Sunday, January 14, 2024

SINGA ATAU BUAYA..?

PENDAHULUAN

Tahun 2018 ini dimaklumi sebagai tahun politik di Indonesia. Hal ini karena Persiapan untuk Pemilu (Legislatip, Presiden dan beberapa Kepala Daerah) 2019 dipersiapkan sejjak dari tahun 2018. Dimulainya  pendaftaran Calon Presiden dan Wakilnya, Calon Legislatip dan juga penyelenggaraan Pumilihan Kepala Daerah serentak dilakukan pada tahun 2018. Tentu seperti yang telah menjadi suatu kelumrahan sejak memasuki Era Reformasi ini suasana politik sebelum Pemilu menjadi lebih panas dari biasanya.

Dalam menyongsong Pemilu itu setiap Partai mencari koalisi masing-masing untuk dapat mengusulkan calon-calon baik Kepaala Daerah ataupun Kepala Negara dan para Wakil mereka. Tidak diketahui mekanisme yang Partai adopsi untuk mencalonkan para kandidat yang akan diusulkan, akan tetapi kebanyakan untuk Kepala Daerah merupakan Ketua Partai di Daerah di mana Pemilu akan dilaksanakan. Untuk Kepala Daerah A, maka kandidat Calon Kepala Daerah dan Calon Wakilnya merupakan Ketua Daerah dari Partai pengusung, atau mereka yang memiliki kepopuleran tinggi di daerah pemilihan A, begitu juga di daerah-daerah lainnya.

Seperti yang sudah diketahui bahwa tentang penentuan Capres tidak ada masalah, semua orang semacam sudah mengetahui dan memaklumi, akan tetapi yang lebih menarik justru penentuan Cawapres para Capres yang sudah dimaklumi  itu. Hal  inilah yang membawa massa sebelum penentuan Cawapres menjadikan suhu politik sidah terrasa semakin panas. Ada pihak yang memanfaatkan ulama untuk memberikan dukungan dan rekomendasi tentang sosok seorang Cawapres.  Ini akan menjadikan massa semakin penasaran. Dan di pihak yang lain juga tidak akan menyebutkan atau menentukan nama Wakilnya sebelum sampai pada  hari pendaftaran Pilpres dibuka.

Para pendukung kedua belah pihak sudah pada ribut-ribut sendiri di Medsos. setiap  berita tentang Pemilu akan dipakai sebagai bahan diskusi, pembicaraan dan meme semau mereka. Setiap anggota partai akan memberikan komentar membela yang didukung ataupun merendahkan yang berada berseberangan. Bahkan terkadang komentar mereka terkesan sembarangan asal bunyi saja walaupun tidak masuk akal. Akan tetapi itulah geliat politik di Tanah Air.

Yang tidak kalah  menariknya adalah seperti yang telah diketahui bahwa, pembentukan koalisi partai-partai membuat banyak oarang menunggu dan memantau atau wait and see. Tidak hanya anggota parpolnya saja, masyarakat awampun juga sama, ini dikarenakan  ada beberapa partai yang menunjukkan masih belum menentukan tentang arah koalisi mereka waalaupun Capres sudah dapat dikatakan tetap walaupun secara samar-samar sudah mendeklarasikan tentang pencalonan mereka.

Partai politik seakan hanyut dalam pembetukan suatu koalisi. Tarik sana dan tarik sini. Lobi sanan dan lobi sini. Parpol pun seakan cukup berhati-hati juga untuk menentukan koalisinya. Mereka tau persis ke depannya apabila salah pilih. Tentu sudah seakan dapat dipastikan, koalisi yang kalah akan menjadi oposisi koalisi yang menang. Koalisi yang menang dapat dipastikan akan memiliki kans untuk menjadikan para angotanya mengisi jabatan-jabatan di dalam pemerintahan. Inilah yang betul-betul menjadi perhatian Parpol untuk memilih suatu koalisi.

PARPOL DAN MASSA

Tujuan seseorang mendirikan Partai Politik (Parpol)  adalah untuk digunakan sebagai tempat atau wadah yang dapat menampung para anggota yang memiliki idiologi dan pandangan bernegara yang sama dengan idiologi Partai, di mana para anggata  Partai ini nantinya akan menjadi sebagai wakil daripada mereka yang memilihnya dalam menyalukan aspirasi pemilih yang diwakili di dalam setiap mengambil suatu keputusan baik di dalam gedung ataupun di luar gedung parlemen. Semakin banyak wakil dari anggota Parpol duduk sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, DPR (Pusat dan/atau Daerah), maka akan semakin dipandang sukses suatu Parpol, karena kekuatan suatu Partai adalah berbanding lurus dengan jumlah anggota perwakilan dari partainya (DPR dan/atau DPRD). Untuk itu suatu Partai akan berjuang agar para Calon yang  ditawarkan oleh mereka mendapatkan pujian, dianut dan akhirnya dipilih. Semakin banyak suara pemilih yang didapat, maka akan semakin banyak pula calon yang telah ditawarkan akan menjadi wakil para pemilih.

Pemilih yang merupakan anggota masyarakat banyak menjadi rebutan Partai-partai yang akan berjuang untuk Pemilu. Khusus untuk Pemilu tahun 2019 ini, ada banyak cara yang telah mereka (Partai-partai) lakukan, bahkan terkadang menabrak aturan sosial yang ada. Tidak jarang juga menggunakan isu-isu yang berbau SARA. Bahkan seakan semua media tidak pernah sepi dari saling menghujat, saling menjatuhkan dan saling klaim tentang keunggulan, dan sejenisnya dari kandidat yang diangkat.

Dengan cara-cara yang mereka lakukan itu mencerminkan bahwa mereka bukan lagi mencari pemilih yang sejalan dengan idiologi Partai mereka, akan tetapi yang paling penting mendapatkan pemilih sebanyak apapun tanpa perduli apa idiologi si pemilih. Partai seakan sudah tidak menjual program untuk ditawarkan kepada calon pemilih, melainkan mencari calon pemilih dengan cara apapun yang penting pemilih dapat memberikan suara untuk Partai mereka. Dengan kata lain, yang penting kepentingan saat ini dapat terpenuhi, untuk ke depannya terserah apa katanya nanti. Keadaan yang telah diciptakan oleh politikus Parpol-Parpol itu bahkan sering menimbulkan permusuhan antara para calon pemilih itu sendiri. Tidak jarang adanya sedikit kesalahan baik itu tidak disengaja akan menjadi bahan olokan ataupun gunjingan yang dapat menjatuhkan si pelaku bahkan Partainya.

Semakin lama para calon pemilih seakan-akan semakin terbuai dan secara tidak terasa semakin terbawa arus pusaran yang telah dibuat oleh para politikus. Karena seringnya berdebat, seringnya membaca berita tentang kabar-kabar yang dibuat atau dilakukan oleh para politikus, calon pemilih semakin lama semakin menjadi lepas kontrol, atau dapat dikatakan semakin menjadi radikal. Akibatnya, apapun kabar berita dari pihak yang berseberangan merupakan suatu berita buruk olehnya, sehingga memerlukan perlawanan. Demikian juga, apapun berita atau kabar yang sedang diterima tentang keadaan yang didukungnya merupakan kabar atau berita baik yang setelahnya harus disebarkan agar semua orang mengetahuinya.

Hampir semua lapisan masyarakat akan membicarakan tentang situasi Pemilu 2019 ini, tidak perduli tua ataupun mudan, laki-laki ataupun perempuan. Membicarakan tentang Pemilu 2019 seakan menjadikan suatu kecanduan masyarakat, tanpa membicarakannya ketika sedang bertemu kawan sesama warga Indonesia seakan ada yang kurang. Dan semua seolah memakluminya.


ISU YANG PALING IDEAL

Tentu gejolak di masyarakat sebelum Pemilu bukan datang begitu saja. Ada isu-isu yang memang sengaja diciptakan ataupun isu lama di masyarakat yang semakin dibooter untuk menggoyah ketenangan masyarakat. Karena apabila kegoyahan, baca kegaduhan masyarakat dapat diciptakan, maka menganggap masyarakat akan menjadi labil dari pilihan yang sudah ditetapkan oleh pemilih, ini diharapkan menjadi goyah dan akan berpindah pilihan yang sudah diyakini.

Isu yang berhubungan dengan Agama (Islam) yang paling banyak beredar dibandingkan dengan isu-isu lainnya. Seakan-akan ada banyak bermunculan para dai dadakan dalam membahas tentang calon tertentu baik yang sejalan ataupun yang berseberangan dengan yang akan dipilihnya. Terkadang ayat dari Kitab Suci yang tidak relevan dengan Pemilu dihubungkan untuk mempengaruhi orang lain.

Yang kedua adalah isu-isu tentang orang asing yang menjadi Warga Negara Indonesia yang menguasai ekonomi Indonesia. Apakah itu investasi dari WNI keturunan ataupun investasi dari negara asal WNI keturunan itu. Bagi kandidat yang mendapat dukungan dari WNI keturunan ataupu mendukung masuknya investasi dari negara asal WNI keturunan dianggap tidak memihak hajat hidup masyarakat Indonesia terutama masyarakat keturunan Pribumi. Bahkan investasi asing hanya akan mendatangkan pekerja dari negara investor untuk dipekerjakan di pabrik-pabrik ataupun kantor-kantor investor asing itu. Pekerja bribumi dimarjinalkan untuk bekerja di perusahaan yang didirikan oleh investor asing.

CARA MENYUSUN APBN/D

Kekuasaan antara dua lembaga negara; peyelenggara yang dikenal sebagai Eksekutip atau Pemerintah, dan pengawas yang dikenal dengan Legislatip atau Dewan Perwakilan Rakyat, DPR.  

Partai-partai konon memberi target sumbangan bagi mereka yang sedang duduk di Parlemen ataupun yang sedang menjadi Kepala Daerah (Gubernur atau Wali Kota dan Bupati). Ini terkadang si anggota partai cukup sulit untuk memenuhi target sumbangan yang dipatok partai. Bahkan terkadang ada yang bilang harus nomboki dari gaji bulanannya. Sangat ironis kalau itu memang terjadi.

Untuk itu tidak salah apabila para wakil partai yang memegang kuasa baik itu di Parlemen ataupun di Pemerintahan akan melakukan apa saja untuk memenuhi taget sumbangan kepada partai. Hal ini termasuk juga di dalam menyusun Anggaran Belanja Negara baik untuk pusat atapun untuk daerah. 

Jadi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) baik pusat ataupun daerah sangat rawan dari permainan para wakil partai. Hal ini dikarenakan para pengelola baik yang mengajukan ataupun yang menyetujui sama-sama memerlukan pemasukan tambahan karena tuntutan dari partai mereka masing-masing. Juga, APBN dapat dipermainkan dengan membuat program-program kerja pembiayaan baik yang dimark-up ataupun program-program asli tapi palsu. 

Konsekwensi dari itu semua akan memberikan beban keuangan negara semakin berat. APBN semakin lama akan semakin besar, hal ini merupakan hal yang lumrah karena semakin lama kebutuhan negara akan semakin tinggi. Akibat beban yang semakin besar negara akan mencari cara agar kebutuhan APBN dapat terpenuhi. Cara yang paling populer adalah pendapatan dari pajak. Sebagai cara yang populer kedua adalah, berhutang. Dan yang populer ketiga adalah penghasilan dari hasil tambang baik minyak, gas serta hasil tambang lainnya. Karena hasil dari pajak dan hasil bumi masih belum dapat memenuhi semua kebutuhan APBN, maka jalan yang harus ditempuh adalah menjual surat berharga dan/atau mencari hutang dari negara-negara yang dapat memberikan pinjaman untuk memenuhi kebutuhan APBN. 

Jadi, jangan heran apabila hutang luar negeri semakin lama akan semakin besar. Karena kebutuhan untuk memenuhi APBN semakin lama akan semakin besar pula. APBN yang dalam penyusunannya ditengarai ada "main mata" antara eksekutip dan legislatip merupakan salah satu penyebab membengkaknya APBN. 

Pernah ada seorang pejabat negara yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK. Nilai yang dikorupsi sekitar 80% dari nilai proyek sesungguhnya. Hal ini menggambarkan sebetulnya bagaimana beban APBN sesungguhnya apabila proyek yang diajuban tadinya berdasarkan APBN dibuat dengan cara sewajar mungkin. Akan tetapi karena adanya main mata antara eksekutip sebagai pengaju anggaran dan pihak legislatip sebagai pengesah anggaran, maka anggaran yang dibuat akan dibuat sedemikian rupa, sehingga diharapkan nanti akan dapat dikorupsi untuk sebagian sebagai sumbangan untuk partai mereka. 

Beban APBN biasanya berisi biaya gaji pegawai negeri, baik sipil ataupun non sipil. Hal ini terdiri dari gaji pokok dan tunjangan-tunjangan. Di mana semakin tinggi golongan dan jabatan seorang PNS, akan semakin besar pula gaji pokok dan tunjangannya. Lalu beban akibat membayar hutang termasuk pokok dan bunganya. Biaya pembangunan proyek-proyek baru dan proyek-proyek lanjutan karena belum selesai. Biaya pemeliharaan terutama insfrastruktur yang sudah dibangun. Dan biaya-biaya lainnya.

MENCARI PEMILIH

Ketika air sudah keruh, itu saat yang tepat untuk mencari ikan. Pepatah itu mungkin bisa berlaku juga di dalam menjaring suara pemilih. Umpan-umpan yang ditebar oleh para politikus dapat memperkeruh suasana para pemilih. Berita di medsos yang disertai komentar baik oleh para pendukung ataupun yang bukan sengaja disisipkan oleh kebanyakan reporter. Ini utamanya selain menyampaikan berita juga karena berita yang disiarkan akan lebuh menarik pihak pemburu berita panas tentang Pemilu. Berita apapun dan sekecil apapun tentang Pemilu akan diolah menjadi berita besar, dan dengan komentar-komentar diharapkan bergulir seperti bola salju.

Hampir tidak ada berita sisi baik dari para calon yang akan menjadi kontestan Pemilu, hampir semua berita adalah diambil dari komentar-komentar buruk para kontestan. Medsos menjadi ajang penghujatan para nitizen untuk para kontestan. Adanya pujian yang dilontarakan oleh pendukung merupakan umpan untuk umpatan, menjelekkan yang dipuji pendukung lawan. Para pendukung fanatik seolah terbelah menjadi 2 kelompok. Kegaduhan antara dua kelompok ini sengaja diciptakan dengan tujuan agar pendukung yang tidak fanatik merubah pikikiran mereka untuk mengalihkan dukungan mereka kepada yag tadinya tidak didukungnya. 

Terkadang si kontestan akan secara terang-terangan menyerang kontestan lain karena sebagai lawannya nanti di Pemilu. Itu jelas bertujuan mengurangi minat pemilih terhadap lawannya sehingga akan beralih memilihnya. Bahkan ada juga pendukung kontestan yang melakukan semacam "gerilya" demi menaikkan minat pemilih yang didukungnya untuk menjatuhkan pihak lawan dengan kampanye hitam. Atau dengan pemasangan pamflet-pamflet, koran atau majalah dadakan, ataupun selebaran yang disebarkan tentang keunggulan kandidat yang didukungnya. 

Dengan adanya semua itu akan menenggelamkan tentang program-program yang menjadi visi dan misi apabila kelak memenangkan atau terpilih sebagai pemenangnya. Bahkan pemilih kebanyakan lebih tertarik untuk membicarakan personal dari kandidat daripada membicarakan tentang program-program kerja yang sedang ditawarkan oleh para kandidat. Hal ini tidak jelas apakah program kerja dianggap sebagai hanya program di atas kertas saja atau, Membicarakan, manggunjing adalah lebih menyenangkan untuk dibicarakan oleh para pendukung. Yang terpenting adalah, para pendukung lebih disibukkan dalam membagikan berita dari manasaja lalu diributkan di medsos.

KESIMPULAN

Dengan tulisan di atas adalah jelas sekali akibatnya, yang dipilih siapapun, nanti ketika terpilih akan melakukan hal yang sama seperti selama ini. Ini dikarenakan utamanya karena tuntutan partai kepada anggota yang berhasil terpilih adalah besar. Seperti pepatah yang beredar liar, mana yang akan anda pilih, ke arah buaya atau ke arah singa.


No comments: