Wednesday, September 16, 2015

TANGAN KANAN PAK JOKOWI

Pendahuluan

Bisa dikatakan suatu keinginan umum dapat berselfie, berjabattangan, berbincang atau bergambar dengan seseorang yang memiliki pengaruh besar di kehidupan ini. Terlebih orang itu memiliki hubungan budaya, atau agama, atau suatu hubungan hirarki kepemimpinan. Yang penting, dia atau mereka tidak bertentangan dengan kaedah keyakinan hidupnya, atau bahkan hukum yang berlaku. Apabila bertentangan atau berseberangan, walaupun dengan seorang Presiden sekalipun, mungkin tidak sudi untuk menemuinya apalagi saling berselfie ataupun berjabattangan.

Aku rasa keinginanku tidak berlebihan apabila aku ingin melihat secara langsung, bertatap muka dengan Pak Jokowi, Presiden Indonesia setahun terakhir ini yang menurutku beliau benar-benar dengan cara beliau saat ini ingin dan sedang membenahi Negara Indonesia terutama membenahi fasilitas infrastruktur dan produksi pangan yang bisa dikatakan tertinggal dari negara-negara yang seumur dan sesubur Indonesia.

Pak Jokowi Ke Timur Tengah

Ketika aku pulang dari kantor, istriku mengabari aku bahwa Pak Jokowi akan ke Abu Dhabi. Dia sambil  asyik dengan tablet  tua berkaca touch creen retak-retak tapi masih bekerja dan tidak rewel mengabari bahwa President Indonesia itu rencananya akan mengunjungi Khalidiyah Mall, Abu Dhabi tiga hari lagi, akan tetapi kunjungannya pada malam hari sekitar pukul 8. Namun karena waktu dan padatnya acara mungkin beliau tidak mengadakan tatap muka dengan warga di UAE, sehingga bagi siapa saja yang ingin menemui beliau diminta untuk menunggu di Khalidiyah Mall, di mana beliau akan mengadakan kunjungan ke sana untuk meninjau pajangan produk makanan kering, aneka buah dan masakan Indonesia yang akan dijual di sana.

Di salah satu group WhatsApp (WA) ku ada seseorang rekan yang memposting gambar-gambar produk Indonesia yang diambil dari Toko Serba Ada Lulu Hyper Market di Khalidiyah Mall. Aku pikir ini klop dengan apa yang dikatakan istriku itu. Lalu aku tunjukkan kepada istriku gambar-gambar yang di posting oleh salah seorang rekanku itu, diapun keheranan dengan banyaknya aneka makanan kering seperti biskuit, mie instan serta bumbu segar dalam kemasan dan buah di mana biasanya susah untuk ditemui kecuali Indomie.

Sehari menjelang kunjungan Pak Jokowi, dua group WA sudah mulai ramai membahas topik kunjungan ini, padahal Pak Jokowi saat ini sedang berkunjung ke Saudi Arabia, Negara yang baru saja mengalami duka akibat jatuhnya mobil derek ke bagian bangunan Masjid Haram karena dorongan angin kencang ketika turun hujan beberapa hari yang lalu, dan mengakibatkan lebih dari seratus orang meninggal dunia, dan lebih dari duaratus orang terluka. Topiknya ada ajakan untuk bertemu langsung di Mall, ada yang membahas tentang kiprah kunjungan beliau di Timur Tengah ini, ada yang membahas keadaan Indonesia saat ini dibawah kepemimpinan beliau, dan ada juga lelucon yang berhubungan dengan rekan-rekan anggota WA. Aku sendiri sejak mendengar khabar ini dari istriku ingin ke Khalidiyah Mall melihat Pak President RI secara langsung di sana, demikian juga istriku. Namun ketika aku menawari putriku untuk ikut, dia menolaknya.

Khalidiyah Mall, Salah Satu Tempat Yang Dikunjungi Pak Jokowi

Hari ini adalah hari Minggu, tanggal 13 September, suhu pagi ketika aku keluar masjid dekat tempat tinggalku setelah sholat Subuh sudah terasa sejuk. Demikian juga kelembaban udaranya terasa rendah sekali, sehingga aku tidak mengeluarkan keringat walaupun aku dari Masjid ke tempat tinggalku berjalan sambil melakulan senam tangan setelah sholat Subuh tadi. Mungkin karena daerah tempat tinggalku hampir di tengah padang pasir di daerah Al Reef belakang Bandara Udara International Abu Dhabi.

Aku tau biasanya di awal minggu pekerjaan cukup banyak karena para pelanggan perusahaanku di hari Sabtu banyak yang buka untuk melakukan permintaan, sedangkan kantorku libur, pada hal malam ini sebelum pukul 8 malam aku harus ke Khalidiyah Mall untuk melihat secara langsung wajah Pak Jokowi di sana. Di dalam benakku berkata bahwa, siapa tau ada kesempatan nanti, maka keinginanku untuk berjabattangan dengan Pak Presiden bisa tersampaikan. Di Abu Dhabi ini bertatap muka ataupun berjabattangan dengan pejabat Negara Indonesia bisa saja terjadi lebih mudah jika dibandingkan dengan di Indonesia. Di Indonesia untuk mendekati seorang Presiden ataupun melihat secara langsung seorang Presiden merupakan sesuatu yang hampir tidak terpikirkan, terkecuali hidup di Jakarta. Di sini siapa tau, demikian pikiranku melanjutkan angan-anganku.

Istriku sejak kemarin malam sudah memintaku agar aku jangan pulang kantor terlambat lebih dari pukul 6 sore, karena rencana berangkat ke Khalidiyah Mall pukul 6 sore agar tidak kemalaman sampai di Mall nantinya mengingat perjalanan dari tempat tinggalku ke Mall itu hampir memakan waktu lebih dari 45 menitan jika keadaan jalan tidak macet. Bahkan ada yang menganjurkan untuk menunggunya sejak pukul 6 sore di sana.

Sejak aku berangkat ke kantor hari ini berdua bersama putriku yang juga bekerja sekantor bersamaku, aku memberitaunya tentang permintaan ibunya semalam agar nanti jangan pulang sampai rumah lebih dari pukul 6 sore, putriku setuju bahkan dia meminta keluar kantor sebelum pukul 5 sore mengingat perjalanan dari kantor ke rumah terkadang sampai memakan waktu 45 menitan itu kalau agak macet, kalau lancar maksimum hanya 30 menitan saja. Aku pikir cukuplah jika begitu dan akupun menyetujuinya untuk pulang tidak lebih dari pukul 5 sore.

Seperti yang telah aku duga, awal minggu biasa kegiatanku di kantor cukup padat juga, hal ini hampir saja melupakan acara malam nanti bersama istriku untuk melihat Pak Jokowi di Khalidiyah Mall. Akan tetapi aku tidak juga bisa melupakan untuk itu, ketika jam menunjukkan pukul 3 sore aku betitahu puttiku agar pekerjaannya yang prioritas yang diselesaikan terlebih dahulu agar bisa pulang tepat waktu, dia kebetulan masih akan ada rapat yang akan dimulai pada pukul 3:30 sore nanti. Aku pikir rapatnya hanya setengah jam saja karena jam 4 sore biasanya orang di kantor sudah banyak yang pulang apabila masuk sejak pukul 8 pagi. Demikian apa yang putriku utarakan.

Hari ini kebetulan juga ada rekan kerja yang sedang membeli nasi mandi dan nasi kebuli untuk makan siang bagi seluruh 50an karyawan kantorku. Aku diundang untuk ikut menikmati makan siang bersama semua rekan kantorku yang lain juga. Perasaanku setengah malas untuk makan di kntor hari ini karena undangannya terlambat, undangan makan siang dimulai pukul 3. Sedangkan aku baru saja melakukan makan siangku yang sudah aku persiapkan sejak pagi tadi dari rumah sebelum ke kantor. Roti somon diisi saos tomat sama sosis, aku buat seperti biasanya sebanyak dua buah.

Aku sudah melupakan pemberitahuan makan siang bersama itu. Ketika aku sedang sibuk bekerja aku disusul oleh wanita sekertarisnya CEO untuk bergabung makan siang bersama. Aku pikir aku sudah memutuskan untuk tidak bergabung dengan rekanku yang lain, maka aku tetap saja meneruskan pekerjaanku dan bekerja. Pikiranku tiba-tiba merasa ada sesuatu yang kurang enak dengan undangan makan siang ini. Walaupun tadi mereka memulainya sudah sejak hampir sejam yang lalu aku pikir pasti mereka belum juga selesai.

Ketika jam sudah menunjukkan sekitar pukul 4 sore aku mencetak hasil kerjaku yang sudah aku selesaikan dan aku berpapasan dengan pelayan dapur kantor, aku dimintanya untik naik ke lantai 1 untuk makan siang dan menurutnya makanannya masih banyak. Dia mengatakan juga bahwa Kepala Bagian Operasi juga masih belum makan juga, jadi aku bisa menemaninya untuk itu. Setelah aku letakkan hasil cetakan kerjaku di atas meja kerjaku aku aegera menuju ke lantai 1 kantor untuk makan siang agar aku merasa lebih lega.

Aku lihat jam sudah menunjukkan hampir pukul setengah 5 sore ketika aku mulai memasukkan nasi kebuli yang aku campur dengan potongan kecil daging ayam panggang ke mulutku. Pelayan dapur menanyakan tentang putriku yang belum juga muncul untuk makan siang bersama. Aku katakan bahwa sejak sejam yang lalu dia ada rapat. Tiba-tiba HPku berdering dan aku lihat tulisan "Home" di tampilan layar HPku yang mengarartikan bahwa istriku sedang menelpunku dari rumah. Benar dugaanku dan dia menanyakan aku apakah sudah keluar kantor. Aku katakan bahwa aku masih belum keluar karena putriku masih rapat dan aku sedang menikmati makan siang dari rekanku di kantor. Suara istriku agak meninggj menanyakan rapat tentang apa putriku kok masih belum selesai. Aku jawab tidak tau karena aku memang tidak mengetahui tentang topik rapatnya.

Ketika aku baru saja menyelesaikan makanku putriku keluar dari salah satu ruangan salah seorang manajer lantai 1 kantor karena rapatnya sudah usai, lalu dia mengambil makanan yang masih tetsisa untuk makan siang yang sudah terlambat ini, demikian juga rekannya yang rapat bersamanya.

Aku mulai membereskan meja kantorku dengan mematikan laptop, memasukkannya ke dalam tas kerjaku untuk persiapan pulang. Jam sudah menunjukkan hampir pukul 5 sore ketika aku selesai membereskan meja kerjaku. Putriku aku lihat juga sudah siap untuk pulang juga dan aku segera menuju ke mobilku untuk aku hidupkan mesinnya agar ACnya menyala untuk mulai mendinginkan ruang mobil setelah lebih dari 8 jam aku jemur di pelataran parkir kantorku.

Jam di dashboard CRVku sudah menunjulkan pukul 5 lebih 5 menitan ketika mobilku mulai bergerak keluar dari tempat parkir kantor menuju ke rumah, berarti aku memiliki waktu yang cukup untuk sampai di rumah sebelum pukul 6 sore nanti. Aku baru teringat bahwa pada jam seperti ini biasanya jalan sudah padat bahkan terkadan bisa sampai macet, tetutama di Musaffah arah keluar dua perempatan sebelum terowongan jembatan Musaffah. Benat dugaanku, dari kejauhan setelah keluar dari belokan perempatan pertama dekat Al Jaber, di balik perempantan berikutnya aku lihat mobil-mobil bergerak lebih lambat. ini pertanda keadaan sedang macet.

Pikiran terasa gatal ketika mengingat pesan istriku agar jangan pulang lebih dari pukul 6 sore, gatal karena khawatir tidak bisa memenuhi target waktu yang ditentukan. Tapi aku akhirnya sadar bahwa lebih baik terlambat asal selamat, apalagi di sampingku aku membawa putriku. Dia juga terkadang mengingatkan aku agar tidak melajukan mobil dengan sembrono dikarenakan takut terlambat melihat President nanti. Setelah mobilku keluar dari Musaffah aku merasa lega kembali. Jalan berikutnya adalah jalan lurus melalui jalan ke Bandara Udara menuju rumahku. Tampa adanya suatu hambatan kemacetan lagi aku sampai di rumah sepuluh menit sebelum pukul 6 sore.

Puttiku sejak kmarin memang sudah tidak berminat ikut melihat President Negaranya, dia lebih memilih pergi sendiri dengan mobilnya sendirian ke Yas Mall. Bahkan dia keluar rumah terlebih dahulu sebelum aku dan istriku pergi, namun dia mengabari aku ketika sudah sampai di Yas Mall.

Aku Dan istriku baru keluar rumah sekitar setelah sepuluh menit lebih dari pukul 6 sore. Jalan menuju Abu Dhabi di sore ini cukup lancar juga. Aku coba mempertahankan kecepatan mobil antara 100 sampai dengan 110 kilometer per jamnya. Matahari berwarna keoranyean berada persis di arah depan mobilku dan terasa susah untuk aku hindari dari pandanganku. Dia sudah berada cukup mendekati ufuk barat tepat ditengah tengah kaca depan mobilku. Penutup kaca darurat tidak sampai menghalangi mataku untuk lari dari matahari walaupun kepalaku aku angkat setinggi mungkin. Lagu-lagu dari CD hasil rekaman di internet menemani aku dan istriku sampai di Khalidiyah Mall.

Ketika aku sampai di parkir bawah tanah Mall, panggilan sholat Maghrib berkumandang. Setelah aku keluar mobil di lantai parkir bawah tanah aku langsung menuju pintu Timur Mall. Tepat sebelum memasuki pintu utama bawah tanah aku bertemu teman Indonesiaku dengan tujuan yang sama. Lalu aku dan dia langsung menuju tempat sholat untuk sholat Maghrib, Dan istriku menuju ke tempat sholat wanita.

Keluar dari Musholla Mall aku lihat lantai dasar tempat dipajangnya beberapa  pameran lukisan kaligrafi Arab masih sepi dari pengunjung, ada orang tetapi dia wanita penjaga pameran. Dari atas tampak dominasi hiasan berwarna merah dan putih. Di sebelah kanannya beberapa orang sedang menikmati kue donat dari gerai donat, dan di sebelah kiri lantai pameran beberapa orang sedang menikmati minum dan makan dari kedai kopi berlambang warna putih dan hijau. Di sebelah kiri lantai 1 aku lihat seorang lelaki memakai kemeja batik coklat sedang ngobrol dengan seseorang yang memakai kaos berkerah. Ketika aku bertatap pandang dengan yang memakai kaos dia memberi aku senyum, lalu yang berbaju batik mengikutinya ketika melihatku. Aku yakin mereka tau bahwa aku orang Indonesia karena aku memakai kemeja batik juga.

Aku lalu turun ke lantai dasar ketika temanku keluar dari Musholla selesai sholat Maghrib. Di lantai dasar aku hanya melihat 2 orang Indonesia lagi, semua dari mereka adalah perempuan.

Aku lihat jam di tangan kiriku sudah menunjukkan pukul 7 lebih 5 menitan, tetapi hampir tidak ada pengunjung yang datang kecuali aku dan orang-orang yang aku sebutkan tadi. Di dalam hati aku bergumam sendiri, "jangan-jangan pengunjung orang Indonesia tidak banyak yang datang malam ini". Demikian keluhanku sambil membayangkan wajah rekan-rekan yang berdiskusi melalui WA tadi siang. "Ah.. masak sih, Pak Jokowi yang cukup populer di Timur Tengah karena ketika Pemilu Presiden hampir setahun yang lalu beliau menang suara di Abu Dhabi. Untuk itu tidak masuk akal apabila kunjungan beliau tidak disambut oleh masyarakat Abu Dhabi", demikian pikiranku melanjutkannya.

Walaupun harap-harap cemas akan kedatangan teman-temanku yang lain aku akan tetap saja tidak akan beranjak dari Mall ini sampai Pak Jokowi datang. Aku bukan karena memujanya akan tetapi kesempatan untuk melihat Presiden Indonesia secara langsung di Indonesia merupakan hal yang aku katakan sangat-sangat kecil kemungkinannya bagiku kalau tidak dikatakan mustahil. Untuk itu aku harus tetap menunggu saja.

Mencari "Sampur"

Sampur adalah selendang penari Jawa yang tentunya sedang ditonton banyak orang, dan apabila anda ketiban (kejatuhan) Sampur pada saat itu, maka itu artinya anda sedang diminta untuk menemani menari oleh Mbak Yu yang gemulai sedang ditonton banyak orang karena si Mbak Yu yang sedang menjadi bintang. Ketiban Sampur bisa jadi sesuatu yang menguntungkan apabila anda bisa menari dan memberi kepuasan penonton, atau menjadi malapetaka apabila tidak bisa. Yang aku maksud "Mencari Sampur" di sini mencari keberuntungan, kok bisa?.

Semakin lama-kedatangan orang-orang Indonesia semakin bertambah saja, dua orang yang berada di lantai satu tadi turun juga dan mengobrol denganku. Tidak seberapa lama lagi aku bertemu  seorang warga Britania Raya yang sudah lama aku kenal karena dulu ketika aku masih tinggal di Hamdan Street dia adalah tetanggaku, dan bekas istrinya (dia mengatakan sudah pisah dengan istrinya yang aku kenal) yang WNI merupakan teman istriku juga. Walaupun dia memakai setelan jas dia sendiri langsung belanja kebutuhan makanan sepulang dari kantor, "begitulah kalau tidak ada istri", keluhnya. Setelah mengobrol sekitar 10 menitan lalu dia pamitan untuk pulang.


Seorang teman lamaku yang tinggal tidak jauh dari Khalidiyah Mall juga datang, kali ini orang-orang Indonesia aku lihat sudah mulai banyak. Hampir seluruh dari mereka mengarahkan bidikan kamera mereka ke semua penjuru arena pameran kaligrafi di lantai dasar Mall. Arenanya seluas kira-kira 7x9 meter persegi dan dibatasi pembatas pagar darurat portable. Sementara di bagian pintu masuknya dibuat semacam kerangka pintu terbuat dari soft-board berwarna putih berpelipit pinggiran merah dan di tengahnya dengan tulisan hitam yang berbunyi, "Hearty Wellcome to His Excellency Joko Widodo Honourable President of Indonesia".

Hanya selang menitan ketika aku mengobrol dengan teman lamaku tiba-tiba datang sekelompok orang lelaki lokal berpakaian kondora putih masing-masing memegang tongkat rotan serta berselendang sabuk tempat pistol tanpa pistol berwarna keemasan. Mereka langsung membentuk satu barisan rapat sekitar 12 orang, dan 4 orang lagi berada di depan yang berbaris, barisan itu berada di sisi kiri antara pintu masuk Mall dan pintu masuk area pameran kaligrafi. Tiba-tiba musik khas UAE yang didominasi oleh seperti suara gendang dan bedug berkumandang dari pengeras suara (sound system) memekak di telingaku, campuran bunyi keyboards dan lagu dari penyanyi lelaki bersuara khas Khalijii memberikan dampak seakan kepala harus mengikuti iramanya, dan orang-orang lokal yang berbaris tadi memulai gerakan tarian tradisional mereka.

Semakin lama tariannya semakin mengasikkan saja.  Tarian ini nampaknya memang khusus diperuntukkan untuk menyambut kedatangan Pak Jokowi. Seiring dengan semakin asiknya tarian mengambil perhatian banyak orang, dan semakin banyak saja orang yang menonton, baik orang Indonesia taupun mereka yang bukan orang Indonesia.

Aku jadi memikirkan bahwa sebentar lagi pukul 8 malam, waktu kedatangan Pak Jokowi akan tiba. Lalu aku mulai memikirkan juga bagaimana caranya untuk menyapa Pak Jokowi ketika melintasi depan barisan para penari ini. Lalu aku putuskan bagaimana kalau aku ikut menari bersama mereka. Akan tetapi masalahnya aku harus mendapatkan tongkat rotan seperti mereka. Aku coba ke tempat pengendali pengeras suara di balik tembok depan lift kiri Mall. ku tengok sampai di bawah meja alat elektronik sound system ternyata tidak ada rotan yang aku temukan, mungkin mereka membawa jumlah pas sejumlah penarinya.

Aku lihat ada penari yang terkadang berhenti lalu bergabung lagi dan berhenti lagi. Kalau aku lihat dari tongkatnya, ukuran diameternya yang paling besar, dan aku menyangkanya pastilah dia pimpinan kelompok penari ini. Ketika dia berhenti aku coba meminta tongkat rotan yang dia pegang. Dia memberinya karena aku katakan aku ingin menari. Lalu aku menari bersama mereka.

Aku pikir pasti aku bisa mengikuti tarian khas UAE ini, irama musik dan gerakan dengan variasi yang tidak terlalu sulit aku pasti bisa melakukannya, dan hanya dalam waktu 5 menitan aku sudah bisa mengikuti gerakan-gerakan tarian Nasional UAE. Aku asyik sekali walaupun posisiku di sisi kiri paling luar paling dekat dengan pintu utama Mall. Desakan pengunjung yang menunggu kedatangan Pak Jokowi tidak aku perdulikan, aku terus bergerak mengikuti gerakan penari lain sambil menyesuaikan dengan irama musik Khalijii UAE ini. Walaupun salah satu speaker (salon)nya berjarak dua meteran dari telingaku aku tidak memperdulikannya, siapa tau nanti aku bisa menyapa Pak Jokowi ketika lewat di depanku. Masalahnya apakah beliau akan mendengar panggilanku karena suara musik dari salon di sebelahku cukup keras sekali.

Aku lihat beberapa orang sedang membidikku dengan kamera mereka ketika aku sedang bergerak mengikuti irama musik, aku tidak perdulikan mereka, aku teruskan asikku untuk menari. Jam tanganku sudah menunjukkan jam delapan lebih duapuluh menitan, dan dari bagian atas kepalaku sudah mulai keluar keringat, keringat karena gerakanku sudah cukup lama menari-nari ditambah suhu yang di pengaruh hawa dari luar Mall karena pintu otomatis selalu terbuka oleh gerakan orang yang ada di depan pintu sampai tiba-tiba aku dicolek dari belakangku oleh seseorang dengan suara seseorang berbahasa Arab sambil meminta tongkat yang sedang aku mainkan, dan ketika aku menoleh ke arahnya dialah si pemilik tongkat ingin menari kembali. Lalu aku serahkan tongkatnya dan drama tariku berhenti di sini.

Kini harapan untuk menyapa Pak Jokowi ketika melewati penari seakan sudah sirna. Lalu aku mencari tempat yang strategis lain untuk melaksanakan keinginanku, menyapa Presiden Indonesia dan meminta untuk bersalaman.

Aku lihat sebelah kiri barisan penari tempatku sudah diambil oleh penari yang aku pinjami tongkatnya, dan aku harus mencari tempat lain saja karena kalau aku tetap mendesak di situ tidak bagus juga apalagi ada beberapa orang wanita di situ. Lalu aku bergerak ke arah belakang, selain untuk mencari suhu ruang lebih dingin juga untuk melihat haluan adanya tempat tertentu agar aku bisa menyapa Pak Presiden nantinya. Di barisan ujung kanan para penari tepat di dekat pintu soft-board area pameran kaligrafi ada tempat agak longgar, biarlah aku coba di sana saja. Lalu aku dapati tempat yang tidak kalah strategis ketika aku menari di bagian kiri tadi, demikian pikiranku memantabkan aku sendiri.

Pikiranku jadi ragu apakah Pak Jokowi jadi datang atau tidak manakala aku melihat jam tanganku sudah menunjukkan pukul sembilan kurang limabelas menitan. Dua mobil bis mini sudah menurunkan penumpang mereka, dari pakaian mereka dengan setelah jas berwarna hita aku yakin mereka pasti bagian dari rombongan Pak Presiden.

Penari di sebelahku terus bergerak walaupun sambil menyeka wajahnya dengan tissu dari keringat yang keluar membasahi wajahnya. Aku bilang bahwa kedatangan tamunya kelihatannya akan terlambat sekali. Dia membalasnya dengan senyum sambil dia meneruskan tariannya. Entah sudah berapa lagu yang sudah diputar, yang jelas semua penari aku yakin pada berkeringat, akan tetapi itu tidak membuat gerakan mereka berkurang, malah sebaliknya mereka semakin asik saja.

Ada seorang yang cukup sibuk sendirian, dia selalu mondar mandir dan keluar masuk Mall tempat orang-orang berkerumun. Lelaki berwajah Asia Selatan berkaos hitam dengan kerah selalu membidikkan alat seperti kamera genggam dengan moncong seperti teleskop kamera tetapi ukuran keseluruhannya lebih kecil dari kamera kebanyakan. Ketika dibidikkan akan keluar lampu kecil berwarna merah berkedip. Bidikannya seolah menyasar berurutan semacam mendeteksi sesuatu. Hanya  benakku mengatakan bahwa pasti itu bukan kamera, aku yakin itu adalah detektor untuk barang-barang berbahaya. Selesai membidik kerumunan pengunjung bagian dalam Mall lalu diteruskan ke luar Mall, dan kembali lagi ke dalam, begitu seterusnya.

Tepat  pada pukul 9 malam ada sekelompok orang berwajah tipikal wajah Asia Selatan dengan kulit tidak lebih terang dari warna kulitku keluar menuju ke depan pintu utama Mall. Aku yakin dari pakaian setelan jas hitam mereka ini adalah petinggi di Lulu Hyper Market ini. Ini menandakan bahwa Pak Presiden sudah segera akan tiba. Apalagi di belakang orang-orang itu diikuti oleh   4 wanita pelayan Lulu yang membawa karangan bunga.

Pengunjung yang dipagari oleh petugas keamanan Mall agar memberi ruang jalan untuk tamu yang ditunggu-tunggu tiba-tiba bergerak sejalan dengan pergerakan petugas keamanan yang nampaknya mengubah arah jalan tamu yang akan datang. Aku mulai sadar bahwa aku menduga para tamu tidak akan mengunjungi area pameran kaligrafi ini akan tetapi akan langsung menuju ke dalam Hyper Market Lulu. Dugaanku tidak salah, orang-orang sudah mulai tidak memperdulikan lagi gerakan para penari dan gemuruh suara musik kecuali memburu tempat terdepan yang baru dibentuk ke arah Lulu Hyper Market. Posisiku sekarang berada di tempat yang paling belakang bersama para penari.

Aku lihat samar-samar karena hiruk pikuk pengunjung dan anggota keamanan sebuah mobil sedan hitam sedang datang, aku yakin Pak Jokowi pasti sedang datang. Benar dugaanku, mungkin karena bertubuh tinggi, maka aku lihat bagian atas kepala beliau saja karena halangan para petugas dan pengunjung yang saling berdesakan. Dari bentuk rambutnya "piyak pinngir" memang itu Presiden Indonesia yang sedang ditunggu-tunggu.

Arah gerakannya diikuti oleh hampir semua orang yang menunggunya, termasuk juga aku. Aku tidak tau dimana istriku, sejak aku datang tadi aku dan dia tidak saling berdekatan, bahkan aku lihat dia tadi di seberangku sambil memegang HPku membidikkan kameranya seolah siap untuk menembak setiap sasaran yang diinginkan.

Nampaknya Pak Jokowi langsung digiring ke dalam Lulu Hyper Market, gerombolan orang yang mengikutinya tidak mungkin bisa aku tembus untuk mendekatinya, akan tetapi aku juga terus mengikuti gerombolan itu secepat mungkin walaupun terkadang aku harus terbentur kereta dorong belanja yang didorong orang yang sedang keluar Hyper Market berlawanan dengan arah gerakanku.

Pak Jokowi sudah mulai memasuki Hyper Market dari pintu Bagian Barat Hyper Market. Aku lihat gerombolan orang tiba-tiba berhenti di depan tumpukan makanan kaleng buatan Indonesia tidak jauh dari pintu masuk itu. Keadaan ini yang membuat aku pakai untuk menyalip agar aku bisa mendahului gerombolan. Tiba-tiba aku tertegun pada suatu dekorasi semacam joglo yang dihiasi kain tenun Batik Luar Jawa buatan Indonesia. Pikiranku mengatakan bahwa pasti Pak Jokowi akan melintasi bagian ini, lalu aku menuju ke arah joglo itu. Ketika aku berhenti di depan joglo dekat dengan setinggi lutut tumpukan makanan kaleng lainnya seorang anggota keamanan memintaku untuk pergi. Lalu aku menjauh dan berpikir, tidak mungkin bisa mendekati Pak Presiden karena faktor keamanan. Ternyata benar beliau melewati hiasan joglo yang ingin aku tempati tadi. "Oh...hilang kesempatanku tadi".

Iring-iringan terus bergerak, kini berbelok kiri setelah lima belasan meter dari pintu masuk tadi. Orang-orang saling berdesakan untuk bisa mendekati Pak Jokowi yang terus berjalan. Namun ketatnya barisan anggota pengaman, para pengunjung tidak bisa mendekati Pak Jokowi.

Gerombolat teris bergerak, kini orang-orang juga terus berjalan sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya. Aku lihat Pak Jokowi menjulurkan tangan kanannya ke arah samping atas kepala orang-orang yang mengelilinginya seolah-olah ingin menyalami orang-orang yang mengangkat tangan ke arahnya. Aku langsung mendekat ke arah tangan beliau yang sedang diangkat dan hampir saja aku bisa menyentuhnya, lalu aku semakin jauh saja.

Nampaknya tujuannya ke arah pajangan buah-buahan dan sayur-mayur di bagian ujung sana. Aku segera bergegas dan kebetulan istriku tiba-tiba dari arah belakangku ada di dekatku, aku ajak dia agar bergerak lebih cepat ke arah tempat buah dan sayuran sana. Di perjalanan aku lihat beberapa kaleng biskuit jatuh dari rak tempatnya karena senggolan para pengunjung yang berdesakan, tidak ada yang memperdulikan termasuk juga aku, yang aku lakukan ketika kaleng-kaleng itu ada di depanku hanya aku sapu dengan kakiku ke arah bawah rak agar tidak kebentur orang-orang yang sedang bergerak dan berjejalan.

Benar, Pak Jokowi sepertinya berhenti di pajangan buah di bawah tenda sementara sana. Aku tidak memperdulikan apa yang terjadi karena aku memang susah untuk bisa memandang beliau secara langsung. Aku lalu mencari tempat dimana kira-kira beliau akan berjalan atau melewati tempat melihat pajangan ini berikutnya.

Tiba-tiba mataku tertatap pada aneka buah (nanas, mannga, apel dan lainnya) yang sudah dikupas dan dipotong kecil-kecil siap untuk dimakan. Semuanya ditempatkan di atas talam (piring metal bercat putih berdiameter sekitar setengah meteran) dan di sebelahnya ada tumpukan garpu keci terbuat dari stainless steel yang dibungkus tissu, semuanya diletakkan di atas meja setinggi dadaku yang terbungkus dengan kain serba putih. Pikiranku mengatakan bahwa Pak Jokowi pasti akan melewati tempat ini. Aku sapa dua wanita penjaga buah siap makan asal Philipina yang berseragam serba putih menanyakan bahwa, apakah aku bisa mencicipinya?. Mereka berdua tidak menolaknya walaupun aku tidak mengambilnya kecuali mengucapkan terimakasih karena tujuanku bukan untuk meminta buah siap makan itu kecuali aku ingin berdiri dekat dengan mereka. Lalu aku menanyakan kepada mereka bahwa, apakah Pak Presiden akan melewati tempat ini?. Mereka menjawab tidak tau lalu aku meyakinkan mereka bahwa beliau harus lewat sini.

Di sebelah kiri meja buah siap makan ada pajangan buah-buahan di atas meja setinggi lututku yang diberi dekorasi dengan ukiran pada mereka. Semangka diukir dengan lubang berliuk-liuk, nangka seperti disusun biji kuningnya saja membentuk bundar karena kulitnya terkelupas, demikian buah lainnya. Pepaya dibelah dari ujung sampai hampir putus di bagian tangkainya, dan tidak ketinggalan di sela-sela buah dipasang hiasan dari bunga-bunga aneka warna, semuanya  ditata di atas meja setinggi lututku. Aku lalu berpikir bahwa aku harus memposisikan diri seperti penjual buah-buah di atas meja ini, maka aku harus berdiri di balik meja buah hias, sehingga aku seperti sejajar dengan dua wanita Philipina penjaga buah siap makan sebelahku itu.

Aku memposisikan diri seperti yang aku rencanakan. Di sebelah kanan pajangan buah hias ada dua orang Indonesia, salah seorang adalah rekan yang sudah aku kenal lama. Mereka berdua membawa HP yang kameranya siap untuk mengambil gambar kapan saja. Lalu aku berkelakar, "Apabila nanti ketika aku berjabattangan dengan Pak Presiden ada yang mengambil gambarnya, hasilnya akan aku beli". Sambil tertawa rekanku memberi harga 3000 Dirham, lalu aku tertawa juga dengan mengatakan "Boleh" karena bersalaman dengan Pak Jokowi merupakan sesuatu yang kemungkinannya kecil, sehingga harga yang disebutkan oleh rekanku adalah harga berkelakar juga.

Gerombolan orang semakin bergerak ke arah buah pajangan di depanku. Di seberang jalan depan pajangan buah di hadapanku juga ada tumpukan makanan kering paketan lainnya, tetapi karena tumpukannya tinggi, maka tidak ada yang menungguinya.

Gerombolan semakin mendekati tempatku, akan tetapi ketika mereka semakin mendekat justru punggung para pihak keamanan yang menghadap ke arahku. Artinya Pak Jokowi berada di seberang jalan tempat aku berdiri menghadap ke arah tumpukan makanan paket. Aku lalu mulai memangilnya dengan mengatakan, "Pak...!,  kesini pak...!" berkali-kali aku panggil beliau dan orang-orang di sebelahku juga mengikuti suaraku dengan panggilan yang sama. Rupanya panggilan banyak orang itu terdengar oleh Pak Jokowi dan membuat Pak Jokowi melihat ke arah datangnya suara di sekitar pajangan di hadapanku, dan beliau menghampiri pajangan aneka buah hias yang berada di depanku.

Kini posisiku benar-benar saling berhadapan badan dan wajah dengan beliau. Sebagai pembuka sapaan menghindari keheningan lalu aku tawari beliau untuk mencicipi buah yang sudah siap makan yang berada di atas talam yang dijaga oleh 2 orang Philipina itu, walaupun aku tau bahwa tawaran seperti itu tidak diperkenankan mengingat keamanan seorang Kepala Negara. Beliau menjawab bahwa beliau sudah sering makan buah seprti itu bahkan lebih banyak variasinya. Tolakan halusnya itu aku dengarkan saja sambik isytriku memintaku untuk menerima HPnya guna mengambilkan gambar Pak Jokowi yang berada di hadapanku. Setelah aku ambil gambarnya sebanyak sekitar tiga kali sambil aku mengucapkan beberapa kata yang tidak aku ingat, lalu aku kembalikan HP istriku karena aku harus betul-betul terfokus melayani orang terbesar di Indonesia yang sedang berdiri di hadapanku ini.

Tanpa membuang waktu sebelum beliau berlalu aku meminta kepada beliau kalau aku boleh bersalaman dengan beliau. Alangkah bahagianya ketika aku melihat beliau memberiku jawaban senyum menandakan bahwa permintaanku sedang beliau terima. Tanpa diminta secara refleks lalu aku julurkan tanganku dan beliaupun menyambut tanganku dengan tetap tersenyum. Dan suara sorakan dari yang sedang mengerubuti Pak Jokowi di dekatku bersuara seakan bersamaan sambil menyebut namanya, "Jokowi" berkali-kali.

Aku seolah tidak percaya aku bisa menyalami seorang Kepala Negara yang sedang berada tepat di depanku. Aku dan beliau hanya terhalang bagian kaki saja dengan meja penuh buah hias dan bunga-bunga. Ketika aku pegang tangan beliau aku coba merasakannya, tangan beliau tidak sehangat senyum yang beliau berikan kepadaku, tangan yang lebih dingin dari tanganku, tangan sedingin yang tidak aku sangka. Lalu aku sambil memperhatikan tangan sampai wajah beliau dibenakku mengatakan, "Kok tidak ada kilatan lampu foto yang mengabadikan momen ini, ya?". Sambil aku ayunkan tangannya agar waktu salamanku lebih lama untuk memberikan kesempatan kepada (barangkali) tukang foto atau siapa saja agar aku difoto ketika sedang bersalaman dengan Pak Jokowi, lalu aku lepaskan setelah tangan beliau aku ayunan ke atas-bawah sebanyak paling tidak tiga kali. Setelah aku lepas lalu rekan di sebelahku sebanyak dua orang juga ikut bersalaman juga. Sebelum Pak Jokowi menyambut tangan-tangan lainnya tibai-tiba seorang penjaga keamanan berbaju hitam dengan telinga ditutupi speaker kecil dengan kabel putih berbentuk spiral yang mengarah ke dalam bajunya dari arah samping Pak Jokowi langsung memotong menuju ke depan Pak Jokowi. Pak Jokowi lalu melangkah mundur dan punggung keamanan itu yang aku hadapi. Orang itu membisikkan sesuatu kepada Pak Jokowi dan Pak Jokowi menjawabnya dengan beberapa anggukan saja, lalu Pak Jokowi berlalu dari depanku.

Aku sungguh tersanjung sendiri, didalam kerumunan banyak orang aku bisa bersalaman dengan Pak Jokowi, Kepala Negara Indonesia yang sedang melakukan peninjauan pameran di Khaliyah Mall. Aku bagaikan seorang pemenang malam itu. Rencana yang aku ambil tadi berjalan seperti yang aku inginkan. Secara tidak sadar aku angkat kedua tanganku sambil tertawa kegirangan ketika mendengar orang-orang yang mengenalku mulai mengucapkan keberuntunganku. 

Tak terasa gerombolan yang mengikuti Pak Jokowi sudah beranjak jauh dari aku yang masih merayakan kegembiraan, entahlah aku sudah tidak memperdulikan lagi kemana mereka bergerak. Itu bukan karena apa, barangkali karena aku sudah merasa puas bisa bersalaman dengan beliau. Tidak jauh dariku aku lihat rekanku yang aku kelakari tadi apabila berhasil mengambil gambarku dengan Pak jokowi akan aku beli hasilnya. Aku langsung seakan komplain terhadapnya mengapa ketika aku bersalaman tadi tidak ada yang mengambil gambarku. Dia bilang, kalau ada mau dibayar berapa?. Aku sungguh tidak percaya ketika dia menunjukkan hasil gambar ketika aku bersalaman dengan Pak Jokowi bagus sekali. Aku seolah merasa bersalah dengan kelakarku tadi lalu aku peluk dia seolah aku meminta maaf sambil aku ucapkan terima kasihku yang tak terhingga. Lalu dia mengirim gambar itu ke salah satu grup WA di abu Dhabi. Gambarku ia beri judul, "Inilah Bintang Malam Ini".

Aku terus berjalan mengikuti kemana istriku melangkahkan kakinya mengelilingi area pajangan makanan Indonesia. Ketika aku cium tanganku bekas berjbattangan dengan Pak Jokowi tadi tanganku beraroma wangi, entahlah apakah aroma itu pindahan dari tangan beliau atau tangan-tangan lain dari orang yang aku salami sebelumnya, atau dari tongkat rotan ketika aku pakai menari bersama penari Lokal tadi.

Perasaanku masih belum bisa pulih kembali seperti sediakala. Aku masih merasa seakan-akan berjalan di atas awan saja. Istriku terus mengambil gambar aneka makanan yang dipajang hampir semua di sekitah tempat sayur dan buah. Walaupun ada makanan yang ingin dibeli tetap saja tidak bisa membelinya karena makanan yang dipajang tidak diperi bandrol harga. Ketika aku tanyakan kepada para penjaganya mereka hanya mengataan, "Tidak tau".

Makan Malam di Dalam Hyper Market Lulu

Istriku terus saja berjalan mengelilingi hampir semua pajangan. Aku rasa tak satu tempat pajanganpun yang tertinggal atau terlewatkan. Lagi-lagi, walaupun ada yang ditaksir tetap saja tidak bisa dibeli, semua pajangan yang dilewati tidak memiliki bandrol layaknya barang-barang lain di Lulu Hyper Market.

Perjalanan berhenti agak lama ketika sampai pada dua tempat pajangan aneka masakan Padang. Tempat yang aku kenal biasanya selalu diisi dengan aneka masakan siap saji dari India sebelum adanya pameran ini. Keadaan perut sudah waktunya untuk diisi mebuat perasaan semakin tertarik saja melihat masakan dalam kaca yang siap disantap. Ketika ditanyakan kepada yang menjaga apakah bisa membeli, salah seorang mengatakan bahwa saat ini sedang dibuatkan bar code-nya, sehingga nanti bisa dibeli kalau sudah ada daftar harganya. Masakan itu menurut mereka adalah masakan yang sedianya dipersiapkan untuk Pasukan Pengawal Presiden. Ternyata mereka tidak jadi mampir di situ, untuk itu semua masakan masih utuh.


Ada udang panngang. ada ayam goreng, ada rendang daging agak kering, ada sambal hijau, ada kare ikan, ada juga kare kepala ikan kerapu. Ada balado daging, ada dadar jagung, ada sayur tumis dan lain sebagainya. Semuanya dipajang di dalam dua tempat yang masing-masing ditutupi dengan pembatas kaca, masing-masing memiliki 4 pintu kaca dorong di bagian belakangnya. Dimana tempat dua pajangan itu biasanya diisi dengan masakan India. Semua pelayannya adalah lelaki orang-orang Indonesia berseragam serba hitam yang datang langsung dari Jakarta khusus untuk memasak dan melayani masakan menu Padang ini. Semua dari mereka dikepalai oleh seorang lelaki berkulit kuning langsap menurutnya dialah yang menata semuanya.

Aku dan istriku senang karena sebentar lagi bisa menikmati aneka masakan Padang siap saji di Lulu Hyper Market, tidak seperti yang lalu-lalu selalu  diisi masakan India, masakan Timur Tengah, atau Swarma dari Turney. Akan tetapi apa yang dikatakan oleh salah satu penjaga dan tukang masak makanan Indonesia cukup mengejutkan aku. Dia mengatakan bahwa dalam tiga hari ini mereka akan memberi kursus kilat kepada tukang masak Lulu Hyper Market yang tentunya bukan orang Indonesia untuk tuga jenis masakan Indonesia, sehingga nantinya hanya akan dijual tiga jenis masakan Indonesia saja di sini.

Setelah beberapa menit berlalu salah seorang yang diharapkan membawa bar code datang. Lelaki gemuk berwajah Timur Tengah itu tidak tau-menau tentang bar code yang ditanyakan. Akan tetapi dia memiliki kuasa untuk memutuskan bahwa semua makanan itu bisa dibagikan secara gratis kepada pengunjung. Aku dan istriku langsung tanpa membuang kesempatan. Aku minta udang windu panggang berwarna kuning kunyit dan daging empal rendang bumbu khas masakan Padang yang dikeringkan. Demikian rekanku yang lain dan istrinya, dan juga para pengunjung yang lain mereka meminta sesuai selera mereka. Tanpa terasa aku sudah memakan masakan Padang gratis malam ini.

Semakin lama orang yang datang ingin menikmati masakan Padang gratis semakin banyak saja.
Makananku di dalam mangkok gabus putih di atas kepalan tangan kiriku sudah aku habisi. Kini aku melirik ke arah tempat pajangan satunya lagi. Sejak tadi aku menaksir kare ikan berwarna keputihan yang dipotong melintang badan ikan. Aku ajukan mangkok kosongku kepada pelayan berbaju putih. Aku tunjuk kare ikan yang aku inginkan. Mangkokku diisi dengan satu porong ikan bumbu kare ditambahi kuahmya. Lalu aku minta juga agar mangkokku diisi dengan nasi putih yang ada diujung kotak pajangan kaca. Setengah cidukan nasi putih saja aku bilang cukup. Dan di tanganku kini ada menu ikan kare dicampur nasi putih untuk tambahan makan malamku. Belum habis makanan aku santap, istriku meniripkan mangkoknya  yang masih ada sisa makannya karena harus mengambil air minum dari rak air jauh sebelum suapan akhir dari makanan yang sedang disantapnya, kebiasaan yang selalu ia lakukan apabila sedang menikmati makanan, harus ada air sebelum suapan terakhir.

Sebotol tengahan liter air aku dan istriku cukupkan untuk menemani makan malam ini. Tampa ragu lagi setelah sekitar 4 jam di Mall ini dalam keadaan rasa puas karena telah bersalaman dengan Pak Jokowi dan makan malam masakan Padang gratis aku harus kembali pulang. Jam tanganku sudah hampir menunjukkan pukul 11 malam. Aku coba mengirim WA ke putriku menanyakan apakah dia sudah ada di rumah. Dia mengatakan sudah. Aku kini lebih tenang karena dia sudah bisa membawa mobil sendiri walaupun jaraknya hanya sejauh dari rumah di Al Reef ke Yas Mall.

Selama perjalanan pulang perasaanku berangsur berkurang kegembiraanku dibandingkan tadi ketika masih di Mall. Istriku mengingatkanku bahwa tanpa foto dari rekanku mungkin peristiwa tadi tidak begitu berarti, jadi jangan terlalu gembira, justru berterimakasihlah kepada Tuhan, sehingga semuanya itu dapat terjadi.  Itu pesannya.

Suasana jalan pulang hampir tengah malam cukup lenggang. Kendaraanku lajunya seperti tanpa hambatan yang berarti. Biasanya lagu-lagu dari suara sound system mobilku aku menikmatinya, kini aku seolah tidak memperdulikannya lagi. walaupun biasanya aku menyukainya.  Aku coba memaksa untuk menikmatinya agar sedikit melupakan peristiwa tadi, pikiranku masih belum bisa menerimanya sampai aku tiba di rumah.

Sejak tadi setelah aku tau bahwa aku difoto, aku ingin memasang gambarku bersalaman dengan Pak Jokowi di dalam Face Book (FB)ku. Isteriku lalu membantunya. Latar belakang halaman muka yang tadinya kosong kini ada gambarku dan Pak Jokowi. Profile Picture yang tadinya bergambar foto halaman rumah di Madura, kini berganti dengan gambarnya Pak Jokowi dengan tangan menjulur ke depan. Maka kini halaman dan gambar FBku adalah fotoku sedang berjabattangan dengan Pak Jokowi.

Akhirnya

Kini yang ada hanyalah gambar dengan seseorang yang aku banggakan, dialah Presiden Indonesia Bapak Joko Widodo, seorang presiden yang ditunggu banyak orang tentang hasil kerja bersama timnya mengingat pengalamannya dalam membenahi Kota Solo dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya . Aku tau bahwa kesempatan seperti pengalamanku itu sangat jarang sekali bisa dialami oleh seseorang. Akan tetapi, suatu peristiwa merupakan sesuatu kejadian di masa yang lalu, dimana kejadian yang membanggakan seperti itu jangan sampai meracuni jiwaku, sehingga aku jadi terlena, apalagi sampai menyebabkan aku lupa daratan. Justru peristiwa yang membangkan selayaknya dipakai sebagai penambah semangat didalam memanfaatkan potensi diri di kehidupan ini, agar kehidupan khususnya bagi diriku dalam hal ini, akan dapat lebih (bisa lebih) baik dari yang sudah berlalu. Semoga!!!.

END.

Medio Abu Dhabi - 16/09/2015.





No comments: