Ketika aku sampai di depan pintu masuk gedung kantor KBRI Abu Dhabi, sandal-sandal anak-anak dan orang tua berserakan. Ini menggambarkan bahwa ruangan majelis hari ini dihadiri oleh banyak orang. Dugaanku tidak salah, ketika aku masuk ruangan majelis pengajian Pak Ustad Mohammad Nuzul Zikry sudah duduk di atas kursi depan sambil berceramah menghadap ke para hadirin yang sedang duduk lesehan berbaris seperti shaf sholat agak berhimpitan. Aku sempat bingung juga akan duduk di sebelah mana enaknya, suasananya penuh, dan dalam pikirku mengatakan; "Inilah resiko datang terlambat..!, acara sudah dimulai sejak aku belum sampai".
Aku langsung duduk dibagian agak belakang di celah sempit sebelah seorang lelaki yang telah aku kenal sambil memperhatikan Pak Ustad yang sedang memberikan ceramah, sampai aku mendengar bahwa ceramah kali ini adalah ceramah sesi lanjutan dari ceramah kemarin, yaitu ceramah Sesi ke 3.
Lalu aku fokuskan untuk mendengarkan ceramah Pak Ustad dengan seksama sambil aku mencatat ceramahnya dengan menggunakan HPku seperti berikut:
Pernahkah mendengar tentang Nabi SAW membuli atau mengolok-olok Abulahab?. Orang dekat yang paling memusuhi Nabi SAW. "Tidak", jawab Pak Ustad terhadap pertanyaannya sendiri. Jadi, kalau melihat temannya melakukan kesalahan, maka berilah dia nasehat.
Misalnya, ketika melihat rekannya melakukan kesalahan atau salah, lalu menasehatinya dengan nada yang agak menyinggung, "Bapak tau itu salah?, ini masuk neraka pak...!". Jangan menasehati rekan yang sedang melakukan kesalahan dengan cara begitu, nasehatilah dengan cara pelan-pelan. Misalnya, "Bapak, saya pernah membaca hadis, ada hadis yang Bapak bisa mencoba untuk membacanya, ini dia hadisnya", Begitu kira-kira kalau menasehati seseorang. Jangan mengatakan, "Bapak sih nggak
pernah datang di pengajian KBRI..!!", seolah-olah menyalahkan orang yang sudah melakukan kesalahan dengan mengungkit-ungkit kesalahannya.
Kita tidak akan maju tanpa di kritik. Kritik boleh, akan tetapi yang santun. Jadi, kita
tetap tegas, tapi hikmah. Kritik itu perlu. Misalnya kalau tanpa ada kritikan, "Satu tambah satu sama dengan tiga", Walaupun itu salah, karena sesama muslim, maka tidak perlu disalahkan. Dengan membiarkan begitu tanpa dikritik, maka apakah dia akan menjadi mengerti tentang matematika atau tidak?, tanpa dijawab Pak Ustad melanjutkan ceramahnya. Demikian juga dengan Islam, jika ada yang melakukan kesalahan, maka diberitahu, diingatkan bagimana yang benar, bukan ketika ada saudara
kita sedang mendapatkan hidayah lalu didengki, jadi yang namanya saudara harus senang melihat saudaranya yang lain mendapatkan hidayah.
Pak Ustad memberi contoh seperti berikut; Imam Syafii mengatakan, "Aku ingin ada
orang yang mengambil ilmuku akan tetapi orang itu tidak pernah nyebut namaku", masyaAllah betapa mulianya Imam Syafii.
Ada orang yang dikritik jadi marah-marah, jadi tersinggung, lanjut Pak Ustad. Ketika mendengar diingatkan tentang kesalahannya oleh saudaranya yang lain lalu yang diingatkan menjawab; "Kamu itu anak
kmaren sore mas..!, aku sudah sholat kamu masih ingusan". lalu Pak Ustad mengingatkan bahwa jangan begitu apabila diingatkan atau dikritik oleh orang lain.
Masalah yang ke dua; Ajaran dan akhlak.
"La yukminu uhibbu ahadukum illa binafsi". Semua ahlak berakar kepada dalil ini. sambung Pak Ustad.
Contohnya, kalau orang lain memberi senyum, maka dia akan tersenyum juga. Contoh lainnya; pada saat
kita bertemu seseorang, kita harus berkata santun. Lalu Pak Ustad menanyakan kepada para hadirin;
Ketika kita sedang sakit, apakah kita pingin
dijenguk atau dicuekin?. ....
Pada saat sedang bertamu ke rumah orang, apakah kita ingin dijamu atau
dicuekin?. ....
Kalau dijamu apakah kita lebih suka menu makan berat atau makan ringan?....
Mendengar jawaban samar-samar hadirin karena suasana di belakang berdiskusi sendiri-sendiri, lalu Pak Ustad melanjutkan dengan mengatakan bahwa; tamu itu dijamu, jamuan itu adalah makan,
bukan minum.
Kalau sedang menghadiri undangan, apa yang diinginkan?, kambing guling, bukan tempe
goreng. Ketika menjamu orang lain, anggaplah atau jadikan apa yang kita sukai, apa yang kita ingini itu adalah apa yang akan diberikan kepada orang lain yang sedang kita jamu, berilah sesuatu yang sama dengan yang diingini oleh diri
sendiri. Itulah yang seharusnya, lanjutnya.
Semua akhlak yang kita lakukan akan masuk di sini; "La yukminu uhibbu ahadukum illa binafsi".
Kalau ada tamu dari Indoneesia, ajak dong jalan-jalan ke Dubai, gitu...!, lanjut Pak Ustad.
Terakhir; dalam masalah dunia. Contohnya, misalnya kita punya mobil, katakanlah Mersi,
maka ketika kita sedang melihat saudara kita sedang mengayuh sepeda ontel, maka kita harus berdoa, agar
saudara kita itu bisa dapat membeli Mersi juga nantinya. Jangan semakin memamerkan bahwa sekarang sudah bisa naik Mersi kepada saudara yang lainnya. Inilah penyakit laki-laki, suka pamer, karena ingin dipuji.
"La yukminu uhibbu ahadukum illa. binafsi". Semoga dia
meempunyai gaji minimal sama seperti saya, sehinga bisa memiliki seperti apa yang saya miliki. Bahwa pesan puncak
hadis ini adalah; menginginkan saudara kita lebih hebat dari kita.
Abu Sofyan berkata; "Apabila kita tidak memiliki perasaan kepada arang lain agar orang lain bisa
lebih hebat dari kita, maka itu namanya kita ber'khianat'". Apabila kita bisa membuat sayur asem,
maka berdoalah semoga dia bisa membikin yang lebih hebat lagi.
Ada orang membelanjakan uangnya untuk membeli tas 200 jutaan, tujuannya hanya ketika berpapasan dengan orang lain, orang lain itu menengokkan kepalanya sampai 90 derajat. Ketika ada yang menanyakan tentang tas yang sedang dibawanya; "Ini beli dimana?", lalu dijawab, "Ini limited edition, lho...!".
Orang muslim itu bukan tampil "wah" dihadapan saudaranya. Dan itulah akhlak
orang tua kita. Setiap orang tua menginginkan anaknya lebih hebat dari orang tuanya. Bukan "ego" yang ditampilkan, maka sebagai orang tua akan berusaha agar anaknya bisa lebih hebat dari orang tuanya.
Bagaimana
kita bisa seperti itu?, berkompetsisi saja marah. Kita punya usaha mie ayam, lalu
di jarak dekat ada juga yang berjualan mie ayam, akan tetapi mie ayamnya laku laris. Lalu katakan bagaimana perasaan kita sejujurnya?. Suasana hening sejenak, tanpa adanya jawaban Pak Ustad melanjutkan ceramahnya. Pokoknya Jangan berpikiran sempitlah.
Yang terakhir nih..!, lanjutnya. Kita diminta untuk
melakukan kebaikan sebagaimana untuk diri kita sendiri. Apa alasannya?; tanyanya. Sebab mengapa ini
menjadi ini iman kita itu baik?. Sebab sesama muslim itu satu tubuh.
Perumpamann kasih sayang diantara mereka itu ibarat satu tubuh, ini hadis; lanjutnya.
Kalau kita satu tubuh, apa bila anggota tubuh yang lain sukses kita akan senang, tidak?. Pasti senang; lanjutnya. Misalnya salah satu sandal atau sepatunya jebol, lalu terpaksa harus jalan
kaki "nyeker", maka yang merasa menderita siapa?, semua tubuhnya, khan?.
Siapa yang punya ide
untuk membeli sepatu baru?, adalah otak kita. MasyaAllah. ketika hari Minggu, seluruh
tubuh berangkat ke toko sepatu. Tidak ada satu anggota tubuhpun yang ketinggalan. Sampai di Toko Sepatu yang sibuk siapa?, mata melihat-lihat, si kaki yang butuh sepatu tenang-tenang saja. Lalu mulut bertanya
ketika ada yang cocok,, ada nomer 42?, harganya berapa? dan seterusnya. Kaki tenang-tenang saja. Lalu setelah sepatu didapat, dan nanti ketika pulang ke rumah, hati yang bahagia, bukan kaki.
Itulah perumpamaan dalam kasih
sayang, mereka ibarat satu tubuh.
Sudahkah kita ini satu tubuh? semua dari kita?.
Pembuktiannya, la uhibbu ahadukum illa binafsi. Kita menengok saudara kita yang sakit. Kita memberi saudara kita yang sedang membutuhkan,
dan lain-lainnya. Inilah yang mengakhiri ceramah Sesi ke 3 hari ini.
SESI TANYA-JAWAB UNTUK TOPIK SESI KE 3
Pertanyaan pertama datang dari seorang lelaki yang duduk di serong kanan dari Pak Ustad. "Bagaimana berikap terhadap orang yang tidak seiman?". Inilah pertanyaan pertama. Lalu dijawabnya oleh Pak Ustad sebagai berikut:.
Harus berlaku baik terhadap mereka, asalkan mereka juga berlaku baik terhadap kita,
dan kita melawan jika mereka memerangi kita.
Bagaimana Rasul menjadi seseorang yang tidak pendendam? Lanjut Pak Ustad kepada para hadirin seolah bertanya yang tidak perlu jawaban.
Dulu, kita belajar adab terlebih dahulu sebelum
belajar ilmu. Jadi, sejak awal seseorang sudah dikondisikan. Saat ini sebagai transfer
ilmu kita butuh materi adab, yang pertama itu adab, itu penting, ilmu
tidak bisa dipisahkan dari adab. Di dunia ilmu itu standarnya tinggi.
Kita punya ustad, misalnya ustad Ahmad, siapa ustad anda? ustad Ahmad.
Dulu kalau memanggil ustad adalah, ustaduna hafidakumullah. Begitu sopan,
ustad kita semoga terlindungi.
Yang ke dua penyebabnya, metode sekarang ini
tidak bertemu langsung dengan ulama (pengajarnya). Misalnya belajar melalui viseo, radio, atau otodidak. Salah satu
ulama, dalam buku Almukhalafah oleh Mansur Hasan; kalau mengkeritik tajam, jangan dipakai
untuk pemula.
Kalau belajar bersama itu berbeda caranya, ada yang lebih senior, ada yang
rendah ilmunya, jadi beda.
Ada sebuah majelis, belum dimulai langsung bertanya, lalu dijawab
kemudian dibantah. Begitu terus, akhirnya si Syeh bilang, kita lanjutkan nanti berdiskusi 4
mata saja, kita teruskan kajian ini, lalu dia nggak puas dan ingin keluar,
lalu Syeh mengatakan, hai fulan, jangan keluar dulu, kehadiran anda
di majelis ini membahagiakan kami.
Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan kedua, suara lelaki penanya yang duduk menyamping dari sebelah kanan Pak Ustad dimulai dengan kata; "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh". Lalu dilanjutkan dengan; "Jika, orang non muslim mengundang orang muslim, dimana dia makan makanan najis, lalu bagaimana si muslim harus bertindak?".
Pak Ustad langsung menjawab sebagai berikut; Kita kembali ke toharoh, sesuatu yang najis, atau haram, jika wadah itu
sudah dibersihkan, maka bisa dipakkai untuk yang lain. Kalau memang ada yang haram, maka yangg
haram dibuang. Nabi pernah diundang oleh orang Yahudi, Nabi makan makanan yang disuguhkan, tidak ada
masalah. Kita boleh datang sebagaimana Nabi datang.
Dalam hal berteman, lanjut Pak Ustad. Kita lebih terhalang dalam menyampaikan kebaikan. Kita takut
tentang ukhuwah diantara teman. Ini yang kita tekankan, hubungan yang baik itu adalah
hubungan yang tanpa kritik. Imam syafii pernah mengatakan, berteman itu, "Innal insana
lafi hursi, illalladina aamanu watawasow bilhaqqi watawa saubissabar". Allah SAW menggunakan "watawasow", ini menunjukkan
saling timbal-balik. Anda dinasehati atau sebagai penasehat. Jadi, orang yang tidak
pernah dinasehati karena selalu memberi ceramah menasehati orang, maka dia merugi.
Nabi saja menerima masukan, ketika perang Uhud nabi menerima masukan dari salah seorang sahabatnya.
Nasehat itu
merupakan pembersih debu, merapikan ketidak rapian, memperbaiki kesalahan. Kalau tidak ada nasehat atau tidak mau dinasehati, maka dia
bukan mukmin sejati. Yang penting niat dalam menasehati bukan untuk menjatuhkan, tetapi
memperbaiki.
Nasehat itu harus jujur, terus yang kedua; Tolonglah orang yang
dholim atau yang didholimi. Cegahlah dia untuk mendolimi. Dengan semangat
pertolongan, bukan dengan frontal. Terkadang masalahnya, bagaimana cara
menyampaikan lepada orang yang akan ditolong, tetapi bukan menyampaikan permasalahannya. Coba, orang yang mau
dipotong tangannya oleh dokter, dokter akan menyampaikan dengan berkata; Pak tangan Bapak ini harus dipotong, karena tangan Bapak sudah kena
infeksi, kalau tidak dipotong akan mengakibatkan keselamatan nyawa Bapak.
Lain halnya jika ditampar orang di pasar. Mana yang lebih sakit jika dibandingkan dengan dipotong tangan oleh dokter?. Karena dokter itu
menolong, maka orang yang dipotong tangannya tidak marah. Ditampar itu
marah karen bukan menolong. Jadi, semangat pertolongan itu merubah banyak
hal pada diri kita.
Kemudian pertanyaan berikutnya datang dari arah belangku, suara wanita itu menanyakan tentang silaturrahmi. Lalu Pak Ustad menjawab dengan; Masalah silaturrahim. Rahim itu merupakan tempat mengandung dari seorang ibu. Jadi, silaturrahim itu ada
hubungan saudara sedarah, tetapi dihubungkan dengan hubungan saudara sesama Islam.
Kemudian pertanyaan berikutnya datang dari seorang lelaki lain yang menanyakan tentang bagaiman hukum membaca zikir dengan mengeraskan suaranya dan dilakukan bersama-sama?. m yg terbaik Allah yg jawab,
albakoroh m.berdikirlah kepada robmu dgn menghadirkan hatimu, dan tidak
dikeraskan. Tunduk, dng suara yg rendah, n penuh ketakutan kpd allah.
SESI 4
Bagaimana membentuk keluarga bersama Rasulullah SAW.
Ceramah Sesi ke-4 dimulai dengan kata salam dan kata pembuka Bahasa Arab. Tema kali ini menurut Pak Ustad terinpirasi dari suat Al Furqan ayat 4, Tuhan berilah pasangan kepada
kami ... dan seterusnya. Lalu Pak Ustad melanjutkan; Doa saja tidak cukup, harus dibarengi dengan ikhtiar. Kita tidak pernah
mendidik anak kita, kita tidak mengajari anak kita. Maka tidak berguna itu doa.
Banyak orang yang salah kaprah dengan anaknya. Ada dengan harta saja bisa menjadi
khuratain bagi anaknya. Banyak yang mengansumsikan jika menyekolahkan di
sekolah internatunal. Anak yang dididik dengan harta tidak akan jadi kurrratain. Untuk mencetak itu butuh ilmu.
Simpel saja. Mengurusi minyak memakai ilmu,
Mengurusi komputer memakai ilmu. Mengurus manusia yang sangant tinngi butuh ilmu. Harus
pakai ilmu, dan kita harus mengajarkarkan ilmu kepada mereka.
Ayat; jagalah
kalian dan keluarga kalian dari api neraka. Tafsirnya, mencegah dari api
neraka itu harus dengan ilmu. Nah sekarang bagaimana kita akan mengajari anak kita jika kita tidak
punya ilmu?. Bagaimana bisa bersedekah jika tidak mempunyai harta?. Ada pengusaha,
biasa mengendalikan ribuan karyawan, tetapi tidak bisa mendidik anaknya
Ketika Nabi SAW, berjalan dengan anak kecil, lalu Nabi SAW berkata kepada Ibnu Annas; "Jagalah hak mu, maka Allah akan akan menjaga hak mu. Jika engkau mau minta, maka mintalah kepada Allah". Nabi SAW tidak pernah menajarkan untuk meminta pertolongan kepada sesama
manusia. Lain dengan kita, jika anak kita tinggal di rumah, maka dia disuruh meminta
bantuan pada si Fulan sesama manusia apabila ada apa-apa. Disuruh bergantung pada manusia
bukan pada Allah.
Klok kita sedang melakukan perjalanan ke Dubai, kita sering ingat anak
atau tidak? Kalau ibu-ibu ingat..!, anak-anak ibu suka apa, misalnya suka susi, dibeliin tidak?, tanya Pak Ustad. Dibeliin, jawab ibu-ibu. Lalu Pak ustad melanjutkan; Ketika sampai di rumah memanggil anak-anak tidak?, nak..!, kemari nak turun, ini
ibu membeli susi untuk kalian. Nak sini nak..!, tadi ibu ke Mall, dengan rahmat Allah ibu
bisa membelikan susi untuk kamu.
Contoh, Pak Arif sahabatan dengan Pak Tono. Pak Tono selalu memberikan perhatian pada anak Pak Arif, setiap ketemu Pak Tono mesti
membelikan sesustu. Bagaimana anak itu terhadap Pak Tono?. Sama saja dengan jika kita
perkenalkan bahwa semua itu dari Allah, maka anak akan terimakasih kepada Allah. Jika anak minta ijin; "Ma...!, aku akan pulang terlambat hari ini. Lalu si ibu mengatakan; Kalau ibu tidak apa-apa, tetapi ayahnu itu galak". Hal demikian salah, seharusnya anak kita dididik agar takut kepada Allah.
Anak kita punya masalah di sekolah. Ibunya dipangil, "Bu..!, ini
anak sudah 17 hari tidak masuk". Si ibu begitu ketemu si anak biasanya akan bilang; "Kamu ini bikin malu keluarga dan papa". Lagi-lagi papa. Seharusnya mengatakan; "Kamu
bisa main belakang, tapi Allah maha tau". Itu cara menngajarkan tauhid pada anak. Inilah, manusia bisa ditriki-triki, tapi Allah tidak, karena Allah maha tau.
Makanya mumpung anak masih kecil, ajarkan akidah. Setelah itu ajarkan
ibadah. Ajarkanlah sholat diusia 7 tahun, dan pukullah jika tidak melaksanakan sholat pada
usia 10 tahun.
Di Islam adab memukul itu boleh. Di Barat tidak boleh.
Bahkan mengatakan tidak saja, itu tidak boleh, menurut mereka takut membunuh
kreativitas mereka.
Yang pertama; Akhlak.
Ketika para sahaba sedang makan bersama Rasulullah SAW, maka sahabat Umar makan juga, beliau comot sini-comot
situ. Lalu Nabi SAW mengaajarkan adab; "Nak kalau makan bacalah bismillah, makanlah yang
ada di depan mu ".
Ketika anak dibawa ke Masjid, loncat sini-loncat sana, anak harus dikasih
tau; "Nak..!, ini Masjid bukan Gym". Anak harus dididik, bagaimana jika mereka sendirian,
jika mereka di tempat umum.
Ayah dan ibu harus mempunyai ilmu. Makanya kita sebagai orang tua harus belajar, belajar dan belajar. Jadi, jika menjadi orang tua harus belajar. Jadi jangan salahkan anak jika anak nunjuk-nunjuk kita
ketika kita dewasa, membentak-bentak kita ketika mereka dewasa. Pastikan, anak kita
sholat, karena pengaruh kita, bukan karena pengaruh gurunya. Agar ketika mereka sholat kita akan mendapatkan
pahala, bukan gurunya. Itu kalau anaknya cuma satu, kalau anaknya tujuhbelas?.
Kita harus punya
target, paling tidak menghafal surat Alfatihah dari kita.
Yang kedua setelahnya; Ilmu.
Kita
harus jadi idola dari mereka. Setelah Allah, Rasul dan yang ketiga orang tuanya. Jangan
harapkan anak kita sholat kalau kita tidak sholat. Ketika bapaknya santun pada
ibunya, maka anaknya akan santun pada orang lain. Hati-hati kalau di rumah.
Banyak suami membentak di depan anaknya. Istri lempar gelas di depan
anaknya. Itu akan ditiru oleh anak-anaknya.
Ada cerita, anaknya masih kecil,
sudah berada dilingkumgan berhijab sejak kecil. Lalu anaknya bertanya kepada ayahnya; "Ayah...!, kenapa istrimu (dalam hal ini ibunya sendiri) tidak berhijab?. Khan
hijab itu wajib?". Inilah anak, dia merekam contoh di sekelilingnya.
Yang ketiga; Sabar.
Mendidik
anak itu butuh kesabaran. Ini yg kadang hilang dari kita. Kita kurang sabar. Padahal Allah menuntut kita untuk sabar. Allah berfirman; "Dan perintahkan keluarga kalian untuk sholat dengan sabar". Ajarilah sholat sej ak usia7
tahun, dan pukullah jika usia 10 tahun karena tidak melakukan sholat. Ini berarti kita harus bersabar selama 3
tahun, 365x5x3. 5475 kali, setelah itu digebukin. Pukulanya tidak menyakitkan.
Inilah kesabaran. Karene kita tidak sabar, maka kita kasih anak-anak gujet, kita kasih mereka game
online. Anak menangis biarkan saja, harus sabar. Ada cerita, keluarga dengan 2 anak, mereka
slalu berantem. Lalu suatu waktu ingin berlibur ke Bandung, mereka senang bukan main. Lalu mereka sekeluarga membuat janji; "OK..., demgan janji tidak
boleh berantem". Lalu mereka setuju; "OK". Lalu mereka jalan.
Sepanjang jalan mereka bisa menahan tanpa berantem. Setelah sampai dekat Bandung lalu kedua anaknya
berantem. Bapaknya langsung memberi tanda riting mobilnya untuk kembali. Lalu anaknya bertanya; "Pa..?, papa mau
kemana?", anaknya terheran-heran. Dengansingkat papanya mengatakan; "Pulang ke Jakarta". Anaknya semua bengong, lalu berkata; "Pa..., kita khan mau ke Bandung". "Iya
kalian tadi khan berantem". "Tidak pa, janji tidak brantem lagi". Taip Bapaknya terus kembali ke pulang ke Jakarta. Dan sejak saat itu anaknya tidak pernah
berantem lag.
Tiba-tiba HPku mati. Setelah aku periksa HPku kehabisan batterei, sayang..., aku yakin di ruangan Majelis ini tidak ada yang membawa charger untuk HP Blck Berry. Maka tulisanku harus aku akhiri sebelum ceramah Pak Ustad Mohammad Nuzul Zikry berakhir.
END.
No comments:
Post a Comment