Sunday, July 22, 2012

TKW: KOK SELALU BANYAK MASALAH?

Umum

Kira-kira 30an tahun yang lalu ketika aku masih duduk di bangku SMA aku sering mendengar tentang tetangga yang bekerja di Luar Negeri. Kepergian mereka ke Malaysia atau Saudi Arabia sebagai pekerja low skilled worker merupakan cerminan lingkungan kampung kumuh di mana aku tinggal di Surabaya Utara. Kak Na'i, tetangga belakang rumah adalah seorang pria yang bekerja di Saudi Arabia, ia bekerja di Rumah Sakit,  Riyad sana menurutnya. Sedangkan Kak Hodri juga bekerja di Saudi Arabia, hanya itu yang aku tau tentang Kak Hodri. Ketika pulang, mereka  menampakkan wajah lebih cerah dengan pakaian lebih bersih daripada hampir seluruh tetanggaku yang ada di dalam kampungku. Lain halnya tetangga persis di sebelah rumah orang tuaku, Kak Salim, ia bekerja di Malaysia di suatu perkebunan, wajahnya berubah menjadi lebih gelap segelap badannya, nampaknya ia di sana lebih banyak terkena sinar matahari tanpa memakai baju daripada ketika berada di kampung di Surabaya.

Enam tahun ketika aku sudah bekerja di PT. Pal Surabaya, aku banyak mendengar para wanita kampungku merantau ke Saudi Arabia. Terakhir tetangga sebelah rumah janda dengan tiga anak, bekerja di Saudi Arabia. Ketika pulang ia menceritakan bahwa ia menyukai bekerja sebagai PRT di Saudi. Setiap bulan ia tidak pernah lupa mengirim uang kepada keluarganya. Ketika ia sudah tidak lagi bekerja di Saudi dan bosan mengadu nasib di negri sendiri, ia ingin bekerja sebagai PRT di UAE. Demikian juga dengan tetanggaku yang lain,  janda dengan panggilan Buk Saumi, adalah adik dari Kak Hodri, pernah dua kali bekerja di Saudi Arabia, setelah tidak lagi bekerja dan tinggal di rumah beberapa tahun kemudian ia masih saja menginginkan kembali bekerja lagi ke sana, tetapi tidak kesampaian karena larangan keluarganya. Walaupun secara ekonomi mereka tidak ada yang terlalu menonjol dibandingkan dengan mereka yang bekerja di tanah air, tetapi semua dari mereka merasa senang karena penghasilan yang dapat dipastikan, sehingga lebih pasti mengurangi dalam beban ekonomi keluarga mereka. Mereka hanya bermodalkan tenaga tanpa kualifikasi yang memadai sudah bisa mendapatkan penghasilan yang dipandang cukup untuk membiayai roda perputaran kehidupan keluarga yang ditinggal termasuk juga dirinya sendiri. Ada lelaki tetangga jauh setelah tidak lagi bekerja di Saudi Arabia  ia membeli sebuah toko atau kios di Pasar Turi Surabaya, ia lalu membuka toko mesin jahit dan perlengkapannya. 

Sebenarnya ketika aku pulang cuti, banyak dari tetangga rumahku di Surabaya baik laki atupun perempuan meminta pertolonganku untuk menjadi TKI di UAE. Mereka berkata bahwa sudah bosan lama menganggur tidak memiliki pekerjaan tertentu di kampung. Jika ada kesempatan baik sebagai buruh kasar dengan pekerjaan yang pasti di UAE adalah lebih baik daripada merada di Tanah Air tetapi kehidupan mereka tidak memiliki harapan ekonomi yang pasti.

Kini aku melihat jumlah TKI di UAE sudah cukup banyak. Nampaknya pertumbuhan jumlah TKI professional setiap tahunnya meningkat, demikian pula jumlah TKW non skilled worker sebagai pembantu rumah tangga (PRT) juga meningkat, tetapi permasalahan yang muncul bisa dikatakan hampir semuanya berasal dari yang menjadi TKW non skilled worker. Inilah barangkali yang membuat imej Indonesia sebagai negara pengirim PRT juga tidak menjadi redup. Bahkan ada beberapa negara yang sudah tergantung pada PRT asal Indonesia, sehingga ketika Pemerintah Indonesia menunda semua pengiriman PRT ke luar negeri, atas tuntutan warganya banyak negara yang meminta agar secepatnya pengiriman itu dibuka kembali

Aku Menjadi TKI

Aku sungguh menyenangi hidup di Surabaya, aku sebagai seorang sarjana teknik perkapalan sudah memiliki pekerjaan tetap di PT. Pal Surabaya. Aku memiliki pekerjaan sambilan setiap malam mengajar di Universitas Hang Tuah Surabaya. Serta berdagang barang-barang bekas karena lingkungan aku sebagai pedagang barang-barang bekas. Yang membuatku tertarik untuk mencoba mengikuti tes seleksi sebagai pegawai di UAE Navy Abu Dhabi waktu itu adalah, keinginanku untuk menguji kemampuanku bersaing dengan yang lain. Akibat coba-coba inilah, maka sejak Akhir September 1994 aku harus memulai hidup baru menjadi TKI di Abu Dhabi, United Arab Emirates.

Ketika aku baru saja tiba di UAE aku sungguh merasa asing sekali. Orang-orang banyak senyum seperti di Surabaya tidak aku lihat lagi. Bentuk Wajah-wajah baru berhidung mancung lebih banyak aku temui. Orang bule biasa aku temui sebagai tenaga Technical Assistance untuk proyek di PT Pal, di sini mereka menjadi rekan kerja dan tetanga. Wajah-wajah lain dari Anak Benua Asia jarang aku temukan, di sini mereka mendominasi di setiap bagian penjuru kota. Orang-orang memakai jubah bisa aku temukan ketika aku sholat Jum'atan di Masjid Agung Sunan Ampel, Surabaya, di sini pakaian sakral itu dipakai juga sebagai pakaian kerja atau jalan-jalan. 

Kini aku mulai sadar dan harus segera beradaptasi. Merubah diri secepat mungkin. Aku bagaikan tersesat di tengah perkampungan serba aku tidak kenal, tetapi aku harus mampu untuk bertahan. Sesekali aku amati betul-betul di manapun aku berada. Tatakrama yang selama ini aku junjung tinggi banyak yang tidak dipakai di sini. Aku semakin merasa terbelenggu. Di kantor hampir semua pekerja  kebanyakan dari negara-negara Anak Benua Asia dan Afrika Utara yang fasih berbahasa Arab. Semua petinggi-petinginya dijabat oleh orang-orang pribimi. Sejenak aku teringat ketika aku masih duduk di kelas 6 Sekolah Dasar (SD), setiap sore belajar Bahasa Arab di Masjid Khoir kampung sebelah rumahku, Danakarya. Sambil menggali memori aku mempraktekkan penggunaan Bahasa Al-Qur'an ini, tidak mengapa walaupun bahasa pasar yang aku dapati. Gedung-gedung tinggi dan villa-vila ternyata tidak seramah rumah sederhana di kampungku yang aku tinggal di belakang. Gubuk-gubuk di sini adalah karavan. Kemacetan seperti dulu ketika aku menuju ke kantor karena becak-becak yang susah diatur tidak aku lihat lagi. Jalan-jalan di depan mataku hampir sama mulusnya dengan halusan tembok rumahku di kampung. 

Orang-orang Indonesia di UAE

Pada awal-awal aku mulai menginginkan bertemu orang-orang Indonesia lain di sini. Hampir setiap malam aku dan kawanku berjalan kaki menyusuri penjuru kota Abu Dhabi yang memang lebih hidup di malam hari. Tetapi tetap saja hampir semua wajah yang aku tatap adalah orang-orang asing. Sesekali aku melihat TKW bersama majikannya. Paling tidak mengobati rinduku bertemu sesama Indonesia lainnya di sini, yang terkadang seminggupun tidak pernah juga aku temui.  

Di akhir pekan selalu ada kegiatan di KBRI. Ada fasilitas  bermain billiard, tennis meja dan musik. Di sanalah para warga Indonesia yang berdomisili di sekitar Abu Dhabi dapat bertemu ketika berakhir pekan. Atau ketika Hari Raya dan acara menyambut HUT RI ada kesempatan bertemu lebih banyak lagi melaui KBRI.

Setelah hampir 17 tahun aku di sini sekarang, aku tidak khawatir lagi untuk tidak bertemu orang-orang Indonesia di sini. Bahkan karena jumlahnya sudah banyak, maka sekarang orang Indonesia di sini membentuk beberapa perkumpulan untuk menyalurkan kegiatan seperti perkumpulan olahraga, photography, profesi, dan keagamaan dengan kegiatan ada yang setiap minggu atau setiap bulan sekali. Kegiatan kehidupan terasa seperti hidup di Indonesia luar negeri. Apabila butuh pertolongan secepatnya banyak yang membantu. Anak-anak bisa bergaul dengan anak-anak Indonesia jika diperlukan. Dulu melihat orang Indonesia di mana saja terasa begitu meyenangkan sekarang menjadi biasa saja kecuali bertemu dengan yang sudah saling kenal.

Kisah Pendek PRT di UAE

Tidak bisa dilacak tentang kapan dimulai awal kedatangan para Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga (PRT) ini di UAE. Sejak aku pertama kali datang ke Abu Dhabi aku sesekali sudah melihat mereka terutama mengikuti majikan mereka ke Super Market. Mungkin keberadaan mereka di UAE ini merupakan awal dari semua tenaga kerja Indonesia sebelum seperti sekarang ini. Sehingga bisa dikatakan bahwa para TKW yang bekerja sebagai PRT merupakan awal dari semua pekerja Indonesia di UAE. Inilah barangkali pula yang membuat imej orang-orang Indonesia di UAE saat ini rendah karena kebanyakan orang mengenal orang Indonesia sejak awal sebagai PRT, apalagi sampai saat ini tenaga kerja terbesar yang bekerja di UAE ini adalah PRT. 

Awal tahun aku berada di Abu Dhabi, tidak pernah melihat TKW kaburan (TKW kaburan adalah para TKW yang hampir 100% adalah PRT kabur dari sponsor/majikan mereka). Tahun kedua aku melihat dua orang kawan kerjaku memiliki teman TKW kaburan. Para TKW itu menurut kawanku hidup di luar menyewa kamar sendiri dan mereka bekerja part time. Seiring dengan bertambahnya waktu aku di sini semakin banyak aku mendengar tentang adanya TKW kaburan ini. Ada mereka yang melarikan diri ke KBRI. Untuk itulah KBRI menampung mereka yang benar-benar memerlukan pertolongan. 

Aku pernah menanyakan pendapat beberapa kolegaku penduduk pribumi tentang PRT TKW Indonesia dibanding dengan PRT dari negara lain. Mereka pada umumnya sangat menyukai TKW Indonesia. TKW Indonesia orangnya relatip bersih jika dibandingkan dengan TKW dari negara lain seperti; Bangladesh, Srilanka, Eteopia atau Mauritania. Bukan itu saja, ternyata mereka mengutarakan bahwa mereka juga lebih menyukai TKW Indonesia daripada TKW Philipina. Selain gaji TKW Indonesia lebih murah juga budaya orang Indonesia lebih bisa diterima daripada yang dari Philipina karena umumnya TKW Indonesia beragama Islam sama seperti orang UAE di mana kebersihan dinilai dari najis dan tidaknya sesuatu. Tetapi apabila majikan menginginkan anak-anaknya (terutama yang masih kecil) bisa sambil belajar bahasa Ingris, maka mereka akan mengutamakan memilih TKW asal Philipina. 

Permasalahan Umum TKW

Orang pribumi UAE memiliki budaya yang kuat berdasarkan standar Islam. Orang asing tidak diperkenankan berkunjung ke rumah mereka tanpa didahului janji terlebih dahulu. Perempuan dilarang keras bertemu dengan lelaki yang bukan muhrimnya (muhrim adalah mereka yang tidak diharamkan menurut ketentuan Islam untuk saling bertemu seperti anggota keluarga). Pembantu dilarang bertemu dengan orang luar tanpa seijin majikan. Alasan utama sebagai keselamatan PRT itu sendiri juga dikhawatirkan akan menceritakan keadaan rumah tangga si majikan. 

Rumah-rumah/villa berpagar tinggi sekitar 3 meteran dan kebanyakan tertutup pintu pagarnya. Jadi, jika PRT bekerja di suatu rumah karena mereka tidak dapat bergaul dengan dunia luar rumah majikan mereka, maka  jika ada sesuatu permasalahan pada mereka, hal itu sulit untuk dietahui oleh pihak luar tentang apa yang terjadi sesungguhnya pada mereka. Kondisi demikian sebetulnya yang membuat mereka rentan dengan permasalahan sosial terutama kesewenang-wenangan pihak majikan. Kemudian kondisi secara umum di UAE yang didominasi tenaga kerja pria tanpa membawa keluarga menjadikan semacam buah simalakama. Jika para PRT wanita diijinkan keluar rumah juga akan riskan terhadap lingkungan luar terutama terhadap banyaknya para pekerja lelaki yang  membujang. Bagaimanapun, jika terjadi sesuatu, maka para majikan sedikit banyak akan berurusan juga karena PRT sehari-harinya tetap tidur di rumah majikan. Lain halnya dengan TKW yang bekerja bukan sebagai PRT, mereka lepas dari tanggung jawab sponsor tentang apa yang dilakukan di luar jam kerja perusahaan, karena mereka tinggal di luar perusahaan.

Ketika mereka datang ke UAE, awalnya tidak dilengkapi dengan surat kontrak kerja yang jelas tentang hak dan kewajiban antara PRT dan si majikan (di mana sekarang seluruh kontrak kerja PRT harus disyahkan oleh KBRI Abu Dhabi). Transaksi penggajian juga tidak melalui Bank atau mungkin tidak adanya pencatatan tentang serah terima gaji antara PRT dan majikan. Ketika terjadi perselisihan misalnya, tidak bisa dibuktikan karena tidak ada bukti tertulis transaksinya.  

Mengapa TKW PRT Lari?

Pertanyaan yang cukup sederhana ini sulit untuk menjawabnya. Seperti yang disebutkan di atas bahwa apa karena PRT bekerja pada lingkungan yang terisolasi dengan dunia luar selama seminggu penuh, maka sangan sulit membuktikan penyebab pelarian dari para PRT ini. Jikapun hanya berdasar pada laporan dari salah satu yang sedang bertikai, apakah PRT atau majikan terkadang tidak sinkron. Kisah-kisah pilu para PRT mulai dari penganiayaan terhadap mereka atau karena akibat perbuatan mereka sendiri banyak terjadi sekitar sepuluh tahun terakhir ini. Permasalahannya semacam lingkaran saja, susah untuk dicari titik awalnya. Mereka lari ke luar rumah majikan, ada yang dikarenakan;
  • Tidak digaji sampai bertahun-tahun, ini bisa karena awalnya memang sengaja tidak diminta agar terkumpul dan setelah berjumlah besar majikan tidak mampu membayar atau memang karena akibat majikan yang nakal. 
  • Jatuh cinta kepada lelaki yang membawanya kabur. 
  • Tidak tahan selalu dikukung dari dunia luar. 
  • Memang ingin hidup di luar bekerja bebas tanpa adanya majikan. 
  • Tidak tahan terhadap penganiayaan fisik oleh majikan yang menganggap si PRT tidak memiliki kecakapan kerja seperti yang diharapkan majikan. 
  • Menghindari pelecehan seksual.  
  • Selalu teringat keluarga di Indonesia, sehingga tidak semangat dan tidak betah bekerja. 
  • Merasa terlalu banyak beban pekerjaan di rumah majikan, sehingga tidur setiap harinya bisa di bawah lima jam. 
  • Hamil dengan orang luar rumah majikan,
  • Dan lain sebaginya. 
Sampai saat ini di penampungan TKW kaburan (TKW bermasalah) apakah di KBRI Abu Dhabi atau di KJRI Dubai, tidak pernah sepi. Bahkan jumlahnya terkadang lebih dari seratus orang. Mereka pada umumnya memiliki permasalahan yang telah disebutkan di atas, pola permasalahan mereka kebanyakan ya itu-itu saja kalau tidak bisa dibilang sama. Yang tertampung di penampungan itu adalah sebagian dari keseluruhan TKW bermasalah yang ada. Mereka masih ada yang tidak lari ke KBRI atau KJRI. Mereka ada yang hidup bebas di luaran dengan bekerja tanpa arah. Ada juga yang sedang dalam tahanan baik yang sudah terhukum ataupun menunggu proses pengadilan. Yang terhukum atau yang sedang menunggu proses pengadilan ini biasanya akibat laporan dari para majikan dengan berbagai sebab. Permasalahannya kebanyakan masalah kriminal seperti; dituduh mencuri barang milik majikan, memasukkan lelaki ke dalam rumah majikan, memasukkan barang yang dipercaya sebagai pesan dukun ke dalam makan dan/atau minuman majikan tujuannya agar si PRT disenangi majikan kemudian diketahui, majikan perempuan mengetahui sedang memacari majikan laki, dan lain sebagainya.

Haruskah Pengiriman PRT Dihentikan?

Walaupun pertumbuhan jumlah TKI proffesional setiap tahunnya meningkat tetapi jumlah TKW non skilled worker baca PRT, juga meningkat, sehingga jumlah permasalahan PRT juga meningkat baik di dalam maupun di luar negeri. Sehingga imaj Indonesia sebagai negara pengirim PRT juga tidak menjadi redup. Bahkan ada negara yang sudah sangat tergantung dengan PRT asal Indonesia. Karena harga yang mereka bayar dengan hasil kerja yang mereka dapatkan mungkin sudah sesuai dibanding mempekerjakan PRT dari lain negara. 

Untuk menjawab pertanyaan di atas para pengambil keputusan tidak hanya melihat permasalahan mereka di negara para majikan, tetapi permasalahan yang juga penting adalah permasalahan yang mereka di dalam negeri. Permasalahan yang muncul sebenarnya merupakan sebab dari permasalahan yang perlu dicari, sehingga didalam menerapkan kebijakan baru nantinya tidak bersifat pemecahan permasalahan sementara saja, melainkan untuk jangka panjang. 

Berbicara mengenai TKW pikiran kita langsung ter-default kepada TKW yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT), karena saat ini negara kita di Timur Tengah sudah memiliki trade mark sebagai negara pengirim PRT yang besar (barangkali terbesar), sehingga kita sendiri akan ikut latah mengikuti anggapan mereka. Adanya TKW yang bekerja sebagai PRT merupakan cermin dari kondisi masyarakat negara pengirim TKW itu sendiri. Jika diibaratkan sebuah cermin apakah dengan menghilangkan atau merusak cermin akan memperbaiki rupa sesungguhnya dari negara itu? Itu ibarat pepatah yang mengatakan, "Buruk muka kaca dipecah." istilah kekinian adalah, "Buruk gambar kamera dibanting." 

Para TKW itu datang bekerja sebagi PRT di negara orang bukanlah suatu pilihan yang bagus bagi mereka, karena mereka harus jauh sekali dengan keluarga menuju ke suatu tempat yang bahkan mungkin belum pernah sama sekali dikenal, baik tempat ataupun budayanya. Tetapi hanya itulah pilihan satu-satunya saat itu yang dianggap dapat membantu mereka untuk menyelesaikan permasalahan besar mereka di belakang secara cepat. Artinya, jika mereka tidak mengambil kesempatan untuk menjadi TKW di negri orang, maka permasalahan yang lebih besar akan terjadi pada mereka bahkan pada keluarga mereka. Taruhlah seorang janda muda beranak satu atau dua yang ditinggal suaminya, ia tidak memiliki penghasilan kecuali menggantungkan hidupnya kepada orang tuanya yang juga berpenghasilan tidak menentu. Tentu sebagai ibu muda ia ingin melihat anak-anaknya menempuh pendidikan layaknya anak-anak yang lain di daerahnya. Lalu siapa yang akan membantu memecahkan permasalahan ibu muda ini? Ia tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk bekerja sebagai tenaga kerja pabrikan atau kantoran misalnya. Satu-satunya keterampilan yang dimiliki adalah pekerjaan rumahan di mana ini sesuai menurut anggapannya menjadi pembantu rumah tangga dengan gaji besar di negri orang. Jika ibu ini dilarang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di negri orang karena harus menjaga martabat bangsa, lalu bagaimana dengan permasalahan keluarga yang ia telah coba untuk memecahkannya sendiri itu? Apa yang ibu muda ini dapatkan dari yang namanya bangsa apabila ia tidak menjadi PRT di negri orang? Mengenai permasalahan yang terjadi di negri orang yang menyebabkan beban negara atau bangsa bukanlah kehendak awal atau suatu masasalah yang disengaja diciptakan oleh mereka.

Jadi permasalahannya tidak sesederhana itu, sebetulnya permasalahannya lebih kompleks dari yang muncul di permukaan. Masih banyak rentetan permasalahan sosial lainnya jika sebagai PRT dilarang bekerja ke luar negri. Permasalahan mereka sebenarnya perlu dicarikan jalan keluar dulu sebelum pelarangan itu dideklarasikan.

Status PRT

Sesuai dengan keadaan dan situasi kerja para PRT merupakan suatu kebutuhan antara kedua belah pihak, yaitu PRT itu sendiri dan majikannya. Keduanya saling membutuhkan satu dan yang lainnya. Si PRT mengharapkan terutama gaji dan perlakuan sewajarnya atas hasil kerjanya dan si majikan mengharapkan terutama beban pekerjaan rumahnya beres. Karena ada dua belah pihak yang saling ketergantungan dan membutuhkan, maka diperlukan pihak ketiga yang dapat memberi jaminan bahwa kedua belah pihak tadi telah saling memenuhi kewajiban mereka kepada yang lainnya. Hal ini agar tidak terjadi over eksploitasi oleh majikan terhadap PRT ataupun majikan merasa dirugikan karena hasil kerja PRT yang tidak memuaskan. Sehingga kedua belah pihak memiliki derajat yang sama sama saling di atau menghormati. 

Karena PRT merupakan seorang pekerja yang mana mereka harus melakukan pekerjaannya sebaik mungkin agar harapan majikan sesuai perjanjian kerjanya dapat dipenuhi, maka mereka membutuhkan istirahat yang cukup, tempat tinggal yang layak, makanan yang baik dan pelayanan kesehatan semestinya jika diperlukan, baju seragam kerja yang memadai dan gaji langsung ditransfer ke rekening bank setiap bulannya layaknya fasilitas bagi pekerja pekerja professional lainnya dengan disesuaikan sesuai keadaannya. Demikian pula hak para majikan harus dilindungi karena untuk mendatangkan PRT dari negara lain membutuhkan biaya keuangan yang cujup besar. Jika mendapatkan PRT yang tidak cakap uang yang sudah dikeluarkan melalui perusahaan tenaga kerja harus ada perlindungannya juga.

Tenaga Professional, Mengapa Tidak Ada Masalah?

Karena  Indonesia di Timur Tengah lebih dikenal sebagai negara pengirim TKW-PRT, maka walaupun perusahaan-perusahaan  di Timur Tengah banyak yang mempekerjakan TKI professional tetap saja mereka tidak berubah imej mereka. Bahkan tidak jarang orang Indonesia dikira orang Philipina atau Malaysia. Kenyataan ini memang membuat gamang bagi para tenaga proffesional Indonesia yang bekerja di Timur Tengah. Mereka (para professional) berpendapat bahwa khusus imaje mereka memjadi jatuh karena adanya para TKW-PRT ini. Apalagi banyaknya masalah terutama masalah sosial dan kriminal yang ditimbulkan berupa penganiayaan sampai pelecehan seksual dan terkadang berujung ke pengadilan atau dimuat media setempat. Mereka (para TKW) tidak berdaya karena keadaan mereka memang berada pada posisijauh  lebih lemah dibandingkan dengan posisi sponsor atau si majikan. Mutual interest terkadang lebih condong beratnya ke arah majikan. Itu karena PRT sendiri lemah sebagai wanita dan juga kehidupan mereka bisa dikatakan tidak pernah ke luar atau bertemu orang luar, sehingga tidak bisa dijangkau oleh dunia luar. Adalah dua faktor yang memang tidak bisa dilawan. Lemah karena sebagai wanita merupakan kodrat, dan lemah karena tidak bisa berhubungan dengan dunia luar memang karena budaya setempat yang tidak mengijinkan seorang wanita bertemu dengan orang luar rumah majikan. 

Sejak aku berada di Abu Dhabi selama ini hanya sekali atau dua kali aku pernah mendengar dan melihat TKI skilled/proffesional yang memiliki permasalahan serius dengan sporsor mereka. Yang pertama lebih dari sepuluh tahun lalu seorang tukang taman, lelaki itu beberapa waktu sempat tinggal di KBRI Abu Dhabi. Yang lain seorang teknisi pembuat Ducting untuk AC dikarenakan gaji yang dijanjikan ketika dirikrut di Indonesia dengan kenyataan ketika bekerja di Abu Dhabi tidak sama, kenyataannya lebih kecil dari yang pernah dijanjikan ketika di Indonesia. Dia sempat beberapa waktu tinggal di KBRI Abu Dhabi sampai dengan proses pemulangannya melalui pengadilan selesai.

Menurut pengalaman pribadi sebagai skilled worker permasalahan yang berujung ke pengadilan antara pekerja dan sponsor bisa dikatakan tidak ada, ini karena semua hak dan kewajiban masing-masing mengikuti aturan hukum perburuhan yang berlaku di UAE. Departement Perburuhan setempat berfungsi sebagai pihak ke tiga yang selalu siap membantu apabila antara pekerja dan sponsor memiliki perselisihan. Di mana untuk mengaksesnya cukup mudah. Akibatnya antara pekerja dan sponsor merasa saling membutuhkan. Masing-masing memiliki tanggung iawab yang sama didalam melaksanakan apa yang tertuang di dalam kontrak kerja yang sudah disepakati/ditandatangani. Hal inilah yang membuat semua komunikasi dan transaksi antara pekerja dan sponsor akan selalu dicatat sebagai bukti bahwa masing-masing telah memenuhi kewajiban mereka. 

Mungkinkah Penyelesaian Permasalahan PRT Secara Permanen

Ada suara yang kuat untuk menghentikan permasalahan PRT dengan solusi agar Pemerintah Indonesia menghentikan atau melarang pengiriman mereka saja. Sebenarnya sejak awal posisi para PRT ini sudah bisa dilihat kelemahan-kelemahannya dan rentan akan penganiayaan, tetapi apakah telah dilakukan langkah-langkah untuk memperbaikinya?. Apakah pernah diadakan suatu study secara khusus dengan tujuan membantu untuk menyelesaikan permasalahan yang sering timbul?. Tahukah apakah  permasalahan mereka sebenarnya, sehingga dapat menimbulkan permasalahan yang bersifat tidak manusiawi?. Dll.

Apabila diantara beberapa pertanyaan di atas tidak dijawab secara memuaskan, maka permintaan pelarangan pengiriman PRT ke Timur Tengah perlu dikaji ulang. Kecuali di Indonesia atau Pemerintah Indonesia dapat memberi penghidupan yang semestinya bagi para PRT setelah tidak lagi memiliki penghasilan ketika berada di Indonesia. Kecuali Pemerintah menjamin adanya pekerjaan pengganti jikalau mereka yang yang tidak memiliki keterampilan itu tidak diijinkan merantau menjadi PRT ke manca negara. 

Permasalahan yang timbul hampir secara keseluruhan terjadi ketika para PRT berada di tangan para majikan, yaitu masalahnya selalu timbul di hilir, di mana masalah di hilir bisa juga disebabkan permasalahan yang ada sejak dari mereka berada di hulu. Atau memang di hilir keadaannya lebih berpeluang menimbulkan permasalahan. Kajian yang mendalam perlu dilakukan baik di hilir ataupun di hulu, sehingga jika mereka masih diijinkan menjadi PRT ke luar negeri, dapat memiliki jaminan keamanan atau paling tidak dapat menghindari permasalahan semaksimal mungkin. 

Selama keadaan di dalam negeri masih belum mampu memberikan kesempatan kerja untuk membantu memecahkan permasalahan mereka yang sebenarnya, maka pengiriman PRT ke luar negeri agar dibiarkan tetap terbuka. Toh kalau dihitung dari jumlah mereka, maka para PRT yang berhasil serta tidak bermasalah masih lebih besar jumlahnya daripada yang memiliki masalah. 

Kesimpulan Dan Usulan

Melihat pada TKI professional/skilled worker maka;
  1. Pada tenaga kerja professional peran Institusi Perburuhan di negara tujuan sebagai pihak ke tiga dapat memberi rasa aman bagi kedua belah pihak antara pekerja dan sponsor, maka hal ini perlu diusahakan juga bagi PRT agar peran Institusi Perburuhan setempat dilibatkan juga sebagai pihak ke tiga. Jika perlu ditambah peran Institusi Perburuhan dari Indonesia agar memiliki kekuatan pendukung yang lebih kuat terutama bagi para PRT.
  2. Semua transaksi dan komunikasi yang bersifat penting antara PRT dan majikan agar dicatat, hal ini sebagai bukti dikemudian hari terutama apabila ada permasalahan yang timbul dan membutuhkan bukti-bukti.
  3. Perbaikan kondisi ekonomi nasional merupakan jawaban tunggal untuk mencegah para TKW ataupun seluruh TKI bekerja ke luar negeri. Jika kondisi perekonomian Indonesia akan semakin buruk dari saat ini, maka penghentian pengiriman PRT akan menjadikan impian semata.
  4. Selama pengiriman PRT masih belum dihentikan, maka perlu suatu perbekalan kecakapan kerja dan bahasa yang lebih baik untuk disesuaikan dengan keadaan negara tujuan.
  5. Perlunya penempatan perwakilan dari Depnaker RI di negara-negara tujuan para PRT bekerja untuk memonitor ataupun membantu mereka jika diperlukan.
  6. Adanya bantuan hukum dari Pemerintah Indonesia terutama bagi PRT yang sedang menghadapi permasalahan sampai ke pengadilan setempat karena biaya untuk menyewa pengacara di luar negeri cukup mahal.  
  7. Perlu diperbaiki tentang jaminan keselamatan mereka ketika pulang ke Indonesia, sehingga eksploitasi mereka selama perjalanan terutama di bandara dan ketika menuju ke rumah mereka dapat dikurangi.
  8. Perlunya perlindungan sejak dari awal dengan memberikan asuransi yang harus dibayar misalnya setiap perpanjangan kontrak
End.



No comments: