Friday, September 18, 2015

AKU INGIN BETAH DI UAE - Bagian 2

MULAI HIDUP BARU

Sepanjang pagi setiba dari Bandara aku habiskan waktu pagi dengan mengobrol bersama dengan rekan-rekanku di dalam Barak. Hari masih gelap dan penghuni barak lain masih belum ada yang keluar, maka lebih baik mengobrol di dalam saja daripada nanti mengganggu penghuni barak lain yang mungkin masih lelap dalam tidur mereka. Udara di luar lebih lembab daripada keadaan udara di Surabaya. Ketika aku keluar Bandara tadi kulitku terasa lengket dengan pakaianku karena pengaruh kelembaban yang tinggi, keringat tipis langsung keluar dari pori-poriku barangkali sebagai reaksi otomatis untuk mendinginkan permukaan kulitku melawan hawa tidak sepanas suhu di kotaku dan dengan kelembaban udara Abu Dhabi setelah lebih dari 7 jam kedinginan di dalam pesawat.

Hampir semua rekan-rekanku juga ikut ngobrol menghabiskan sisa waktu pagi yang tinggal satu jam-an. Ada beberapa yang membenarkan dan menata tas-tas mereka. Ada pula yang disibukkan dengan pemilihan tempat tidur dan lemari setinggi langit-langit barak yang ditempelkan permanen ke dinding ujung barak. Di ujung lain barak ada 1 kamar khusus dengan 1 tempat tidur tunggal dan dilengkapi lemari dan meja tulis. Nampaknya ruangan itu diperuntukkan bagi pimpinan barak, sehingga rekan yang dituakan menempati ruangan itu. Setelah semua tas-tas bawaan dimasukkan oleh yang empunya, ada 2 tas gendong yang tidak bertuan. Salah seorang rekanku mengatakan barangkali 2 tas itu secara tidak sengaja terbawa. Aku usulkan agar tas-tas itu dilaporkan saja agar bisa dikembalikan. 

Aku sendiri tidak merasa ngantuk, mungkin ini karena di atas pesawat tadi sudah lumayan tidurku. Matahari semakin beranjak naik dan pandangan lingkungan sekitar semakin bertambah terang saja. Orang-orang mulai keluar dari dalam Barak lain yang berjejer bagaikan kam penampungan untuk memulai kegiatan hari ini. Di setiap 3 lajur barak ada 1 barak khusus dipakai sebagai tempat MCK yang berada di seberang barak yang kedua. Aku lihat mereka sepertinya berasal dari manca negara. Ada berbagai ras, ada Timur Tengah, ada Asia Selatan, Afrika dan juga dari Asia Tenggara. 

Sepanjang pandanganku dari barak ke tembok pembatas sebelah kiri Pangkalan hanyalah hamparan pasir. Pohon-pohon hanya ada diantara barak dan bangunan fasilitas lainnya. Sungguh terbalik dengan kebanyakan keadaan di Surabaya. Jika ada hamparan tanah kosong, maka rumput-rumput liar segera tumbuh menempatinya. 

Gedung-gedung tinggi  yang hampir seragam tinggi setinggi sepuluh lantai terlihat  berjajar di depan sebelah kiri pintu gerbang Pangkalan, karena sinar matahari mereka mulai menampakkan warna aslinya. Mereka sepertinya tidak ingin memiliki warna lain kecuali warna padang pasir atau putih. Gedung-gedung itu nampak tua dan tidak terawat, kotak-kotak jendela AC menjorok dari hampir setiap jendela. Sedangkan di sebelah kanan pintu gerbang Pangkalan banyak bangunan gedung yang sedang dalam pembangunan dengan puluhan derek-derek yang siap melayani barang yang ingin diangkat.

Deru kendaraan bermotor di balik dinding tembok kokoh setinggi 5 meteran pembatas Pangkalan dengan dunia luar terdengar menderu, padahal jauhnya pasti lebih dari seratus meteran. Deru bukan suara mesin-mesin kendaraan yang lewat, tetapi barangkali karena jalan mulus, sepi di pagi hari dan yang melintas adalah kendaraan-kendaraan baru, maka deru gesekan antara lapisan aspal jalan dan ban-ban kendaraan cepat yang melintas di atasnya menimbulkan suara menderu dan terdengar sampai sejauh itu.

Orang yang menjemputku tadi malam datang lagi, jam hampir menunjukkan pukul 7 pagi. Dia mengajak aku dan rekan-rekanku  ke Mes Tentara  untuk mendapatkan makan pagi di sana. Sesampainya di sana aku dan rekan sealmamaterku ia minta untuk tidak masuk ke dalam Mess kecuali rekan-rekanku yang lain. Dia memberi tau aku bahwa aku dan rekan sealmamaterku memiliki kelas makanan bukan di tempat Mes Tentara, akan tetapi di Mes Perwira. Aku tidak pernah jadi tentara, maka aku tidak mengerti apa maksudnya akan tetapi dia mengatakan bahwa aku dan rekanku itu adalah Insinyur, tempatnya lain.

Aku dan rekanku tidak jadi makan pagi di Mes Tentara itu walaupun aku sempat mengintip masuk karena tentara yang mengantarku juga masuk dan mengambil makan pagi untuk dirinya sendiri. Tentara yang mengantarku makan sedikit sekali rupanya karena tidak lama aku menunggu dia sudah muncul lagi. Sambil menunggu rekan-rekan yang lain selesai aku dan tentara itu ngobrol. Lalu semua kembali ke barak lagi. Beberapa rekan-rekan membawa makanan dan minuman kemasan ke barak termasuk buah pisang segar, jeruk dan aku makan makanan yang dibawa rekan-rekan di barak karena aku merasa sudah harus makan makan pagi.

Tentara yang jadi penunjuk itu mengajak aku dan rekanku untuk membawa tas bawaanku serta tas bawaannya untuk dibawa ke tempat dimana harus tinggal. Aku ambil tas gendongku yang hanya satu tambah tas jinjing untuk tempat berkas-berkasku. Rekanku membawa tas untuk perjalanan dengan ukuran yang paling besar, pikirku aku saja mungkin cukup tidur di dalamnya. Tasnya tidak mampu jika diangkat oleh aku sendirian, harus dua orang, tetapi dia membawa kereta dorong lipat untuk membawanya. Dan kami pindah dengan berjalan kaki.

Aku harus melalui barak-barak dan Mes Tentara tadi. Tidak jauh sekitar limapuluhan meter aku sudah sampai di tempat dimana aku dan temanku harus tinggal. Di Akomodasi Sersan aku mendapatkan kamar, berdua dengan rekanku aku akan tidur dalam satu kamar. Kamar tanpa kamar mandi dan kakus tersendiri. Di dalam kamar ada 2 tempat tidur, ada 1 meja tulus dan ada 2 lemari.

Aku harus membantu memegang dan mengangkat tas rekanku karena kereta dorong lipatnya rusak ketika memuat tas besar dan berat miliknya karena harus naik-turun pembatas jalan tadi.

Sebelum tentara meninggalkan aku dan rekanku ia meminta agar siap karena pada pukul 9 nanti akan dibawa ke Bagian Administrasi untuk mengurus keperluan administrasi serta melapor tentang kedatanganku dan rekan-rekanku di Abu Dhabi.

Setelah aku bereskan barang-barangku di dalam kamar, lalu aku coba berbaring di atas tempat tidur yang telah dipersiapkan untuk aku, tempat tidur yang dilapisi dengan selimut beludru coklat tua khas untuk tentara di sini. Dalam pikiranku menggerutu dan berdoa; "Semoga aku tidak menjadi batuk karena menghirup bulu-bulu beludru selimutku". Maka aku tidak berani membukanya kecuali langsung merebahkan badanku di atas selimut beludru itu.

Belum sempat mataku terpejam, pikiranku teringat pesan seorang tentara tadi agar aku siap untuk dijemputnya pada pukul 9 pagi ini. Jam di tangan kiriku sudah menunjukkan pukul 8 lebih sedikit. Teman sekamarku sedang berada di kamar mandi. Aku jadi sedikit terperanjat dan badanku meninggalkan tempat tidur berganti duduk di atasnya. Aku pilih pakaian yang akan aku pakai nanti. Jeans biru yang aku pakai dari Jakarta semalam masih cukup bersih juga untuk dipakai lagi nanti, hanya baju dan pakaian dalam yang perlu aku ganti setelah mandi.

Tepat pukul 9 pintu kamar berbunyi, aku yakin yang mengetok pintu kamarku pastilah tentara yang sedang menjemputku untuk urusan administrasi nanti. Ketika aku buka tentara yang sudah aku kenal langsung menyebut namaku dengan awalan kata "Mister". Aku dan temanku sebenarnya memang sudah siap untuk kedatangannya. Tanpa aku tawari untuk masuk lalu kami pergi bersama, tujuannya adalah Kantor Administrasi Pankalan  ini, tempat aku memulai hidup baruku di Persatuan Emirates Arab ini.

Kantor administrasi tidak jauh dari barak rekanku. Kantor-kantornya terdiri dari dua karavan berwarna khas padang pasir. Sedangkan karavan yang ketiga adalah tempat untuk urusan pergudangan. Aku dan rekan-rekanku diterima oleh seorang lokal berpangkat Kapten dan berjambang lebat-hitam yang panjangnya sampai menutupi bagian depan lehernya. Aku jadi teringat tentang diriku ketika aku masih remaja dulu, aku ingin memiliki bulu dada, maka bulu-bulu halus di perut dan dada aku cukuri mengharapkan akan berganti menghitam sehingga dadaku akan berbulu, hal ini karena teman tetangga perempuanku ketika aku masih remaja, dia menyukai lelaki yang memiliki jambang lebat dan juga pria dengan dada yang berbulu. Semua anggota rombongan dipanggil satu per satu. Lalu semua paspor diserahkan untuk urusan Resident Visa. Lalu semua dari anggota rombongan diminta pas foto  guna pengurusan kelengkapan administrasi.

Setelah menunggu urusan hari pertama ini selesai, semua rombongan keluar dengan membawa kertas foto copi yang berisi data pribadi. Kertas ini dipakai untuk pengurusan kartu anggota sementara di Bagian Intelejen. Ketika kertas dari Bagian Administrasi diserahkan di Bagian Intelejen, aku harus menyertakan 1 pas foto. Setelah aku tunggu beberapa menit kartu anggota sementara buatku aku terima. Kartu yang terbuat dari kertas fotokopi dengan ditempeli foto berisi data pribadi yang disyahkan oleh Bagian Itelijen. Kartu ini berlaku selama satu bulan. Dan apabila Resident Visa belum selesai, maka kartu identitas ini harus diperpanjang lagi. Karena kesibukan urusan ini, maka siang hari pertama ini aku dan rekan sekamarku tidak sempat keluar dari Pangkalan.

Setelah selesai urusan Administrasi lalu aku melanjutkan urusan di Mes Perwira. Sesampai di Mes Perwira aku disambut oleh seorang pelayan lelaki muda berkebangsaa Asia Selatan. Tentara yang membawaku lalu memperkenalkan aku. Pelayan Mes lalu memberitahu bahwa, untuk menikmati makanan dan semua fasilitas Mes Perwira seseorang harus memiliki nomer identitas khusus Mes Perwira, bukan nomer induk pegawai dari Bagian Administrasi. Lalu setelah diadakan pembicaraan, maka aku dapatkan nomer 369, nomer yang tidak mudah aku lupakan.

Tetapi aku masih belum bisa memakai nomer yang aku dapat itu, nomer itu harus mendapatkan pengesahan terlebih dahulu oleh yang bertanggung jawab pada Mes. Dengan Nomer Induk Mes aku akan mendapatkan kotak pos di dalam Mes.  Aku tidak perlu menunggu karena yang mengesahkan kedatangannya tidak pasti, tetapi siang ini akan datang. Lalu aku jalan-jalan menyusuri hampir semua bagian dan fasilitas Mes Pereira.
 
Di sebelah kiri pintu masuk ada hall untuk main snooker, lalu di depan snooker hall adalah tempat makan dengan kapasitas lebih dari 100 orang yang dibagi menjadi dua bilik, bilik terbuka dan bilik tettutup. Di sebelah kanan pintu masuk langsung kantor Mes ukuran sekitar 12 meter persegi. Masuk ke arah dalam ada hall lain tempat bersantai, hall berukuran 50 meter persegi ini di dalamnya ada telivisi berukuran besar, mungkin 72 inci, sementara di bagian depan telivisi hanya hamparan tempat kosong saja yang dikelilingi oleh kursi sofa dan meja tamu di sisi kananya. Aku pikir tempat ini sangat bagus  karena semua ruangan mulai dari pintu masuk sampai dengan semua hall-hallnya dilapisi alas karpet warna dominan hijau bermotif tumbuhan berwarna kuning dengan kembang aneka warna.

 Setelah selesai berkeliling, sebentar lagi waktu makan siang dibuka. Waktunya bersamaan dengan waktu bubaran kantor Pangkalan, pada pukul 2 siang. Aku dan temanku sudah bisa memakai fasilitas Mes Perwira. Penjaga kantor Mes sudah mendapatkan persetujuan secara lisan melalui telepon tentang pemakaian Kartu Mesku dan rekanku. Aku diberitahu bahwa setiap makanan yang akan aku pesan akan ditarik biaya, hal ini merupakan aturan di Mes Perwira. Pembayarannya melalui pemotongan gaji di akhir bulan. Akan tetapi untuk fasilitas lainnya tidak dipungut biaya termasuk minum teh, kopi dan atau snak yang dihidangkan di atas meja diantara hall ruang makan dan hall snooker.

Untuk makan pagi sebesar 5 Dirham, makan siang 9 Dirham, dan makan malam 7 Dirham, semua itu untuk menu makanan biasa, dan akan dikenaekan biaya tambahan apabila memesan menu sampingan atau di luar menu utama harian. Setelah aku hitung, maka aku akan menghabiskan biaya sekitar sebesar 600 Dirham dalam se bulan apabila aku setiap harinya makan secara normal di Mes Perwira ini.

Tentara yang menemani aku sudah meninggalkan aku sebelum jam 2 siang tadi. Aku akan menikmati makan siangku untuk pertamakalinya di Mes Perwira. Menu makanan utama harus mendaftar di maja penerima tamu. Aku pesan nasi briyani karena ada daging kambingnya. Lalu aku diminta memilih tempat dudukku. Ada meja panjang dengan kursi ditata berbaris berhadap-hadapan. Ada meja bundar berdiameter 1.5 meteran dengan kursi-kursi di sekelilingnya. Warna taplak meja dan kursinya didominasi oleh warna krem. Di atas setiap meja yang dilapisi kaca tebal ada sendok-garpu dan pisau serta piring kecil serta lipata saputangan berjajar mengikuti jumlah kursinya.

Aku dan temanku mengambil kursi dibalik meja bundar yang berada dekat dengan makanan pembuka  dan penutup. Setelah aku duduk lalu aku berdiri lagi untuk mengambil  makanan pembuka. Aku ambil sop gilingan jagung kental satu cabokan, dan aku uburi sari lemon segar. Sebelum aku menuju tempat dudukku aku ambil minuman sari buah jeruk yang aku campur dengan sari buah blackbarry. Sebelum aku menghabisi sop makanan utama yang aku pesan datang diantar oleh pelayan Mess. Sungguh aku terkejut dibuatnya, jumlah makanan yang disajikan bisa aku nikmati untuk aku istri dan putriku, banyak sekali. Maka lain kali aku harus memintanya dalam jumlah seukuranku. Aku pikir, jika menu setiap hari begini, maka aku akan menjadi gemuk nantinya, demikian pikiranku membayangkan.

Aku sudah menikmati makan siang di Mes Perwira. Menu nasi briyani dengan daging kambing sudah aku santap sekenyangnya. Minuman sari jeruk kesukaanku aku campur dengan sari blackberry. Aku nikmati pula makanan sop pembukan, dan makanan penutup manisan bernama Um Ali sangat enak sekali, terbuat dari roti maryam manis yang dipotong kecil-kecil dicampur dengan susu disuguhkan dalam bentuk setengah padat dalam gelas baki harus diambil dengan memotongnya memakai sendok, konon asalnya dari Mesir. Buah-buahan anggur, pisang dan potongan semangka berjajar tidak menarik perhatianku karena perutku terisi benar-benar penuh. Setelah makan di Mes Tentara lalu aku dan rekanku kembali ke kamar untuk beristirahat.

AC di dalam kamar cukup sejuk sekali ketika aku masuk setelah berjalan di bawah terik matahari sore. Kali ini aku harus mencoba untuk tidur, demikian pikiranku. Rekanku sudah tidur terlebih dahulu. Suara nafas yang terdengar jelas kalau dia sedang lelap tidurnya. Karena rasa capekku akhirnya aku tertidur juga.

Aku terbangun ketika jam tanganku sudah menunjukkan hampir pukul 6 sore. Teman kamarku sudah bangun bahkan sudah selesai dari kamar mandi. Kini gilirankau yang harus ke kamar mandi. Setelah aku dan temanku selesai mandi dan ganti pakaian, aku berdua mengunjungi rekan rekanku yang ada di Barak mereka.

Sore itu aku sebenarnya setelah dari Barak rekan-rekanku aku bersama teman kamarku akan memulai keluar Pangkalan. Sebelum ke Barak aku mampir ke Mes Perwira lagi. Di luar Mes aku bertemu dengan seseorang yang pernah aku temui ketika melakukan penandatanganan kontrak kerja sementara ketika di Sahid Hotel di Surabaya dulu. Dia ternyata kepala Administrasi berpangkat Mayor. Akan tetapi kali ini aku melihatnya dengan pakaian nasional UAE, kondora putih dan surban/kudra putih dengan agal hitam yang melingkar di atas surban kepalanya.

Aku dan temanku diminta untuk naik ke dalam mobilnya untuk diajak berkeliling Pangkalan. Mobil Mersi kelas 600 model terakhir yang sedang aku naiki. Entah mimpi apa aku semalam bisa naik mobil seperti ini. Mobil warna putih dengan suara mesin yang tidak terengar dari dalam ruang penumpang manakala mobil diam walaupun mesin dalan keadaan beroperasi. Interior kulit berwarna krem membuat aku ragu untuk mendudukinya, apalagi baunya wangi sekali. Aku meminta temanku untuk duduk di kursi penumpang depan bersebelahan dengan si Mayor karena aku terkadang tidak nyambung dalam menggunakan Bahasa Ingrisku.

Dia membawa mobilnya mengelilingi Pangkalan. Dia menunjukkan setiap sudut Pangkalan, kantor ini dan kantor itu termasuk untuk apa urusannya. Dia menunjukkan pula suatu Bengkel yang sedang tertutup dimana kelak aku dan rekan-rekanku akan bekerja. Perjalanan mengelilingi Pangkalan diakhiri di tempat dimana bertemu tadi, di depan Mes Perwira. Setelah menempatkan mobilnya di tempat parkir, lalu dia mengajak untuk ikut masuk ke dalam Mes Perwira. Di dalam Mes Perwira dia menjelaskan juga tempat-tempata dan fungsinya, serta apa dan bagaimana cara memakai fasilitasnya. Ternyata dialah orang yang bertanggung jawab bagi operasionalnya Mes Perwira ini.

Setelah cukup memberikan perkenalan tentang Pangkalan ini, lalu dia meninggalkan aku dan temanku di dalam Mes, lalu aku bersama temanku kekuar dari Mes untuk menuju ke akomodasi. Aku tunda dulu untuk mengunjungi barak rekan-rekanku, peninjauan dengan Mayor tadi menyita banyak waktu

Di sepanjang jalan menuju akomodasi yang tidak lebih dari 50 meteran jaraknya dari Mes Perwira, aku lihat mobil-mobil diparkir berjajar baik di pinggir jalan yang aku lalui ataupun di tempat parkir. Tetapi mobil di sini memang bagus-bagus. Mobil untuk operasional tentara sehari-hari saja, yang dipakai untuk antar-jemput adalah Nisan Petrol keluaran mutakhir. Manakala aku berdiri di samping mobil dinas itu aku merasa mobil itu memang gagah apalagi berwarna padang pasir. Sedangkan mobil-mobil pribadi kebanyakan mobil-mobil mewah yang belum pernah aku lihat selama ini, Lexus, Mercedes dan Audi, tidak seperti mobil-mobil yang sering aku lihat di kotaku, Toyota Corolla, Datsun, Daihatsu Cerrade, Mitsubishi Galant dan Suzuki Carry, walaupun terkadang aku lihat Mercedes juga.

PERTAMA KELUAR PANGKALAN

Setelah dua malam aku sibuk dengan urusan kehidupan di dalam Pangkalan, aku dan semua rekan-rekanku dipandu oleh tentara yang menjemputku dari bandara akhirnya memiliki waktu bisa keluar Pangkalan. Perasaan itu sebenarnya sudah aku inginkan sejak kemarin siang, akan tetapi  urusan-urusan administrasi yang membuatku belum bisa melakukannya.

Keluar Pangkalan harus melalui pintu putar berjeruji khusus untuk orang keluar. Keluarnya harus satu per satu. Pintu jeruji berada di dalam ruangan khusus ukuran 20 meter persegi. Sebelum pintu jeruji duduk seorang penjaga dengan meja tulis di depannya yang selalu menanyakan dan memeriksa kartu identitas bagi setiap orang yang masuk ke Pangkalan. Pintu jeruji hanya membutuhkan dorongan satu tangan agar berputar ketika seseorang sudah memasuki semacam perangkapnya, ketika didorong seseorang harus mengikuti arah gerak pintu dan ketika sampai di bagian luar lalu lepaskan pintu dan segera melangkah meninggalkan pintu putar jeruji besi. Saat itu seseorang sudah berada di luar Pangkalan walaupun berada di dalam ruangan pintu. Demikian pula sebaliknya ketika memasuki Pangkalan. Akan tetapi sebelum keluar ruangan untuk memasuki Pangkalan kartu identitas harus ditunjukkan kepada penjaga pintu untuk diperiksa apakah karti identtasnya masih berlaku atau tidak. Jika tidak maka dilarang memasuki Pangkalan.

Kini aku dan rekan-rekanku sudah berada di luar Pangkalan dan siap untuk menghirup udara luar. Setelah menyeberangi jalan utama Pangkalan ada banyak lubang-lubang galian di pinggir jalan yang mendominasi keadaan jalan di depan Pangkalan, ditambah adanya pembatas jalan pagar tembok pejal darurat setinggi pinggul menandakan bahwa di daerah ini sedang dilakukan perbaikan dan atau peningkatan fasilitas jalan raya. Di sebelah kiriku menjauhi Pangkalan ada beberapa gedung yang masih dalam tahap pembangunan. Suasana gelap membuat aku dan rekanku harus mengambil jalan mengikuti jalan utama menuju tujuan. Setelah beberapa perempatan lampu merah aku lalui dengan jalan kaki, aku merasa hampir semua perempatan coraknya sama saja. Jarak dari ujung blok ke ujung blok lainnya hampir sama jaraknya. Jalan-jalan rayanya bisa dikatakan lurus semuanya, dan blok-bloknya berukuran hamper sama semuanya. Kesempatan membelok hanya ada di perempatan saja. Menggambarkan suatu kondisi kota yang dibuat berdasarkan perencanaan yang baik, tidak semerawut.

Tujuan utama keluar malam ini adalah mengunjungi Cooperative Society atau yang dikenal dengan sebutan Co-op saja yang terletak di (akhirnya aku kenal namanya)  daerah Tourist Club, dan orang lokal sini menyebutnya dalam bahasa Arab adalah Nadi Siyahi. Inilah supermarket yang paling besar saat ini di Abu Dhabi. Sebelum sampai di tempat tujuan aku dan rekan-rekanku diajak untuk keluar-masuk pertokoan lainnya. Sesampai di Pick N Save aku lihat ada beberapa komputer yang dipajang. Aku jadi teringat ketika aku masih di Laboratorium Komputer kampusku dulu. Aku coba salah satu komputer yang sudah menyala yang ada pada pajangan itu. Aku operasikan ingin mengetahui apasaja isi program yang ada di dalamnya. Tentara yang mengantarku tetegun keheranan melihat aku bisa mengoperasikan komputer. Dia lalu menanyaiku dengan nada keheranan, "Kamu bisa mengoperasikan komputer?." Ketika aku jawab, "bisa", maka tentara itu semakin heran, dan seolah mengatakan dari sinar wajahnya bahwa aku ini bukanlah orang sembarangan, melainkan benar-benar seorang insinyur. Ketika aku pikir kembali ketika tulisan ini aku kerjakan, maka mengoperasikan komputer di tahun 1994 memang bukanlah semua orang bisa melakukannya, bahkan komputer masih merupakan salah satu barang langka, sehingga untuk mengoperasikannya memerlukan kursus "Introduction to Computer", dan aku salah satu pengajarnya di salah satu SMA di kotaku.

Malam ini Co-op ramai sekali, udara agak sejuk di luar tanpa kelembaban yang berarti membuat aku tidak berkeringat walaupun aku sudah berjalan hampir sejauh satu kilometer sejak dari Pangkalan tadi, apalagi aku memakai baju tipis lengan pendek. Toko Serba Ada Co-op  ini kebanyakan menjual bahan makanan layaknya supermarket di kotaku. Bedanya pembelinya mengangkut dengan kereta dorong karena jumlah barang belanja yang dibeli luar biasa banyak menurutku, sampai-sampai aku terkadang berpikir seperti berbelanja bahan makanan karena takut lusa mau ada perang saja.

Alat-alat dapur yang dipajang bagus-bagus, mungkin semuanya buatan pabrik berkualitas tinggi dari Eropah. Tidak seperti alat-alat dapur di rumah orang tuaku yang hampir kesemuanya dibeli dari pasar dekat rumah yang dijual di luar toko, sendok terbuat dari aluminium tempa, dan sebagian dari stainless steel buatan tangan teman ayah, piring-piring adanya piring seng dan piring pecah-belah buatan China, gelas dan mangkok kebanyakan dari hadiah atau pemberian orang hajatan, atau hadiah karena membeli sabun cuci dalam jumlah tertentu, pisau-pisau terbuat dari besi atau baja tempa yang akan menghitam atau karatan apabila jarang dipakai, dan alat-alat masak terbuat dari bahan aluminium. Sedangkan yang dipajang di atas rak-rak pajangan Co-op adalah; pisau atau sendok-garpu terbuat dari stainless steel mengilap buatan pabrik khusus dari Eropah, bahkan ada juga yang berwarna emas tersimpan di dalam tas, demikian pula dengan alat pecah belah baik piring, mangkok serta gelas kebanyakan buatan negara Eropah, dan peralatan memasak baik untuk merebus atau gorengan hampir semuanya berlapis seperti Tefal.

Aku memang benar-benar masuk ke dunia baru yang tidak aku bayangkan sebelumnya. Hampir semua bahan makanan mentah dijual dalam bentuk paketan baik dalam kaleng atau dalam plastik. Pajangan beras dalam kotak atau bak plastik yang siap diciduk untuk ditimbang kiloan apabila ada yang membeli seperti di dalam pasar-pasar di kotaku tidak aku lihat lagi. Bumbu genap (dalam bahasa Jawa disebut bumbu jangkep) tidak bisa dibeli di sini, ingin membeli bawang, masukin plastik dan ditimbang, ingin cabe juga demikan caranya, semuanya seperti  itu. Sayur mayur dan bumbu nampak segar-segar dan bersih. Kentang berukuran besar dan bagus-bagus, tomat juga demikian. Aku lihat juga ada kangkung dan kecambah juga dijual di Co-op ini. Tetapi ada sayur yang dijual dimana di daerahku tidak untuk dimakan oleh manusia kecuali sapi atau kambing. Telor ayam bukan lagi dijual bijian atau kiloan melainkan paketan.

Di lantai 2 merupakan tempat kusus untuk toko pakaian, mulai dari sepatu sampai dengan topi, dan ada juga bahan belum jadi kebanyakan bahan pakaian wanita dari India. Untuk pakaian sepertinya sama saja seperti yang dijual di pertokoan di kotaku, akan tetapi sepatu dan sandal nampaknya memiliki kwalitas mutu yang lebih baik, sehingga penampakannya juga lebih wah. Di lantai 2 ini juga sebagian tempatnya dipakai khusus untuk tempat bermain anak-anak, baik permainan game, go cart ataupun hewan-hewan untuk kendaraan seperti kuda-kudaan misalnya yang dioperasikan memakai uang logam 1 Dirham per sesinya. Hampir semua mainan yang ada di lantai 2 ini belum pernah aku memakainya ketika aku masih di kotaku. Nampaknya anak-anak di sini mainannya lebih unggul daripada mainan kebanyakan anak-anak di kotaku.

Entah sampai jam berapa orang-orang di Co-op ini berhenti datang untuk berbelanja, jam tanganku sudah menunjukkan pukul 10 malam tetapi orang-orang masih banyak yang baru datang. Padahal di kotaku kebanyakan toko tutup pada pukul 9 malam. Aku jadi teringat cerita seorang rekanku yang pernah berkunjung ke Abu Dhabi sebelum aku berangkat waktu itu, bahwa masyarakat Abu Dhabi menganggap malam seperti siang, aku baru mengerti apa maksudnya. Ini bukan saja karena lampu-lampu jalanan yang aku lewati seperti di siang hari saja akan tetapi justru di malam hari banyak orang yang berkeliaran. Sepertinya susana kota lebih hidup di malam hari.

Malam ini rasanya cukup menghabiskan waktu di luar Pangkalan di malam hari, kini aku dan rombongan harus kembali ke Pangkalan karena sudah merasa cukup dalam mengelilingi Toko Serba Ada Co-operative Society Abu Dhabi, dan kaki sudah terasa capek karena banyak jalan. Hampir pada pukul setengah duabelas malam aku sampai di kamarku. Lalu aku membersihkan badan dan gigi melakukan sholat Isyak lalu menuju tempat tidur.
 

No comments: