Friday, September 18, 2015

AKU INGIN BETAH DI UAE - Bagian 2

MULAI HIDUP BARU

Sepanjang pagi setiba dari Bandara aku habiskan waktu pagi dengan mengobrol bersama dengan rekan-rekanku di dalam Barak. Hari masih gelap dan penghuni barak lain masih belum ada yang keluar, maka lebih baik mengobrol di dalam saja daripada nanti mengganggu penghuni barak lain yang mungkin masih lelap dalam tidur mereka. Udara di luar lebih lembab daripada keadaan udara di Surabaya. Ketika aku keluar Bandara tadi kulitku terasa lengket dengan pakaianku karena pengaruh kelembaban yang tinggi, keringat tipis langsung keluar dari pori-poriku barangkali sebagai reaksi otomatis untuk mendinginkan permukaan kulitku melawan hawa tidak sepanas suhu di kotaku dan dengan kelembaban udara Abu Dhabi setelah lebih dari 7 jam kedinginan di dalam pesawat.

Hampir semua rekan-rekanku juga ikut ngobrol menghabiskan sisa waktu pagi yang tinggal satu jam-an. Ada beberapa yang membenarkan dan menata tas-tas mereka. Ada pula yang disibukkan dengan pemilihan tempat tidur dan lemari setinggi langit-langit barak yang ditempelkan permanen ke dinding ujung barak. Di ujung lain barak ada 1 kamar khusus dengan 1 tempat tidur tunggal dan dilengkapi lemari dan meja tulis. Nampaknya ruangan itu diperuntukkan bagi pimpinan barak, sehingga rekan yang dituakan menempati ruangan itu. Setelah semua tas-tas bawaan dimasukkan oleh yang empunya, ada 2 tas gendong yang tidak bertuan. Salah seorang rekanku mengatakan barangkali 2 tas itu secara tidak sengaja terbawa. Aku usulkan agar tas-tas itu dilaporkan saja agar bisa dikembalikan. 

Aku sendiri tidak merasa ngantuk, mungkin ini karena di atas pesawat tadi sudah lumayan tidurku. Matahari semakin beranjak naik dan pandangan lingkungan sekitar semakin bertambah terang saja. Orang-orang mulai keluar dari dalam Barak lain yang berjejer bagaikan kam penampungan untuk memulai kegiatan hari ini. Di setiap 3 lajur barak ada 1 barak khusus dipakai sebagai tempat MCK yang berada di seberang barak yang kedua. Aku lihat mereka sepertinya berasal dari manca negara. Ada berbagai ras, ada Timur Tengah, ada Asia Selatan, Afrika dan juga dari Asia Tenggara. 

Sepanjang pandanganku dari barak ke tembok pembatas sebelah kiri Pangkalan hanyalah hamparan pasir. Pohon-pohon hanya ada diantara barak dan bangunan fasilitas lainnya. Sungguh terbalik dengan kebanyakan keadaan di Surabaya. Jika ada hamparan tanah kosong, maka rumput-rumput liar segera tumbuh menempatinya. 

Gedung-gedung tinggi  yang hampir seragam tinggi setinggi sepuluh lantai terlihat  berjajar di depan sebelah kiri pintu gerbang Pangkalan, karena sinar matahari mereka mulai menampakkan warna aslinya. Mereka sepertinya tidak ingin memiliki warna lain kecuali warna padang pasir atau putih. Gedung-gedung itu nampak tua dan tidak terawat, kotak-kotak jendela AC menjorok dari hampir setiap jendela. Sedangkan di sebelah kanan pintu gerbang Pangkalan banyak bangunan gedung yang sedang dalam pembangunan dengan puluhan derek-derek yang siap melayani barang yang ingin diangkat.

Deru kendaraan bermotor di balik dinding tembok kokoh setinggi 5 meteran pembatas Pangkalan dengan dunia luar terdengar menderu, padahal jauhnya pasti lebih dari seratus meteran. Deru bukan suara mesin-mesin kendaraan yang lewat, tetapi barangkali karena jalan mulus, sepi di pagi hari dan yang melintas adalah kendaraan-kendaraan baru, maka deru gesekan antara lapisan aspal jalan dan ban-ban kendaraan cepat yang melintas di atasnya menimbulkan suara menderu dan terdengar sampai sejauh itu.

Orang yang menjemputku tadi malam datang lagi, jam hampir menunjukkan pukul 7 pagi. Dia mengajak aku dan rekan-rekanku  ke Mes Tentara  untuk mendapatkan makan pagi di sana. Sesampainya di sana aku dan rekan sealmamaterku ia minta untuk tidak masuk ke dalam Mess kecuali rekan-rekanku yang lain. Dia memberi tau aku bahwa aku dan rekan sealmamaterku memiliki kelas makanan bukan di tempat Mes Tentara, akan tetapi di Mes Perwira. Aku tidak pernah jadi tentara, maka aku tidak mengerti apa maksudnya akan tetapi dia mengatakan bahwa aku dan rekanku itu adalah Insinyur, tempatnya lain.

Aku dan rekanku tidak jadi makan pagi di Mes Tentara itu walaupun aku sempat mengintip masuk karena tentara yang mengantarku juga masuk dan mengambil makan pagi untuk dirinya sendiri. Tentara yang mengantarku makan sedikit sekali rupanya karena tidak lama aku menunggu dia sudah muncul lagi. Sambil menunggu rekan-rekan yang lain selesai aku dan tentara itu ngobrol. Lalu semua kembali ke barak lagi. Beberapa rekan-rekan membawa makanan dan minuman kemasan ke barak termasuk buah pisang segar, jeruk dan aku makan makanan yang dibawa rekan-rekan di barak karena aku merasa sudah harus makan makan pagi.

Tentara yang jadi penunjuk itu mengajak aku dan rekanku untuk membawa tas bawaanku serta tas bawaannya untuk dibawa ke tempat dimana harus tinggal. Aku ambil tas gendongku yang hanya satu tambah tas jinjing untuk tempat berkas-berkasku. Rekanku membawa tas untuk perjalanan dengan ukuran yang paling besar, pikirku aku saja mungkin cukup tidur di dalamnya. Tasnya tidak mampu jika diangkat oleh aku sendirian, harus dua orang, tetapi dia membawa kereta dorong lipat untuk membawanya. Dan kami pindah dengan berjalan kaki.

Aku harus melalui barak-barak dan Mes Tentara tadi. Tidak jauh sekitar limapuluhan meter aku sudah sampai di tempat dimana aku dan temanku harus tinggal. Di Akomodasi Sersan aku mendapatkan kamar, berdua dengan rekanku aku akan tidur dalam satu kamar. Kamar tanpa kamar mandi dan kakus tersendiri. Di dalam kamar ada 2 tempat tidur, ada 1 meja tulus dan ada 2 lemari.

Aku harus membantu memegang dan mengangkat tas rekanku karena kereta dorong lipatnya rusak ketika memuat tas besar dan berat miliknya karena harus naik-turun pembatas jalan tadi.

Sebelum tentara meninggalkan aku dan rekanku ia meminta agar siap karena pada pukul 9 nanti akan dibawa ke Bagian Administrasi untuk mengurus keperluan administrasi serta melapor tentang kedatanganku dan rekan-rekanku di Abu Dhabi.

Setelah aku bereskan barang-barangku di dalam kamar, lalu aku coba berbaring di atas tempat tidur yang telah dipersiapkan untuk aku, tempat tidur yang dilapisi dengan selimut beludru coklat tua khas untuk tentara di sini. Dalam pikiranku menggerutu dan berdoa; "Semoga aku tidak menjadi batuk karena menghirup bulu-bulu beludru selimutku". Maka aku tidak berani membukanya kecuali langsung merebahkan badanku di atas selimut beludru itu.

Belum sempat mataku terpejam, pikiranku teringat pesan seorang tentara tadi agar aku siap untuk dijemputnya pada pukul 9 pagi ini. Jam di tangan kiriku sudah menunjukkan pukul 8 lebih sedikit. Teman sekamarku sedang berada di kamar mandi. Aku jadi sedikit terperanjat dan badanku meninggalkan tempat tidur berganti duduk di atasnya. Aku pilih pakaian yang akan aku pakai nanti. Jeans biru yang aku pakai dari Jakarta semalam masih cukup bersih juga untuk dipakai lagi nanti, hanya baju dan pakaian dalam yang perlu aku ganti setelah mandi.

Tepat pukul 9 pintu kamar berbunyi, aku yakin yang mengetok pintu kamarku pastilah tentara yang sedang menjemputku untuk urusan administrasi nanti. Ketika aku buka tentara yang sudah aku kenal langsung menyebut namaku dengan awalan kata "Mister". Aku dan temanku sebenarnya memang sudah siap untuk kedatangannya. Tanpa aku tawari untuk masuk lalu kami pergi bersama, tujuannya adalah Kantor Administrasi Pankalan  ini, tempat aku memulai hidup baruku di Persatuan Emirates Arab ini.

Kantor administrasi tidak jauh dari barak rekanku. Kantor-kantornya terdiri dari dua karavan berwarna khas padang pasir. Sedangkan karavan yang ketiga adalah tempat untuk urusan pergudangan. Aku dan rekan-rekanku diterima oleh seorang lokal berpangkat Kapten dan berjambang lebat-hitam yang panjangnya sampai menutupi bagian depan lehernya. Aku jadi teringat tentang diriku ketika aku masih remaja dulu, aku ingin memiliki bulu dada, maka bulu-bulu halus di perut dan dada aku cukuri mengharapkan akan berganti menghitam sehingga dadaku akan berbulu, hal ini karena teman tetangga perempuanku ketika aku masih remaja, dia menyukai lelaki yang memiliki jambang lebat dan juga pria dengan dada yang berbulu. Semua anggota rombongan dipanggil satu per satu. Lalu semua paspor diserahkan untuk urusan Resident Visa. Lalu semua dari anggota rombongan diminta pas foto  guna pengurusan kelengkapan administrasi.

Setelah menunggu urusan hari pertama ini selesai, semua rombongan keluar dengan membawa kertas foto copi yang berisi data pribadi. Kertas ini dipakai untuk pengurusan kartu anggota sementara di Bagian Intelejen. Ketika kertas dari Bagian Administrasi diserahkan di Bagian Intelejen, aku harus menyertakan 1 pas foto. Setelah aku tunggu beberapa menit kartu anggota sementara buatku aku terima. Kartu yang terbuat dari kertas fotokopi dengan ditempeli foto berisi data pribadi yang disyahkan oleh Bagian Itelijen. Kartu ini berlaku selama satu bulan. Dan apabila Resident Visa belum selesai, maka kartu identitas ini harus diperpanjang lagi. Karena kesibukan urusan ini, maka siang hari pertama ini aku dan rekan sekamarku tidak sempat keluar dari Pangkalan.

Setelah selesai urusan Administrasi lalu aku melanjutkan urusan di Mes Perwira. Sesampai di Mes Perwira aku disambut oleh seorang pelayan lelaki muda berkebangsaa Asia Selatan. Tentara yang membawaku lalu memperkenalkan aku. Pelayan Mes lalu memberitahu bahwa, untuk menikmati makanan dan semua fasilitas Mes Perwira seseorang harus memiliki nomer identitas khusus Mes Perwira, bukan nomer induk pegawai dari Bagian Administrasi. Lalu setelah diadakan pembicaraan, maka aku dapatkan nomer 369, nomer yang tidak mudah aku lupakan.

Tetapi aku masih belum bisa memakai nomer yang aku dapat itu, nomer itu harus mendapatkan pengesahan terlebih dahulu oleh yang bertanggung jawab pada Mes. Dengan Nomer Induk Mes aku akan mendapatkan kotak pos di dalam Mes.  Aku tidak perlu menunggu karena yang mengesahkan kedatangannya tidak pasti, tetapi siang ini akan datang. Lalu aku jalan-jalan menyusuri hampir semua bagian dan fasilitas Mes Pereira.
 
Di sebelah kiri pintu masuk ada hall untuk main snooker, lalu di depan snooker hall adalah tempat makan dengan kapasitas lebih dari 100 orang yang dibagi menjadi dua bilik, bilik terbuka dan bilik tettutup. Di sebelah kanan pintu masuk langsung kantor Mes ukuran sekitar 12 meter persegi. Masuk ke arah dalam ada hall lain tempat bersantai, hall berukuran 50 meter persegi ini di dalamnya ada telivisi berukuran besar, mungkin 72 inci, sementara di bagian depan telivisi hanya hamparan tempat kosong saja yang dikelilingi oleh kursi sofa dan meja tamu di sisi kananya. Aku pikir tempat ini sangat bagus  karena semua ruangan mulai dari pintu masuk sampai dengan semua hall-hallnya dilapisi alas karpet warna dominan hijau bermotif tumbuhan berwarna kuning dengan kembang aneka warna.

 Setelah selesai berkeliling, sebentar lagi waktu makan siang dibuka. Waktunya bersamaan dengan waktu bubaran kantor Pangkalan, pada pukul 2 siang. Aku dan temanku sudah bisa memakai fasilitas Mes Perwira. Penjaga kantor Mes sudah mendapatkan persetujuan secara lisan melalui telepon tentang pemakaian Kartu Mesku dan rekanku. Aku diberitahu bahwa setiap makanan yang akan aku pesan akan ditarik biaya, hal ini merupakan aturan di Mes Perwira. Pembayarannya melalui pemotongan gaji di akhir bulan. Akan tetapi untuk fasilitas lainnya tidak dipungut biaya termasuk minum teh, kopi dan atau snak yang dihidangkan di atas meja diantara hall ruang makan dan hall snooker.

Untuk makan pagi sebesar 5 Dirham, makan siang 9 Dirham, dan makan malam 7 Dirham, semua itu untuk menu makanan biasa, dan akan dikenaekan biaya tambahan apabila memesan menu sampingan atau di luar menu utama harian. Setelah aku hitung, maka aku akan menghabiskan biaya sekitar sebesar 600 Dirham dalam se bulan apabila aku setiap harinya makan secara normal di Mes Perwira ini.

Tentara yang menemani aku sudah meninggalkan aku sebelum jam 2 siang tadi. Aku akan menikmati makan siangku untuk pertamakalinya di Mes Perwira. Menu makanan utama harus mendaftar di maja penerima tamu. Aku pesan nasi briyani karena ada daging kambingnya. Lalu aku diminta memilih tempat dudukku. Ada meja panjang dengan kursi ditata berbaris berhadap-hadapan. Ada meja bundar berdiameter 1.5 meteran dengan kursi-kursi di sekelilingnya. Warna taplak meja dan kursinya didominasi oleh warna krem. Di atas setiap meja yang dilapisi kaca tebal ada sendok-garpu dan pisau serta piring kecil serta lipata saputangan berjajar mengikuti jumlah kursinya.

Aku dan temanku mengambil kursi dibalik meja bundar yang berada dekat dengan makanan pembuka  dan penutup. Setelah aku duduk lalu aku berdiri lagi untuk mengambil  makanan pembuka. Aku ambil sop gilingan jagung kental satu cabokan, dan aku uburi sari lemon segar. Sebelum aku menuju tempat dudukku aku ambil minuman sari buah jeruk yang aku campur dengan sari buah blackbarry. Sebelum aku menghabisi sop makanan utama yang aku pesan datang diantar oleh pelayan Mess. Sungguh aku terkejut dibuatnya, jumlah makanan yang disajikan bisa aku nikmati untuk aku istri dan putriku, banyak sekali. Maka lain kali aku harus memintanya dalam jumlah seukuranku. Aku pikir, jika menu setiap hari begini, maka aku akan menjadi gemuk nantinya, demikian pikiranku membayangkan.

Aku sudah menikmati makan siang di Mes Perwira. Menu nasi briyani dengan daging kambing sudah aku santap sekenyangnya. Minuman sari jeruk kesukaanku aku campur dengan sari blackberry. Aku nikmati pula makanan sop pembukan, dan makanan penutup manisan bernama Um Ali sangat enak sekali, terbuat dari roti maryam manis yang dipotong kecil-kecil dicampur dengan susu disuguhkan dalam bentuk setengah padat dalam gelas baki harus diambil dengan memotongnya memakai sendok, konon asalnya dari Mesir. Buah-buahan anggur, pisang dan potongan semangka berjajar tidak menarik perhatianku karena perutku terisi benar-benar penuh. Setelah makan di Mes Tentara lalu aku dan rekanku kembali ke kamar untuk beristirahat.

AC di dalam kamar cukup sejuk sekali ketika aku masuk setelah berjalan di bawah terik matahari sore. Kali ini aku harus mencoba untuk tidur, demikian pikiranku. Rekanku sudah tidur terlebih dahulu. Suara nafas yang terdengar jelas kalau dia sedang lelap tidurnya. Karena rasa capekku akhirnya aku tertidur juga.

Aku terbangun ketika jam tanganku sudah menunjukkan hampir pukul 6 sore. Teman kamarku sudah bangun bahkan sudah selesai dari kamar mandi. Kini gilirankau yang harus ke kamar mandi. Setelah aku dan temanku selesai mandi dan ganti pakaian, aku berdua mengunjungi rekan rekanku yang ada di Barak mereka.

Sore itu aku sebenarnya setelah dari Barak rekan-rekanku aku bersama teman kamarku akan memulai keluar Pangkalan. Sebelum ke Barak aku mampir ke Mes Perwira lagi. Di luar Mes aku bertemu dengan seseorang yang pernah aku temui ketika melakukan penandatanganan kontrak kerja sementara ketika di Sahid Hotel di Surabaya dulu. Dia ternyata kepala Administrasi berpangkat Mayor. Akan tetapi kali ini aku melihatnya dengan pakaian nasional UAE, kondora putih dan surban/kudra putih dengan agal hitam yang melingkar di atas surban kepalanya.

Aku dan temanku diminta untuk naik ke dalam mobilnya untuk diajak berkeliling Pangkalan. Mobil Mersi kelas 600 model terakhir yang sedang aku naiki. Entah mimpi apa aku semalam bisa naik mobil seperti ini. Mobil warna putih dengan suara mesin yang tidak terengar dari dalam ruang penumpang manakala mobil diam walaupun mesin dalan keadaan beroperasi. Interior kulit berwarna krem membuat aku ragu untuk mendudukinya, apalagi baunya wangi sekali. Aku meminta temanku untuk duduk di kursi penumpang depan bersebelahan dengan si Mayor karena aku terkadang tidak nyambung dalam menggunakan Bahasa Ingrisku.

Dia membawa mobilnya mengelilingi Pangkalan. Dia menunjukkan setiap sudut Pangkalan, kantor ini dan kantor itu termasuk untuk apa urusannya. Dia menunjukkan pula suatu Bengkel yang sedang tertutup dimana kelak aku dan rekan-rekanku akan bekerja. Perjalanan mengelilingi Pangkalan diakhiri di tempat dimana bertemu tadi, di depan Mes Perwira. Setelah menempatkan mobilnya di tempat parkir, lalu dia mengajak untuk ikut masuk ke dalam Mes Perwira. Di dalam Mes Perwira dia menjelaskan juga tempat-tempata dan fungsinya, serta apa dan bagaimana cara memakai fasilitasnya. Ternyata dialah orang yang bertanggung jawab bagi operasionalnya Mes Perwira ini.

Setelah cukup memberikan perkenalan tentang Pangkalan ini, lalu dia meninggalkan aku dan temanku di dalam Mes, lalu aku bersama temanku kekuar dari Mes untuk menuju ke akomodasi. Aku tunda dulu untuk mengunjungi barak rekan-rekanku, peninjauan dengan Mayor tadi menyita banyak waktu

Di sepanjang jalan menuju akomodasi yang tidak lebih dari 50 meteran jaraknya dari Mes Perwira, aku lihat mobil-mobil diparkir berjajar baik di pinggir jalan yang aku lalui ataupun di tempat parkir. Tetapi mobil di sini memang bagus-bagus. Mobil untuk operasional tentara sehari-hari saja, yang dipakai untuk antar-jemput adalah Nisan Petrol keluaran mutakhir. Manakala aku berdiri di samping mobil dinas itu aku merasa mobil itu memang gagah apalagi berwarna padang pasir. Sedangkan mobil-mobil pribadi kebanyakan mobil-mobil mewah yang belum pernah aku lihat selama ini, Lexus, Mercedes dan Audi, tidak seperti mobil-mobil yang sering aku lihat di kotaku, Toyota Corolla, Datsun, Daihatsu Cerrade, Mitsubishi Galant dan Suzuki Carry, walaupun terkadang aku lihat Mercedes juga.

PERTAMA KELUAR PANGKALAN

Setelah dua malam aku sibuk dengan urusan kehidupan di dalam Pangkalan, aku dan semua rekan-rekanku dipandu oleh tentara yang menjemputku dari bandara akhirnya memiliki waktu bisa keluar Pangkalan. Perasaan itu sebenarnya sudah aku inginkan sejak kemarin siang, akan tetapi  urusan-urusan administrasi yang membuatku belum bisa melakukannya.

Keluar Pangkalan harus melalui pintu putar berjeruji khusus untuk orang keluar. Keluarnya harus satu per satu. Pintu jeruji berada di dalam ruangan khusus ukuran 20 meter persegi. Sebelum pintu jeruji duduk seorang penjaga dengan meja tulis di depannya yang selalu menanyakan dan memeriksa kartu identitas bagi setiap orang yang masuk ke Pangkalan. Pintu jeruji hanya membutuhkan dorongan satu tangan agar berputar ketika seseorang sudah memasuki semacam perangkapnya, ketika didorong seseorang harus mengikuti arah gerak pintu dan ketika sampai di bagian luar lalu lepaskan pintu dan segera melangkah meninggalkan pintu putar jeruji besi. Saat itu seseorang sudah berada di luar Pangkalan walaupun berada di dalam ruangan pintu. Demikian pula sebaliknya ketika memasuki Pangkalan. Akan tetapi sebelum keluar ruangan untuk memasuki Pangkalan kartu identitas harus ditunjukkan kepada penjaga pintu untuk diperiksa apakah karti identtasnya masih berlaku atau tidak. Jika tidak maka dilarang memasuki Pangkalan.

Kini aku dan rekan-rekanku sudah berada di luar Pangkalan dan siap untuk menghirup udara luar. Setelah menyeberangi jalan utama Pangkalan ada banyak lubang-lubang galian di pinggir jalan yang mendominasi keadaan jalan di depan Pangkalan, ditambah adanya pembatas jalan pagar tembok pejal darurat setinggi pinggul menandakan bahwa di daerah ini sedang dilakukan perbaikan dan atau peningkatan fasilitas jalan raya. Di sebelah kiriku menjauhi Pangkalan ada beberapa gedung yang masih dalam tahap pembangunan. Suasana gelap membuat aku dan rekanku harus mengambil jalan mengikuti jalan utama menuju tujuan. Setelah beberapa perempatan lampu merah aku lalui dengan jalan kaki, aku merasa hampir semua perempatan coraknya sama saja. Jarak dari ujung blok ke ujung blok lainnya hampir sama jaraknya. Jalan-jalan rayanya bisa dikatakan lurus semuanya, dan blok-bloknya berukuran hamper sama semuanya. Kesempatan membelok hanya ada di perempatan saja. Menggambarkan suatu kondisi kota yang dibuat berdasarkan perencanaan yang baik, tidak semerawut.

Tujuan utama keluar malam ini adalah mengunjungi Cooperative Society atau yang dikenal dengan sebutan Co-op saja yang terletak di (akhirnya aku kenal namanya)  daerah Tourist Club, dan orang lokal sini menyebutnya dalam bahasa Arab adalah Nadi Siyahi. Inilah supermarket yang paling besar saat ini di Abu Dhabi. Sebelum sampai di tempat tujuan aku dan rekan-rekanku diajak untuk keluar-masuk pertokoan lainnya. Sesampai di Pick N Save aku lihat ada beberapa komputer yang dipajang. Aku jadi teringat ketika aku masih di Laboratorium Komputer kampusku dulu. Aku coba salah satu komputer yang sudah menyala yang ada pada pajangan itu. Aku operasikan ingin mengetahui apasaja isi program yang ada di dalamnya. Tentara yang mengantarku tetegun keheranan melihat aku bisa mengoperasikan komputer. Dia lalu menanyaiku dengan nada keheranan, "Kamu bisa mengoperasikan komputer?." Ketika aku jawab, "bisa", maka tentara itu semakin heran, dan seolah mengatakan dari sinar wajahnya bahwa aku ini bukanlah orang sembarangan, melainkan benar-benar seorang insinyur. Ketika aku pikir kembali ketika tulisan ini aku kerjakan, maka mengoperasikan komputer di tahun 1994 memang bukanlah semua orang bisa melakukannya, bahkan komputer masih merupakan salah satu barang langka, sehingga untuk mengoperasikannya memerlukan kursus "Introduction to Computer", dan aku salah satu pengajarnya di salah satu SMA di kotaku.

Malam ini Co-op ramai sekali, udara agak sejuk di luar tanpa kelembaban yang berarti membuat aku tidak berkeringat walaupun aku sudah berjalan hampir sejauh satu kilometer sejak dari Pangkalan tadi, apalagi aku memakai baju tipis lengan pendek. Toko Serba Ada Co-op  ini kebanyakan menjual bahan makanan layaknya supermarket di kotaku. Bedanya pembelinya mengangkut dengan kereta dorong karena jumlah barang belanja yang dibeli luar biasa banyak menurutku, sampai-sampai aku terkadang berpikir seperti berbelanja bahan makanan karena takut lusa mau ada perang saja.

Alat-alat dapur yang dipajang bagus-bagus, mungkin semuanya buatan pabrik berkualitas tinggi dari Eropah. Tidak seperti alat-alat dapur di rumah orang tuaku yang hampir kesemuanya dibeli dari pasar dekat rumah yang dijual di luar toko, sendok terbuat dari aluminium tempa, dan sebagian dari stainless steel buatan tangan teman ayah, piring-piring adanya piring seng dan piring pecah-belah buatan China, gelas dan mangkok kebanyakan dari hadiah atau pemberian orang hajatan, atau hadiah karena membeli sabun cuci dalam jumlah tertentu, pisau-pisau terbuat dari besi atau baja tempa yang akan menghitam atau karatan apabila jarang dipakai, dan alat-alat masak terbuat dari bahan aluminium. Sedangkan yang dipajang di atas rak-rak pajangan Co-op adalah; pisau atau sendok-garpu terbuat dari stainless steel mengilap buatan pabrik khusus dari Eropah, bahkan ada juga yang berwarna emas tersimpan di dalam tas, demikian pula dengan alat pecah belah baik piring, mangkok serta gelas kebanyakan buatan negara Eropah, dan peralatan memasak baik untuk merebus atau gorengan hampir semuanya berlapis seperti Tefal.

Aku memang benar-benar masuk ke dunia baru yang tidak aku bayangkan sebelumnya. Hampir semua bahan makanan mentah dijual dalam bentuk paketan baik dalam kaleng atau dalam plastik. Pajangan beras dalam kotak atau bak plastik yang siap diciduk untuk ditimbang kiloan apabila ada yang membeli seperti di dalam pasar-pasar di kotaku tidak aku lihat lagi. Bumbu genap (dalam bahasa Jawa disebut bumbu jangkep) tidak bisa dibeli di sini, ingin membeli bawang, masukin plastik dan ditimbang, ingin cabe juga demikan caranya, semuanya seperti  itu. Sayur mayur dan bumbu nampak segar-segar dan bersih. Kentang berukuran besar dan bagus-bagus, tomat juga demikian. Aku lihat juga ada kangkung dan kecambah juga dijual di Co-op ini. Tetapi ada sayur yang dijual dimana di daerahku tidak untuk dimakan oleh manusia kecuali sapi atau kambing. Telor ayam bukan lagi dijual bijian atau kiloan melainkan paketan.

Di lantai 2 merupakan tempat kusus untuk toko pakaian, mulai dari sepatu sampai dengan topi, dan ada juga bahan belum jadi kebanyakan bahan pakaian wanita dari India. Untuk pakaian sepertinya sama saja seperti yang dijual di pertokoan di kotaku, akan tetapi sepatu dan sandal nampaknya memiliki kwalitas mutu yang lebih baik, sehingga penampakannya juga lebih wah. Di lantai 2 ini juga sebagian tempatnya dipakai khusus untuk tempat bermain anak-anak, baik permainan game, go cart ataupun hewan-hewan untuk kendaraan seperti kuda-kudaan misalnya yang dioperasikan memakai uang logam 1 Dirham per sesinya. Hampir semua mainan yang ada di lantai 2 ini belum pernah aku memakainya ketika aku masih di kotaku. Nampaknya anak-anak di sini mainannya lebih unggul daripada mainan kebanyakan anak-anak di kotaku.

Entah sampai jam berapa orang-orang di Co-op ini berhenti datang untuk berbelanja, jam tanganku sudah menunjukkan pukul 10 malam tetapi orang-orang masih banyak yang baru datang. Padahal di kotaku kebanyakan toko tutup pada pukul 9 malam. Aku jadi teringat cerita seorang rekanku yang pernah berkunjung ke Abu Dhabi sebelum aku berangkat waktu itu, bahwa masyarakat Abu Dhabi menganggap malam seperti siang, aku baru mengerti apa maksudnya. Ini bukan saja karena lampu-lampu jalanan yang aku lewati seperti di siang hari saja akan tetapi justru di malam hari banyak orang yang berkeliaran. Sepertinya susana kota lebih hidup di malam hari.

Malam ini rasanya cukup menghabiskan waktu di luar Pangkalan di malam hari, kini aku dan rombongan harus kembali ke Pangkalan karena sudah merasa cukup dalam mengelilingi Toko Serba Ada Co-operative Society Abu Dhabi, dan kaki sudah terasa capek karena banyak jalan. Hampir pada pukul setengah duabelas malam aku sampai di kamarku. Lalu aku membersihkan badan dan gigi melakukan sholat Isyak lalu menuju tempat tidur.
 

Wednesday, September 16, 2015

TANGAN KANAN PAK JOKOWI

Pendahuluan

Bisa dikatakan suatu keinginan umum dapat berselfie, berjabattangan, berbincang atau bergambar dengan seseorang yang memiliki pengaruh besar di kehidupan ini. Terlebih orang itu memiliki hubungan budaya, atau agama, atau suatu hubungan hirarki kepemimpinan. Yang penting, dia atau mereka tidak bertentangan dengan kaedah keyakinan hidupnya, atau bahkan hukum yang berlaku. Apabila bertentangan atau berseberangan, walaupun dengan seorang Presiden sekalipun, mungkin tidak sudi untuk menemuinya apalagi saling berselfie ataupun berjabattangan.

Aku rasa keinginanku tidak berlebihan apabila aku ingin melihat secara langsung, bertatap muka dengan Pak Jokowi, Presiden Indonesia setahun terakhir ini yang menurutku beliau benar-benar dengan cara beliau saat ini ingin dan sedang membenahi Negara Indonesia terutama membenahi fasilitas infrastruktur dan produksi pangan yang bisa dikatakan tertinggal dari negara-negara yang seumur dan sesubur Indonesia.

Pak Jokowi Ke Timur Tengah

Ketika aku pulang dari kantor, istriku mengabari aku bahwa Pak Jokowi akan ke Abu Dhabi. Dia sambil  asyik dengan tablet  tua berkaca touch creen retak-retak tapi masih bekerja dan tidak rewel mengabari bahwa President Indonesia itu rencananya akan mengunjungi Khalidiyah Mall, Abu Dhabi tiga hari lagi, akan tetapi kunjungannya pada malam hari sekitar pukul 8. Namun karena waktu dan padatnya acara mungkin beliau tidak mengadakan tatap muka dengan warga di UAE, sehingga bagi siapa saja yang ingin menemui beliau diminta untuk menunggu di Khalidiyah Mall, di mana beliau akan mengadakan kunjungan ke sana untuk meninjau pajangan produk makanan kering, aneka buah dan masakan Indonesia yang akan dijual di sana.

Di salah satu group WhatsApp (WA) ku ada seseorang rekan yang memposting gambar-gambar produk Indonesia yang diambil dari Toko Serba Ada Lulu Hyper Market di Khalidiyah Mall. Aku pikir ini klop dengan apa yang dikatakan istriku itu. Lalu aku tunjukkan kepada istriku gambar-gambar yang di posting oleh salah seorang rekanku itu, diapun keheranan dengan banyaknya aneka makanan kering seperti biskuit, mie instan serta bumbu segar dalam kemasan dan buah di mana biasanya susah untuk ditemui kecuali Indomie.

Sehari menjelang kunjungan Pak Jokowi, dua group WA sudah mulai ramai membahas topik kunjungan ini, padahal Pak Jokowi saat ini sedang berkunjung ke Saudi Arabia, Negara yang baru saja mengalami duka akibat jatuhnya mobil derek ke bagian bangunan Masjid Haram karena dorongan angin kencang ketika turun hujan beberapa hari yang lalu, dan mengakibatkan lebih dari seratus orang meninggal dunia, dan lebih dari duaratus orang terluka. Topiknya ada ajakan untuk bertemu langsung di Mall, ada yang membahas tentang kiprah kunjungan beliau di Timur Tengah ini, ada yang membahas keadaan Indonesia saat ini dibawah kepemimpinan beliau, dan ada juga lelucon yang berhubungan dengan rekan-rekan anggota WA. Aku sendiri sejak mendengar khabar ini dari istriku ingin ke Khalidiyah Mall melihat Pak President RI secara langsung di sana, demikian juga istriku. Namun ketika aku menawari putriku untuk ikut, dia menolaknya.

Khalidiyah Mall, Salah Satu Tempat Yang Dikunjungi Pak Jokowi

Hari ini adalah hari Minggu, tanggal 13 September, suhu pagi ketika aku keluar masjid dekat tempat tinggalku setelah sholat Subuh sudah terasa sejuk. Demikian juga kelembaban udaranya terasa rendah sekali, sehingga aku tidak mengeluarkan keringat walaupun aku dari Masjid ke tempat tinggalku berjalan sambil melakulan senam tangan setelah sholat Subuh tadi. Mungkin karena daerah tempat tinggalku hampir di tengah padang pasir di daerah Al Reef belakang Bandara Udara International Abu Dhabi.

Aku tau biasanya di awal minggu pekerjaan cukup banyak karena para pelanggan perusahaanku di hari Sabtu banyak yang buka untuk melakukan permintaan, sedangkan kantorku libur, pada hal malam ini sebelum pukul 8 malam aku harus ke Khalidiyah Mall untuk melihat secara langsung wajah Pak Jokowi di sana. Di dalam benakku berkata bahwa, siapa tau ada kesempatan nanti, maka keinginanku untuk berjabattangan dengan Pak Presiden bisa tersampaikan. Di Abu Dhabi ini bertatap muka ataupun berjabattangan dengan pejabat Negara Indonesia bisa saja terjadi lebih mudah jika dibandingkan dengan di Indonesia. Di Indonesia untuk mendekati seorang Presiden ataupun melihat secara langsung seorang Presiden merupakan sesuatu yang hampir tidak terpikirkan, terkecuali hidup di Jakarta. Di sini siapa tau, demikian pikiranku melanjutkan angan-anganku.

Istriku sejak kemarin malam sudah memintaku agar aku jangan pulang kantor terlambat lebih dari pukul 6 sore, karena rencana berangkat ke Khalidiyah Mall pukul 6 sore agar tidak kemalaman sampai di Mall nantinya mengingat perjalanan dari tempat tinggalku ke Mall itu hampir memakan waktu lebih dari 45 menitan jika keadaan jalan tidak macet. Bahkan ada yang menganjurkan untuk menunggunya sejak pukul 6 sore di sana.

Sejak aku berangkat ke kantor hari ini berdua bersama putriku yang juga bekerja sekantor bersamaku, aku memberitaunya tentang permintaan ibunya semalam agar nanti jangan pulang sampai rumah lebih dari pukul 6 sore, putriku setuju bahkan dia meminta keluar kantor sebelum pukul 5 sore mengingat perjalanan dari kantor ke rumah terkadang sampai memakan waktu 45 menitan itu kalau agak macet, kalau lancar maksimum hanya 30 menitan saja. Aku pikir cukuplah jika begitu dan akupun menyetujuinya untuk pulang tidak lebih dari pukul 5 sore.

Seperti yang telah aku duga, awal minggu biasa kegiatanku di kantor cukup padat juga, hal ini hampir saja melupakan acara malam nanti bersama istriku untuk melihat Pak Jokowi di Khalidiyah Mall. Akan tetapi aku tidak juga bisa melupakan untuk itu, ketika jam menunjukkan pukul 3 sore aku betitahu puttiku agar pekerjaannya yang prioritas yang diselesaikan terlebih dahulu agar bisa pulang tepat waktu, dia kebetulan masih akan ada rapat yang akan dimulai pada pukul 3:30 sore nanti. Aku pikir rapatnya hanya setengah jam saja karena jam 4 sore biasanya orang di kantor sudah banyak yang pulang apabila masuk sejak pukul 8 pagi. Demikian apa yang putriku utarakan.

Hari ini kebetulan juga ada rekan kerja yang sedang membeli nasi mandi dan nasi kebuli untuk makan siang bagi seluruh 50an karyawan kantorku. Aku diundang untuk ikut menikmati makan siang bersama semua rekan kantorku yang lain juga. Perasaanku setengah malas untuk makan di kntor hari ini karena undangannya terlambat, undangan makan siang dimulai pukul 3. Sedangkan aku baru saja melakukan makan siangku yang sudah aku persiapkan sejak pagi tadi dari rumah sebelum ke kantor. Roti somon diisi saos tomat sama sosis, aku buat seperti biasanya sebanyak dua buah.

Aku sudah melupakan pemberitahuan makan siang bersama itu. Ketika aku sedang sibuk bekerja aku disusul oleh wanita sekertarisnya CEO untuk bergabung makan siang bersama. Aku pikir aku sudah memutuskan untuk tidak bergabung dengan rekanku yang lain, maka aku tetap saja meneruskan pekerjaanku dan bekerja. Pikiranku tiba-tiba merasa ada sesuatu yang kurang enak dengan undangan makan siang ini. Walaupun tadi mereka memulainya sudah sejak hampir sejam yang lalu aku pikir pasti mereka belum juga selesai.

Ketika jam sudah menunjukkan sekitar pukul 4 sore aku mencetak hasil kerjaku yang sudah aku selesaikan dan aku berpapasan dengan pelayan dapur kantor, aku dimintanya untik naik ke lantai 1 untuk makan siang dan menurutnya makanannya masih banyak. Dia mengatakan juga bahwa Kepala Bagian Operasi juga masih belum makan juga, jadi aku bisa menemaninya untuk itu. Setelah aku letakkan hasil cetakan kerjaku di atas meja kerjaku aku aegera menuju ke lantai 1 kantor untuk makan siang agar aku merasa lebih lega.

Aku lihat jam sudah menunjukkan hampir pukul setengah 5 sore ketika aku mulai memasukkan nasi kebuli yang aku campur dengan potongan kecil daging ayam panggang ke mulutku. Pelayan dapur menanyakan tentang putriku yang belum juga muncul untuk makan siang bersama. Aku katakan bahwa sejak sejam yang lalu dia ada rapat. Tiba-tiba HPku berdering dan aku lihat tulisan "Home" di tampilan layar HPku yang mengarartikan bahwa istriku sedang menelpunku dari rumah. Benar dugaanku dan dia menanyakan aku apakah sudah keluar kantor. Aku katakan bahwa aku masih belum keluar karena putriku masih rapat dan aku sedang menikmati makan siang dari rekanku di kantor. Suara istriku agak meninggj menanyakan rapat tentang apa putriku kok masih belum selesai. Aku jawab tidak tau karena aku memang tidak mengetahui tentang topik rapatnya.

Ketika aku baru saja menyelesaikan makanku putriku keluar dari salah satu ruangan salah seorang manajer lantai 1 kantor karena rapatnya sudah usai, lalu dia mengambil makanan yang masih tetsisa untuk makan siang yang sudah terlambat ini, demikian juga rekannya yang rapat bersamanya.

Aku mulai membereskan meja kantorku dengan mematikan laptop, memasukkannya ke dalam tas kerjaku untuk persiapan pulang. Jam sudah menunjukkan hampir pukul 5 sore ketika aku selesai membereskan meja kerjaku. Putriku aku lihat juga sudah siap untuk pulang juga dan aku segera menuju ke mobilku untuk aku hidupkan mesinnya agar ACnya menyala untuk mulai mendinginkan ruang mobil setelah lebih dari 8 jam aku jemur di pelataran parkir kantorku.

Jam di dashboard CRVku sudah menunjulkan pukul 5 lebih 5 menitan ketika mobilku mulai bergerak keluar dari tempat parkir kantor menuju ke rumah, berarti aku memiliki waktu yang cukup untuk sampai di rumah sebelum pukul 6 sore nanti. Aku baru teringat bahwa pada jam seperti ini biasanya jalan sudah padat bahkan terkadan bisa sampai macet, tetutama di Musaffah arah keluar dua perempatan sebelum terowongan jembatan Musaffah. Benat dugaanku, dari kejauhan setelah keluar dari belokan perempatan pertama dekat Al Jaber, di balik perempantan berikutnya aku lihat mobil-mobil bergerak lebih lambat. ini pertanda keadaan sedang macet.

Pikiran terasa gatal ketika mengingat pesan istriku agar jangan pulang lebih dari pukul 6 sore, gatal karena khawatir tidak bisa memenuhi target waktu yang ditentukan. Tapi aku akhirnya sadar bahwa lebih baik terlambat asal selamat, apalagi di sampingku aku membawa putriku. Dia juga terkadang mengingatkan aku agar tidak melajukan mobil dengan sembrono dikarenakan takut terlambat melihat President nanti. Setelah mobilku keluar dari Musaffah aku merasa lega kembali. Jalan berikutnya adalah jalan lurus melalui jalan ke Bandara Udara menuju rumahku. Tampa adanya suatu hambatan kemacetan lagi aku sampai di rumah sepuluh menit sebelum pukul 6 sore.

Puttiku sejak kmarin memang sudah tidak berminat ikut melihat President Negaranya, dia lebih memilih pergi sendiri dengan mobilnya sendirian ke Yas Mall. Bahkan dia keluar rumah terlebih dahulu sebelum aku dan istriku pergi, namun dia mengabari aku ketika sudah sampai di Yas Mall.

Aku Dan istriku baru keluar rumah sekitar setelah sepuluh menit lebih dari pukul 6 sore. Jalan menuju Abu Dhabi di sore ini cukup lancar juga. Aku coba mempertahankan kecepatan mobil antara 100 sampai dengan 110 kilometer per jamnya. Matahari berwarna keoranyean berada persis di arah depan mobilku dan terasa susah untuk aku hindari dari pandanganku. Dia sudah berada cukup mendekati ufuk barat tepat ditengah tengah kaca depan mobilku. Penutup kaca darurat tidak sampai menghalangi mataku untuk lari dari matahari walaupun kepalaku aku angkat setinggi mungkin. Lagu-lagu dari CD hasil rekaman di internet menemani aku dan istriku sampai di Khalidiyah Mall.

Ketika aku sampai di parkir bawah tanah Mall, panggilan sholat Maghrib berkumandang. Setelah aku keluar mobil di lantai parkir bawah tanah aku langsung menuju pintu Timur Mall. Tepat sebelum memasuki pintu utama bawah tanah aku bertemu teman Indonesiaku dengan tujuan yang sama. Lalu aku dan dia langsung menuju tempat sholat untuk sholat Maghrib, Dan istriku menuju ke tempat sholat wanita.

Keluar dari Musholla Mall aku lihat lantai dasar tempat dipajangnya beberapa  pameran lukisan kaligrafi Arab masih sepi dari pengunjung, ada orang tetapi dia wanita penjaga pameran. Dari atas tampak dominasi hiasan berwarna merah dan putih. Di sebelah kanannya beberapa orang sedang menikmati kue donat dari gerai donat, dan di sebelah kiri lantai pameran beberapa orang sedang menikmati minum dan makan dari kedai kopi berlambang warna putih dan hijau. Di sebelah kiri lantai 1 aku lihat seorang lelaki memakai kemeja batik coklat sedang ngobrol dengan seseorang yang memakai kaos berkerah. Ketika aku bertatap pandang dengan yang memakai kaos dia memberi aku senyum, lalu yang berbaju batik mengikutinya ketika melihatku. Aku yakin mereka tau bahwa aku orang Indonesia karena aku memakai kemeja batik juga.

Aku lalu turun ke lantai dasar ketika temanku keluar dari Musholla selesai sholat Maghrib. Di lantai dasar aku hanya melihat 2 orang Indonesia lagi, semua dari mereka adalah perempuan.

Aku lihat jam di tangan kiriku sudah menunjukkan pukul 7 lebih 5 menitan, tetapi hampir tidak ada pengunjung yang datang kecuali aku dan orang-orang yang aku sebutkan tadi. Di dalam hati aku bergumam sendiri, "jangan-jangan pengunjung orang Indonesia tidak banyak yang datang malam ini". Demikian keluhanku sambil membayangkan wajah rekan-rekan yang berdiskusi melalui WA tadi siang. "Ah.. masak sih, Pak Jokowi yang cukup populer di Timur Tengah karena ketika Pemilu Presiden hampir setahun yang lalu beliau menang suara di Abu Dhabi. Untuk itu tidak masuk akal apabila kunjungan beliau tidak disambut oleh masyarakat Abu Dhabi", demikian pikiranku melanjutkannya.

Walaupun harap-harap cemas akan kedatangan teman-temanku yang lain aku akan tetap saja tidak akan beranjak dari Mall ini sampai Pak Jokowi datang. Aku bukan karena memujanya akan tetapi kesempatan untuk melihat Presiden Indonesia secara langsung di Indonesia merupakan hal yang aku katakan sangat-sangat kecil kemungkinannya bagiku kalau tidak dikatakan mustahil. Untuk itu aku harus tetap menunggu saja.

Mencari "Sampur"

Sampur adalah selendang penari Jawa yang tentunya sedang ditonton banyak orang, dan apabila anda ketiban (kejatuhan) Sampur pada saat itu, maka itu artinya anda sedang diminta untuk menemani menari oleh Mbak Yu yang gemulai sedang ditonton banyak orang karena si Mbak Yu yang sedang menjadi bintang. Ketiban Sampur bisa jadi sesuatu yang menguntungkan apabila anda bisa menari dan memberi kepuasan penonton, atau menjadi malapetaka apabila tidak bisa. Yang aku maksud "Mencari Sampur" di sini mencari keberuntungan, kok bisa?.

Semakin lama-kedatangan orang-orang Indonesia semakin bertambah saja, dua orang yang berada di lantai satu tadi turun juga dan mengobrol denganku. Tidak seberapa lama lagi aku bertemu  seorang warga Britania Raya yang sudah lama aku kenal karena dulu ketika aku masih tinggal di Hamdan Street dia adalah tetanggaku, dan bekas istrinya (dia mengatakan sudah pisah dengan istrinya yang aku kenal) yang WNI merupakan teman istriku juga. Walaupun dia memakai setelan jas dia sendiri langsung belanja kebutuhan makanan sepulang dari kantor, "begitulah kalau tidak ada istri", keluhnya. Setelah mengobrol sekitar 10 menitan lalu dia pamitan untuk pulang.


Seorang teman lamaku yang tinggal tidak jauh dari Khalidiyah Mall juga datang, kali ini orang-orang Indonesia aku lihat sudah mulai banyak. Hampir seluruh dari mereka mengarahkan bidikan kamera mereka ke semua penjuru arena pameran kaligrafi di lantai dasar Mall. Arenanya seluas kira-kira 7x9 meter persegi dan dibatasi pembatas pagar darurat portable. Sementara di bagian pintu masuknya dibuat semacam kerangka pintu terbuat dari soft-board berwarna putih berpelipit pinggiran merah dan di tengahnya dengan tulisan hitam yang berbunyi, "Hearty Wellcome to His Excellency Joko Widodo Honourable President of Indonesia".

Hanya selang menitan ketika aku mengobrol dengan teman lamaku tiba-tiba datang sekelompok orang lelaki lokal berpakaian kondora putih masing-masing memegang tongkat rotan serta berselendang sabuk tempat pistol tanpa pistol berwarna keemasan. Mereka langsung membentuk satu barisan rapat sekitar 12 orang, dan 4 orang lagi berada di depan yang berbaris, barisan itu berada di sisi kiri antara pintu masuk Mall dan pintu masuk area pameran kaligrafi. Tiba-tiba musik khas UAE yang didominasi oleh seperti suara gendang dan bedug berkumandang dari pengeras suara (sound system) memekak di telingaku, campuran bunyi keyboards dan lagu dari penyanyi lelaki bersuara khas Khalijii memberikan dampak seakan kepala harus mengikuti iramanya, dan orang-orang lokal yang berbaris tadi memulai gerakan tarian tradisional mereka.

Semakin lama tariannya semakin mengasikkan saja.  Tarian ini nampaknya memang khusus diperuntukkan untuk menyambut kedatangan Pak Jokowi. Seiring dengan semakin asiknya tarian mengambil perhatian banyak orang, dan semakin banyak saja orang yang menonton, baik orang Indonesia taupun mereka yang bukan orang Indonesia.

Aku jadi memikirkan bahwa sebentar lagi pukul 8 malam, waktu kedatangan Pak Jokowi akan tiba. Lalu aku mulai memikirkan juga bagaimana caranya untuk menyapa Pak Jokowi ketika melintasi depan barisan para penari ini. Lalu aku putuskan bagaimana kalau aku ikut menari bersama mereka. Akan tetapi masalahnya aku harus mendapatkan tongkat rotan seperti mereka. Aku coba ke tempat pengendali pengeras suara di balik tembok depan lift kiri Mall. ku tengok sampai di bawah meja alat elektronik sound system ternyata tidak ada rotan yang aku temukan, mungkin mereka membawa jumlah pas sejumlah penarinya.

Aku lihat ada penari yang terkadang berhenti lalu bergabung lagi dan berhenti lagi. Kalau aku lihat dari tongkatnya, ukuran diameternya yang paling besar, dan aku menyangkanya pastilah dia pimpinan kelompok penari ini. Ketika dia berhenti aku coba meminta tongkat rotan yang dia pegang. Dia memberinya karena aku katakan aku ingin menari. Lalu aku menari bersama mereka.

Aku pikir pasti aku bisa mengikuti tarian khas UAE ini, irama musik dan gerakan dengan variasi yang tidak terlalu sulit aku pasti bisa melakukannya, dan hanya dalam waktu 5 menitan aku sudah bisa mengikuti gerakan-gerakan tarian Nasional UAE. Aku asyik sekali walaupun posisiku di sisi kiri paling luar paling dekat dengan pintu utama Mall. Desakan pengunjung yang menunggu kedatangan Pak Jokowi tidak aku perdulikan, aku terus bergerak mengikuti gerakan penari lain sambil menyesuaikan dengan irama musik Khalijii UAE ini. Walaupun salah satu speaker (salon)nya berjarak dua meteran dari telingaku aku tidak memperdulikannya, siapa tau nanti aku bisa menyapa Pak Jokowi ketika lewat di depanku. Masalahnya apakah beliau akan mendengar panggilanku karena suara musik dari salon di sebelahku cukup keras sekali.

Aku lihat beberapa orang sedang membidikku dengan kamera mereka ketika aku sedang bergerak mengikuti irama musik, aku tidak perdulikan mereka, aku teruskan asikku untuk menari. Jam tanganku sudah menunjukkan jam delapan lebih duapuluh menitan, dan dari bagian atas kepalaku sudah mulai keluar keringat, keringat karena gerakanku sudah cukup lama menari-nari ditambah suhu yang di pengaruh hawa dari luar Mall karena pintu otomatis selalu terbuka oleh gerakan orang yang ada di depan pintu sampai tiba-tiba aku dicolek dari belakangku oleh seseorang dengan suara seseorang berbahasa Arab sambil meminta tongkat yang sedang aku mainkan, dan ketika aku menoleh ke arahnya dialah si pemilik tongkat ingin menari kembali. Lalu aku serahkan tongkatnya dan drama tariku berhenti di sini.

Kini harapan untuk menyapa Pak Jokowi ketika melewati penari seakan sudah sirna. Lalu aku mencari tempat yang strategis lain untuk melaksanakan keinginanku, menyapa Presiden Indonesia dan meminta untuk bersalaman.

Aku lihat sebelah kiri barisan penari tempatku sudah diambil oleh penari yang aku pinjami tongkatnya, dan aku harus mencari tempat lain saja karena kalau aku tetap mendesak di situ tidak bagus juga apalagi ada beberapa orang wanita di situ. Lalu aku bergerak ke arah belakang, selain untuk mencari suhu ruang lebih dingin juga untuk melihat haluan adanya tempat tertentu agar aku bisa menyapa Pak Presiden nantinya. Di barisan ujung kanan para penari tepat di dekat pintu soft-board area pameran kaligrafi ada tempat agak longgar, biarlah aku coba di sana saja. Lalu aku dapati tempat yang tidak kalah strategis ketika aku menari di bagian kiri tadi, demikian pikiranku memantabkan aku sendiri.

Pikiranku jadi ragu apakah Pak Jokowi jadi datang atau tidak manakala aku melihat jam tanganku sudah menunjukkan pukul sembilan kurang limabelas menitan. Dua mobil bis mini sudah menurunkan penumpang mereka, dari pakaian mereka dengan setelah jas berwarna hita aku yakin mereka pasti bagian dari rombongan Pak Presiden.

Penari di sebelahku terus bergerak walaupun sambil menyeka wajahnya dengan tissu dari keringat yang keluar membasahi wajahnya. Aku bilang bahwa kedatangan tamunya kelihatannya akan terlambat sekali. Dia membalasnya dengan senyum sambil dia meneruskan tariannya. Entah sudah berapa lagu yang sudah diputar, yang jelas semua penari aku yakin pada berkeringat, akan tetapi itu tidak membuat gerakan mereka berkurang, malah sebaliknya mereka semakin asik saja.

Ada seorang yang cukup sibuk sendirian, dia selalu mondar mandir dan keluar masuk Mall tempat orang-orang berkerumun. Lelaki berwajah Asia Selatan berkaos hitam dengan kerah selalu membidikkan alat seperti kamera genggam dengan moncong seperti teleskop kamera tetapi ukuran keseluruhannya lebih kecil dari kamera kebanyakan. Ketika dibidikkan akan keluar lampu kecil berwarna merah berkedip. Bidikannya seolah menyasar berurutan semacam mendeteksi sesuatu. Hanya  benakku mengatakan bahwa pasti itu bukan kamera, aku yakin itu adalah detektor untuk barang-barang berbahaya. Selesai membidik kerumunan pengunjung bagian dalam Mall lalu diteruskan ke luar Mall, dan kembali lagi ke dalam, begitu seterusnya.

Tepat  pada pukul 9 malam ada sekelompok orang berwajah tipikal wajah Asia Selatan dengan kulit tidak lebih terang dari warna kulitku keluar menuju ke depan pintu utama Mall. Aku yakin dari pakaian setelan jas hitam mereka ini adalah petinggi di Lulu Hyper Market ini. Ini menandakan bahwa Pak Presiden sudah segera akan tiba. Apalagi di belakang orang-orang itu diikuti oleh   4 wanita pelayan Lulu yang membawa karangan bunga.

Pengunjung yang dipagari oleh petugas keamanan Mall agar memberi ruang jalan untuk tamu yang ditunggu-tunggu tiba-tiba bergerak sejalan dengan pergerakan petugas keamanan yang nampaknya mengubah arah jalan tamu yang akan datang. Aku mulai sadar bahwa aku menduga para tamu tidak akan mengunjungi area pameran kaligrafi ini akan tetapi akan langsung menuju ke dalam Hyper Market Lulu. Dugaanku tidak salah, orang-orang sudah mulai tidak memperdulikan lagi gerakan para penari dan gemuruh suara musik kecuali memburu tempat terdepan yang baru dibentuk ke arah Lulu Hyper Market. Posisiku sekarang berada di tempat yang paling belakang bersama para penari.

Aku lihat samar-samar karena hiruk pikuk pengunjung dan anggota keamanan sebuah mobil sedan hitam sedang datang, aku yakin Pak Jokowi pasti sedang datang. Benar dugaanku, mungkin karena bertubuh tinggi, maka aku lihat bagian atas kepala beliau saja karena halangan para petugas dan pengunjung yang saling berdesakan. Dari bentuk rambutnya "piyak pinngir" memang itu Presiden Indonesia yang sedang ditunggu-tunggu.

Arah gerakannya diikuti oleh hampir semua orang yang menunggunya, termasuk juga aku. Aku tidak tau dimana istriku, sejak aku datang tadi aku dan dia tidak saling berdekatan, bahkan aku lihat dia tadi di seberangku sambil memegang HPku membidikkan kameranya seolah siap untuk menembak setiap sasaran yang diinginkan.

Nampaknya Pak Jokowi langsung digiring ke dalam Lulu Hyper Market, gerombolan orang yang mengikutinya tidak mungkin bisa aku tembus untuk mendekatinya, akan tetapi aku juga terus mengikuti gerombolan itu secepat mungkin walaupun terkadang aku harus terbentur kereta dorong belanja yang didorong orang yang sedang keluar Hyper Market berlawanan dengan arah gerakanku.

Pak Jokowi sudah mulai memasuki Hyper Market dari pintu Bagian Barat Hyper Market. Aku lihat gerombolan orang tiba-tiba berhenti di depan tumpukan makanan kaleng buatan Indonesia tidak jauh dari pintu masuk itu. Keadaan ini yang membuat aku pakai untuk menyalip agar aku bisa mendahului gerombolan. Tiba-tiba aku tertegun pada suatu dekorasi semacam joglo yang dihiasi kain tenun Batik Luar Jawa buatan Indonesia. Pikiranku mengatakan bahwa pasti Pak Jokowi akan melintasi bagian ini, lalu aku menuju ke arah joglo itu. Ketika aku berhenti di depan joglo dekat dengan setinggi lutut tumpukan makanan kaleng lainnya seorang anggota keamanan memintaku untuk pergi. Lalu aku menjauh dan berpikir, tidak mungkin bisa mendekati Pak Presiden karena faktor keamanan. Ternyata benar beliau melewati hiasan joglo yang ingin aku tempati tadi. "Oh...hilang kesempatanku tadi".

Iring-iringan terus bergerak, kini berbelok kiri setelah lima belasan meter dari pintu masuk tadi. Orang-orang saling berdesakan untuk bisa mendekati Pak Jokowi yang terus berjalan. Namun ketatnya barisan anggota pengaman, para pengunjung tidak bisa mendekati Pak Jokowi.

Gerombolat teris bergerak, kini orang-orang juga terus berjalan sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya. Aku lihat Pak Jokowi menjulurkan tangan kanannya ke arah samping atas kepala orang-orang yang mengelilinginya seolah-olah ingin menyalami orang-orang yang mengangkat tangan ke arahnya. Aku langsung mendekat ke arah tangan beliau yang sedang diangkat dan hampir saja aku bisa menyentuhnya, lalu aku semakin jauh saja.

Nampaknya tujuannya ke arah pajangan buah-buahan dan sayur-mayur di bagian ujung sana. Aku segera bergegas dan kebetulan istriku tiba-tiba dari arah belakangku ada di dekatku, aku ajak dia agar bergerak lebih cepat ke arah tempat buah dan sayuran sana. Di perjalanan aku lihat beberapa kaleng biskuit jatuh dari rak tempatnya karena senggolan para pengunjung yang berdesakan, tidak ada yang memperdulikan termasuk juga aku, yang aku lakukan ketika kaleng-kaleng itu ada di depanku hanya aku sapu dengan kakiku ke arah bawah rak agar tidak kebentur orang-orang yang sedang bergerak dan berjejalan.

Benar, Pak Jokowi sepertinya berhenti di pajangan buah di bawah tenda sementara sana. Aku tidak memperdulikan apa yang terjadi karena aku memang susah untuk bisa memandang beliau secara langsung. Aku lalu mencari tempat dimana kira-kira beliau akan berjalan atau melewati tempat melihat pajangan ini berikutnya.

Tiba-tiba mataku tertatap pada aneka buah (nanas, mannga, apel dan lainnya) yang sudah dikupas dan dipotong kecil-kecil siap untuk dimakan. Semuanya ditempatkan di atas talam (piring metal bercat putih berdiameter sekitar setengah meteran) dan di sebelahnya ada tumpukan garpu keci terbuat dari stainless steel yang dibungkus tissu, semuanya diletakkan di atas meja setinggi dadaku yang terbungkus dengan kain serba putih. Pikiranku mengatakan bahwa Pak Jokowi pasti akan melewati tempat ini. Aku sapa dua wanita penjaga buah siap makan asal Philipina yang berseragam serba putih menanyakan bahwa, apakah aku bisa mencicipinya?. Mereka berdua tidak menolaknya walaupun aku tidak mengambilnya kecuali mengucapkan terimakasih karena tujuanku bukan untuk meminta buah siap makan itu kecuali aku ingin berdiri dekat dengan mereka. Lalu aku menanyakan kepada mereka bahwa, apakah Pak Presiden akan melewati tempat ini?. Mereka menjawab tidak tau lalu aku meyakinkan mereka bahwa beliau harus lewat sini.

Di sebelah kiri meja buah siap makan ada pajangan buah-buahan di atas meja setinggi lututku yang diberi dekorasi dengan ukiran pada mereka. Semangka diukir dengan lubang berliuk-liuk, nangka seperti disusun biji kuningnya saja membentuk bundar karena kulitnya terkelupas, demikian buah lainnya. Pepaya dibelah dari ujung sampai hampir putus di bagian tangkainya, dan tidak ketinggalan di sela-sela buah dipasang hiasan dari bunga-bunga aneka warna, semuanya  ditata di atas meja setinggi lututku. Aku lalu berpikir bahwa aku harus memposisikan diri seperti penjual buah-buah di atas meja ini, maka aku harus berdiri di balik meja buah hias, sehingga aku seperti sejajar dengan dua wanita Philipina penjaga buah siap makan sebelahku itu.

Aku memposisikan diri seperti yang aku rencanakan. Di sebelah kanan pajangan buah hias ada dua orang Indonesia, salah seorang adalah rekan yang sudah aku kenal lama. Mereka berdua membawa HP yang kameranya siap untuk mengambil gambar kapan saja. Lalu aku berkelakar, "Apabila nanti ketika aku berjabattangan dengan Pak Presiden ada yang mengambil gambarnya, hasilnya akan aku beli". Sambil tertawa rekanku memberi harga 3000 Dirham, lalu aku tertawa juga dengan mengatakan "Boleh" karena bersalaman dengan Pak Jokowi merupakan sesuatu yang kemungkinannya kecil, sehingga harga yang disebutkan oleh rekanku adalah harga berkelakar juga.

Gerombolan orang semakin bergerak ke arah buah pajangan di depanku. Di seberang jalan depan pajangan buah di hadapanku juga ada tumpukan makanan kering paketan lainnya, tetapi karena tumpukannya tinggi, maka tidak ada yang menungguinya.

Gerombolan semakin mendekati tempatku, akan tetapi ketika mereka semakin mendekat justru punggung para pihak keamanan yang menghadap ke arahku. Artinya Pak Jokowi berada di seberang jalan tempat aku berdiri menghadap ke arah tumpukan makanan paket. Aku lalu mulai memangilnya dengan mengatakan, "Pak...!,  kesini pak...!" berkali-kali aku panggil beliau dan orang-orang di sebelahku juga mengikuti suaraku dengan panggilan yang sama. Rupanya panggilan banyak orang itu terdengar oleh Pak Jokowi dan membuat Pak Jokowi melihat ke arah datangnya suara di sekitar pajangan di hadapanku, dan beliau menghampiri pajangan aneka buah hias yang berada di depanku.

Kini posisiku benar-benar saling berhadapan badan dan wajah dengan beliau. Sebagai pembuka sapaan menghindari keheningan lalu aku tawari beliau untuk mencicipi buah yang sudah siap makan yang berada di atas talam yang dijaga oleh 2 orang Philipina itu, walaupun aku tau bahwa tawaran seperti itu tidak diperkenankan mengingat keamanan seorang Kepala Negara. Beliau menjawab bahwa beliau sudah sering makan buah seprti itu bahkan lebih banyak variasinya. Tolakan halusnya itu aku dengarkan saja sambik isytriku memintaku untuk menerima HPnya guna mengambilkan gambar Pak Jokowi yang berada di hadapanku. Setelah aku ambil gambarnya sebanyak sekitar tiga kali sambil aku mengucapkan beberapa kata yang tidak aku ingat, lalu aku kembalikan HP istriku karena aku harus betul-betul terfokus melayani orang terbesar di Indonesia yang sedang berdiri di hadapanku ini.

Tanpa membuang waktu sebelum beliau berlalu aku meminta kepada beliau kalau aku boleh bersalaman dengan beliau. Alangkah bahagianya ketika aku melihat beliau memberiku jawaban senyum menandakan bahwa permintaanku sedang beliau terima. Tanpa diminta secara refleks lalu aku julurkan tanganku dan beliaupun menyambut tanganku dengan tetap tersenyum. Dan suara sorakan dari yang sedang mengerubuti Pak Jokowi di dekatku bersuara seakan bersamaan sambil menyebut namanya, "Jokowi" berkali-kali.

Aku seolah tidak percaya aku bisa menyalami seorang Kepala Negara yang sedang berada tepat di depanku. Aku dan beliau hanya terhalang bagian kaki saja dengan meja penuh buah hias dan bunga-bunga. Ketika aku pegang tangan beliau aku coba merasakannya, tangan beliau tidak sehangat senyum yang beliau berikan kepadaku, tangan yang lebih dingin dari tanganku, tangan sedingin yang tidak aku sangka. Lalu aku sambil memperhatikan tangan sampai wajah beliau dibenakku mengatakan, "Kok tidak ada kilatan lampu foto yang mengabadikan momen ini, ya?". Sambil aku ayunkan tangannya agar waktu salamanku lebih lama untuk memberikan kesempatan kepada (barangkali) tukang foto atau siapa saja agar aku difoto ketika sedang bersalaman dengan Pak Jokowi, lalu aku lepaskan setelah tangan beliau aku ayunan ke atas-bawah sebanyak paling tidak tiga kali. Setelah aku lepas lalu rekan di sebelahku sebanyak dua orang juga ikut bersalaman juga. Sebelum Pak Jokowi menyambut tangan-tangan lainnya tibai-tiba seorang penjaga keamanan berbaju hitam dengan telinga ditutupi speaker kecil dengan kabel putih berbentuk spiral yang mengarah ke dalam bajunya dari arah samping Pak Jokowi langsung memotong menuju ke depan Pak Jokowi. Pak Jokowi lalu melangkah mundur dan punggung keamanan itu yang aku hadapi. Orang itu membisikkan sesuatu kepada Pak Jokowi dan Pak Jokowi menjawabnya dengan beberapa anggukan saja, lalu Pak Jokowi berlalu dari depanku.

Aku sungguh tersanjung sendiri, didalam kerumunan banyak orang aku bisa bersalaman dengan Pak Jokowi, Kepala Negara Indonesia yang sedang melakukan peninjauan pameran di Khaliyah Mall. Aku bagaikan seorang pemenang malam itu. Rencana yang aku ambil tadi berjalan seperti yang aku inginkan. Secara tidak sadar aku angkat kedua tanganku sambil tertawa kegirangan ketika mendengar orang-orang yang mengenalku mulai mengucapkan keberuntunganku. 

Tak terasa gerombolan yang mengikuti Pak Jokowi sudah beranjak jauh dari aku yang masih merayakan kegembiraan, entahlah aku sudah tidak memperdulikan lagi kemana mereka bergerak. Itu bukan karena apa, barangkali karena aku sudah merasa puas bisa bersalaman dengan beliau. Tidak jauh dariku aku lihat rekanku yang aku kelakari tadi apabila berhasil mengambil gambarku dengan Pak jokowi akan aku beli hasilnya. Aku langsung seakan komplain terhadapnya mengapa ketika aku bersalaman tadi tidak ada yang mengambil gambarku. Dia bilang, kalau ada mau dibayar berapa?. Aku sungguh tidak percaya ketika dia menunjukkan hasil gambar ketika aku bersalaman dengan Pak Jokowi bagus sekali. Aku seolah merasa bersalah dengan kelakarku tadi lalu aku peluk dia seolah aku meminta maaf sambil aku ucapkan terima kasihku yang tak terhingga. Lalu dia mengirim gambar itu ke salah satu grup WA di abu Dhabi. Gambarku ia beri judul, "Inilah Bintang Malam Ini".

Aku terus berjalan mengikuti kemana istriku melangkahkan kakinya mengelilingi area pajangan makanan Indonesia. Ketika aku cium tanganku bekas berjbattangan dengan Pak Jokowi tadi tanganku beraroma wangi, entahlah apakah aroma itu pindahan dari tangan beliau atau tangan-tangan lain dari orang yang aku salami sebelumnya, atau dari tongkat rotan ketika aku pakai menari bersama penari Lokal tadi.

Perasaanku masih belum bisa pulih kembali seperti sediakala. Aku masih merasa seakan-akan berjalan di atas awan saja. Istriku terus mengambil gambar aneka makanan yang dipajang hampir semua di sekitah tempat sayur dan buah. Walaupun ada makanan yang ingin dibeli tetap saja tidak bisa membelinya karena makanan yang dipajang tidak diperi bandrol harga. Ketika aku tanyakan kepada para penjaganya mereka hanya mengataan, "Tidak tau".

Makan Malam di Dalam Hyper Market Lulu

Istriku terus saja berjalan mengelilingi hampir semua pajangan. Aku rasa tak satu tempat pajanganpun yang tertinggal atau terlewatkan. Lagi-lagi, walaupun ada yang ditaksir tetap saja tidak bisa dibeli, semua pajangan yang dilewati tidak memiliki bandrol layaknya barang-barang lain di Lulu Hyper Market.

Perjalanan berhenti agak lama ketika sampai pada dua tempat pajangan aneka masakan Padang. Tempat yang aku kenal biasanya selalu diisi dengan aneka masakan siap saji dari India sebelum adanya pameran ini. Keadaan perut sudah waktunya untuk diisi mebuat perasaan semakin tertarik saja melihat masakan dalam kaca yang siap disantap. Ketika ditanyakan kepada yang menjaga apakah bisa membeli, salah seorang mengatakan bahwa saat ini sedang dibuatkan bar code-nya, sehingga nanti bisa dibeli kalau sudah ada daftar harganya. Masakan itu menurut mereka adalah masakan yang sedianya dipersiapkan untuk Pasukan Pengawal Presiden. Ternyata mereka tidak jadi mampir di situ, untuk itu semua masakan masih utuh.


Ada udang panngang. ada ayam goreng, ada rendang daging agak kering, ada sambal hijau, ada kare ikan, ada juga kare kepala ikan kerapu. Ada balado daging, ada dadar jagung, ada sayur tumis dan lain sebagainya. Semuanya dipajang di dalam dua tempat yang masing-masing ditutupi dengan pembatas kaca, masing-masing memiliki 4 pintu kaca dorong di bagian belakangnya. Dimana tempat dua pajangan itu biasanya diisi dengan masakan India. Semua pelayannya adalah lelaki orang-orang Indonesia berseragam serba hitam yang datang langsung dari Jakarta khusus untuk memasak dan melayani masakan menu Padang ini. Semua dari mereka dikepalai oleh seorang lelaki berkulit kuning langsap menurutnya dialah yang menata semuanya.

Aku dan istriku senang karena sebentar lagi bisa menikmati aneka masakan Padang siap saji di Lulu Hyper Market, tidak seperti yang lalu-lalu selalu  diisi masakan India, masakan Timur Tengah, atau Swarma dari Turney. Akan tetapi apa yang dikatakan oleh salah satu penjaga dan tukang masak makanan Indonesia cukup mengejutkan aku. Dia mengatakan bahwa dalam tiga hari ini mereka akan memberi kursus kilat kepada tukang masak Lulu Hyper Market yang tentunya bukan orang Indonesia untuk tuga jenis masakan Indonesia, sehingga nantinya hanya akan dijual tiga jenis masakan Indonesia saja di sini.

Setelah beberapa menit berlalu salah seorang yang diharapkan membawa bar code datang. Lelaki gemuk berwajah Timur Tengah itu tidak tau-menau tentang bar code yang ditanyakan. Akan tetapi dia memiliki kuasa untuk memutuskan bahwa semua makanan itu bisa dibagikan secara gratis kepada pengunjung. Aku dan istriku langsung tanpa membuang kesempatan. Aku minta udang windu panggang berwarna kuning kunyit dan daging empal rendang bumbu khas masakan Padang yang dikeringkan. Demikian rekanku yang lain dan istrinya, dan juga para pengunjung yang lain mereka meminta sesuai selera mereka. Tanpa terasa aku sudah memakan masakan Padang gratis malam ini.

Semakin lama orang yang datang ingin menikmati masakan Padang gratis semakin banyak saja.
Makananku di dalam mangkok gabus putih di atas kepalan tangan kiriku sudah aku habisi. Kini aku melirik ke arah tempat pajangan satunya lagi. Sejak tadi aku menaksir kare ikan berwarna keputihan yang dipotong melintang badan ikan. Aku ajukan mangkok kosongku kepada pelayan berbaju putih. Aku tunjuk kare ikan yang aku inginkan. Mangkokku diisi dengan satu porong ikan bumbu kare ditambahi kuahmya. Lalu aku minta juga agar mangkokku diisi dengan nasi putih yang ada diujung kotak pajangan kaca. Setengah cidukan nasi putih saja aku bilang cukup. Dan di tanganku kini ada menu ikan kare dicampur nasi putih untuk tambahan makan malamku. Belum habis makanan aku santap, istriku meniripkan mangkoknya  yang masih ada sisa makannya karena harus mengambil air minum dari rak air jauh sebelum suapan akhir dari makanan yang sedang disantapnya, kebiasaan yang selalu ia lakukan apabila sedang menikmati makanan, harus ada air sebelum suapan terakhir.

Sebotol tengahan liter air aku dan istriku cukupkan untuk menemani makan malam ini. Tampa ragu lagi setelah sekitar 4 jam di Mall ini dalam keadaan rasa puas karena telah bersalaman dengan Pak Jokowi dan makan malam masakan Padang gratis aku harus kembali pulang. Jam tanganku sudah hampir menunjukkan pukul 11 malam. Aku coba mengirim WA ke putriku menanyakan apakah dia sudah ada di rumah. Dia mengatakan sudah. Aku kini lebih tenang karena dia sudah bisa membawa mobil sendiri walaupun jaraknya hanya sejauh dari rumah di Al Reef ke Yas Mall.

Selama perjalanan pulang perasaanku berangsur berkurang kegembiraanku dibandingkan tadi ketika masih di Mall. Istriku mengingatkanku bahwa tanpa foto dari rekanku mungkin peristiwa tadi tidak begitu berarti, jadi jangan terlalu gembira, justru berterimakasihlah kepada Tuhan, sehingga semuanya itu dapat terjadi.  Itu pesannya.

Suasana jalan pulang hampir tengah malam cukup lenggang. Kendaraanku lajunya seperti tanpa hambatan yang berarti. Biasanya lagu-lagu dari suara sound system mobilku aku menikmatinya, kini aku seolah tidak memperdulikannya lagi. walaupun biasanya aku menyukainya.  Aku coba memaksa untuk menikmatinya agar sedikit melupakan peristiwa tadi, pikiranku masih belum bisa menerimanya sampai aku tiba di rumah.

Sejak tadi setelah aku tau bahwa aku difoto, aku ingin memasang gambarku bersalaman dengan Pak Jokowi di dalam Face Book (FB)ku. Isteriku lalu membantunya. Latar belakang halaman muka yang tadinya kosong kini ada gambarku dan Pak Jokowi. Profile Picture yang tadinya bergambar foto halaman rumah di Madura, kini berganti dengan gambarnya Pak Jokowi dengan tangan menjulur ke depan. Maka kini halaman dan gambar FBku adalah fotoku sedang berjabattangan dengan Pak Jokowi.

Akhirnya

Kini yang ada hanyalah gambar dengan seseorang yang aku banggakan, dialah Presiden Indonesia Bapak Joko Widodo, seorang presiden yang ditunggu banyak orang tentang hasil kerja bersama timnya mengingat pengalamannya dalam membenahi Kota Solo dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya . Aku tau bahwa kesempatan seperti pengalamanku itu sangat jarang sekali bisa dialami oleh seseorang. Akan tetapi, suatu peristiwa merupakan sesuatu kejadian di masa yang lalu, dimana kejadian yang membanggakan seperti itu jangan sampai meracuni jiwaku, sehingga aku jadi terlena, apalagi sampai menyebabkan aku lupa daratan. Justru peristiwa yang membangkan selayaknya dipakai sebagai penambah semangat didalam memanfaatkan potensi diri di kehidupan ini, agar kehidupan khususnya bagi diriku dalam hal ini, akan dapat lebih (bisa lebih) baik dari yang sudah berlalu. Semoga!!!.

END.

Medio Abu Dhabi - 16/09/2015.