Tuesday, August 25, 2015

AKU INGIN BETAH DI UAE - Bagian- 1

PENDAHULUAN

Adakah yang ingin betah hidup di UAE?

Untuk menjawab pertanyaan di atas tentu akan tergantung, tetapi apabila jawabannya "iya", maka trik agar selalu betah adalah membayangkan bahwa di tempat lain adalah lebih buruk daripada di UAE. Dengan kata lain, agar bisa betah selalu diingat hal-hal yang baik-baik saja pada tempat yang sedang ditinggali, demikian sebaliknya apabila ingin menjawab "tidak".

Tulisan ini disusun bukan untuk menjawab pertanyaan di atas. Tulisan ini ditulis untuk mencatat apa yang telah terjadi dan dialami oleh penulis ketika hidup di UAE sejak mulai persiapan untuk berangkat pada tahun 1994 sampai sekarang ini.

UAE merupakan suatu negara yang termasyhur dengan penghasil devisa dari minyak bumi. Negara kaya ini memang memiliki daya tarik sendiri walaupun variasi suhu udaranya ketika di musim dingin mencapai 13 derajat Celsius dan pada musim panas bisa sampai 50 derajat Celsius. Tulisan ini guna untuk berbagi pengalaman kepada pembaca yang tertarik untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana kehidupan di UAE pada umumnya.

Menulis merupakan salah satu kesenangan penulis, akan tetapi sampai dengan ide ini ditulis belum pernah satu bukupun yang  dipublikasikan oleh penulis. Dikarenakan rasa sayang saja apabila pengalaman hidup di UAE ini dibiarkan begitu saja tanpa dicatat, karena penulis menyadarinya bukanlah perkara mudah untuk bisa bertahan di UAE sampai sekian lamanya. Dan juga, apabila pengalaman ini tidak dicatat, maka pengalaman yang penulis anggap penting ini tidak akan berguna untuk memberikan informasi kepada siapa saja yang ingin diperoleh agar dapat memberikan gambaran yang memberikan arah untuk tinggal di UAE. Bahkan terkadang ada pengalaman unik yang dirasa bertentangan dengan kebiasaan orang Indonesia kebanyakan.

Penulis mengharapkan, semoga setelah membaca tulisan ini secara keseluruhan, ataupun sebagian, akan memberikan gambaran pencerahan tentang bagaimana kebiasaan hidup di UAE. Tentu saja, apabila ada yang tidak berkenan dan/atau sudah tidak relevan lagi, hal ini bukan berarti penulis memberikan informasi yang salah, akan tetapi dikarenakan bahwa tidak semua yang ada di UAE seperti apa yang ditulis di tulisan ini. Artinya, apa yang akan ditulis ini merupakan sebagian saja berdasarkan pengalaman yang ada. Semoga ke depan akan dijadikan perbaikan.

Kisah ini sebenarnya diawali sekitar bulan Maret tahun 1994 ketika seorang rekan kerjaku di PT. Pal Surabaya memberi informasi bahwa ada tim dari UAE yang sedang mencari tenaga ahli perkapalan akan berkunjunga ke Surabaya. Penyerahan surat lamaran serta wawancara akan dilakukan di Hotel Sahid Surabaya. Lalu untuk lebih jelasnya bisa dilihat dibagian promosi koran lokal Surabaya Pos.

Dengan semangat antusias yang rendah aku coba mencari koran Surabaya Pos di Bagian Administrasi Direktorat Teknologi di Direktorat tempat aku berkantor. Benar saja, iklan hari ini masih memuat pengumuman itu. Setelah aku membaca promosi di koran itu aku pikir masih ada waktu sekitar empat hari lagi sebelum tim itu datang.  Seperti yang aku duga, aku tidak tertarik untuk membuat lamaran, apalagi mengajukan lamaran.

Rekan kerja di sekitarku disibukkan untuk mempersiapkan persyaratan yang harus dipersiapkan untuk memenuhi surat lamaran yang telah mereka persiapkan. Mereka sepertinya membuat perasaanku panas dan akhirnya menjadi goyah. Setelah aku pikirkan lagi, sehari kemudian aku memutuskan untuk mencobanya dengan maksud untuk selain memadamkan perasaan yang sudah panas, juga hanya untuk menguji diri sendiri tentang kemampuan mencari kerja di perusahaan asing. Lalu aku persiapkan surat  lamaranku serta daftar riwayat hidup dalam bentuk berbahasa Inggris.

Aku membuat surat-surat itu sesuai dengan apa yang pernah aku buat ketika aku mengajukan lamaran kuliah Master ke University of South Hampton, Inggris. Walaupun kuliahnya tidak kesampaian tetapi aku masih mempunyai file dokumen di dalam komputer kantormu. Aku pikir lamaran sudah tidak ada masalah, demikian juga daftar riwayat hudupku, semuanya sudah dalm bentuk Bahasa Inggris. Kini yang aku perlukan adalah, aku harus menfokuskan diri mencari cara bagaimana nanti pada saat tes wawancara aku bisa menjawab pertanyaan yang tentunya akan menggunakan Bahasa Inggris. Suatu bahasa yang sudah mulai aku pelajari sejak aku duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama sampai aku kuliah tingkat dua. Selain itu masih aku tambah kursus di Institute Pembangunan selama kurang-lebih satu tahun.

Walaupun begitu, sampai kini Bahasa Inggris bagi aku sendiri masih jauh dari kata memuaskan. Aku merasa lebih gampang mempelajari Ilmu Matematika atau Fisika daripada belajar Bahasa Inggris. Jadi, aku tidak heran apabila sampai saat ini cara berbaha inggrisku kebanyakan masih plegak-plegok.

Dalam renungan untuk mencari cara agar aku bisa menjawab pertanyaaan-pertanyaan dalam wawancara nanti, akhirnya aku menemukan jawabannya.  Untuk dapat menghadapi wawancara berbahasa Inggris nanti seperti apa yang sedang ada di dalam pikiranku. Pikiranku mengatakan;

"Nanti mereka pasti akan menanyakan tentang pekerjaanku sekarang. Aku harus membuat suatu konsep berupa jawaban dengan Bahasa Inggris seolah-olah pertanyaannya tentang pekerjaanku sekarang". Demikian antara lain yang ada di pikiranku, lalu; "Aku harus menulis dengan menceritakan pula tentang pekerjaan yang pernah aku lakukan sebelumnya. Artinya, semacam surat pengalaman kerja tetapi sedikit lebih terperinci". Itulah ideku.

Tanpa ragu lagi aku membuat cerita pengalaman kerjaku dalam Bahasa Inggris. Apabila ada yang masih kurang bagus, lalu aku perbaiki, baik dari segi cerita ataupun dari segi gramatikalnya. Akan tetapi tetap saja aku buat sesederhana mungkin agar yang membacanya mudah untuk memahaminya, dengan maksud agar aku nanti tidak dikejar lagi dengan pertanyaan lain karena tulisanku yang tidak jelas. 

Dan akupun selesaikan semua rencanaku tanpa seorang rekanpun yang mengetahuinya. Sehingga aku kini siap secara mental untuk mencoba diri-sendiri melakukan wawancara dengan menggunakan Bahasa Inggris.

Pagi ini merupakan jadwal wawancara yang aku sebut sebagai hari H, yang berarti "Hari Jadi". Di hari H ini rekan-rekan kerjaku di Bagian Lain ada yang sudah berangkat terlebih dahulu. Aku keluar kantor sekitar pukul 10 pagi dengan naik sepeda motorku dari PT. Pal ke Hotel Sahid Surabaya berboncengan dengan seorang rekan kerjaku yang dulunya pernah sebagian dengan aku akan tetapi kini sudah pindah di Departemen Niaga. Jalan yang aku lalui seperti biasanya saja karena jalan dari kantorku ke Hotel Sahid sudah aku lalui hampir setiap hari ketika aku masih kuliah dulu. Aku dengan reanku seprti biasanya saling bercanda tentang topik yang dianggap lucu. Tidak terasa aku harus memasuki halaman parkir Hotel Sahid yang sebelumnya belum pernah aku masuki.

Sesampai di halan parkir aku sudah melihat banyak dari teman kantorku yang sudah memparkir kendaraan mereka dan sedang berjalan menuju ke pintu masuk Hotel. Mereka lalu masuk ke lobi Hotel dan aku menyelesaikan memparkir sepeda motorku.

Aku lihat seorang rekan kerjaku yang lain membawa tas kulit jinjing berwarna coklat. Tentu saja rekan yang ada disampingku merasa kaget dengan penampilan yang tidak biasa itu. Kekantor untuk bekerja saja tidak pernah melakukan seperti itu, membawa tas jinjing kulit agar terlihat lebih perlente. Aku dan rekanku jadi tertawa melihat penampilannya, penampilan yang jadi lucu karena biasanya kami bersenda gurau bersama, kok sekarang berpenampilan serius.

Sambil berjalan menuju ke pintu masuk bagian samping Hotel aku lihat hampir semua rekan-rekanku yang aku kenal tidak aku lihat lagi. Walaupun aku masih melihat seseorang yang masih belum masuk. Aku menyapanya ketika aku melaluinya. Setelah saling bertegur sapa kami bertiga memasuki lobi Hotel dari pintu samping kanan yang berseberangan dengan tempat parkir sepeda motorku.

Di dalam ruang lobi rekan-rekanku berkumpul. Mereka masih belum diperbolehkan naik menuju ke tempat tes wawancara karena ruangan untuk tes sedang ditata. Aku memilih keluar dari lobi Hotel menuju ke arah tempat parkir daripada duduk-duduk di dalam lobi Hotel yang semua tempat duduknya terisi oleh rekan-rekan yang sedang menunggu untuk tes wawancara. Aku pikir, di luar lobi lebih enak, di pojok kiri jalan menuju area parkir ada bangku kayu yang bisa aku duduki.

Tidak terasa sudah tigapuluh menit berlalu, aku lihat dari daun pintu kaca rekan-rekanku yang ada di dalam lobi Hotel bergerak menuju ke arah lift.  Aku dan rekar-rekanku memasuki lagi ke dalam Hotel. Seorang pelayan mengantarkan aku dan rekanku melalui lift menuju ke tempat wawancara yang sudah disediakan. Aku tidak ingat di lantai berapa lift berhenti, yang pasti begitu pelayan keluar lift aku dan rekanku juga ikut keluar juga.

Aku lihat semua meja untuk tes sudah diduduki oleh orang-orang asing. Mereka semua orang-orang UAE. Ada 5 orang UAE dan 1 orang Indonesia pegawai dari Kedutaan UAE Jakarta. Lamaran aku serahkan kepada orang dari Kedutaan, demikian juga bagi yang lain lalu diminta untuk menunggu di luar bilik untuk dipanggil satu per satu.

Giliranku termasuk terakhir setelah hampir semua temanku selesai. Itu kemungkinan karena aku menyerahkan surat lamaranku hampir yang paling terakhir tadi. Lalu namaku dipanggil, dan aku masuk ke dalam bilik yang ditunjuk. Begitu aku masuk aku langsung mengucapkan salam lalu aku diminta untuk duduk di kursi depan meja orang yang sedang membuka surat lamaranku.

Benar saja perkiraanku waktu itu, setelah menanyakan tentang apakah aku Nasuki, dia langsung menanyakan tentang pekerjaanku saat ini. Aku tanpa menjawabnya dengan sepatah katapun kecuali mengambil kertas dari dalam map yang aku bawa berisi jawaban yang sudah aku cetak di kantor tadi sebelum aku berangkat dan meberikannya kepada orang yang menanyaiku. Dengan seksama lelaki di hadapanku dari UAE ini membaca isi kertas yang aku berikan. Dan setelah selesai dia menawari aku gaji dan fasilitas yang akan aku terima apabilla aku mau bekerja dengan mereka. Aku lalu bertanya kepadanya tentang bagaimana teman-temanku tadi?, apakah penawarannya sama?. Setelah dia menjawab sama, lalu aku memutuskan menerimanya. Aku pikir, sungguh suatu wawancara yang idial sekali buatku. Rencanaku sudah berjalan dengan baik. Aku hampir tidak mengatakan sepatah katapun dalam Bahasa Inggris lalu aku ditawari kerja. Sungguh luar biasa, demikian pikiranku mengatakan.

Setelah itu aku diminta untuk menuju ke meja lain yang ada di dalam bilik lain. Lalu aku menuju ke tempat yang ditunjuk oleh orang yang telah mewawancarai aku. Aku dipersilahkan duduk di depan orang yang sedang sibuk menulis pada lembar-lembar kertas di depannya. Ketika namaku disebutnya dan aku mengiyakan. Lalu aku diminta untuk menandatangani surat penawaran kerja.

Dua lembar kertas aku periksa dengan singkat, selain aku tidak terlalu serius untuk bekerja di UAE, juga aku tidak terlalu bagus dalam memahami tulisan dalam Bahasa Inggris. Yang penting angka 2000 Dolar Amerika aku lihat dengan jelas sebagai gaji penuh, serta ditambah fasilitas yang dijanjikan tertulis dengan jelas, kesehatan, rumah tnggal dan biaya sekolah anak semuanya tertera. Lalu aku menandatangani secepatnya, dan orang UAE yang duduk didepanku juga ikut menandatangani surat penawaran kerja dalam rangkap dua. Satu salinan yang sudah ditandatangani dia berikan kepada aku dan satunya lagi dia simpan. Tidak terasa proses wawancara dan penandatanganan penawaran kerja sudah selesai. Satu catatan yang aku lihat ketika orang UAE yang menandatangani surat penawaran kerja membuka surat lamaranku dari orang yang yang telah mewawancarai aku, aku lihat ada tanda bintang sebanyak tiga buah, entah apa artinya itu. Aku diamkan saja tanpa memberitahu siapapun.

Aku dan beberapa rekanku tidak langsung pulang setelah selesai acara tes ini. Aku masih mengobrol dan aku masih ingat salah seorang dari UAE yang mengetesku mengatakan bahwa "all indonesian are fresh", lalu aku timpali dengan mengatakan, "like from the forest". Setelahnya kami semua kembali ke kantor.

Setelah dua minggu kemudian ada khabar dari pihak Kedutaan UAE yang disampaikan melalui salah seorang rekan kerjaku bahwa aku merupakan salah satu kandidat yang akan lolos untuk diterima oleh pihak UAE. Aku sendiri tidak jelas tentang status perusahaan tempat yang akan aku tuju untuk bekerja nantinya. Dan akupun tidak terlalu memperdulikannya karena aku sesungguhnya tidak terlalu tertarik untuk bekerja di UAE. Kalau bisa aku katakan, limapuluh persen ketertarikanku pada penawaran ini.

Semua kandidat yang dinyatakan lolos diminta untuk melakukan tes kesehatan di tempat yang telah ditunjuk sesuai arahan dari pihak Kedutaan UAE Jakarta. Serta meminta surat dari Departemen Tenaga Kerja Cabang Surabaya. Walalaupun aku tidak terlalu menyukainya akan tetapi aku tidak akan memutuskan untuk tidak melanjutkan proses administrasi sampai nanti di hari terakhir dimana aku harus memutuskan yang sesungguhnya. Aku pikir, aku tidak ingin menyerah sebelum aku benar-benar harus menyerah. Untuk itu aku terus berusaha untuk menyerahkan surat-surat atau dokumen yang diminta agar prosesku terus berlanjut. Setelah aku menyerahkan semua dokumen yang diperlukan lalu aku dan rekanku diminta untuk menunggu paling tidak 2 bulan lagi tentang langkah selanjutnya.

Semua temanku yang telah dinyatakan lolos selalu saling berkomunikasi satu dan yang lainnya. Terkadang melakukan pertemuan khusus untuk tindak lanjutnya. Lama setelah ditunggu maka ada khabar pada akhir Juli 1994 bahwa diantara rekanku ada yang tidak lolos, dari 6 orang yang awalnya dinyatakan lolos kini dikurangi hanya menjadi 3 orang saja, 2 orang dari PT. Pal dan 1 orang dari luar PT. Pal. Dan untuk kepastiannya, maka semua tiiket dan pendafran ke Departemen Tenaga Kerja RI di Jakarta akan dilakukan paling lambat pada akhir Bulan Agustus ini.

Aku bagaikan berdiri di persimpangan jalan. Trauma pengalamanku ketika aku diterima di Pertamina dulu lalu tidak aku masuki terus menghantuiku. Pengalaman itu semakin meyakinkan aku bahwa, di kehidupan ini suatu kesempatan itu akan datang kepada seseorang hanya satu kali saja selama hidup seseorang, apabila tidak diambil, maka itu tidak akan pernah datang lagi.

Kebimbanganku terus berlanjut. Ketika aku sedang berada di kantor, melihat kondisi kantorku menjadikan perasaanku semakin kuat menginginkan untuk bekerja ke UAE. Lalu ketika aku sampai di rumah, dan melihat putriku yang masih berumur 13 bulan, perasaanku ingin tetap di Surabaya saja. Perasaan itu terus begitu sampai tiba pada jadwal sehari sebelum aku harus berkumpul di Jakarta, yang dijadwalkan pada tanggal 18 Oktober 1994.

Hari ini adalah tanggal 17 Oktober, hari Senen yang merupakan hari aku harus memutuskan apakah aku harus tetap bekerja di PT. Pal melepaskan kesempatan bekerja di UAE atau aku harus meninggalkan Surabaya menuju UAE. Seorang rekan kantorku sudah seratus persen akan berangkat. Dia sudah mengajukan surat pengunduran diri beberapa hari yang lalu serta sudah memiliki tiket kereta untuk berangjat ke Jakarta sore ini. Ketika berangkat untuk mengambil tiket dia aku antar ke Stasiun Kerata Api Pasar Turi. Sedangkan aku masih terus bergulat dengan perasaan bimbangku. Rekan-rekan kantorku ak banymencibirku, bahkan ada yang mencemoohkan aku karena dia masih meihat aku tidak berangkat sore itu, padahal besok pagi aku harus sudah berada di Kantor Kedutaan UAE Jakarta apabila aku memutuskan untuk bekerja ke UAE.

Sampai jam pulang kantorpun aku belum memutuskan, ketika jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Aku pulang seperti kebingungan. Hari semakin sore dan aku masih belum tau apa yang harus aku lakukan. Inilah kemungkinan akibat ketidak tegasanku sejak awal. Ketika sesuatu gudaan itu datang, maka aku tidak siap untuk menghadapinya. Inilah pengalaman hidup yang harus aku pegang.

Ketika aku sampai di rumah dan duduk-duduk di depan rumah sambil bergulat dengan perasaan galauku. Lalu aku menanyakan kepada tetanggaku yang memiliki anggota keluarga di Jakarta, bagaimana caranya ke Jakarta dengan waktu sore seperti ini. Tetanggaku mengatakan bahwa aku bisanya dengan cara ngecer (tidak secara langsung dengan satu kendaraan yang sama melainkan berganti kendaraan asal sampai tujuan). Dari Jalan Demak ke Semarang, lalu ke Kudus kemudian ke Jakarta. Detik itu aku meminjam uang Ibuku dan aku mempersiapkan pakaianku dengan tas gendong, setelah mencium anak dan istriku aku berangkat ke Jakarta.

Inilah awalku merantau ke luar dari kampung halamanku di Surabaya dengan tujuan akhir Abu Dhabi, Persatuan Emirates Arab.

 BERUNTUNG? 

Beruntung, itulah kata yang pas apabila aku katakan tentang awal perantauanku ini, bagaimana tidak?. Barangkali bisa juga tidak beruntung bagi orang sudah pernah mengalaminya.

Sebetulnya aku sendiri tudak mempercayai pada suatu keberuntungan, itu bukan mengapa, akan tetapi, untuk memaknai kata "Beruntung" terkadang ada konflik di dalam dadaku. Karena aku percaya bahwa semua itu terjadi karena adanya suatu usaha, termasuk juga hujan yang turun dari langit. Dengan kata lain, keberuntungan itu bukan terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya suatu usaha awal.

Aku berangkat dari rumah menuju Jakarta sekitar sebelum pukul 6 sore, tetapi yang jelas pasti pukul 5 sore lebih. Aku langsung ke Jalan Demak untuk menyetop bis malam jurusan Semarang, syukur-syukur kalau ada bis yang langsung menuju ke Jakarta. Setelah aku turun dari becak yang membawaku dari depan gang rumah, aku langsung mendapatkan bis malam jurusan Kudus. Bis tua tanpa AC itu sudah penuh ketika aku naik, namun karena aku benar-benar butuh naik secepatnya karena hari sudah sore dan kernet bis memastikan bahwa di Gersik nanti banyak penumpang yang turun, maka aku tetap saja naik dan duduh di depan, tepat di tengah dekat sopir tepat pada gundukan rumah mesin bis yang dilapisi sepon dan reksin coklat tua.

Bis menderu meninggalkan tempat aku turun dari becak tadi. Suara deru kendaraan lain yang berselipan terdengar nyaring karena jendela-jendela ada yang dibuka, tapi aku tidak memperdulikannya kecuali melirik ke arah belakan karena posisi dudukku harus menghadap ke belakang. Benar kata kernet, setelah kota Gersik dilalui, aku baru bisa mendapatkan kursi yang bisa aku jadikan untuk bersandar untuk beristirahat nanti. Tas gendongku aku letakkan di bawah lipatan lipatan kakiku dan tali gendongannya aku ikankan ke kaki kananku agar tas tetap dengan aku sampai di Kudus nanti walaupun aku akan tertidur. Demikian pikiranku.

Hari sudah gelap ketika aku duduk di kursi penumpang bis. Aku memilih merebahkan belakang badanku ke kursi yang sudah aku nantikan sejak aku naik tadi. Ini agar aku dapat tidur saja daripada memikirkan masalahku. Tetapi aku tidak bisa tidur juga walaupun sudah hampir satu jam aku duduk bersandar. Pikiranku ingat kepada putriku di rumah. Mana sebentar lagi istriku akan melakukan KKN di Nganjuk. Walaupun di rumah ada pembantu, apalagi putriku masih sedang lucu-lucunya untuk aku tinggal merantau jauh di Negri Arab. Batinku terus bergejolak. Wajah putriku datang bergantian dengan wajah-wajah orang-orang di rumah termasuk beberapa rekan di kantorku sampai aku tidak terasa telah tertidur di kursi bis malam.

Di Semarang aku termabangun ketika bis akan memasuki terminal bis. Ini merupakan pemberhentian pertama seingatku. Entahlah.., karena aku terlalu lelap tertidur tadi, maka aku tidak terasa apa yang telah terjadi. Aku coba turun sebentar sambil bermalas-malasan, untuk membeli makan saja aku malas kecuali turun agak tergesa agar cepat sampai di kamar kecil untuk buang air kecil. Dan sesegera pula aku kembali ke atas bis dengan tas gendongku yang aku bawa ke kamar kecil.

Tidak sampai lima menit aku duduk bis bergerak lagi untuk meneruskan perjalanan menuju ke Kudus. Aku coba tetap bermalas-malasan agar rasa kantukku tidak hilang sama sekali. Aku tidak terasa tertidur kembali setelah jalan kanan dan kiri dipenuhi dengan kegelapan sampai bis berhenti di terminal Kudus. Aku terbangun ketika kernet bis berteriak sebentar lagi terakhir, Kudus.

Di terminal bis Kudus aku tidak mendapatkan kesulitan dalam mendapatkan bis jurusan Jakarta. Tetanggaku kemarin sore benar, dalam hatiku mengucapkan terimasih kepadanya. Tanpa pikir panjang aku naik bis tanggung berwarna hijau untuk menuju Jakarta. Beberapa kursi di bagian belakang agak jarang penumpangnya. Aku mengambil di sisi kiri agak ke tengah dekat dengan jendela. Sambil aku letakkan tas gendongku sebagaimana yang telah aku lakukan pada bis tadi, aku rebahkan dudukku ke arah belakang sandaran kursi dudukku. Aku mengharapkan masih bisa tidur lagi sebelum sampai di Jakarta nanti mengingat suasana di luar masih gelap walaupun jam sudah menunjukkan pukul 3 malam lebih.

Bis  mulai bergerak walaupun semua kursi tidak dipenuhi oleh para penumpang. Tidak sampai sepuluh menitan suasana di luar sudah mulai gelap lagi. Pemandangan dalam perjalanan yang biasa aku nikmati sebagai pelawan kantuk tidak bisa aku lakukan, justru yang ada rasa bosan apalagi ketika lampu di dalam bis dimatikan, ini pasti akan membuat aku kantuk lagi.

Aku tertidur lagi ketika bis sudak keluar dari Kudus.  Tidak tau apa yang telah terjadi dalam perjalanan sampai aku terbangun ketika menurut keyakinanku bis sudah sampai di pinggiran Jakarta. Aku lihat jam di tangan kiriku sudah menunjukkan pukul 6 lebih. Di luar tidak seterang Surabaya di waktu pagi yang sama. Keadaan lebih remang-remangpun tetap saja membuat aku masih ingin menikmati sisa perjalanan menuju ke Terminal tujuan di Jakarta.

Aku merasa takut kehilangan kesempatan pemandangan luar yang hampir tidak pernah aku lalui selama ini. Jalan-jalan ribut oleh bunyi klakson kendaraan bercampur dengan deru suara mesin-mesin kendaraan sekitar bis. Mataku seakan tak berkedip menikmati asiknya aktivitas orang-orang sekitar Jakarta. Anak-anak sekolah sudah mulai berada di jalan menuju sekolah mereka. Warung-warung makan kaki lima sudah pada buka. Tanah merah nampak tidak menghembuskan debu-debunya karena ditahan oleh air hujan yang turun sebelumnya.

Aku tetap saja menikmati pemandangan ketika bis melaju semakin pelan. Aku lihat jam di tangan kiriku sudah hampir menunjukkan pukul 8 pagi ketika bis berhenti di suatu terminal. Inilah Terminal  Pulau Gadung. Aku jadi teringat tempat ini karena kali ini merupakan yang kedua kalinya aku menginjakkan kaki di Terminal ini.

Entahlah, bagiku Jakarta lebih serem tampang di jalan-jalannya. Aku harus mencari cara agar aku selamat sampai tujuan. Maka aku lebih baik memilih naik taksi saja menuju ke Kantor Kedutaan UAE Jalan Sisingamangaraja. Sopir taksi paham letak kantor Kedutaan UAE.  Sekitar pukul 9 pagi aku turun dari taksi untuk memasuki Kantor Kedutaan Besar UAE di Jakarta.

Pintu gerbang Kantor Kedutaan sudah terbuka. Suasana sepi menggambarkan kantor baru saja dibuka. Aku lihat temanku sudah duduk di kursi rotan menghadap ke taman Kantor ketika aku masuk ke dalamnya. "Akhirnya datang juga", merupakan sambutan temanku untuk menyapaku. Aku hanya tersenyum saja. Aku ceritakan tentang perjalananku semalam dan  kesenangan tertumpah dengan gelak-tawa seolah melupakan semua permasalahanku yang aku tinggal di belakang.

Yang ditunggu adalah seorang pegawai lokal dari Kedutaan yang sedang sibuk mempersiapkan berkas-berkas dan surat-surat yang diperlukan untuk urusan hari ini. Ketika orang yang ditunggu-tunggu itu muncul, dia memakai celana coklat berbaju puti berdasi merah motif kembang kemudian mengajak aku dan rombongan menuju ke Kamtor Depnaker RI dengan menaiki bis kecil.dari kedutaan  Rupanya anggota rombongan yang akan mengurus keberakngkatan untuk bekerja di UAE ada 17 orang. 3 orang aku sudah mengenalnya, dan sisanya tidak. Mereka ada rombongan dari Malang, dari Bandung dan dari Jakarta.

Aku dan semua anggota rombongan mengurus kartu asuransi tenaga kerja di Depnaker, semua biaya ditanggung oleh orang dari Kedutaan UAE. Urusannya hanya mengisi formulir, menunjukkan kartu kuning dari Depnaker Wilayah masing-masing, lalu diserahkan di konter. setelah itu menunggu untuk dipanggil.

Di dalam bis tadi ketika menuju ke Kantor depnaker, orang dari Kedutaan itu memberitahukan bahwa jadwal pemberangkatan ke UAE dengan pesawat Singapore Air Line adalah besok malam. Aku jadi berpikir tentang tempat menginap untuk tidur semalam nanti setelah selesai urusan di Depnaker ini. Seorang temanku yangmemiliki keluarga di Jakarta menawari aku untuk bermalam di rumah saudara istrinya di sebuah Kompleks Angkatan Darat di Jakarta. Aku mengiyakan saja tawaran gratis itu.

Aku lalu teringat PT. Pal, lalu aku mencari tempat untuk menelphon ke kantorku ingin memberitaukan kepada rekan kerjaku di PT. Pal agar surat kuasa untuk pengurusan pengunduran diri dari PT. Pal yang sudah aku persiapkan dan aku letakkan di dalam laci meja kerjaku agar diambil, dan surat pengunduran diriku agar diajukan saja. Rekan kerjaku agak terkejut mendengar aku menelphonnya untuk itu. Lalu ia bersedia untuk menjadi penguasaku dalam mengurus segala hal yang berhubungan dengan pengunduran diriku dari PT. Pal.

Sekitar pukul 2 siang semua urusan dapat diselesaikan. Di tanganku sudah aku pegang kartu asuransi tenaga kerja dari Depnaker. Aku simpan kartu asuransi itu menjadi satu dengan semua berkas-berkas penting milikku di dalam map plastik lipat untuk aku simpan di dalam tas gendomngku. Setelah itu aku dan teman baruku menuju ke rumah saudara istrinya.

Sungguh aku merasa beruntung sekali dapat tempat bermalam di teman baruku. Ini yang menurut aku merupakan suatu keberuntungan. diawali dengan berkenalan beberapa waktu yang lalu ketika di Surabaya, dia adalah lulusan ITS juga tetapi dia angkatan di atasku. Walaupun satu perguruan tinggi aku tidak pernah mengenalnya, karena aku di D3 dan dia di S1 dengan jurusan yang sama, Teknik Perkapalan.

Makan malam aku dan temanku diajak makan ke restoran oleh keluarga istrinya. Pagi hari aku makan roti dicampur kismis sebagai makan pagi. Aku masih saja memikirkan anak dan istriku yang sedang aku tinggal. Terkadang juga kedua orang tuaku. Mereka seolah sedang menahanku untuk tidak berangkat, tetapi kakiku sudah melangkah ke masa depan. Perasaanku untuk tetap tinggal di Pt. Pal sudah merupakan masa lalu. Aku harus yakin dengan keputusanku. Jika nantinya aku harus pulang karena tidak lolos masa percobaan selama 3 bulan, maka itu berarti aku sama saja sudah bekerja di PT. Pal selama 2 tahun dari segi gaji. Dan apabila aku bisa sampai bertahan 2 tahun bekerja, maka itu berarti sama dengan bekerja di PT. Pal selama 20 tahun. Aku harus tidak mundur lagi.

 Hari ini pada pukul 1 siang pesawat yang akan membawaku ke UAE akan berangkat dari Bandara Cengkareng (sekarang Soekarno-Hatta). Semua rombongan harus berkumpul di Kantor Kedutaan UAE Jakarta. Dari sana rombongan akan berangkat. Dari sana tiket pesawat dokumen visa masuk ke UAE akan  dibagikan.

Pukul 10 pagi rombongan berangkat dari Kedutaan menuju Bandara. Semua rombongan seperti mengikuti induknya, pegawai kedutaan yang menyelesaikan beberapa urusan mulai dari tiket, bagasi bawaan serta fiskal. Aku dan rekan-rekan lainnya mengisi formulir isian bagi WNI yang akan melakukan perjalanan ke Luar Negeri. Semua urusan dapat diselesaikan sedikit sebelum pukul 12 siang. Aku merasa lega ketika semua anggota rombongan bisa masuk melewati pintu immigrasi bandara.

Walaupun tadi sempat ada tas-tas dari anggota rombonga yang akan masuk ke dalam bagasi pesawat harus dibongkar karena kedapatan membawa cairan minyak bensol untuk korek api. Akhirnya setelah tabung seperempat liter yang berisi bensol dikeluarkan dan tidak boleh dibawa ke atas pesawat, maka semua urusan dianggap selesai.

Tepat pada pukul 1 siang pesawat benar-benar bergerak. Aku seolah-olah memanggil-manggil nama putriku yang selalu ada di depan mataku. Walaupun mataku aku coba pejamkan, bayangan dan baunya seolah masih menempel lekat mengikuti kemana saja saat ini aku melangkah. Setelah aku berdoa perasaan mendingan terasa lebih ringan seiring roda-roda pesawat terangkat meninggalkan landasan pacu bandara bersama badan pesawat. Dan aku benar-benar merasa bersyukur setelah posisi pesawat mendatar di udara.

Pikiranku tetap saja bekerja seakan-akan aku masih ada di rumah sana, padahal tadi aku sudah berbisik pada diriku sendiri mengucapkan, "Selamat tinggal Jakarta", namun aku masih belum bisa lari dari bayangan anak dan keluargaku.

Tawaran makan di atas pesawat sempat tidak aku dengar karena mataku asik membaca majalah yang aku ambil dari tempat dan diselipkan di belakang kursi di depanku akan tetapi pikiranku masih berada di rumahku sana. Makanan dan minuman di depanku aku harapkan dapat aku nikmati karena memang saat makan siang sudah terlambat hampir 2 jam dari yang biasa aku lakukan.

Dari Jakarta pesawat akan mendarat di Singapura sebelum selanjutnya ke Abu Dhabi. Pesawat dari Jakarta telah mengudara sekitar satu setengah jam sampai roda-rodanya menyentuh landasan pacu kembali, tetapi kali ini di Bandara International Changi, Singapura. Aku dan semua anggota rombnganku harus turun dan ganti pesawat. Penantian sekitar 5 jam aku gunakan untuk jalan-jalan di dalam Bandara Changi. Aku merasa asing dengan kesibukan orang-orang yang berjalan seperti berlari kecil saja. Tak satupun aku lihat orang bergurau kecuali aku dan anggota rombonganku. Aku merasa bersyukur sekali menjadi orang yang selalu menyempatkan untuk tertawa walaupun dalam kondisi lingkungan sibuk.

Singgah di Bandara Changi serasa sebentar, juga aku terasa sejenak sudah dapat melupakan akan perasaanku pada anak, istri dan orang tuaku. Lalu aku harus check in karena aku sudah hampir 4 jam jala-jalan mengelilingi Bandara. Sekitar pukul 7 malam pesawat mulai bergerak menuju ke Abu Dhabi. Perasaan gundahku mulai datang lagi. Aku ingin tidur saja seandainya bisa. Mataku seolah kaku walaupun aku pejamkan pikiranku tetap bekerja. Rekanku yang di sebelahku sudah ada yang tidur.

Makanan dan minuman mulai dibagikan oleh para pramugari dimulai dari depan. Kacang gurih aku puluk satu persatu dengan kedua jariku sambil aku nikmati rasanya. Minuman sari jeruk aku minum seruput demi seruput agar aku bisa menikmati mendorong kacang gurih. Sebentar kemudian ada pembagian makan lagi, kali ini makan malam rupanya. Aku lirik setiap langkah pramugari yang membagikan makanan semakin mendekati ke arahku. Aku pilih nasi daripada kentang, dan dengan daging ayam dari pada daging sapi atau ikan.

Setelah menikmati makan malam di atas pesawat perut terasa kenyang, mungkin terlalu kenyang. aku tidak bisa berhenti makan sebelum semua makanan yang ada di depanku habis aku lalap, termasuk keju, kismis dan sebuah rotinya. Kini aku pasti akan lebih mudah untuk tidur. Setelah tempat makanan dipungut kembali oleh pramugari yang memberiku makan, aku masih ditawari minum tambahan kalau aku mau. Aku gelengkan kepalaku karena perutku yang menolaknya. Aku buka selimut yang ada di dalam plastik fasilitas pesawat. Aku tutupi anggota badanku dengannya. Aku coba memejamkan mataku lagi. Tiba-tiba aku dibangunkan lagi dengan tawaran minuman dan sepotong kue. Rupanya aku jatuh tertidur hampir empat jaman. Jam tanganku sudah menunjukkan pukul 4 pagi waktu Indonesia Bagian Barat, ini berarti sudah pukul 1 malam waktu Abu Dhabi.

Syukurlah aku bisa tidur walaupun badan terasa sedikit pegal karena sambil duduk di kursi penumpang. Aku lalu ke kamar kecil setelah makan kue dan minum sari jeruk kesukaanku.

Pengumuman perhatian dari kabin pesawat memberi tau bahwa sekitar satu jam lagi pesawat akan sampai di Bandara Internasional Abu Dhabi.Sambil aku duduk kembali setelah dari kamar kecil aku mendengarkan tentang cuaca, suhu dan waktu saat ini di Abu Dhabi. Pesawat menyentuh landasan Bandara Udara Internasional Abu Dhabi hampir pukul 2 malam hari. Ini berarti hari ini sudah memasuki tanggal 20 Oktober 1994. Rabu malam aku menginjakkan kakiku untuk pertamakalinya di tanah Abu Dhabi, Persatuan Emirates Arab.

Aku dan rekan rombongan saling menunggu dalam mengumpulkan barang bawaan dari dalam pesawat. Troli berwarna perak harus aku ambil sendiri. Semua orang yang menunggu barang bawaannya memungut barangnya sendiri-sendiri dari atas konveyor yang berjalan seperti bentuk ular. Rekan-rekanku memikirkan bagaimana menemukan orang yang menjemput kami semua.

Konter immigrasi aku lalui, demikian juga rekan-rekanku tanpa ada masalah. Aku dan rekan-rekanku clingak-clinguk mencarai orang yang menjemputku. Namaku tertulis di papan yang dibawa oleh seorang tentara bertubuh tinggi dengan hidung mancung dan berkulit sawo matang. Dia berseragam doreng ala tentara padang pasir berpangkat sersan. Dari ceritanya dia adalah anggota Tentara Angkatan Laut UAE. Aku lirik label bertuliskan arab di samping pundak kanan dan kirinya. Lebel di atas kantong kirinya bertuliskan UAE Naval Force.

Aku dinobatkan sebagai pimpinan rombongan olehnya dikarenakan nomer indukku adalah yang paling senior daripada anggota lainnya. Karena bahasa Inggrisku yang kurang mahir, maka peranku untuk berbincang-bincang dengan tentara yang menjemputku digantikan oleh teman se almamaterku yang dari Surabaya.

Aku dan rombongnku dibawa masuk ke dalam bis besar bersih berwarna padang pasir. Seperti warna khas kendaraan militer negara Timur Tengah yang aku lihat di telivisi. Sopir bis berseragam berwarna loreng khas tentara Padang Pasir pula, ia katanya berkebangsaan Pakistan, sedangkan tentara yang menjemputku berkebangsaan Bahrain. Aku heran juga dibuatnya, kok tentara UAE dari berbagai bangsa?.

Jalan menuju ke Pangkalan Angkatan Laut UAE tidak seperti yang aku bayangkan. Taman-taman hijau berbunga menghiasi seluruh pinggiran sepanjang jalan. Keadaan di balik pohon-pohon pinggiran jalan tidak bisa aku lihat karena hari masih gelap.  Rumah-rumah penduduk tidak serapat rumah-rumah di kotaku, Surabaya. Dan ukurannyapun tidak sekecil rumah-rumah kebanyakan di Kotaku. Lampu-lampu jalanan terang benderang membuat pandangan ke jalan bagaikan di siang hari saja. Tidak aku temukan jalan dengan lampu remang-remang seperti di Surabaya.

Hanya dalam waktu sekitar 20 menitan dengan naik bis, jalan yang lancar membuat bis sampai di pinggir pusat Kota Abu Dhabi. Gedung gedung bertingkat dalam Kota Abu Dhabi mulai kelihatan. Bentuk gedung-gedung bertingkat tidak bervariasi. Hampir semuanya berbentuk kotak saja.

Bis yang membawaku dari bandara belok kanan tepat di perempatan jalan deretan gedung-gedung bertingkat pinggiran Kota. Jalan ini dikenal dengan nama Al Falah Road. Pangkalan Angkatan Laut UAE tepat berhadapat dengan deretan gedung-gedung Jalan Al falah. Di belakang Pangkalan adalah Defense Road.

Pintu gerbang dijaga oleh tentara berseragam sama dengan orang yang menjemput dan sopir bis rombonganku. Tentara yang menjemputku lalu turun dari bis dan masuk kantor penjagaan yang berada di sebelah kanan pintu keluar pintu gerbang.

Penjaga pintu gerbang Pangkalan bersenjata warna hitam seperti AKA dengan jeli memeriksa daftar nama-nama semua anggota rombongan, termasuk juga semua tas-tas dan barang bawaan yang berada di atas bis. Walaupun tidak satupun anggota rombongan yang turun dari bis kecuali ketika diperiksa, tetapi aku merasa sedikit khawatir karena selama ini aku belum pernah berhadapan dengan orang yang sedang menggendong senjata sebesar yang ada di hadapanku saat ini.

Tentara yang membawaku kembali lagi ke dalam bislagi. Dan bis beserta penumpangnya diijinkan masuk untuk menuju ke Barak tempat aku dan rekan-rekan rombongan bermalam. Aku dan seorang rekan sesama almamater hanya semalam saja tidur di dalam Barak ini, dan mulai besok malam aku berdua akan tidur sekamar di tempat yang disebut Mes Sersan tidak jauh dari Barak malam ini. Sedangkan selannya akan tetap tinggal di Barak ini.

Inilah bagian awal aku merantau di Persatuan Emirates Arab.

No comments: