Friday, February 27, 2015

LIBURAN HARI RAYA FITRI 2014

Pagi yang cerah ini agak lembab, dan pasti hari ini akan cukup panas. Musim panas ini memang sedang berada di puncaknya. Aku baru saja bangun dari tidur, karena setelah makan sahur dan sholat Subuh aku tidur kembali. Jam kantor di Bulan Puasa dimulai dua jam lebih lambat dari bulan lainnya, dan pulang satu jam lebih awal dari biasanya. Azan Subuh berkumandang sebelum jam 4 pagi, aku masuk rumah setelah selesai sholat Subuh di Masjid sebelum pukul 5:30, maka tidur kembali masih cukup waktu untuk menunggu jam kantor dimulai, paling tidak aku harus bangun jam 8 pagi.

Aku tetap seperti biasa, berangkat ke kantor dengan rasa percaya diri. Ini merupakan modal yang baik sebelum aku menghadapi pekerjaanku. Jalan tidak semacet di bulan lain, mungkin karena jam sekolah dan jam kerja cukup terpaut sampai satu jam. Aku sedikit terkejut bercampur senang ketika dalam perjalanan ke kantor mendengar pengumuman dari berita radio dalam mobilku bahwa liburan Hari Raya Fitri ini Pemerintah UAE akan memberikan selama satu minggu penuh, dari hari Minggu tanggal 27 sampai dengan hari Kamis tanggal 31 Juli dan masuk kerja lagi pada hari Minggu tanggal 3 Agustus. Pikiranku teringat bahwa kedua anakku sedang berada di sini sekarang. Putriku sudah lulus kuliahnya dan berkumpul kembali dengan aku di Abu Dhabi, sedangkan putraku sedang menjalani liburan musim panas di sini. Puasa sudah tinggal 5 hari lagi, aku masih belum memiliki rencana apa yang akan aku lakukan untuk mengisi liburan seminggu ini bersama keluarga.

Sesampai di rumah aku beritau istriku tentang liburan Hari Raya Fitri ini dan berdiskusi dengan dia. Aku minta dia untuk memikirkan apa yang akan dilakukan untuk mengisi liburan karena ada anak-anak di sini. Aku mengusulkan agar berkeliling UAE saja dan bermalam di hotel selama dua hari. Istriku menyetujuinya lalu dia mulai mencari hotel di Khor Fakkan dan di Dubai.

Rencana perjalanan akan dimulai dari Abu Dhabi menuju ke Fujairah, Khor Fakkan dan menginap di sana. Lalu pada hari berikutnya ke Ras Alkhaimah dan ke Dubai, lalu bermalam di Dubai.

Sesuai hasil pencarian hotel dan diskusi dengan anak-anak, maka disimpulkan bahwa nanti akan menginap di hotel yang berkelas, memiliki fasilitas pantai, kolam renang, gym dan lain sebagainya. Tarip harga rata-rata di atas 700 Dirham per kamar. Untuk 2 kamar bisa sampai lebih dari 1500 Dirham per hari. Aku jadi berpikir dua kali untuk mengeluarkan uang sebanyak sampai hampir 4000 Dirham untuk biaya penginapan dalam 2 hari, ini sama dengan 12 juta Rupiah lebih untuk 2 hari. Wah terlalu banyak, uang sebesar itu sangat sayang sekali jikalau dipakai hanya untuk tidur dan menikmati fasilitas Hotel yang hanya begitu saja. Aku harus berpikir dua kali untuk itu.

Anak-anakku mulai bercerita tentang pengalamannya ketika berkumpul dengan teman-temannya. Mereka menyadari bahwa keadaan keuangan keluarga menyebabkan mereka hanya bisa menikmati sekolah pada sekolah yang cukup ternama dan mahal di Abu Dhabi tetapi tidak pernah menikmati liburan di tempat yang mahal. Teman-temannya banyak yang memiliki foto pribadi tentang pengalaman mereka berlibur dan menginap di hotel berbintang 5.

Sebetulnya anak-anak bukan tidak pernah memiliki pengalaman itu, mereka pernah memiilikinya tetapi pengalaman itu mereka dapati ketika mereka masih kecil. Berlibur di Singapura ketika Tanwin berumur 1 tahun, itu berarti Ila masih berumur 4 tahun. Berlibur ke Thailand ketika Ila berumur 7 tahun itu berarti Tanwin masih berumur 4 tahun. Setelah itu pada tahun 2009 berlibur lagi ke Singapura sambil mengunjungi National University of Singapore, walaupun hanya menginap di Hotel bintang 3. Lalu tahun 2010 berlibur ke Eropah antara lain, London dan Manchester, Ingris, Jenewa, Swiss, dan Paris, Perancis. Entahlah, anak-anak barangkali akan selalu merasa kekurangan saja. Tetapi aku merasa kasihan terhadap mereka walaupun aku menyetujuinya nanti bukan berarti aku hanya menyetujuinya saja, di samping itu harus tetap ada rasa mendidik mereka.

Setelah semuanya dievaluasi lalu akhirnya ditetapkan rencana baru, pagi berjalan dari Abu Dhabi menuju Fujairah, lalu ke Khor Fakkan, lalu ke Ras Alkhaimah dan sampai di Dubai sore hari. Lalu bermalam sehari di Dubai untuk kemudian kembali pulang ke Abu Dhabi. Istri dan anak-anak mulai mencari dan berdiskusi tentang rencana dan tempat penginapan yang diinginkan.

Berangkat rencananya tanggal 30 Juli sejak pagi buta setelah seselai sholat Subuh. Langsung menuju ke Fujairah, lalu ke Khor Fakkan, lalu ke Ras Alkhaimah, berakhir di Dubai dan pulang kembali ke Abu dhabi.

Hotel disepakati Ibnu Batutta Gate Hotel, atau Movenpick Hotel. Dua kamar berdekatan yang memiliki internal connection satu sama lainnya telah di booking melalui Booking.com. Aku menyetujui saja apa yang telah dipilih oleh mereka, semoga kali ini mereka bisa mendapatkan pengalaman yang mereka harapkan agar di lain waktu tidak lagi menuntut bahwa mereka belum pernah melakukan hal yang khusus bersama anggota keluarga dalam menikmati hari libur.

Hari Raya ini tidak sebanyak tahun kemarin orang yang mengikuti sholat Idul Fitri di Kantor KBRI Abu Dhabi. Barangkali karena Hari Raya ini bersamaan dengan liburan musim panas sekolah, sehingga banyak dari mereka yang pulang cuti ke tanah air. Aku sekeluarga sudah memiliki rencana sendiri untuk liburan seminggu ini.

Open house di rumah Pak Dubes akan berlangsung pada malam ke dua. Hari pertama Hari Raya ada undangan dari keluarga seorang rekan lamaku yang sekarang bekerja di Perusahaan Perawatan Pesawat Udara. Mereka mengundang banyak teman kantornya, aku sekeluarga datang sekitar pukul 10.30 pagi. Semua tamu merupakan teman kerja sekantor rekanku. Ketika aku datang hanya aku yang bukan teman kantornya. Sate ayam aku makan dengan lontong. Aku akan tambah lagi nanti menu gule kambing dengan lontong juga. Aku merasa kenyang setelah makan sate lontong, dan aku menaruk piring di dapur, aku lihat anak rekanku sedang mencicipi gule yang sedang ia panasi di dalam dapur. Rekan lamaku yang lain dan istrinya datang sekitar pukul 12 siang, dan teman akrab lain istriku dengan suaminya yang aku kenal datang sekitar pukul 1an siang. Teman-teman kantor tuan rumah pulang serentak sekitar pukul 12an siang.

Sekitar pukul 3 sore karaoke tuan rumah mulai dibuka. seorang rekanku memulai dengan lagunya Ebit, lalu aku memulai dengan lagu Barat. Aku pulang setelah sholat Asyar di Masjid dekat rumah tuan rumah.

Hari ini merupakan hari kedua liburan Hari Raya, dan malam nanti ada open house di rumah Pak Dubes. Aku sekeluarga berencana akan memakai pakaian bermotif batik. Baju batik Maduraku yang ke dua akan aku pakai malam nanti, yang pertama sudah aku pakai ketika melakukan sholat Idul Fitri dan berkunjung ke rumah rekanku kemarin, istri dan anakku akan memakai baju batik lama mereka.

Istriku meminta untuk berangkat pukul 5 sore karena sekalian harus ke Musrif Mall membeli elektronik tab di Lulu Hypermarket. Persiapan berangkat sedikit terlambat karena kamar mandi satu harus dipakai secara bergantian oleh ku, istri dan anak-anakku.

Aku sekeluarga keluar rumah sekitar pukul 6 sore, aku pikir bagus karena bisa sholat Maghrib di Musrif Mall nanti. Setengah jam perjalanan dari rumah ke Musrif Mall, setengah jam belanja merupakan waktu yang cukup untuk menanti shalat Maghrib pada pukul 7.15 sore nanti.

Aku lihat sepanjang jalan sepi sekali. Walaupun begitu aku tidak ingin menjalankan mobilku lebih dari 100 kM per jam. Aku ingin sesantai mungkin toh undangan di rumah Pak Dubes dimulai sekitar pukul 7.30 petang.

Lain dengan kendaraan-kendaraan lain yang aku lihat, mereka nampaknya ingin menggunakan kesempatan sepinya jalan untuk menjalankan mobil secepat mungkin, tetapi mereka tetap saja mengurangi kecepatan apabila akan melintasi radar pengawas kecepatan kendaraan yang dipasang permanen di jalur hijau pemisah jalan. Aku sendiri menjalankan mobilku di jalur yang paling lambat. Aku khawatir ada mobil lain yang menyalip mobilku dari jalur lambat ketika mobilku melintasi radar pengawas. Apabila mobil yang sedang menyalip kecepatannya melebihi batas kecepatan yang diminta oleh radar, dan radar menangkapnya, maka apabila posisi mobilku berada di jalur yang lebih cepat daripada mobil yang sedang menyelip mobilku sedemikian rupa bisa-bisa pengambil keputusan radar akan memutuskan mobilku yang sedang melaju melebihi batas kecepatan yang ditentukan dan akibatnya mubilku atau aku nantinya yang akan mendapatkan denda.

Sesampai di Musrif Mall waktu sudah agak sore, jam di tangan kiriku menunjukkan pukul 6.40. Parkir dalam gedung Mall ada dua lantai, lantai atas tanah (ground) dan lantai bawah tanah. Aku lebih suka mengambil lantai ground untuk parkir mobilku, karena lebih dekat dengan lantai-lantai perbelanjaan. Parkir lantai ground kelihatannya penuh walaupun indikator di depan pintu masuk menunjukkan masih ada slot parkir kosong.

Aku turunkan istri dan anak-anakku tepat di depan pintu masuk Mall samping di jalan masuk dalam parkir lantai ground, lalu aku melanjutkan menjalankan mobilku untuk mencari parkir. Dugaanku benar, parkir lantai ground penuh, setelah aku mengelilingi parkir sebesar hampir setengah lapangan sepak bola itu lalu aku putuskan untuk berhenti saja sambil menunggu ada kendaraan yang keluar dari slot parkir. Setelah sekitar lima menit menunggu aku lihat ada orang yang sedang menghampiri mobilnya lalu menghidupkan mesinnya. Aku secepatnya mendekati mobil itu dan aku hidupkan riting kanan mobilku menendakan bahwa aku sedang menunggu mobil yang akan keluar parkir di kananku untuk aku ambil tempatmya sebagai tempat parkir mobilku.

Aku merasa lega setelah mendapatkan parkir, lalu aku langsung menuju ke Lulu Hypermarket yang berada di lantai 2 Mall. Aku telepon putraku, ia sedang menunggu aku di depan Lulu hypermarket. Istriku dan putriku sudah masuk ke bagian elektronik ketika aku menemui putraku. Lalu aku dan dia masuk Lulu Hypermarket dan langsung menuju ke bagian makanan siap saji untuk mebeli sambosa karena putraku merasa lapar.

Istriku mengabarkan lewat telepon bahwa dia sudah mendapatkan apa yang dia cari. Lalu aku dan dia bertemu di konter tempat pembayaran barang yang akan dibeli. Lalu segera mencari kursi untuk duduk dimana anak-anakku yang akan memakan sambosa yang telah dibelinya tadi.

Selesai makan lalu istri dan putriku menuju ke tempat sholat untuk wanita yang terletak di samping kiri Lulu Hypermarket, sedangkan aku dan putraku ke musholla pria yang terletak di sebelah kanan Lulu Hypermarket. Selesai sholat Maghrib jam menunjukkan pukul 7.30. Seharusnya aku bisa selesai lebih awal apabila ada tempat yang cukup di dalam Masjid Mall, tetapi walaupun sholat belum dimulai semua barisan shaf sudah penuh, sehingga aku menggelar tikar di jalan menuju tempat wudhu yang berada di depan pintu masuk Masjid. Aku terlambat 2 rakaat.

setelah selesai sholat Maghrib aku temui istri dan putriku di kursi Mall depan kantor NBAD tempat aku dan putraku dalam perjalanan menuju ke tempat parkir mobilku. Tempat sholat mereka lebih dekat ke pintu parkir keluar Mall.

Jalan keluar dari parkir Mall sepi, demikian juga jalan di depan Mall Musrif. Ketika aku sampai di lampu lalulintas depan Mall, aku langsung belok kiri mengikuti Jalan Airport Road menuju rumah Pak Dubes. Lalu aku belok kanan di jalan bundar sebelum Carefour Airport Road menuju ke jalan Musaffah terusannya jalan Khaleej Al Arabi. Demikian juga jalan Khaleej Al Arabi ini sangat sepi jika dibandingkan dengan keadaan pada hari-hari kerja.

Perjalanan ke Rumah Pak Dubes tidak terlalu memakan waktu, tidak lebih dari 20 menitan karena jalan-jalan yang jauh lebih sepi dari biasanya. Kemungkinan libur seminggu ini banyak orang yang berlibur ke luar Abu Dhabi.

Walaupun aku terlambat datang setengah jaman, para tamu di dalam Wisma Pak Dubes tidak terlalu memenuhi semua kursi yang disediakan. Aku langsung diminta untuk mengambil makanan santap malam setelah bersalaman dengan Pak dan Ibu Dubes.

Aku ambil sop seperti bakso dengan campuran daun jamur kehitaman, pentol keputihan sebesar ujung jempol jari tanganku aku ambil agak banyak. Pentol keputihan adalah pentol daging ayam dan aku lahap terlebih dahulu sampai semua sop dalam mangkokku aku bersihkan isinya. Tidak terasa sop sudah habis aku nikmati sambil mengobrol dengan seorang lelaki bule dari Swiss suami teman istriku yang aku kenal baik. Aku lalu meminta waktu untuk menyelinap meninggalkan lelaki bule ini mengambil makan malamku.

Sate ayam dan sate kambing aku ambil masing-masing 3 dan 2 tusuk. Gule aku tuangkan ke dalam piring bercampur dengan potongan lontong yang telah aku ambil terlebih dahulu. Masakan malam itu nikmat sekali, senikmat sajian makanan gratis lainnya. Aku akhiri menikmati masakan makan malamku di rumah Pak Dubes dengan minuman dua gelas es campur manis beraroma segar sekali. Setelah itu, aku mengobrol dengan tamu lainnya sampai istriku mengajakku pulang.

Sampai di rumah jam di dinding sudah menunjukkan hampir pukul 11 malam, pantaslah aku merasa ngantuk, selain perut kenyang aku juga nampaknya kurang tidur. Aku tidur lebih awal daripada istri dan anak-anakku agar aku besok merasa segar kembali. Tidur di atas kursi tamupun aku juga bisa pulas.

Besok pagi aku akan memulai pergi mengelilingi UAE untuk mengisi liburan Hari Raya Fitri ini. Rencananya setelah sholat Subuh di Masjid langsug berangkat.

Jam sedang menunjukkan pukul 4.20 pagi ketika aku terbangun, aku pasang alarm di HPku setiap hari agar aku dapat mengikuti sholat Subuh berjamaah di Masjid dekat rumahku. Beberapa menit sebelum pukul 5 aku dan putraku turun dari Masjid. Sampai di rumah aku lihat istri dan putriku masih sibuk mempersiapkan sholat Subuh mereka. Aku dan putraku langsung mengambil corn flake dan susu untuk makan pagi. Corn flakku tanpa persa tambahan sedangkan putraku rasa coklat.

Aku tidak perlu berganti pakaian lagi setelah makan pagi selesai karena yang aku pakai untuk sholat Subuh tadi adalah pakaian santai yang aku persiapkan semalam untuk bepergian hari ini, celana blue jean dan kaos kelabu berkerah.

Beberapa menit sebelum pukul 6 pagi aku besrta keluargaku keluar rumahku untuk memulai perjalana memngelilingi UAE. Di luar keadaan sudah cukup terang, cuaca hari ini nampaknya masih sepanas kemarin dengan kelembaban yang relatif rendah. Mobil Honda CRV yang aku beli setahun yang lalu belum pernah aku pakai dalam perjalanan se jauh yang akan aku tempuh ini, paling jauh aku pakai ke Dubai saja. Aku tidak khawatir karena aku sudah mempersiapkan dengan mengganti oli mesinnya beberapa hari yang lalu. Selain itu, sebelum Hari Raya sudah aku cuci juga.

Aku awali perjalananku dengan melewati jalan menuju Dubai. Anak-anak dan istriku asyik mengobrol sendiri, sedangkan aku sambil menyetir mulai menikmati camilan kacang goreng buatan istriku yang ada di samping kanan kursi dudukku. Patokanku untuk memasuki Emirates Road adalah, belokan ke kanan pada tanda arah ke Sheikh Sueib, untuk melewati Emirates Road aku tetap ke kanan tidak mengikuti ke arah kiri menuju Sheikh Sueib. Suatu exit di daerah Gantoot perbatasan antara Abu Dhabi dan Dubai.

Aku sudah lama tidak melewati jalan Emirates Road karena aku memang tidak suka jalan-jalan. Dan juga aku tidak memiliki GPS. Aku dan istriku sibuk berdiskusi setelah aku mengambil jalan exit Seikh Sueib, mengapa aku tidak mengambil jalan exit dekat Jabal Ali saja, suatu jalan exit menuju ke Hatta.

Aku memang merasa aneh pada jalan exit di Seikh Sueib ini karena ada perbaikan jalan di jalan bundaran kedua. Aku langsung belok kiri saja pada bundaran itu walaupun aku sendiri tidak terlalu yakin bahwa aku mengambil jalan yang benar. Semakin jauh aku berjalan semakin ragu aku merasakannya, sampai kendaraanku berhenti karena di depan lampu merah sedang menyala. Aku coba menanyakan jalan ke arah Jalan Emirates Road pada mobil di sebelah kananku. Sopir mobil pick-up kecil itu masih sejenak sedikit berfikir sebelum dia menyuruhku untuk tetap lurus saja. Setelah aku mengatakan terimakasih lampu merah di depan masih tetap menyala, lalu sopir yang memberiku petunjuk memberitauku bahwa jika aku ingin lebih cepat maka aku dimintanya untuk putar kembali mengambil jalan yang aku pikir adalah jalan menuju ke Hatta di belakang tadi. Aku setuju atas permintaan terakhir sopir pick-up kecil itu, lalu aku putar kembali menuju ke jalan menuju ke Hatta.

Kini aku merasa lebih yakin, dan aku jalankan mobilku kencang tanpa beban perasaan. Jalan menuju Hatta lebih sepi daripada jalan yang aku tempuh tadi. Sepanjang jalan yang aku lalui aku masih berharap untuk menemukan Emirates Road yang aku cari, jika tidak maka aku akan mampir ke Hatta tempat danau dimana pernah aku kunjungi dengan keluargaku, ketika itu putriku masih berumur 5 tahun. Memang sudah cukup lama sekali, hampir tujuhbelas tahun yang lalu.

Kanan kiri sepertinya tidak ada apa-apa, hamparan padang pasir dengan jarang ditumbuhi rumput padang pasir warna hijau menghiasi hamparan tanah pasir berwarna kekuningan . Juga jarang mobil sedang lewat aku temui. Aku yakin Hatta akan tidak jauh lagi, dan tiba-tiba aku lihat bangunan seperti pos pemeriksaan. Di depannya ada mobil dengan warna yang telah aku kenal, mobil khas yang selalu dipakan oleh CNIA yang sekarang bernama CICPA, yaitu pasukan khusus penjaga tempat-tempat vital di Abu Dhabi.

Seorang lelaki berseragam doreng ala padang pasir aku lihat mendekati mobil militernya. Dengan sedikit ragu aku berhenti dekat pos pemeriksaan yang dijaga oleh wanita berkulit gelap berpakaian abaya dan berkerudung serba hitam. Wanita yang tetap duduk menghdap ke arah layar minitor komputer di dalam posnya. Tanpa aku keluar dari mobilku, aku mengucapkan selamat pagi pada wanita yang duduk di balik jendela dan hanya terlihat terlihat setengah badan, lalu dia meminta kartu identitas atau passport dari semua orang yang ada di dalam mobilku. Aku baru sadar bahwa putraku tidak memiliki kartu identitas UAE dan juga sedang tidak membawa passport dalam perjalanan ini. Putraku statusnya adalah visit visa saja sehingga dia hanya memiliki identitas passport yang ditinggal di rumah. Setelah aku katakan keadaanku, maka wanita dalam pos jaga itu memintaku untuk tidak melanjutkan perkalanan menuju Hatta, dia tidak mengijinkan aku menuju Hatta karena salah putraku tidak membawa identitas yang diperlukan, aku harus kempali lagi.

Aku dan istriku di dalam mobil sambil menjauh dari pos penjagaan masih terheran-heran dengan adanya pos pemeriksaan itu, aku tidak mengetahui sama sekali karena dulu jalan yang aku lalui langsung masuk ke Hatta. Di sana langsung mencari lokasi Dam dan sungai kecil. Entahlah, barangkali ini untuk tujuan keamanan. Aku kini harur berfokus mencari jalan alternatif lain, aku coba terus menyusuri jalan yang telah aku lalui. Hanya aku ingat tadi beberapa menit sebelum sampai.di pos pemeriksaan aku lihat banyak kendaraan mengambil jalan belok ke arah kiri, walaupun tulisan dari papan penunjuknya bertuliskan Dubai. Aku coba mencari jalan tadi, tidak mengapa aku akan menuju ke arah Dubai dan aku yakin dari jalan itu juga nantinya akan menuju ke Sharjah dan tentu akan ke Ras Alkhaimah dan lalu ke Fujairah.

Sebelum aku temukan jalan ke arah Dubai, aku temukan persimpangan ke arah Kalbah, aku jadi teringat jalan ke Kalbah adalah jalan ke Fujairah juga. Kalbah merupakan kota kecil berada di emirates Fujairah dan letaknya bersebelahan dengan kota Fujairah.

Beberapa tahun lalu aku dan keluargaku pernah berkunjung ke Kalbah tetapi aku tidak ingat dan tau pasti jalan masuk yang mana yang aku ambil, yang penting sebelum masuk Kalbah harus melalui terowongan terlebih dahulu. Aku tetap jalan saja menelusuri jalan baru dengan bukit berbatuan kehitaman. Tidak jarang jalan baru ini dibuat membelah bukit batu dengan cara merusak bukitnya, lalu untuk menghindari longsor tabun-tabunnya diberi selimut perangkap yang terbuat dari kawat baja.

Aku jalankan mobilku agak perlahan-lahan untuk meenikmati pemandangan jalan baru ini. Perjalanan tidak terasa jika sambl dinikmati. Tak biasanya aku melakukan ini mungkin karena aku takjub dengan keadaan jalan baru yang membelah gunung-gunung batu, sampai ada petunjuk jalan ke arah Fujairah. Setelah aku tanyakan kepada istriku apakah ke Kalbah terlebih dahulu atau langsung ke Fujairah, lalu aku belokkan mobilku ke arah Fujairah.

Jalan baru dari Emirates Road ke Fujairah belum aku kenal sama sekali. Barangkali aku pernah melintasi ketika aku berkerja di ADSB untuk melakukan inspeksi kapal milik angkatan laut UAE di pangkalan Angkatan Laut Fujairah dulu. Kalaupun itu pernah aku lakukan, sesungguhnya itu sudah lama sekali sekitar lebih dari 2 tahun lalu, maka pantaslah jika kini aku sudah lupa, apalagi aku hanya melintasinya sekali saja.

Bangunan kantor Mahkamah Fujairah sangat mencolok sekali, selain berwarna oranye juga merupakan satu satunya bangunan besar di lembah datar yang berdiri tepat di jalan masuk kota Fujairah jika melalui jalan baru. Setelah melintasi bangunan oranye hanya hamparan lembah yang dikejauhan berdiri kekar pegunungan batu kehitaman.

Aku jalankan mobilku sambil menikmati pemandangan yang lama aku tidak melihatnya. Lampu lalulintas di kejauhan sedang bergantian warna sinarnya. Aku akan menuju ke arah lampu-lampu lalu lintas itu dengan harapan menemukan petunjuk ke arah pantai Corniche Fujairah. Yang aku harapkan aku dapati sebelum melewati lampu lalu lintas pertama. Aku harus tetap lurus saja. Setelah lintasan lampu pertama aku lalui aku mulai melihat ada beberapa bangunan setinggi dua tingkat di pinggir jalan memasuki kota Fujairah. Aku jadi bingung ketika aku akan memasuki jalan utama masuk Kota. Aku percaya diri saja terus meluncur dengan keyakinan bahwa aku akan menemukan petunjuk arah lagi sebentar lagi karena ukuran kota Fujairah relatif cukup kecil. Demikian kesimpulan di dalam pikiranku.

Gedung-gedung apartement dan perkantoran Kota menjulang tinggi sekitar 20 tingkat, dan bahkan beberapa ada yang lebih. Gedung terasa lebih jangkung karena ukurannya lebih ramping dan jalan jalannya lebih kecil jika dibandingkan dengan yang aku lihat di Abu Dhabi. Kondisi kota Fujairah sedikit lebih kelihatan kumuh jika dibandingkan dengan kota Abu Dhadi atau Dubai. Nampaknya, penghuninya lebih sedikit pula.

Di ujung jalan setelah aku melintasi deretan gedung-gedung tinggi tengah kota Fujairah ada jalan bundaran. Petunjuk menuju pelabuhan dan Corniche harus belok ke arah kiri. Aku ikuti saja petunjuk yang dipapang pada papan hijau itu. Sejenak kemudian aku sudah melihat laut di balik pagar metal Corniche Fujairah.

Mobil terus bergerak mendekati jalan Corniche, sebelum memasuki jalan pantai Corniche aku menawari istri dan anakku jika ingin berhenti di pinggir pantai. Mereka setuju lalu aku mencari tempat yang dekat dengan tempat parkir mobilku.

Aku parkir mobilku di tepi jalan pantai persis sebelum air laut ada pohon besar nan rindang. Sengatan matahari tidak membuat putriku memperdulikannya. Aku dan istriku cepat masuk area pantai lalu cepat-cepat menuju ke bawah pohon rindang untuk bernaung. Istriku menghampiri putriku bergabung mengambil gambar pemandangan indahnya pantai Fujairah. Perahu perahu kecil yang disebur "terrat" siap menunggu para pengunjung yang ingin menyewa untuk membawa para penumpangnya mengelilingi ceruk pantai Fujairah.

 Pengemudi terrat duduk di atas perahu yang terlihat jelas karena memakai baju pelampung tiup berwarna oranye. Suasana pantai aku bilang cukup sepi, yang sedang di tepi pantai nampaknya hanyalah aku sekeluarga. Tidak jauh di sebelah kiri sana ada dua orang lelaki memakai ghomis putih berdua sedang duduk-duduk santai. Dari sebelah kananku ada seseorang berpakaian ghomis berjalan ke arahku, ketika dia sampai di dekatku dia menawari untuk meyewa terratnya. Istri dan anak-anakku ketika aku tanyakan tidak tertarik pada tawarannya, demikian pula aku. Lalu orang itu berlalu dari aku.

Aku dan keluargaku menikmati indahnya pantai hanya sekitar sepuluh menitan saja, lalu keluar meneruskan perjalanan ke arah timur. Mobil sengaja aku jalankan perlahan-lahan ketika masih menyusuri jalan raya sepanjang pantai agar keluargaku lebih bisa menikmati pemandangan yang sangat lama tidak diknjungi. Tanah pantai yang landai mengingatkan aku, istri dan anak-anakku pada tigabelas tahun lalu ketika berkunjung ke sini. Akhirnya diputuskan untuk berhenti lagi tidak jauh dari pemberhentian tadi, tempatnya masih juga pantai Corniche Fujairah.

Suasana pantai serasa sama seperti yang tigabelas tahun yang lalu. Tempok pembatas dengan jalan raya sudah kelihatan tua, ini adalah tembok yang sama yang aku lihat seperti yang dulu. Bedanya hanya pemandangan ke arah gunung di depan pantai sudah terhalang dibagian bawahnya dengan bangunan bangunan toko dan restoran yang berjajar di seberang jalan Corniche. Burung-burung gagak banyak sekali seolah terus mengintai kedatanganku sekeluarga.

Aku tidak mengeluarkan makanan ataupun minuman karena memang hanya berniat untuk mampir sebentar saja. Kasihan burung-burung gagak itu dengan suara mereka saling bersahutan. Mereka mendekat sambil meloncat-loncat jika aku diam seolah meminta makanan lalu lari berterbangangan ketika aku beranjak dari dudukku. Sepertinya suasana masih terlalu pagi walaupun jam di dashboard mobilku sudah melampaui pukul 11. Inilah mengapa Corniche masih sepi pengunjung.

Aku tinggalkan Corniche sepi itu lima menit kemudian dan melanjutkan perjalananku menuju ke Khorfakkan. Khorfakkan terkenal dengan suasana pantai terpencil dilatarbelakangi oleh gunung gunung batu cadas kehitaman tanpa pepohonan. Khorfakkan merupakan tetangga kota Fujairah yang hanya merjarak tidak lebih dari 10 menit dengan mobil. Dia termasuk bagian dari Emirates Fujairah.

Aku lihat sudah banyak sekali perubahan jalan-jalan menuju ke Khorfakkan. Ini memang ciri khas seluruh negara UAE, pembangunan infrastruktur yang pesat sekali dibandingkan dengan negaraku. Lain halnya ketika aku menuju desa orang tuaku, jalan sekarang masih serupa dengan suasana empatpuluh lima tahun yang lalu, yang ada hanya meningkatan jalan, yang tadinya sudah beraspal, sekarang ditingkatkan, dan yang tadinya hanya titata dengan batu, sekarang diaspal seadanya.

Jalan dari kota Fujairah menuju Khorfakkan waktu itu kecil dan alami sekarang layaknya jalan bebas hambatan saja. Ini lain lagi dengan jalan-jalan baru bercabang ke arah pedalaman melingkari gunung-gunung batu cadas sekitar Khorfakkan. Aku ambil saja jalan lurus tanpa menghiraukan jalan cabang karena setelah dari Khorfakkan perjalanan akan aku lanjutkan ke Ras Alkhaimah.

Sepertinya aku tidak ada yang perlu dilihat di Khorfakkan. Aku hanya memperlambat jalan mobilku sambil mengawasi pemandangan di kanan dan kiriku. Istriku ingin berhenti di tempat penjual buah pinggiran jalan Khorfakkan untuk membeli pisang emas kesukaannya ketika mobil melintasi penjual buah dan dia melihat buah pisang itu dipajang oleh penjual buah.

Beberapa penjual buah yang dilewati berikutnya tak satupun sedang menjual pisang yang sedang dicari istriku. Pisang-pisang biasanya digantung sehingga terlihat dari kejauhan. Aku percepat sedikit mobilku setelah melewati deretan para pedagang buah pinggiran jalan. Pisang emaspun tidak bisa didapati. Lalu semakin aku percepat setelah melewati perkampungan penduduk.

Rasa kontras nampak sekali ketika aku keluar dari daerah perkampungan Khorfakkan. Di sisi kiriku perbukitan batu cadas dan di sisi kananku laut hijau menyala. Jalan sepertinya dibuat dengan memangkas bagian sepertiga tinggi sisi gunung membawa pengendara yang lewat terasa menyetir mobil seperti di atas awan. Jalan nampak seperti membelah perbukitan dengan birunya air laut. Walaupun jalan demikian, hanya sebentar aku nikmati, lalu aku lambatkan jalan mobilku agar terasa lebih lama untuk menikmatinya  sampai jalan mengarahkan mobilku untuk bebelok ke kanan meninggalkan laut biru untuk berganti tebing gunung batu. Kini di kedua sisi sisiku adalah bukit-bukit batu cadas.

Aku lanjutkan perjalanan dengan mempercepat jalan mobilku. Suasana jalan bukit berbatuan sudah aku nikmati tadi sebelum memasuki kota Fujairah. Akupikir pasti suasananya sama dan akan sedikit membosankan.

Keluar perbukitan arah jalan menuju daerah yang bernama Masafi. Nama yang identik dengan merek air mineral yang sangat populer di UAE. Istriku minta berhenti di Friday Market untuk mencari buah pisang. Buah pisang yang ia inginkan tidak ada yang menjual di sepanjang jalan pasar Friday Market. Kemudian diputuskan untuk berhenti dan membeli mangga saja. Mangga berwarna keoranyean dipajang di dasar di bawah terik matahari. Tanpa menawar istriku membeli 2 kilogram mangga.

Istri dan anak-anakku melengak-lengok melihat sekeliling suasana di Friday Market, pasar pinggir jalan di daerah Masafi. Kios-kios berjejer di kanan dan kiri jalan memajang barang dagangan mulai dari karpet sampai peralatan dapur, ada juga yang memajang perabot untuk taman. Aku lihat lebih banyak kios daripada calon pembelinya. Untuk itu aku tidak keberatan ketika istriku tidak menawar harga mangga yang ditawarkan oleh penjual mangga tadi.

Suasana panas terik matahari membuat aku, istri dan anak-anakku cepat masuk mobil untuk segera melanjutkan perjalanan. Selain perutku sudah mulai terasa lapar aku juga tidak terlalu tertarik tetap di Friday Market terlalu lama. Aku sekeluarga melanjutkan perjalanan ke Ras Alkhaimah.

Jalan baru terasa cukup lega hari itu. Lalu-lalang mobil juga tidak sepenuh perjalanan Abu Dhabi ke Fujairah. Petunjuk jalan semuanya jelas, sehingga membuat aku tidak khawatir akan tersesat walaupun belum pernah aku melalui jalan baru ini. Kecepatan mobil aku buat agak konstan antara 100 sampai dengan 110an kilometer per jam. Truk-truk pun aku katakan sangat jarang, tidak seperti jalan bebas hambatan lainnya.

Aku sepertinya pernah melewati jalan ketika mobilku sudah akan memasuki kota Ras Alkhaimah. Rumah-rumah penduduk sepertinya tidak banyak berubah walaupun ada beberapa perumahan baru dibuka. Serta ada pula beberapa perkampungan yang ditutup. Rumah-rumah baru berwarna dasar kekuning-kuningan banyak berdiri di pinggiran jalan menuju kota Ras Alkhaimah.

Sebelum memasuki Kota, aku berusaha mencari rumah makan yang sesuai dengan selera istri dan anak-anakku. Setiap kali aku jumpai restaurant yang aku kira sesuai seleraku lalu aku tawarkan kepada istri dan anak-anakku, mereka tidak menyetujuinya. Putriku ingin makan masakan Korea, istriku ingin makan masakan China dan putraku ingin makan dari restaurant Fast Food saja.

Aku coba pelankan jalan mobilku dan sambil melengak-lengok ke kanan atau kiri untuk mencari rumah makan yang menyediakan masakan seperti keinginan mereka. Aku teruskan saja jalan mobilku, aku jalankannya tidak terlalu cepat. Sampai mencapai suatu bangunan besar bertuliskan Mall Ras Alkhaimah. Aku tawarkan untuk berhenti mampir di Mall itu dan merekapun menyetujuinya. Aku jadi teingat Pasar Turi Baru sebelum terbakar yang terkhir beberapa tahun lalu, Mall Ras Alkhaimah membawa pikiranku pada Pasar Turi Baru itu.

Tempat parkir di depan Mall masih belum sepertiganya penuh. Suhu terasa panas di luar mobil. Anak-anak dan istriku bergegas masuk Mall setelah keluar dari mobil. Mall nampaknya masih sepi. Aku masuk dari pintu utama setelah menyeberang melewati antrian taksi langsung menemui tempat bermain untuk anak. Di deretan depannya ada Foodcourt. Aku ingin fast food saja karena harganya pasti sama dengan yang dijual di Abu Dhabi, tidak mahal. Putraku juga sama, dan putriku akhirnya juga demikian setelah dia tau bahwa di Mall ini tidak ada masakan menu Korea, dan KFC yang dipesan. Istriku memesan masakan China. Aku pesan satu porsi snack box berisi dua potong ayam tambah kentang dan satu roti bun. Bagiku porsi segitu sudah cukup. Toh biasanya putra dan putriku tidak menyukai roti bun dan sayang apabila ditinggal, untuk itu roti-roti itu akan aku makan saja sebagai tambahan. Begitulah sebagai orang tua, akan memakan sisa makanan dari anak-anaknya yang masih bisa untuk dimakan, apalagi makanan yang belum disentuh. Sehingga terkadang aku tidak akan merasa kekurangan makanan apabila makan bersama anak-anakku di restoran.

Setelah makan selesai, istriku mengajak keliling Mall naik ke lantai 2 melalui tangga elevator listrik.  satu-satunya elevator menuju lantai 2 yang terletak di tengah-tengah Mall. Toko-toko berjajar di kanan dan kiri Mall. Barang-barang yang dipajang tidak ada yang spesial, sehingga istriku mengajak turun kembali untuk melanjutkan perjalanan walaupun belum selesai menyusuri seluruh pertokoan di dalam Mall, apalagi suasana masih relatif sepi.

Keluar Mall sekitar pukul 2.30 siang. Terik matahari terasa semakin mnyengat saja. Aku membayangkan di dalam mobilku yang diparkir di pelataran parkir Mall tanpa atap. Pasti akan lebih panas lagi karena bagian atas mobilku yang sedang berhenti disengat secara langsung oleh sinar matahari. Istri dan anak-anakku tetap saja berdiri di luar mobil ketika aku menghidupkan mesin mobilku. Tombol AC langsung aku pijat setelah mesin mobil hidup. Suara gemuruh angin panas dari dalam saluran udara AC memang cukup hangat. Apalagi kipas angin AC bekerja secara penuh. Sebentar setelah hawa hangat sudah mulai turun, istri dan anak-anakku mulai memasuki mobil. Lalu aku dan mereka melanjutkan perjalanan menuju Dubai.

Aku sudah paham jalan utama Ras Al Khaimah. Aku hampir setahun sekali melewatinya ketika aku harus melakukan inspeksi kapal ketika aku bekerja di Angkatan Laut UAE dulu. Jalan menuju Dubai hampir tidak ada perubahan kecuali ada jalan baru yang disebut jalan Emirates Road. Jalan jaringan baru untuk ke seluruh wilayah Emirates. Jalan bebas hambatan baru yang bisa menjangkau semua jalan utama setiap Emirates. Aku mengambil jalan Emirates Road saja, aku pikir jalannya pasti akan lebih cepat untuk sampai ke Dubai.

Ketika memasuki jalan Emirates Road, jalan agak legang, tidak seperti jalan Emirates Road di sekitar Dubai, lebih sibuk sekali. Kanan dan kiri jalan masih padang pasir semuanya. Sesekali hanya ada jalan cabang ke arah desa kecil atau kembali ke Ras Al Khaimah. Ketika memasuki daerah Ajman aku jadi teringat tentang rencana dibangunnya beberapa mega project pada beberapa tahun yang lalu sebelum krisis moneter terjadi di tahun 2008 yang lalu merusaknya. Ada Salam City, ada Al Arab City dan lain sebagainya, pada dasarnya hampir sepanjang jalan antara Ajman dan Dubai sudah dipenuhi oleh rencana dibangunnya mega project yang menakjubkan. Sekarang semua papan billboard bergambarkan kota-kota masa depan yang sudah dipasang itu sudah tidak ada lagi. Jangankan billboard, kerangkanya saja sudah tidak ada, entah kemana.

Aku terus saja menjalankan mobilku sambil melamun seandainya krisis ekonomi tahun 2008 lalu tidak pernah terjadi. Tentu keadaan sudah lain, tentu harga apartemenku mungkin sudah dua kali lipat dari harga yang aku beli dulu. Itulah dunia, ada naik dan ada kalnya turun. Tidak terasa dengan lamunanku jam dashboard mobilku sudah menunjukkan pukul 2 siang lebih 5 menit. Sebentar lagi aku harus mengambil jalan belok ke arah kanan menuju ke Jabal Ali. Tujuanku adakah Hotel Movenpick dekat Ibnu Batutta Mall, dimana aku sekeluarga akan bermalam di sana.

Istriku sudah memesan dua kamar untuk satu malam di Movenpick Hotel. Anak-anakku menuturkan ingin sekali  menikmati hotel berharga mahal. Sesekali katanya. Aku sebenarnya tidak suka mengeluarkan uang hanya untuk tidur semalam sampai dengan 2000 Dirham lebih untuk dua kamar tidur. Aku hanya merasa sayang saja, bukan masalah tidak ingin menikmati, tetapi uang sebanyak itu akan lebih baik digunakan untuk yang lain daripada dipakai untuk membayar sewa kamar hotel hanya untuk tidur di ruangan berdekorasi, kamar mandi dan tempat tidur yang selalu dirawat bersih, tetapi, ini hanya untuk pengalaman saja, lain daripada itu tidak perlu.

Tiba di Movenpick Hotel beberapa menit sebelum pukul 3 sore. Aku langsung ke konter menanyakan tentang kesiapan kamar-kamar yang telah istriku pesan melalui booking.com yang menyatakan bahwa check in akan dimulai pada pukul 3 sore. Setelah diperiksa dan memasukkan data pribadiku dari kartu identitasku dan meminta kartu kreditku lalu penjaga konter menelpon supervisor kamar hotel. Penjangga konter memberitau aku bahwa kamar type Persia dengan nomer kamar 307 dan 308 akan siap sekitar satu jam lagi. Aku perhitungkan bahwa sebelum pukul 4 sore kamar sudah pasti siap. Aku, anak-anak dan istriku memutuskan untuk tetap tinggal di lobi hotel menunggu kamar-kamar siap. Di luar udara masih kelihatan panas. Walaupun di seberang ada Mall Ibnu Batutta, aku malas untuk ke sana, selain panas juga agak lelah sehabis menyetir hampir mengelilingi UAE.

Aku lihat banyak orang menunggu untuk keluar hotel, mereka sedang menunggu bis jemputan untuk menuju ke pantai di Jumairah. Dari jadwal yang ada, setiap 30 menit sekali akan ada bis bolak-balik dari hotel ke pantai Jumairah. Aku lihat anak-anak kecil membawa pelampung plastik berbentuk kasur ukuran tunggal. Para orang tua yang menunggu bis kebanyakan sibuk dengan HP mereka. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan hampir pukul 4 sore, kini waktunya aku menanyakan tentang kesiapan kamar-kamarku. Jawabannya tetap sama, bahwa kamar masih belum siap. Dan aku diminta untuk menunggu selama 30 menit lagi. Aku agak kecewa karena seharusnya kamar sudah siap tetapi masih juga belum. Penjaga konter menjelaskan bahwa satu kamar sudah siap tetapi kamar lainnya masih belum, karena penghuninya terlambat check out tadi. Mukaku agak masam aku rasa, lalu dia menawariku untuk mengunjungi pantai Jumairah. Aku minta saja kamar yang sudah siap, sehingga aku bisa menyimpan barang barang bawaanku dan aku sekeluarga bisa ke pantai. Diapun menyetujuinya dan aku sekeluarga masuk kamar hotel.

Aku lihat kamar sebelah yang aku pesan masih sibuk dibersihkan oleh seorang pembersih. Dia baru saja selesai membersihkan kamar yang sedang aku buka. Aku tidak tau mengapa pihak hotel tidak menggerakkan tukang pembersih lebih dari 1 orang. Karena apabila begitu aku pesan 3 kamar kemungkinan aku akan menunggu lebih lama lagi. Aku habya melirik tukang pembersih saja ketika aku keluar kembali untuk ke pantai karena jam tanganku sudah menunjukkan pukul 5 sore lebih sedikit.

Ada kolam renang di lantai 7 hotel. Istri dan anak-anakku ingin menginjungi kolam renang hotel hanya untuk melihat-lihat keadaannya saja. Aku lihat waktu masih tersisa sekitar 20 menitan dari keberangkatan bis jemputan menuju pantai Jumairah. Aku setuju saja menuju ke lantai 7 untuk melihat-lihat kolam renang hotel. Dari dalam lift berdinding kaca tampak jelas sekali tatanan kolam renang hotel, seketika itu kemudian lift berhenti di lantai 7.

Aku sekeluarga langsung keluar saja di lantai 7, di sebelah lorong kanan hotel ada pintu kaca tidak tembus pandang tidak tertutup rapat. Aku dorong pintu itu untuk memasuki ke areal kolam renang hotel. Seorang penjaga di balik pintu mempersilahkan aku sekeluarga untuk duduk di kursi pelataran berlantai batu granit dekat ujung barat kolam renang. Aku, istri dan anak-anakku hanya mengucapkan terimakasih pada penjaga terima tamu kolam renang karena kami datang hanya untuk melihat-lihat saja. Seorang pelayan restoran kolam renang menawari juga menu yang sedang ia bawa. Tak satupun aku sekeluarga yang ingin melihatnya.

Di ujung timur areal kolam renang aku lihat banyak orang tanpa baju sedang menjemurkan diri di atas kursi rebah sambil membaca buku, sebagian sedang bercakap-cakap. Semua dari mereka sepertinya orang dari ras kulit putih.

Setelah aku rasa cukup melihat suasana kolam renang hotel, aku sekeluarga menuju ke lantai dasar untuk menunggu bis menuju ke Pantai Jumairah.

Di lobi hotel banyak orang yang berdiri sepertinya sedang menunggu bis jemputan juga. Aku hampir saja susah untuk melewati mereka. Aku lihat seorang anak sedang membawa pelampung yang berbentuk kasur untuk satu orang yang sudah ditiup. Pikiranku bertanya, bagaimana nanti akan masuk ke dalam bis dengan pelampung sebesar itu.

Bis berkapasitas 22 kursi sudah sampai di depan pintu masuk lobi hotel. Ketika aku tanyakan pada penjaga konter khusus yang melayani antar jemput ke Pantai Jumairah dia megatakan bahwa bis ini yang menuju ke sana. Aku istri dan anak-anakku mulai naik bis.

Aku sedikit herang dengan orang-orang banyak yang berdiri di lobi hotel karena hampir tidak ada yang beranjak dari tempatnya. Ketika bis diisi aku sekeluarga dan 4 orang lainnya lalu bis berangkat menuju pantai. Aku lihat pelampung berbentuk kasur yang dibawa oleh dua orang anak di bawa keluar hotel, lalu dinaikkan mobil Nisan Petrol milik orang tua mereka. Rupanya mereka lebih memilih naik mobill pribadi daripada naik bis antar jemput.

Bis keluar area hotel tepat pukul 5.30. Melalui jalan Sheikh Zayeed Road ke arah Dubai bis meluncur secepat kendaraan kebanyakan di sebelahnya. Hanya dalam waktu 15 menit bis sudah memasuki komplek Palm Jumairah. Setelah 3 menit berjalan menyusuri Palm Jumairah bis berhenti di depan gedung berwarna kaca kebiruan. Lalu datang mobil listrik terbuka yang membawa aku sekeluarga ke pantai Oceana British Club Palm Jumairah. Pantai di dalam ceruk dibatasi dengan pecahan batu-batu cadas yang ditumpuk ketika dilakukan reklamasi membuat Pulau Pohon Palm atau Kurma buatan. Aku, istri dan anak-anakku mengawasi sekeliling pantai sebelum masuk ke dalam area tempat pemandian pantai. Di tepi pantai berpasir agak kekuningan itu ada kolam renang air tawar berbentuk buah pepaya sepanjang 30 meteran dengan lebar terbesar sekitar 20 meteran. Anak-anak memilih turun ke pantai terlebih dahulu dengan melapas sandal-sandal mereka. Istriku memilih membidik pemandangan untuk difoto dengan ipad nya. Aku hanya melihat-lihat sekeliling saja sambil melihat pemandangan laut di kejauhan melalui celah antara bangunan tinggi di pulau buatan seberang sana serta bangunan tinggi deretan pantai Palm Jumairah dekat aku berdiri.

Hari sudah mulai petang, lampu-lampu sudah mulai hidup. Sorotan lampu berwarna kebiruan menambah cerahnya pemndangan sekitar kolam renang dan lorong antara komplek bangunan apartement di Palm Jumairah. Kursi-kursi di Restoran berbentuk bar dekat kolam renang tidak ada yang menduduki di kursi, hanya terlihat para pelayan sibuk mempersiapkan minum atau makanan. Orang-orang lebih suka memesan minuman dan diminum dekat kursi baring tepi kolam renang.

Aku mulai ingin untuk segera berenang. Anak-anakku sudah naik kembali dari menyusuri pantai. Aku dan istriku sudah duduk mengambil kursi rebah sebelah kolam renang di depan restoran. Ketika anak-anakku mendekati aku mereka aku ajak untuk ganti pakaian renang yang disimpan di dalam tas gendong belakang yang ada di sebelahku. Lalu aku dan anak-anakku menuju ke tempat untuk ganti pakaian di lantai bawah tanah gedung kehijauan di balik ujung kolam renang di depanku ini.

Di depan kamar ganti ada ruang senam dengan peralatang gym yang bagus-bagus. Seorang wanita sedang keluar dari dalam ruang gym ketika aku memasuki ruang ganti pakaian untuk pria. Aku dan putriku kembali ke tempat duduk lebih awal daripada putraku. Setelah aku celupkan kakiku di tepi kolam renang sambil aku duduk ditepi kolam, aku goyangkan kakiku untuk sedikit pemanasan sebelum aku memulai untuk berenang.

Aku dan anak-anakku sudah mulai berenang, hanya istriku saja aku lihat tidak ikut berenang. Dia memang sejak berangkat tidak ingin berenang. Di dekat tempat tinggal di Abu Dhabi saja yang memiliki fasilitas dan dekat dengan kolam renang dia tidak ingin berenang.

Aku merasa sudah cukup berenang, lalu aku coba turun ke pantai. Walaupun hari sudah petang tetapi terangnya lampu untuk pantai Oceana British Club Palm Jumairah tidak menghalangi orang-orang untuk tetap berenang di pantai pada malam hari. Aku susuri sepanjang pantai berpasir kekuningan yang bercampur dengan sedikit kulit kerang kecil laut. Sampai pembatas tumpukan batu cadas aku menghentikan langkahku. Tadinya aku akan kembali sebelum aku sampai pada tumpukan batu pembatas, tetapi aku rubah pikiranku lalu aku naik ke atas tumpukan batu cadas sesampainya di sana. Di balik batu cadas ada dua kapal pesiar berukuran tidak lebih dari 15 meteran tertambat. Sejauh jarak dari kolam renang dibalik tumbukan batu cadas ada villa-villa mewah berwarna kekuningan. Setelah aku puas memandangnya lalu aku turun kembali untuk kembali ke kursi kolam renang tempat istriku duduk dan pakaianku berada.

 Ketika aku sampai di tepi kolam renang anak-anakku juga sudah naik ke lantai, mereka sudah tidak ingin berenang lagi. Ketika aku tanyakan apakah ingin ke kamar ganti pakaian, mereka ingin ke pantai lagi sambil mengambil gambar-gambar suasana malam pantai Jumairah. Aku memilih ke kamar ganti tanpa anak-anakku. Setelah aku selesai ganti pakaian dan sampai di kursi rebah kembali dekat istriku, anak-anakku sedang akan menuju ke kamar ganti pakaian.

Sudah hampir selesai dalam melakukan kunjungan ke Pantai jumairah, jam tanganku sudah hampir menunjukkan pukul 7 petang, dan aku sekeluarga harus segera keluar dari areal kolam renang menuju ke tempat berkumpul untuk jemputan bis kembali ke hotel.

Lorong diantara apartemen menuju ke pool bis sungguh terang, bagaikan di siang hari saja, akan tetapi pancaran warna lampu yang kebiruan menambah semakin biru warna gedung-gedung apartemen yang sudah biru. Patung-patung dan hiasan tembok menambah nampak suasana semakin tambah berseni.

Beberapa orang seperti berdarah Arab sedang duduk menunggu bis antar jemput ketika aku sampai di halte, aku langsung duduk saja di bok tepian taman bangunan apartemen tempat halte bis. Semua tempat duduk sudah dipenuhi oleh orang-orang  dan sanak keluarga mereka. Istri dan anak-anakku memilih melihat lihat ke luar sekeliling dari dalam pagar pembatas tempat berkumpul. Aku pikir aku lebih baik mengikuti mereka daripada bengong duduk tanpa mereka. Aku berjalan agak cepat ke arah mereka agar aku bisa mengejar mereka. Sambil menengok ke luar pagar aku bisa berkumpul dengan anak dan isteriku.

Jalan di depan gedung dialihkan untuk menghindari galian sebesar enam kali lapangan tennis. Di sebelah kanan gedung merupakan tanah yang masih kosong dengan beberapa alat berat dan tempat menyimpan material untuk bahan dan fasilitas pembangunan bangunan di depan gedung yang sedang dikerjakan. Apartemen-apartemen di sekitar tempat aku menunggu bis jemputan sungguh megah dan terasa mewah, pasti harga sewanya akan mahal sekali, ini terutama karena letaknya di Palm Jumairah, daerah pulau buatan dengan cara reklamasi laut sekir Pantai Jumairah.

Bis Coaster sudah memasuki areal tunggu. Aku ajak anak dan istriku untuk segera menuju ke tempat pemberhentian bis. Ketika bis berhenti, orang-orang sudah berdiri berjejer antri untuk memasuki ke dalam bis. Aku menjadi orang yang paling akhir naik bis setelah anak dan istriku. Aku hanya terduduk lesu di dalam bis, tanpa aku perhatikan di sekelilingku, aku sandarkan badanku ke sandaran kursi bis. Tak seorangpun yang berisik, menikmati hiburan pantai rupanya membuat semuanya menjadi lelah.

Bis berjalan cepat sekali terutama ketika memasuki jalan Seikh Zayed Road. Tak lama kemudian bis sudah sampai di depan lobi hotel, dan aku harus turun dari bis. Aku mampir ke konter resepsionis menanyakan kartu kunci kamar hotel untuk anak-anakku ketika aku tiba di Hotel. Anak dan istriku langsung saja naik ke kamar Hotel dengan kartu kunci untuk kamarku yang aku terima tadi sebelum ke pantai. Aku dapatkan kunci untuk kamar anak-anakku, lalu aku bergegas menuju ke kamar hotel.

Setelah aku mandi lalu aku makan malam di dalam kamar hotel, makan makanan yang dibeli dari Ibnu Batutta Mall tadi siang oleh istriku. Aku terasa sudah menikmati fasilitas Hotel Ibnu Batutta, hotel semalam suntuk bertarip lebih dari lima juta Rupiah untuk dua kamar tidur Deluxe. Hotel yang aku bayar demi pengalaman untuk anak-anak dan istriku. Hotel yang telah membuat aku jera untuk menyewanya lagi karena pelayanan check-in yang terlambat.

Pagi sudah menunjukkan pukul 5 pagi ketika aku sedang bangun tidur. Aku sadar bahwa hari ini merupakan akhir dari menikmati libur Hari Raya tahun ini bersama keluargaku. Sebelum mengakhiri dalam menikmati hari libur ini walaupun besok masih libur, aku sekeluarga mengunjungi Ibnu Batutta Mal dan makan siang di Food Courtnya. Pihak hotel tetap saja memintaku untuk check-out sebelum pukul 2 siang walaupun kemarin aku check-in pukul 5 sore. Tas dan barang bawaan lainnya sudah dipindah ke dalam mobil dan sekalian check-out sebelum mengunjungi Ibnu Batutta Mall. Aku sekeluarga menuju Abu Dhabi setelah menikmati jalan-jalan di Ibnu Batutta Mall, dan sampai di rumah jam tanganku sudah menunjukka pukul 5.30 sore.

END

ATARA DENMARK DAN PARIS

UMUM

Dalam kehidupan bersosial tentu tidak akan pernah lepas dari norma-norma kehidupan di sekitar kita. Karena pada kenyataannya hampir semua makhluk hidup merupakan makhluk bersosial, apalagi manusia merupakan makhluk bersosial, apakah itu antar individu, antar kelompok ataupun antar golongan komuniti. Sejak dilahirkan, manusia sudah membawa status mereka sendiri, ada berstatus kulit hitam, kulit putih, kulit kuning dan seterusnya. Adapula yang memiliki status sosial darah biru, berkasta tertentu, beragama tertentu dan lain sebagainya.

Didalam mengarungi kehidupan, ada orang yang dapat beralih dari status sosial yang sedang disandangnya ke status sosial yang lain. Baik itu dikarenakan semakin banyak harta kekayaan yang dimiliki, atau semakin tinggi ilmu yang dimiliki ataupun semakin luas pergaulan yang dialami, bahkan terkadang karena himpitan permasalahan yang sedang dihadapi. terutama status sosial yang berhubungan dengan budaya.

Di dunia ini semua yang ada menurut proses alami tidak ada yang sama. Ini menunjukkan bahwa memang semua itu lahir ataupun ada dengan bawaan perbedaan. Akan tetapi, semua yang ada di dunia ini memiliki keadaan saling ketergantungan. Artinya, apabila yang ada ini bisa terus bertahan, maka mereka saling memenuhi kebutuhan sesama dari mereka. Apabila semua itu ada dengan bawaan perbedaan berarti semua itu memerlukan keadaan saling ber'sosial' yang saling memerlukan dan tentu juga saling menghormati.

Kakak beradik yang dilahirkan kembar, pasti akan memiliki perbedaan pula, apalagi yang bukan bersaudara. Untuk itulah, sudah dipahami oleh semua pihak bahwa ketika sedang melakukan interaksi bersosial, jangan lagi mempermasalahkan perbedaan yang ada, apalagi dengan cara merendahkan yang lainnya. Demikian juga perbedaan tentang keyakinan, budaya atau agama yang dianut.

Perlu dicatat bahwa bermasyarakat itu adalah untuk saling memenuhi kebutuhan hidup.

KARTUN DENMARK

Pemuatan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad SAW oleh media cetak Jillands Posten di Denmark bukanlah satu-satunya, dan juga bukan yang pertama kali sebuah media menggambarkan seorang Nabi dalam bentuk yang direndahkan. Bahkan apabila ditengok ke belakang sebelum media berkembang pesat, merendahkan diri seorang Nabi sudah terjadi ketika Nabi yang bersangkutan berhadapan langsung dengan kaumnya.

Sejak terjadinya konflik panjang antara Barat dengan ummat Islam yang dikenal dengan istilah Perang Salib antara ummat Islam dan Barat yang diwakili oleh kaum Kristen telah mengakibatkan pihak-pihak yang ada di dalamnya terbagi menjadi dua. Mereka sangat tegas sekali terbagi, antara satu dan lainnya memiliki perbedaan bukan lagi seperti minyak dan air, akan tetapi semacam minyak dan api. Mereka seakan dibatasi oleh penyekat pembatas yang kuat dan tegas, sedikit saja ada celah terbuka (baca mengakibatkan konflik) dan mengakibatkan antara keduanya bertemu, dipastikan akan timbul konflik yang saling menghancurkan. Untuk itu kebanyakan setiap mereka bertemu tak satupun dari mereka ingin membicarakan tentang perbedaan mereka itu.

Sebenarnya setiap provokasi terbuka antara keduanya merupakan salah satu cara membuat lubang pada pembatas antara keduanya. Ada berbagai cara provokasi untuk membuant lubang antar keduanya. Terkadang, meskipun yang dilakukan itu benar-benar perlakuan yang biasa, akan tetapi oleh pihak pihak yang ingin mengambil keuntungan dieksploitasi agar yang biasa menjadi luar biasa, sehingga bisa dimanfaatkan untuk meraih keuntungan oleh pihak tertentu. Seperti membakar sisa Kitab Suci yang sudah tua dan dilakukan oleh pihak lawan dan bentuk provokasi lainnya yang merupakan sesuatu yang sangat sensitif bagi suatu agama mereka.

Reaksi yang dihasilkan oleh dampak pemunculan kartun majalah di Denmark itu sungguh luar bisa, mulai dari pengunjuk rasa yang meninggal, juga ancaman terhadap pemuat dan pembuat kartun dari kelompok Islam sampai dengan boikot produk dari Denmark oleh sebagian masyarakat Islam. Yang paling mengkhawatirkan sebenarnya bagi masyarakat Denmark bukan meninggalnya pengunjuk rasa karena harus berhadapan dengan pihak keamanan, akan tetapi dampak ekonomi akibat boikot produk mereka, terutama produk dairy dari Denmark.

 KARTUN PARIS

Adalah kerja dari pewarta, penulis dan sejenisnya untuk mendapatkan pemirsa sebanyak mungkin. Sudah diketahui bahwa pemuatan kartun Nabi Muhammad SAW apalagi digambarkan dengan merendahkannya akan mengakibatkan banyak umat Islam yang marah, akan tetapi itu tidak diperdulikan. Berlindung di bawah payung mengeluarkan kebebasan berpendapat, maka semuanya bebas di buat kartun. Nabi Muhammad SAW merupakan orang suci bagi ummat Islam. Sudah tentu akan berakibat suatu kemarahan apabila direndahkan. Apalagi menampilkan gambarnya saja merupakan suatu larangan menurut tradisi Islam.

Akan tetapi, kemarahan di satu pihak bukan berarti kemarahan juga di pihak lain. Melainkan sebaliknya. Hal inilah yang dicari para media, suatu polemik, suatu konflik ataupun suatu kejadian yang mengakibatkan kericuhan agar dapat dipakai sebagai bahan yang bisa laris dikonsumsi publik. Maka, inilah nampaknya mengapa kartun Nabi Muhammad SAW itu dimuat kembali oleh Majalah mingguan Charlie Hebdo di Paris, bahkan tidak hanya sekali.

PENYERANGAN KANTOR MAJALAH CHARLIE HEBDO DI PARIS 

 Kemarahan ummat Islam akibat pemuatan yang menggmabarkan Nabi Muhammad SAW di dalam kartun karikatur sepertinya tidak berhenti ketika media sudah reda beberapa tahun yang lalu. Luka yang diakibatkannya masih belum sembuh bagi sebagian ummat Islam. Sepertinya semua orang sudah melupakan peristiwa pemuatan karikatur itu, baik yang dimuat oleh majalah di Denmark ataupun di Paris. Semua orang sudah sibuk dengan pekerjaan topik-topik hangat lainnya karena memang masyarakat sudah tidak pernah membicarakannya lagi. Bahkan orang sudah dibuat lalai karena topiknya seperti sudah usang pula. Karena yang akan terjadi sudah pasti diketahui, pemuatan karikatur semacam itu bagaimanapun bentuknya akan mengakibatkan kemarahan ummat Islam, maka hal seperti ini sudah benar-benar tidak akan lagi terpikirkan oleh awak media untuk dimuat lagi karikatur seperti itu.

Sampai suatu pagi pada tanggal 7 Januari, 2015 sekitar pukul 11:30 waktu setepat dalam keadaan sebagian kantor baru saja melakukan aktivitasnya, sekelompok orang melakukan penyerangan bersenjata ke kantor majalah Charlie Hebdo di tengah kesibukan pagi kota Paris. Suatu penyerangan balas dendam yang mengakibatkan 12 orang korban meninggal dunia ketika itu dan beberapa orang terluka. Dunia bagaikan diguncang hebat. Permasalahan yang sudah lama terlupakan masih saja mengakibatkan dendam dengan jatuh banyak korban. Bahkan korbannyapun termasuk seorang polisi Paris. Rupanya peristiwa yang membawa korban meninggal tidak berhenti sampai di situ, peristiwa terus berlangsung sampai dua hari kemudian dan membawa tambahan korban sampai 8 orang lagi termasuk 3 anggota para penyerang.

Banyak orang terhenyak dibuatnya, itu bukan saja orang-orang di seluruh Paris, akan tetapi seluruh dunia. Bukan saja orang-orang non Islam, akan tetapi juga orang-orang dari golongan Islam. Banyak orang bersimpati kepada para korban penyerangan, baik dari yang Islam maupun yang bukan. Sampai-sampai pada peristiwa pemakaman para korbanpun dihadiri oleh banyak pemimpin dunia. Lautan manusia yang bersimpati memadati Ibu Kota Perancis itu. Slogan pengecaman terhadap penyerang sudah bukan kepalang kata-kata yang dikeluarkan. Bahkan banyak tempat-tempat ibadah ummat Islam di seantero Perancis yang diserang atau dirusak oleh mereka yang tidak terima. Bahkan ada beberapa orang Islam di Perancis meninggal karena penyerangan balas dendam mereka yang tidak terima. Demikian juga dari pihak orang-orang Islam, mereka melakukan balas dendam terutama di sebagian negara Afrika dan Asia Selatan, di negara-negara tempat dimana masyarakatnya berpenduduk mayoritas pemeluk Islam.

KONSUMSI YANG BISA MENDATANGKAN KEUNTUNGAN MATERI

Dari mereka yang menghadiri ataupun tidak tetapi ikut merasa prihatin akan terjadinya yang demikian pasti di dalam benak mereka mengharapkan agar peristiwa semacam ini tidak akan pernah terulang kembali. Penghormatan pada pemakaman para korban penembakan di Paris sebenarnya bukanlah sebagai tempat untuk ajang balas dendam, bukan pula sebagai tempat provokasi, melainkan sebagai tempat untuk mengecam dan berdoa agar peristiwa srmacam ini tidak akan pernah terulang kembali.

Peristiwa pemakaman itu harus dimanfaatkan sebagai tempat mengajak kepada yang memiliki perbedaan agar saling menerima dan menghormati. Akan tetapi, justru banyak yang melihat dengan adanya semacam ini dijadikan suatu kesempatan untuk mendapatkan dan menggali keuntungan bagi pihak tertentu dengan jalan semakin membuat suasana menjadi lebih keruh dan panas.

Inilah yang bisa dilihat bagaimana seminggu kemudian majalah tempat dimana kebanyakan korban bekerja memuat kembali kartun yang ditentang oleh ummat Islam itu. Akan tetapi semua dari mereka diam saja. Mereka tidak satupun dari pemimpin dunia yang hadir mengecam tentang dimuatnya kartun Nabi muhammad SAW. Mereka semua seolah mendukung upaya balas dendam melalui pemuatan kartun semacam itu. Dan hasilnya sesuai keinginan mereka, yaitu omzet majalah yang melonjak duapuluh kali lipat. Majalah yang biasanya beromzet 160 ribu eksemplar seminggu kemudian beromzed sampai 3 juta eksemplar serta diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Inilah bukti, bahwa kejadian itu dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Namun yang akan menjadi pertanyaan adalah, apakah mengambil keuntungan di air keruh dapat berlangsung lama?. Ini tentu dapat dijawab dengan mudah sekali.

TENTANG UMAT 

Seperti yang disebutkan di atas, pada dasarnya manusia itu merupakan makhluk yang membutuhkan sosial, ini dikarenakan diantara manusia satu dan lainnya memiliki suatu ketergantungan dalam keadaan mereka memiliki perbedaan pula. Dari adanya saling membutuhkan di bawah perbedaan itu sebenarnya mereka harus saling mengisi. Yang kaya membutuhkan yang miskin. Yang miskin juga membutuhkan yang kaya. Yang hitam membutuhkan yang putih demikian sebaliknya. Dan lain sebagainya.

Di dalam saling mengisi kebutuhan itu, diperlukan hubungan yang saling menguntungkan, hubungan yang wajar. Ketika si kaya membutuhkan bantuan si miskin untuk melakukan pekerjaan, si miskin harus bibayar sesuai dengan hubungan yangwajar . Baik yang miskin ataupun yang kaya agar jangan melakukan kecurangan.

Karena perbedaan itu merupakan dasar bawaan seluruh yang ada termasuk manusia, dan mereka itu saling memerlukan antara satu dan yang lainnya.

Demikian pula dengan perbedaan keyakinan, perbedaan idiologi, perbedaan negara sekalipun, semuanya merupakan suatu keniscayaan.

KESIMPULAN

Dari uraian tersebut di atas, maka perbedaan itu ada karena manusia memang dilahirkan untuk berbeda. Jika demikian lalu mengapa manusia masih mempermasalahkan tentang perbedaan?. Perbedaan merupakan sesuatu keniscayaan dengan demikian hal inilah yang justru untuk dihormati.

Dengan demikian maka kehidupan ini ini akan memiliki kedamain karena perbedaan.

END