Wednesday, June 07, 2017

FIGUR SEORANG PEMIMPIN

UMUM

Di hampir setiap pertemuan atau diskusi sering muncul topik tentang kondisi tanah air saat ini dikarenakan adanya krisis kepemimpinan di Tanah Air Tescinta Indonesia. Tidak jarang akan berujung pada suatu kesimpulan bahwa, semua keadaan yang ada saat ini dikarenakan figur pemimpin yang tidak disegani rakyat, untuk itu diperlukan seorang pemimpin yang memiliki figur kewibawaan yang tinggi, sehingga ia dapat dipakai sebagai panutan oleh masyarakat Indonesia yang saat ini merasakan ketidakpastian tentang arah tujuan, baik alur roda ataupun pembangunan Negeri ini, bagaimana ia akan berlayar mengarungi untuk mencappai tujuannya.

Permasalahan di atas bukanlah permasalahan saat ini saja, akan tetapi muncul paska tumbangnya Rezim Orde Baru (Orba), suatu rezim yang menerapkan cengkraman di setiap sudut kehidupan bermasyarakat, sehingga rezim Orba dapat mengendalikan kehidupan bernegara sesuai dengan arah yang telah digariskan oleh si Pengusa Rezim.

Banyak orang yang melihat dan membandingkan keadaan masa kini dan masa yang telah berlalu di bawah Orde Lama dan Orde Baru, di mana pada masa lalu pada keduanya memiliki pemimpin-pemimpin yang memiliki figur berwibawa yang menjadi panutan banyak orang. Sehingga suara seorang pemimpin benar-benar didengar dan dilaksanakan. Sedangkan pada masa kini, suara dari seorang pemimpin malah menjadi polemik sebagai pengganti pelaksanaan. Bahkan tidak jarang perintah dari sang pemimpin tertinggi merubah menjadi olok-olok atau cibiran di dalam masyarakat.

Tulisan berikut akan sedikit membahas  tentang perlunya seorang figur untuk menjadi pemimpin suatu bagnsa.  Tentu saja, dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis dalam bidang ini, kemungkinan tulisan ini hanyalah suatu hasil dari pengamatan dan pemikiran yang terbatas, akan tetapi penulis merasa perlu untuk mendokumentasiknnya paling tidak apa yang telah didapat oleh penulis tidak hilang dan bahkan dapat dibagi dengan yang lain.

LATAR BELAKANG SEJARAH

Kepemimpinan Jaman Awal sampai Pertengahan

Manusia sudah mengenal kepemimpinan sejak jaman primitip di mana budaya sudah mulai dipakai oleh manusia di dalam bersosial. Itu dikarenakan di dalam bersosial-budaya akan ada kedudukan dari masing-masing anggota sosial tersebut. Untuk itu seorang pemimpin diperlukan.

Kemudian berkembang dengan dikenalnya Agama, di mana orang yang membawanya merupakan atau dipercaya yang mewakili Tuhan dari agama yang sedang ia bawa, bahkan tidak jarang bahwa si pembawa agama itu merupakan Tuhan dari agama yang dia bawa. Dengan demikian apapun aturan yang keluar dari mulut si pembawa agama, maka itu merupakan apa yang diminta oleh Tuhan dari agama itu. Artinya, apa yang diucapkan merupakan suatu kata suci berupa konstitusi yang datang dari Tuhan melalui seorang yang dianggap dewa, nabi dan lain sebagainya. Mereka itu (para Dewa dan Nabi) merupakan representasi Tuhan kepada manusia, sehingga petuahnya merupakan petuah Tuhan. Dengan demikian secara otomatis dia menjadi pemimpin bagi kaumnya. dan secara otomatis pula akan dihormati oleh kaumnya. Inilah yang menjadikan dia sebagai seorang figur panutan bagi kaumnya. Para Dewa, Nabi atau Rasul atau semacamnya akan memiliki konstitusi, biasanya berupa kitab suci yang diwahyukan kepada mereka. Dan kitab suci inilah sebagai konstitusi untuk kaumnya di dalam melaksakan kehidupan bersosial-budaya sehari-hari, itu termasuk ekonomi dan politik.

Tidak jelas kapan munculnya suatu kerajaan yang dikepalai oleh seorang Raja, akan tetapi sejarah mencatat bahwa pada umumnya pada zaman dikenalnya para Dewa, para Nabi dan sejenisnya dikenal juga istilah Raja sebagai  pemimpin,  itu tertulis di dalam setiap kitab suci agama. Bahkan tidak jarang pula seorang pemimpin sekaligus sebagai pemuka agama. Apabila ini yang terjadi, maka si Raja merupakan pemilik daerah yang dikuasai dan juga dia sebagai perwakilan Tuhan bagi kaumnya.

Apabila si Raja hanya sebagai penguasa saja (tidak termasuk pemuka agama), maka konstitusinya adalah apa yang dia perintahkan dan ucapkan. Akan tetapi apabila si Raja juga sebagai pemuka agama, maka konstitusinya adalah kitab sucinya dan ucapannya. Yang manapun dari keduanya, Raja merupakan sosok figur yang harus ditaati,  apabila tidak, maka akan dianggap pembangkang perintah Raja, yang mana tak seorangpun ingin menghadapi kosekwensi dari pembangkangan perintah Seorang Raja.

Kepemimppinan Setelah Abad 19

Setelah berakhirnya perang dunia pertama, maka kekaisaran Jerman, Rusia, Austria-Honggaria dan Usmaniyah runtuh. Negara-negara baru terbentuk baik di Eropah maupun di Asia akibat jajahan yang ditinggalkan oleh tuan mereka karena kekacauan di dalam negeri mereka sendiri, maka harus turun tahta akibat kalah perang. Lalu dibentuknya Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1919 sebagai kelanjutan dari Perserikatan Bangsa Bangsa yang dikenal saat ini. Serta yang terpenting adanya perubahan Pemerintahan akibat peleburan kelas sosial menjadi lebih demokratis. Hal inilah yang memulai bahwa setiap warga negara adalah sama kedudukannya dalam bernegara.

Akibat dari itu setiap negara menjadi sibuk dalam menyusun konstitusi yang bertujuan mengatur kehiduoan bernegara secara demokratis. Bukan hanya negara yang berbentuk non-monarki saja yang berbenah ke arah yang lebih demokratis, akan tetapi negara-negara yang masih mempertahankan monarki merekapun harus berubah ke arah yang demokratis. Raja yang sebelumnya memiliki kekuasaan absolut kini kekuasaan itu harus dialihkan kepada kehendak rakyatnya. Kerajaan lebih dipandang hanyalah sebagai simbol yang perlu dihormati sedangkan kekuasaannya sudah dipindahkan kepada rakyat melalui sistem demokrasi. Kerajaan tidak lagi mengurusi urusan kenegaraan, rakyatlah yang mengurusinya melalui perwakilan mereka yang telah mereka pilih dan dudukkan di parlemen.

Pimpinan dan konstitusi negara yang sebelumnya berada di dalam genggaman seorang Raja atau Ratu saja, sekarang beralih kepada Perdana Menteri atau Presiden yang telah dipilih oleh kebanyakan rakyat secara demokratis. Dan yang terpenting, mereka (perdana mentri dan presiden) semua harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan konstitusi yang telah disepakati, tidak perduli siapa yang akan duduk di atas kursi puncak pimpinan atau bahkan semua yang berada di dalam negara itu termasuk Raja atau Ratu, para Anggota Perwakilan Rakyat yang duduk di dalam gedung parlemen maupun masyarakatnya, semua harus tunduk kepada konstitusi negara.

Singkat kata adalah, siapapun yang akan duduk sebagai puncak pimpinan di suatu negara demokratis, maka dia harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh semua komponen bangsa dan yang telah tertuang di dalam konstitusi negara, tidak ada pilihan lain, tidak ada argumentasi lagi. Dan rakyat yang berada di bawahnya akan mematuhi perintah pimpinan selama perintah itu tidak keluar daripada konstitusi negara.

PARA PEMIMPIN YANG MELAHIRKAN INDONESIA

Hampir semua lapisan masyarakat sebelum Indonesia merdeka akan mengenal sosok Soekarno, Bapak Bangsa Indonesia. Indonesia yang telah dijajah oleh Belanda selama hampir tigaratus limapuluh tahun lamanya sebenarnya masyarakatnya telah melakukan perlawanan di dalam mengusir penjajah Belanda. Di mana hampir di setiap penjuru Nusantara perlawanan-perlawanan itu telah terjadi terhadap pihak penjajah. Akan tetapi mereka bergerak atau melakukan perlawanan secara sendiri-sendiri baik cara dan tujuannya sesuai dengan kelompok atau wilayah kekuasaan raja-raja daerah itu. Perlawanan mereka berdasarkan atas kepentingan wilayah mereka dan dapat dikatakan tanpa ada yang memberikan arahan tentang arah perlawanan dan perjuangan mereka untuk menyatukan seluruh wilayah Indonesia agar terbentuk sebuah Negara Kesatuan Indonesia. Yang terpenting bagi mereka agar wilayah mereka tidak dieksploitasi atau diduduki oleh penjajah.

Kira-kira di awal abad ke sembilan belas baru ada organisasi-organisasi kepemudaan atau nasionalis bermunculan yang kemudian dapat dipakai sebagai kendaraan untuk menuju suatu tujuan yang sama, yaitu untuk mengusir penjajah dan membentuk Negara Kesatuan Indonesia.  Pendek kata, dari sinilah akhirnya muncul nama para tokoh besar,  lalu diikuti dan dilanjutkan oleh penerus berikutnya serta diikuti oleh figur-figur lain yang akhirnya dapat melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Figur Soekarno merupakan suatu figur pemersatu untuk tujuan yang sama itu, utmanya yaitu mengusir penjajah dan membentuk Negara Indonesia yang merdeka. Soekarno seolah merupakan simbol perjuangan ke arah pembentukan suatu Negara Kesatuan Indonesia.  Ucapan-ucapannya melalui pidato dan orasinya menjadi sebuah arahan bahkan perintah yang memberikan alur ke mana semua masyarakat seantero Nusantara harus bergerak. Sehingga tidak jarang Soekarno menjadi sasaran pihak penjajah Belanda, baik itu penangkapan, pemenjaraan, serta pembuangan ke wilayah di luar Pulau Jawa.

Tipikal perjuangan yang dilakukan rakyat Indonesia waktu itu merupakan tipikal yang berlaku umum di dunia. Ambil contoh perjuangan yang dilakukan oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), mereka memerlukan sosok pemersatu mereka yaitu mendiang Ketua PLO, Yaser Arafat. Perjuangan yang dilakukan oleh rakyat China dalam melawan Dinasti Qing. Serta banyak lagi contoh yang membutuhkan peran seorang figur didalam pencapai tujuannya.

Demikian pula dengan Indonesia, perjuangan di bawah pimpinan Soekarno merupakan sesuatu yang diperlukan di dalam mengomandoi arah jalannya perjuangan agar dapat menghasilkan sesuatu yang seragam dan fokus pada satu tujuan. Hal ini dikarenakan tidak adanya rujukan lain sebagai aturan layaknya sebuah negara yang memiliki suatu konstitusi. Artinya, konstitusi ketika Indonesia belum merdeka adalah ucapan Soekarno.

Di sinilah menariknya. Figur itu diperlukan untuk mempersatukan tujuan sebagai pengganti konstitusi. Lalu pertanyaannya adalah;

Apakah pada suatu negara yang sudah memiliki konstitusi masih diperlukan seorang figur sebagai pemimpin?

Jawabannya bisa "iya" bisa juga "tidak", akan tetapi untuk memastikan hal ini marilah kita lihat pemaparan berikut ini.

Seperti telah dijelaskan di atas, ketika suatu masyarakat memperjuangkan kepentingannya untuk memperjuangkan suatu negara yang merdeka, sebenarnya masyarakat itu harus memiliki suatu konstitusi sebagai pegangan yang dapat mengarahkan, mengomandoi dan memberitahu tentang arah dan batasan perjuangan mereka. Karena negara belum terbentuk, maka konstitusi juga belum ada. Hal inilah yang menyebabkan dijadikannya ucapan pemimpin pergerakan sebagai konstitusi itu sendiri. Atinya konstitusi ketika negara belum terbentuk adalah ucapan dari pemimpinnya itu sendiri. Lain halnya apabila perjuangan suatu masyarakat yang sudah memiliki negara, arah perjuangannya adalah konstitusi negara itu sendiri sebagai haluan negaranya.

IBARAT DOKTER DAN PASIEN

Pada suatu negara merdeka dalam menuju kepada cita-cita nasionalnya bukanlah sesuatu hal yang mudah bagaikan membalik telapak tangan, akan tetapi memerlukan perjuangan yang berat juga tentunya. Sebagai contoh adalah Indonesia, sejak merdeka sampai sekarang berbagai peristiwa kecil sampai yang besar dan bahkan sampai memakan banyak korban jiwa telah dialaminya. Adanya pemberontakan Madiun, DITII, Peristiwa Gestapo atau G30-S dan lain sebagainya.

Sampai sekarang apabila ditanyakan kepada setiap penduduk Indonesia, sampai dimanakah cita-cita Bangsa saat ini?.  Tentu tidak ada yang dapat menjawabnya secara tepat. Bahkan mereka akan lebih setuju jika Indonesia saat ini sedang sakit komplikasi, jangan ditanya tentang sampai di mana jalan cita-cita bangsanya, akan tetapi tanyalah bagaimana Indonesia dapat sembuh dari sakit yang sedang dideritanya ini.

Katakanlah Indonesia (baca seluruh komponen bangsa Indonesia) memang betul-betul sakit (komplikasi), maka akan diperlukan seorang pemolong untuk menyembuhkannya, katakanlah dokter. Dokter ini merupakan seorang yang memang sudah dipilih oleh kebanyakan rakyat Indonesia, sehingga dia dinobatkan sebagai dokter pribadi Indonesia selama 5 tahu ke depan.

Setelah dilakukan suatu diaognosa dan diketahui penyakitnya, lalu dokter memberikan cetak biru untuk program penyembuhan, dan dibuatlah program penyembuhannya. Mulai dari program tidur dan istirahat lainnya, makan, minum, olahraga dan hiburan,serta obat yang harus dikonsumsi. Itu semua demi untuk penyembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien yang disebut Indonesia.

Di sini ternyata ada 3 unsur untuk mencapai tujuan penyembuhan si pasien yang sedang sakit, Indonesia. Pertama adalah si dokter, kedua adalah programnya, dan yang ke tiga adalah si pasien yang sedang sakit yaitu Indonesia.  Dari ketiga unsur itu akan saling tergantung satu dan lainnya, apabila salah satunya tidak ada, maka mengharapkan kesembuhan si pasien akan sulit dilakukan, bahkan dapat dikatakan mustahil untuk disembuhkan. Si dokter harus memantau perkembangan si pasien, si pasien harus disiplin dalam menjalankan program yang telah diberikan oleh si dokter.

Demikian pula bagi Indonesia, si dokter (baca pimpinan negara) harus serius didalam menangani pengobatan untuk kesembuhan pasien (komponen bangsa) yang sedang ditangani. Program-program yang sudah dibuat harus sesuai dengan konstitusi yang sudah disepakati. Komponen bangsa sebagai pasien harus taat didalam penyelenggaraan bernegara sesuai arahan si dokter/pimpinan. Di sini terlihat bahwa, siapapun dokter yang akan menangani kesembuhan si pasien, si pasien harus disiplin dalam mengikuti apa yang telah dinasehatkan oleh si dokter. Artinya, siapapun pemimpin tertinggi yang mengomandoi duduk di atas kursi komando dalam membawa arah untuk mencapai tujuan sesuai haluan negara, maka semua komponen bangsa harus tunduk kepada aturan atau program yang telah dibuat. Tanpa kedisiplinan si pasien, maka jangan harap kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh si pasien akan dapat disembuhkan.

KESIMPULAN

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan secara sederhana seperti berikut:
  1. Seorang figur itu diperlukan manakala tidak adanya aturan main atau konstitusi yang baku di dalam menjalankan arah tujuan suatu perjuangan.
  2. Apabila aturan main sudah hadir, maka siapapun yang duduk sebagai pemimpin, dia harus menjalankan tugas dalam mencapai tujuan yang sedang diperjungkan dengan membuat suatu program yang sejalan dengan apa yang termaktub di dalam konstitusinya. 
  3. Semua komponen bangsa yang dianggap sebagai bagian pasien dari seorang pemimpin yang sudah dipilih, harus secara disiplin mengikuti apa yang telah dipperintahkan oleh pemimpin terpilih.
  4. Sesuai dengan apa yang telah disebutkan pada titik 2 dan 3, maka seorang figur itu tidak diperlukan karena sudah adanya konstitusi, yang lebih penting dari itu adalah si pasien (termasuk komponen bangsa yang sedang sakit) harus berlaku disiplin di dalam mengikuti apa yang diarahkan oleh si dokter sebagai pemimpin tertinggi negara.
End.

Medio Abu Dhabi, 7/6/'17

No comments: