 September 1994 pagi aku dan rombongan berangkat ke United Arab Emirates. Sehari kemudian sampai di Abu Dhabi. Suhu udara di Abu Dhabi pada akhir September seperti suhu di kota asalku Surabaya. Suasana remang-remang menghalangi pandangaku melihat alam baru di kejauhan sana. Pandangan terhalang oleh pohon-pohon pinggiran jalan, dan taman-taman kota diterangi oleh lampu-lampu bersinar kekuningan sepanjang perjalanan menuju kam penampungan tempat kerjaku di bibir utara kota Abu Dhabi. Bis militer yang menjemputku berhenti didepan pintu gerbang yang dijaga ketat oleh tentara besenjata lengkap dengan logo didepan pintunya bergambar jangkar dihiasi dengan tulisan arab "Quwatal Bahriyah, Quwatal Musallaha". Setelah pemeriksaan dokumen selesai ole penjaga pintu, aku dan rombongan masuk kam UAE Naval Force Abu Dhabi.

Menunggu urusan kelengkapan dokumen oleh pihak angkatan bersenjata UAE khususnya Angkatan Laut, pihak Intellijen dan pihak Immigrasi membutuhkan waktu lebih dari tiga bulan. Aku mempunyai permasalahan dengan namaku, yaitu hanya satu nama saja yang tertulis didalam passportku, pihak Intelligent meminta lebih dari satu nama. Setelah aku jelaskan bahwa kultur di Idonesia memang banyak yang tidak mengenal banyak nama dengan memberi contoh nama-nama Presiden RI pertama dan kedua, maka pihak Intellijen memakluminya dan aku diloloskan dari masalah ini.  Ketika kembali ke kantor dan bergaul dengan orang-orang di tempat kerjaku, mereka merasa heran mengapa saya sebagai penganut Islam hanya mempunyai satu nama. Ketika aku jelaskan bahwa didalam Kitab Suci Alqur'an Tuhan selalu menyebut nama seseorang dengan sebutan satu nama saja, misalnya; Yusuf, Musa, Ibrahim dst. kecuali terhadap Isa binti Maryam barangkali karena Nabi Isa merupakan manusia khusus tanpa seorang ayah.

Aku dan teman-teman tidak menerima gaji selama proses penyelesaian dokumen belum komplit, hal ini dapat dimaklumi karena gaji yang akan aku terima merupakan uang dari Pemerintah UAE. Urusan makan utama sudah disediakan oleh UAE Navy dengan catatan bagi para Engineer atau Perwira dicatat sebagai hutang dan akan dibayar setelah menerima gaji, sedangkan bagi para Teknisi atau kepangkatan dibawah Perwira disediakan makanan gratis tiga kali sehari. Untuk keperluan lain selain makanan utama bisa berhutang pada toko kelontong milik orang India didepan pitu masuk UAE Navy.

Awal masuk kantor/bengkel aku sedikit gugup. Atasanku memperkenalkan para pekerja yang akan aku pimpin terdiri dari orang-orang dari berbagai bangsa, seperti dari; Emirate, Pakistan, India, Philippina, Sudan, Mesir, Tunisia, Maroko dan Bangladesh. Tetapi kemudian aku percaya diri lagi setelah aku ingat tentang bagaimana aku dapat 'menaklukkan' atasanku ketika aku di PT. Pal sedangkan beliau pernah hidup di Luar Negeri selama lebih dari duapuluh tahun.

Suasana tempat kerja seperti berkelompok menurut asal negara masing-masing. Tetapi mereka tidak pernah betul-betul saling bermusuhan walaupun negara asal mereka bermusuhan seperti antara Pakistan dan India. Aku abaikan pengelompokan ini, bagi ku pilihan yang ada hanyalah; "mau kerja atau tidak". Karena aku tahu seperti di Angkatan Bersenjata Indonesia, bagi siapa yang menolak perintah atasan, maka hukuman yang didapat akan berat sekali.

Aku awalnya mencatat semua bagian yang ada didalam workshop yang akan aku pimpin. Ada Bagian Pipa, ada Bagian Joiner (Pekerjaan tukang kayu), ada Bagian Cat, ada Bagian Las, ada Bagian Tailor, ada Bagian Fiberglass, dan ada Bagian Plat dan Struktur (Shipwright). Ini merupakan betul-betul dunia baru buatku, dimana pengalaman kerjaku selama ini terutama di PT. Pal hanya terbatas pada pekerjaan Penelitian untuk Perancangan Kapal. Ini merupakan suatu tantangan buatku. Aku mulai memikirkan diri sendiri bagaimana agar dapat lolos melalui masa percobaan selama tiga bulan mendatang. Aku pasang strategi lagi. Aku tunjukkan bahwa aku bisa bekerja di bidang teknik perkapalan termasuk perawatan dan perbaikan kapal walaupun aku kurang mampu dalam berkomunikasi dengan bahasa Ingris. Aku harus 'bekerja dengan tidak banyak kata'. Suasana kerja didalam bengkel merupakan keuntungan tersendiri buatku. Pekerjaan lebih banyak dilakukan dengan tangan daripada dengan mulut dan lebih banyak dilakukan di kapal-kapal (lapangan) daripada didalam kantor. Pernah atasanku tidak paham dengan apa yang aku katakan sampai dia berkata, "kamu ini ngomong apa, sih?" Sambil ia melihat pada rekan kerjaku yang kemudian rekanku itu menjelaskannya kepada atasanku tentang apa yang telah aku maksudkan.

Aku berhasil melalui tiga bulan masa percobaan tanpa masalah berarti. Kini targetku agar evaluasi kondite dua tahun kemudian juga harus jangan sampai mendapatkan masalah berarti pula. Maka aku tetap dengan prinsip kerjaku, yaitu 'banyak kerja dengan sedikit kata'.

Aku semakin tertarik bekerja dengan orang dari berbagai bangsa di sini. Hampir semua orang dapat berkomunikasi memakai bahasa Arab. Aku pikir ini baik dan bahkan menguntungkan. Aku pernah belajar dan dapat membaca-menulis huruf Arab sejak aku sekolah Agama di Masjid Khoir dulu, sehingga masalah logat sudah aku pahami, kini tinggal mempraktekkan penggunaannya saja. Sejenak aku jadi teringat pada pasar di daerah Surabaya Utara. Kebanyakan penjualnya berasal dari suku Madura dan mereka biasanya hanya bisa berbahasa Madura. Prinsip dagang ‘pembeli adalah raja’ tidak berlaku di pasar ini, yang ada justru sebaliknya, semua pembeli baik dari keturunan suku lain atau ras apapun akan berusaha menggunanakan bahasa penjual di pasar yaitu Bahasa Madura, tujuan utamanya selain agar dapat berkomunikasi dengan baik dengan penjual juga agar mendapatkan lebih banyak melakukan tawar-menawar sehingga dapat lebih banyak mendapatkan potongan harga. Aku pikir keuntungan lainnya jika dapat memakai bahasa lokal (Arab) di sini adalah seseorang dapat lebih dekat dengan orang lokal dan juga dapat lebih banyak mengenal budaya setempat, karena bahasa adalah budaya juga.

Setelah berlalu hampir satu tahun bekerja dengan banyak suku bangsa, aku merasa harus mencari cara bagaimana untuk memenuhi target jangka panjang bekerja di sini. Selain aku menyukai suasana kerja di sini juga keluargaku (anak dan istri) akan  aku jemput untuk bergabung dan tinggal bersamaku di Abu Dhabi pada cuti tahunanku yang pertama bulan depan ini.

Aku harus kembali pada prinsip kerjaku yang lama ketika aku masih bekerja di PT. Pal dulu, yaitu, "Dalam bekerja aku tidak bertujuan mencari uang tetapi uanglah yang mencari aku". Prinsip ini agar aku selalu termotivasi bekerja dengan baik.

Aku sudah dapat berkomunikasi dengan bahasa Arab. Ini tentu lebih memudahkan aku untuk bekerja di sini, apalagi awak badan kapal di tempat kerjaku kebanyakan adalah orang lokal yang tidak terlalu banyak dalam menggunakan bahasa Ingris.

Kini aku mulai mempelajari karakter dan kebiasaan bawahan dan rekan kerjaku yang berasal dari berbagai bangsa. Ada beberapa perbedaan kebiasaan mencolok dibandingkan dengan kebiasaan di Indonesia. Untuk itu banyak pekerja un-skilled dari Indonesia yang mengalami cultural shock ketika bekerja di sini. Di sini menyentuh dengan sengaja bokong (bagian berlemak dari pantat) orang lain adalah hal yang tabu tetapi menyentuh bahkan menepuk kepala orang lain merupkan hal yang diijinkan. Memanggil orang agar mendekat kearah si pemanggil biasa dilakukan dengan cara memakai tangan dan telunjuk tengah agar bersuara seperti memanggil ayam di Indonesia adalah hal yang lumrah. Menegor seseorang yang melakukan kesalahan dengan mengatakan "anda tidak punya otak" adalah hal yang biasa pula. Ketika ingin membeli sesuatu untuk dibawa (misalnya rokok, teh, kopi atau sandwich) seseorang tidak perlu repot-repot harus turun dari dalam mobil, hanya cukup membunyikan klakson mobil si penjual akan datang untuk melayani. Melakukan pemukulan terhadap yang lain mengakibatkan urusan serius dengan pihak berwajib apalagi sampai menimbulkan luka, pihak berwajib akan langsung menangkap seseorang yang dilaporkan kalau ada bukti. Perkelahian antara dua orang akan menyebabkan keduanya diciduk oleh yang berwajib untuk dimasukkan kedalam penjara/sel tidak perduli siapa yang benar atau yang salah, sampai proses penyelidikan kasusnya selesai keberadaan terdakwa susah dilacak. Antara atasan dan bawahan merupakan hal yang biasa makan bersama-sama satu kelompok (tanpa hirarki) sampai lima orang menghadapi satu baki/talam semacam piring besar berisi makanan yang akan disantap. Antara atasan dan jajaran dibawahnya lebih banyak dilakukan hubungan layaknya kekeluargaan tidak kaku (formal), sehingga seorang bawahan setelah memberi hormat kebanyakan langsung bersalaman ketika bertemu atasannya adalah hal yang biasa. Apabila ditawari minum teh/kopi atau makan sebaiknya disambut walaupun seteguk atau sepuluk saja hanya untuk menghormati si penawar. Khusus kepada orang lokal yang anda kenal baik jangan dipuji tentang aksissori yang sedang dipakai karena akan berakibat aksissori tsb. dikasihkan kepada anda. Jangan mengeluh tentang kekurangan barang-barang alat rumah tangga anda misalnya; telivisi, CD player, furniture atau yang lainnya terhadap orang lokal yang anda kenal baik, akibatnya teman anda itu akan berusaha untuk memberi barang yang sedang anda keluhkan. Orang lokal jika melihat sesuatu yang tidak benar dalam hal pekerjaan atau budaya atau agama akan langsung marah tetapi mereka pada umumnya tidak menaruh dendam kepada orang yang telah dimarahi. Didalam melakukan pembicaraan umumnya dilakukan dengan suara keras seperti ketika kita sedang marah atau membentak, bagi orang yang terbiasa dengan perkataan lemah lembut akan merasa takut atau heran. Orang lokal lebih menyukai kejujuran daripada hal lainnya dalam pekerjaan.

Ketika evaluasi kondite dua tahun tiba (kontrak kerjaku yang pertama berdurasi selama dua tahun setelahnya berdurasi satu tahunan), atasanku memintaku agar mengisi sendiri formulir evaluasi tentang diriku yang kemudian harus aku tolak,  karena penilaian tentang evaluasi kondite adalah wewenang atasan. Alasannya aku bekerja sangat baik menurut penilaiannya. Akhirnya atasanku setuju dan ia akan memberiku semua keterangan 'excellent' saja. Lagi-lagi aku harus menolaknya juga, karena, 'semua excellent' hanyalah untuk Tuhan.

Catatan Tentang Kebiasaan Orang Sesuai Dengan Negara Asal

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.(Qur’an Surat;. Al-Hujurat: 13).

Berikut adalah kebiasaan-kebiasaan orang dari berbagai suku bangsa yang ditemukan setelah sekian lama hidup di Emirates. Kebiasan yang dicatat dibawah hanya didasarkan atas pergaulan dan pengalaman pribadi sehari-hari tanpa melakukan penelitian khusus secara ilmiah, sehingga kesimpulannya hanya berdasarkan pengamatan secara otodidak saja dan bisa tidak benar.

-          Ada Kelompok Orang yang pada umumnya mempunyai peringai yang tampak tidak ramah, raut muka seperti menantang, ditekuk dan nada pembicaraanya tinggi. Piawai dalam berdebat, apa yang telah dilakukan akan diperdebatkan agar orang lain mengakui bahwa yang telah dilakukan adalah benar. Karena karekter itu mereka banyak dipakai sebagai pimpinan di perusahaan-perusahaan milik Pemerintah atau perusahaan milik orang lokal yang mempekerjakan orang-orang berkebangsaan dari negara negara Asia.
-          Ada Kelompok Orang yang pada umumnya mereka suka bersumpah atas nama Tuhan (Allah), "Wallohi". Mereka terlihat malas melaksanakan pekerjaannya, senang mengunjungi teman untuk ngobrol sana-sini. Kebanyakan pekerjaan yang didelegasikan akan dikeluhkan dengan kata "muskillah" artinya "problem" walaupun pekerjaan itu tidak ada masalah untuk meyelesaikannya. Pada umumnya mereka bekerja di Instansi-instansi Pemerintah. Perusahaan swasta umumnya tidak mempekerjakan orang seperti itu.

-          Ada Kelompok Orang yang pada Umum orangnya cuek tidak perduli, terutama dengan skill yang rendah mereka akan melakukan pekerjaan yang penting selesai. Umumnya mempunyai raut datar dalam arti tidak perduli lingkungan yang sedang terjadi. Ketika melakukan kesalahan tidak merasa bersalah karena telah mekakukannya dengan benar sesuai yang diketahui, walaupun dimarahi karena kesalahannya akan sama saja tidak ada penyesalan yang tampak. Hampir semua sektor akan mempekerjakan orang India. Umumnya pedagang kelomtong, office boy dan pegawai cleaning service dikuasai mereka.

-          Ada Kelompok Orang yang pada Umumnya orangnya taat beribadah tetapi juga, bekerja keras, kuat dan suka menggurui. Sebaiknya menghindari pekerjaan yang membutuhkan seni keindahan, didalam bekerja orang itu cendrung kasar dan tidak perduli terhadap sedikit kerusakan yang menyebabkan cacat. Hampir semua pekerjaan sopir (taksi, bus, truk dan belajar mengemudi, pedagang asongan (barang barang bekas) dan pekerja kasar adalah orang dari kelompok ini.

-          Ada Kelompok Orang yang pada Umumnya mereka suka berpesta, makan di restoran, dan berdandan agar terlihat berpenampilan keren. Banyak dari mereka sebagai pekerja kantor dari tenaga menengah kebawah. Juga hampir semua pegawai supermarket, department store dan perawat diberbagai rumah sakit berasal dari kelompok ini. Mereka umumnya rapi, giat, tegas, keras, berani dan disiplin terhadap pekerjaannya.
-          Ada Kelompok Orang yang pada Umumnya sebagai pekerja kasar, cleaning service dan teknisi pada bengkel bengkel perbaikan mobil. Umumnya mereka merasa serba bisa terutama dalam hal perbaikan mobil. Cara bekerjanya kasar sehingga didalam mengerjakan sesuatu yang penting selesai, mengenai kerusakan bagian bagian barang karena kesulitan dalam membuka tidak terlalu diperdulikan, mereka akan selalu mengatakan "no problem" terhadap kerusakan/cacat kecil yang ditimbulkan.

Mengatur Rencana Keuangan

“Rajin-rajinlah menabunglah ketika anak-anak masih kecil, karena setelah mereka sudah besar banyak kebutuhannya”. Nasehat dari ayah salah seorang temanku.

Ketika keluarga bergabung di Abu Dhabi dan hidup di apartemen sendiri, cash flow keuangan perlu dirancang agar hasil yang diperoleh dapat digunanakan secara terarah didalam menunjang kehidupan masa depan keluarga. Aku banyak mendapatkan orang yang selalu mengeluhkan tentang kondisi keuangan mereka. Ada yang terjerat dengan banyak hutang, pembayaran kartu kredit yang menumpuk bahkan tak terbayar hanya untuk digunakan untuk kebutuhan jangka pendek. Aku lihat hidup di Emirates ini penuh dengan godaan berbelanja, entah untuk barang yang diperlukan sekarang atau tidak. Iklan-iklan potongan harga selalu datang dari berbagai arah dengan barang yang bagus-bagus. Seorang teman kerja sesama Indonesia mengatakan, "Pak!, hati-hati jangan sampai setelah pulang ke Indonesia nanti sama dengan orang yang baru pulang piknik, yaitu menghabiskan uang dalam perjalanan". Aku jadi teringat juga kepada nasehat atasanku di PT. Pal dulu, bahwa ketika akan pergi untuk berbelanja sebaiknya dibuatkan daftar barang dan bahan yang akan dibeli agar tidak berkembang karena banyaknya godaan promosi di tempat belanja. Akhirnya aku sepakat dengan istriku bahwa biaya hidup (operasional) bulanan maksimum adalah 25% dari total gajiku dan sisanya sebagai tabungan keluarga termasuk biaya sekolah anakku. Biaya sewa apartemen, biaya listrik dan air, serta biaya kesehatan seluruhnya ditanggung oleh kantorku. Semua 25% uang untuk biaya operasional keluarga aku percayakan kepada istriku untuk mengelolanya. Dan kami sekeluarga selalu berusaha agar tetap mengikuti ketetapan yang telah dipatok ini apapun alasannya.

Pindah Kerja Lagi

"Aku tidak akan mencari uang didalam bekerja, biarlah uang yang mencari diriku".  Catatan pribadi didalam Blog.

Kebetahananku bekerja di UAE Navy meninabobokkan dan memanjakan aku untuk tetap bekerja di situ. Posisi dan golonganku sebenarnya tidak pernah naik dan juga tidak turun, tetap saja sebagai Civilian Service Engineer walaupun aku sudah bekerja mendekati tigabelas tahun tetapi gaji dan fasilitas hidup tetap dinaikkan. Atasanku silih berganti datang dan pergi. Pangkatku sebenarnya setara dengan seorang Perwira berpangkat Kapten, artinya semua fasilitas yang aku dapat setara dengan Kapten. Aku lihat rekan kerja orang lokal yang berpangkat Kapten sekarang sudah menyandang pangkat Letnan Kolonel atau Kolonel. Aku melihat kini Pemerintah UAE sedang gencar-gencarnya melakukan lokalisasi, artinya mengganti pekerja orang asing dengan pekerja orang lokal. Itu merupakan kelumrahan karena berkembangnya jumlah pencari kerja orang lokal serta posisi vital memang sebaiknya diisi oleh anak bangsa sendiri. Program lokalisasi sungguh lebih terasa pada sektor-sektor kantor Pemerintah. Aku sudah mulai khawatir walaupun tenaga Ahli Perkapalan asal orang lokal tidak lebih banyak dari jumlah jari jariku (ketika pertama kali datang pada tahun 1994, di UAE hanya ada satu orang  lokal sebagai Ahli Teknik Perkapalan, dialah atasanku). Maka aku memulai proses migrasi ke Kanada melalui konsultan di Dubai. Pikirku, misalnya jikalau nanti pulang ke Indonesia masih harus mencari kerja lebih baik ke Kanada juga mencari kerja dengan kesempatan kerja yang lebih bayak memadai buatku. Tetapi, ketika aku mendapatkan jawaban dari Kantor Immigrasi Kanada yang menyatakan bahwa aku memenuhi syarat untuk migrasi ke sana aku diterima bekerja di Abu Dhabi Shipbuilding (ADSB) Company. Aku jadi berpikir dua kali untuk migrasi ke Kanada, pikirku; ‘di Kanada nanti aku juga mencari kerja, sedangkan di UAE aku sudah mendapatkan kerja, biarlah!, akan aku tinggal saja yang di Kanada, toh itu juga belum pasti sedangkan di sini sudah pasti’. Syukurlah istriku juga menyetujui pendapatku, maka aku sekeluarga tetap berada di UAE. Seorang bekas atasanku di UAE Navy yang sedang bekerja di ADSB menghubungi aku kalau aku tertarik berpindah ke ADSB, menurutnya sekarang ada posisi lowong yang ditinggal oleh orang 'bule' dan sangat sesuai posisi itu bagi ku. Seperti tumbu mendapatkan tutup, ketika sedang khawatir dengan kondisi pekerjaan lalu ada yang menawarinya, aku mengiyakan saja lalu dikemudian hari secepatnya aku serahkan surat lamaran kerja dan daftar riwayat hidupku (CV). Dan setelah tawar-menawar gaji dan fasilitas antara au dan ADSB saling menyetujui, lalu aku mulai mengajukan permohonan pengunduran diri dari UAE Navy. Aku resmi keluar dari UAE Navy pada tanggal 30 Agustus, 2007 dan pindah kerja ke ADSB sejak tanggal 2 September, 2007 sebagai Senior Service Engineer.

Ini adalah untuk pertama kali aku bekerja diperusahaan semi-government, merupakan perusahaan galangan kapal dengan 51% sahamnya dimiliki oleh Mubaddalah, perusahaan investasi dari Abu Dhabi dan 49% lainnya dijual ke publik melalui Pasar Saham Abu Dhabi. Suasananya cukup berbeda dengan UAE Navy. Di sini aku tidak lagi banyak menghadapi birokrasi. Atasanku berasal dari Western Country. Kawan sejawatku kebanyakan dari Eastern Countries. Bawahanku kebanyakan dari Eastern Countries juga. Aku sudah banyak mengenal orang-orang di ADSB karena apabila kapal-kapal UAE Navy tidak dapat diperbaiki didalam fasilitasnya sendiri, maka itu akan dikiririm ke luar terutama ke ADSB, dan aku sering diberi tugas oleh UAE Navy sebagai inspektor pada kapal yang sedang atau selesai diperbaiki.

Aku masih tetap yakin dengan kemampuanku untuk menangani pekerjaan ditempat baru ini karena kapal-kapal yang akan aku tangani sebenarnya sama saja hanya tempat kerjanya saja yang berbeda serta jenis pekerjaannya bertambah dimana ketika aku bekrja di UAE Navy pekerjaan mekanik dan listrik tidak termasuk jenis pekerjaanku dan di ADSB itu termasuk. Seperti halnya ketika bekerja di UAE Navy, aku akan banyak berhadapan dengan pelanggan atau awak badan kapal dari orang lokal. Mereka orangnya terbuka, terus terang, dan paling tidak suka jika dibohongi. Apabila seseorang kedapatan tidak jujur sekali saja, maka kebaikan-kebaikan yang pernah dilakukan sebelumnya akan menjadi taruhannya. Perbedaan buatku antara ADSB dan UAE Navy adalah, ADSB sebagai perusahaan profit oriented sedangkan UAE Navy tidak, ADSB memakai time sheet pada setiap proyek bagi pekerja untuk membayar pekerjanya sedangkan UAE Navy sistem absensi, dan yang pasti ADSB merupakan perusahaan sipil sedangkan UAE Navy adalah militer. Jenis pekerjaan mekanik (permesinan, hydraulic, pompa dan Air Condition) dan listrik (arus kuat dan arus lemah) merupakan jenis pekerjaan baru buatku. Aku slalu turun bersama teknisiku apabila ada pekerjaan mekanik atau pekerjaan listrik yang harus dihadapi. Disana aku dapat belajar dan praktek secara langsung dari teknisi-teknisiku selain membaca dokumen-dokumen petunjuk operasional dan perawatan untuk peralatan atau perlengkapan yang sedang ditangani. Sedangkan untuk jenis pekerjaan lama seperti yang pernah aku tangani ketika di UAE Navy kebanyakan aku delegasikan kepada teknisi kecuali pekerjaannya agak rumit menurut kemampuan para teknisi.

Kini aku bisa memberi pengarahan kepada bawahanku apabila ada mesalah dengan mesin-mesin, air condition, sitem yang memakai tenaga hydraulik atau listrik, sedangkan untuk pekerjaan listrik arus lemah (elektronika) tetap saja masih memerlukan bantuan dari perusahaan lain karena di kantorku tidak ada teknisi listrik arus lemah. Aku cukup senang dengan pekerjaanku saat ini karena pekerjaan yang aku tangani lebih banyak dilakukan di kapal-kapal atau di lapangan daripada di dalam kantor. Aku menharapkan posisi ini akan tetap aku sandang sampai aku pensiun nanti.

Kesimpulan

“Aku percaya bahwa titik nol kehidupanku bukan dimulai sejak aku dilahirkan oleh ibuku, tetapi sejak terbetuknya alam semesta ini. Jikalau aku tidak memanfaatkan sebaik mungkin kehidupanku, maka aku sedang mengabaikan diriku sendiri dari titik nol”. Catatan pribadi terinspirasi dari salah satu buku bacaanku.

Ketika aku baru saja masuk kerja di UAE dulu, seorang rekan kerja yang sudah lama tinggal di UAE bertanya tentang rencana ku bekerja di sini, aku menjawab; “Dua tahun saja”. Kemudian dia tersenyum dan mengatakana bahwa, nanti ketika dua tahun akan berlalu pikiran ku akan berubah lalu ingin tetap tinggal lebih lama lagi di sini, seperti yang ia dan banyak orang lain alami. Walaupun awalnya aku meragukan tentang itu, aku kini membuktikan ucapan rekanku dulu, kini aku sudah hampir delapan belas tahun tinggal di negri orang. Di sini memang ada daya tarik kuat tersendiri bagi mereka yang hidup bersama keluarga. Lingkungan aman, teratur dan hukum yang jelas merupakan hal-hal penting untuk membesarkan anak-anak dan mungkin sulit ditemukan di tempat lain, ini yang dapat menghilangkan kekhawatiran dari persoalan-persoalan lain yang ada di sini. Bahkan banyak dari teman-temanku yang sudah keluar dari UAE kembali lagi ke sini. Aku menjadi semacam terperangkap didalam lumpur, semakin bergerak akan mengakibatkan tubuh semakin tenggelam saja. Justru yang ada sekarang perasaan betah tinggal di UAE dan menginginkan di sini sampai masa pensiun datang. Demikian juga anak-anak dan istriku. Anak-anakku meminta untuk tidak dikuliahkan di Indonesia. Aku memaklumi kemauan mereka itu. Mereka belum pernah hidup lama di Indonesia sehingga mereka tidak mengenal banyak tentang Indonesia. Aku hanya berpikir, jika aku membiayai dua orang anak kuliah di luar negeri secara bersamaan sekaligus aku bisa bangkrut. Untunglah antara putri dan putraku mempunyai pautan umur tiga tahunan, sehingga harapanku ketika putriku berada di tingkat akhir putraku memulai masuk kuliah, bangkrutpun tidak terlalu lama. Ini merupakan tantangan lain ketika anak sudah besar. Ini membuktikan kenyataan nasehat ayah dari salah satu temanku dulu, agar rajin menabung ketika anak masih kecil. Aku jadi merasa bersalah ketika aku sekolah dulu banyak menuntut tentang ‘kemanjaan’ kepada kedua orang tuaku.

Kehidupan ku dan keluarga masih akan tetap berjalan. Tantangan-tantangan lain di depan masih menunggu. Sukses-sukses lain masih banyak yang belum tertangkap di tangan, agar memberikan arti pada kehidupan ini. Ibarat bunyi detak jarum jam di dinding kamarku, ia akan terus berbunyi menggilas sunyinya malam, tanpa ada rasa takut kepada apapun, tanpa harus dibimbing oleh siapapun dan tanpa harus merasa akan kehabisan tenaga bagaimanapun detaknya terus berirama mengiringi roda kehidupan ini.

Abu Dhabi, April, 2012