Saturday, February 04, 2017

TOUR DE SINGA

UMUM

Mendengar nama Singapura, orang akan terbayang pada suatu negara pulau kecil yang makmur dengan masyarakatnya sudah setara dengan negara-negara maju. Negara dengan airport besar dan canggih serta enak untuk berbelanja di duty free-nya. Selain itu juga akan terbayang hampir di semua pelosok negeri keadaannya asri dan bersih serta terawat. Pasti akan merasa senang bagi siapa saja yang akan mengunjunginya.

Bahkan tidak jarang terkadang tujuan kunjungan ke Singapura dipakai sebagai hadiah untuk suatu undian ataupun yang lainnya untuk suatu kejadian ajang promosi. Artinya, Singapura dipakai sebagai penarik minat agar apa yang sedang dipromosikan dapat laku. Ini berarti juga bahwa Singapura dapat dijadiakan sebagai Negara impian untuk tujuan bertamasya.

AKU DAN PUTRIKU

Cutiku kali ini sudah direncanakan sejak lebih dari enam bulan lalu akan pulang ke Surabaya. Istri dan putraku sudah ada di sana sejak hampir sebulan yang lalu. Aku memilih penerbangan Singapore Airline untuk pulang ke Surabaya.  Yang membuatku tertarik memakai maskapai penerbangan ini karena harga yang ditawarkan dari Persatuan Emirates Arab menuju ke Surabaya relatip lebih murah dibandingkan dengan harga yang ditawarkan oleh maskapai penerbangan lain, walaupun aku harus membayar ongkos taksi dari Abu Dhabi ke Dubai pergi pulang. Selain itu ada pesawat maskapai ini yang langsung menuju ke Surabaya walaupun pemberangkatannya dari kota Dubai, satu jam lebih perjalanan dengan mobil dari Abu Dhabi.

Jadwal penerbanganku dan putriku dari Dubai sebelum pukul 8 malam. Ini sangat penting untuk aku antisipasi karena menurut banyak orang, jalan di Syeh Zayeed Road sebelum masuk kota Dubai setelah Dubai Marina biasanya macet.

Durasi waktu transitku di Singapura sekitar 24 jam lebih, tetapi putriku hanya 8 jam saja. Dari Dubai aku dan putriku satu pesawat, Singapore Airline  SQ, berangkat pada tanggal 2 Juli pukul 8 malam. Dan akan sampai di Singapura pagi buta setelah pukul 7 pagi esok harinya.

Sejak dari rumah di Abu Dhabi aku persiapkan makanan dan minuman untuk berbuka puasa. Aku yakin nanti waktu saat azan Maghrib kemungkinan bersamaan dengan waktu boarding menunggu masuk  pesawat. Tiga buah kurma dari sisa yang aku beli dua malam yang lalu sebanyak enam biji aku rasa cukup. Kurma ukuran besar sebesar jempol kakiku dihargai 86 Dirham per kilonya,  enam biji aku bayar lebih dari 12,5 Dirham. Artinya, per biji berharga lebih dari 2 Dirham, atau saat ini setara dengan lebih dari Rp 7000;. Sisa jus jeruk yang aku beli bersama dengan kurma dari Geant aku rasa sayang kalau tidak aku bawa. Cuti selama satu setengah bulan lamanya akan membuat jus jadi rusak jika aku tinggal di dalam kulkas.

Taksi aku panggil melalui nomer free tall salah satu penyedia taksi agar datang pada pukul 3:30 siang, waktu yang sudah aku rencanakan agar aku lebih awal masuk Dubai International Airport. Sopir taksi sudah memberiku SMS sepuluh menit sebelum waktu yang sudah ditentukan. Tujuh buah tas yang akan aku dan putriku bawa aku turunkan secara bersama-sama dengan bantuan putriku. Rencanaku 3 tas yang akan masuk bagasi, yaitu dua bawaan putriku dan satu bawaanku, sertah empat tas akan dibawa ke kabin, yaitu satu tas punggung dan satu tas tarik bawaan putriku, serta tas laptop dan tas tarik bawaanku.

Taksi berwarna abu-abu sudah berada tepat di depan pintu keluar apartemenku. Supir berkebangsaan dari Asia Selatan sudah berada di luar taksi sambil menyibukkan diri dengan telephon genggamnya yang ia letakaan di telinga kirinya karena berbicara dengan lawan bicaranya. Sapaan selamat soreku ia jawab dengan lambaian tangan kanannya saja, serta anggukannya sambil dia membuka pintu bagasi mobilnya mengisyaratkan agar tas-tasku dimasukkan ke dalam bagasi mobilnya. Ketika aku akan memasukkan tas-tas ke dalam bagasi mobilnya, tiba-tiba supir membantuku karena ia sudah mengakhiri pembicaraan melalui telephon genggamnya.

Sejak tadi ketika aku di rumah, aku dihantui dengan kekhawatiranku terhadap ongkos tarif taksi dari tumahku Alreef Downtown ke Bandara Internasional Dubai. Salah seorang kawan main tennisku di Alreef memperingatkan bahwa, aku bisa membayar ongkos taksi sampai 300 Dirham tarifnya.

Ketika aku duduk di kursi penumpang depan sebelah kanan supir aku langsung menanyakan perkiraan ongkos taksi yang akan aku bayar nanti. Betapa terkejutnya sambil merasa senang ketika supir mengatakan bahwa kira-kira 200 Dirhaman saja. Putriku yang duduk di kursi penumpang tepat di belakangku tidak aku hiraukan. Ia duduk di situ karena di sampingnya tertata  tas-tas yang di letakkan di kursi penumpang belakang supir karena kapasitas bagasi tidak muat, yang pasti, dia sudah berada di dalam taksi.

Kali ini aku tidak banyak bicara dengan supir taksi kecuali menanyakan bagaimana caranya taksi-taksi dapat mangkal di dalam komplek Alreef ini. Dia mengatakan bahwa semua taksi boleh saja mangkal di situ tidak ada batas jumlah maupun perusahaan taksinya. Kini aku jadi tau walaupun jumlah taksi terbatas ternyata mereka tidak dibatasi untuk manglal di Alreef ini.

Jalan aku rasa sepi. Taksi dapat melaju dengan cepat tanpa hambatan kemacetan. Jalan menuju ke Dubai tidak membuat minatku untuk memperhatikannya. Aku hampir setiap pagi dan sore hari melaluinya karena tempat kerjaku saat ini berlokasi di Jabal Ali, lebih dari separuh perjalanan ke Bandara Internasional Dubai saat ini. Hanya ketika taksi melalui daerah Dubai Marina aku sempat sedikit melamun, suatu lamunan yang selalu menghantuiku ketika aku melintasi daerah itu. Dulu, sekitar awal abad ini, tetatnya tahun 2000, bahkan sebelumnya, aku pernah berhasrat untuk membeli apartemen di daerah Dubai Marina. Waktu itu daerah ini baru saja dikembangkan. Harga yang relatip murah pada saat itu apabila dibandingkan dengan harga apartemen rata-rata di Dubai saat ini. Apartemen 2 kamar tidur hanya ditawarkan langsung dari developernya tidak lebih dari setengah juta Dirham. Dengan fasilitas kredit aku mampu untuk membelinya saat itu. Saat ini, dua tempat tidur bisa mendekati dua juta Dirham. Waktu itu terlalu bannyaknya pertimbangan karena jaraknya jauh dari kota Dubai dan suasana di negri orang yang tidak menentu menyebabkan tekadku jadi menciut untuk membelinya, walaupun seorang rekanku memintaku agar membelinya saja. Lamunanku terhenti dan aku sadar kembali setelah daerah Dubai Marina aku  lalui.

Ketika taksi melewati gedung tertinggi di dunia yang berada di sebelah kananku, aku merasa semakin panik saja. Entah apa yang menyebabkannya, yang pasti, ini mungkin suatu perasaan menyesal yang masih tersisa mengenai ketidak beranianku waktu itu untuk membeli properti di Dubai. Tanpa terasa aku menjadi terhanyut, sehingga tanpa aku sadari taksi sudah akan memulai memasuki area Terminal 1 Dubai International Airport tujuanku. Lalu aku menyadarkan diri sambil merogoh kantong samping tas lap topku mengambil tiket pesawat untuk memastikan bahwa aku harus turun di Terminal 1.

Jam tanganku sudah menunjukkan sekitar pukul 4:45an sore ketika taksi berhenti di tempat pemberhentian penurunan penumpang tepat di depan areal pemberangkatan Terminal 1, Bandara Internasional Dubai. Targetku tadinya adalah, aku harus sampai Bandara paling tidak pada pukul 5an sore, dua jam sebelum jam boardingku. Setelah aku bayar oangkos taksi 205 Dirham aku dan putriku dengan satu kereta dorong yang dipenuhi tas-tas bawaan langsung menuju ke konter Singapore Airline.

Sebelum masuk areal deretan konter-konter tempat check-in dan drop bag aku pisahkan tas-tas yang akan masuk kabin dan tas-tas yang akan masuk bagasi peasawat. Ketika sampai di deretan konter ternyata konter untuk Singapore Airline sudah dibuka. Aku harus memilih jalur bagi calon penumpang yang sudah check in melalui internet, karena jalur lainnya adalah bagi mereka yang belum check in. Artinya aku hanya akan menyerahkan tas (drop bag) saja. Tanpa kesulitan karena semua tas sudah ditimbang di rumah walaupun tasku kelebihan tiga kilogram dari duapuluh enam kilogram yang diperbolehkan penjaga konter tidak mengatakan apa-apa, artinya tas-tasku dianggap tidak kelebihan muatan. Dalam hatiku sempat berkata, "mungkin yang penting tidak lebih dari tigapuluh kilogram tidak masalah".

Demikian juga dua tas milik putriku, kelebihan berat lebih dari tiga kilogram tidak dipermasalahkan juga. Yang menjadi masalah saat ini adalah, boarding pass-ku. Aku dan putriku sengaja check in melalui internet. Tiket milik putriku sekali check in langsung dapat dua boarding pass, sedangkan tiketku karena aku harus transit menunggu selama 24 jam, maka aku harus check in lagi melalui internet untuk penerbanganku yang dari Singapura ke Surabaya. Akan tetapi ketika aku mencoba chek in dari link Singapore Airline selalu masuk ke alamat check in yang sudah aku lakukan untuk perjalanan dari Dubai ke Singapora. Ahh..., kataku, biar saja nanti ketika di konter ketika mengambil boarding pass penerbangan dari Dubai ke Singapura akan aku sampaikan tentang permasalahan ini.

Benar saja, ketika aku sampaikan permasalahan boarding pass-ku untuk penerbangan dari Singapura ke Surabaya, petugas konter saja masih kesulitan dalam melakukan check in untukku melalui sistemnya, dan harus bertanya kepada petugas yang memakai baju uniform krem (mungkin supervisornya) untuk melakukan check in yang dari Singapura ke Surabaya. Walaupun memakan waktu lebih dari lima menit untuk check in ku, tetapi akhirnya mereka berhasil juga. Lalu aku dan putriku mendapatkan kartu boarding pass untuk perjalanan ke Surabaya kali ini.

Waktu sudah memasuki waktu Makhrib, itu jika aku berada di Abu Dhabi. Biasanya di Dubai lebih awal tiga menit daripada waktu Maghrib Abu Dhabi. Ketika aku melihat di sekelilingku aku melihat ada beberapa orang sudah memulai makan makanan yang dibawa mereka. Dengan rasa yakin aku  ambil makanan untuk berbuka yang aku persiapkan dari rumah, dua buah kurma dan sebotol jus jeruk. Sebelum aku memulai memasukkan sebiji kurma ke dalam mulutku ada orang yang sedang akan duduk di sebelahku.  Ketika aku lihat dia juga sedang mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan aku lihat sepelattik kecil makanan. Aku tawari dia buah kurmaku, lalu dia mengambilnya sambil mengucapkan terimakasih. Dan diapun menawari juga aku miliknya, ketika aku jemput tawarannya aku ada tambahan variasi makanan dari dia berupa permen susu berisi kacang. Lalu aku nikmati makanan dan minumanku sebagai tanda untuk membatalkan puasaku hari ini.

Di dalam pesawat perutku terasa masih lapar karena udara dingin AC ruang tunggu tadi sampai ke dalam pesawat. Rupanya aku hanya makan kurma dua butir plus permen susu kacang dan minum jus jeruk tidak mempan menghadapi semua ini. Saat ini aku sudah sholat Maghrib dan Isyak ketika aku duduk setalah berbuka puasa sambil menunggu boarding tadi. Sehingga ketika aku di dalam pesawat tinggal menungu waktu Subuh saja. Aku ambil koran berbahasa Ingris untuk para penumpang yang diletakkan di depan pintu masuk pesawat. Pikirku, sudah lama aku tidak membaca koran Asia Tenggara.

Putriku duduk di kolom kursi yang berbeda walaupun masih satu deret dengan kursi tempat dudukku. Aku rasa itu tidak apa-apa toh dia sudah aku anggap sebagai seorang anak yang sudah dewasa, dalam permasalahan di dalam pesawat dia tidak memerlukan bantuanku.

Aku habiskan waktuku dalam pesawat menunggu pesawat bergerak dengan membaca koran Strait Times. Aku tutup sebentar ketika pesawat mulai bergerak sampai betul-betul naik sebelum aku buka kembali.

Aku yakin makanan atau minuman masih agak lama datangnya karena pesawat baru saja naik. Aku putuskan untuk membuka kembali koran di hadapanku sampai semua topik yang menarik perhatianku aku baca semuanya. Walaupun ada beberapa topik terpaksa hanya aku dapat membaca judulnya saja karena wartanya ditulis dengan huruf lebih kecil yang membuat mataku kesulitan untuk aku paksa membacanya.

Audio layar sentuh di belakang kursi di depanku terus berganti-ganti gambarnya. Aku coba saja ketika aku mulai bosan membaca koran walaupun aku juga membawa buku yang aku selipkan di sela-sela belakang tempat duduk penumpang yang ada di depnku. Aku cari filem dokumenter kesukaanku, itu aku lakukan sampai datang minuman pembuka yang disajikan oleh seorang pramugari  murah senyum. Lalu tidak lama kemudian datang makanan untuk makan malam. Satu buah sandwich untuk makan malam buatku tidak membuat aku kenyang dan masih merasa kurang puas, apalagi aku seharian berpuasa. Setelah teringat bahwa berpuasa adalah merupakan ibadah menahan, maka makan sandwich-pun harus aku rasakan dengan kepuasan. Lalu aku ucapkan syukur kepada Tuhan untuk menandainya.

Selesai makan malam aku lanjutkan dengan menonton acara TV dalam pesawat mengenai kehidupan hewan dari segala jenis bangsa kucing, bagaimana orang mencari tiram, dan mencari kepiting sampai aku jatuh tidur karena sedikit kelelahan.

Aku terbangun dari tidurku. Tanpa melihat waktu di jam tanganku lalu aku pencet kembali layar sentuh yang ada di depanku. Kali ini memilih untuk menonton filem Hydrophore Farming di Singapura. Aku jadi tertarik tentang cara melakukan tani di dalam kota yang susah mendapatkan lahan tanah terbuka. Cara orang-orang Singapura bertani dengan tidak menggunakan lahan tanah kecuali memakai pipa dan busa, dan dengan kotak-kotak gabus yang diisi dengan tanah sungguh luar biasa menurutku. Lantai apartemen paling atas mereka sulap menjadi  taman khusus untuk pertanian dan lain sebagainya yang berhubungan dengan cocok-tanam dimana mungkin yang paling baik adalah, Hydrophore Farming. Walaupun ada juga petani yang tetap memakai tanah luas akan tetapi mereka jauh dari pusat kota. Hasil dari pertanian dari apartemen mereka dijual ke toko-toko dan restoran-restoran di dalam kota. Toko dan restoran akan selalu mendapatkan sayuran segar sepanjang tahun tanpa harus menunggu pasokan dari luar dan tergantung musim.  Selain itu juga untuk dimanfaatkan atau dikonsumsi sendiri.

Sungguh aku jatuh hati dalam lamunanku, seandainya aku bisa melaksanakan hal yang sama di Surabaya atau di Nganjuk, alangkah hebatnya. Sampai-sampai aku membayangkan ketika aku akan membangun bekas rumah orang tuaku di Sawah Pulo SR, Surabaya akan aku dek bagian atasnya untuk aku gunakan sebagai tempat pertanian kota seperti di Singapura. Selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai pengajaran bagi anak-anak sekolah agar mengetahui secara praktis bagaimana bertani secara hidroponik. Ahh.., itu khayalan saja, demikian aku akhiri lamunanku.

Mata terpejam tanpa terasa seiring selesainya filem dokumenter tentang memcari kepiting di Selat Bering antara Rusia dan Amerika Serikat. Begitu terbangun para pramugari sedang membagi-bagi makanan dan aku langsung mengharap secepatnya mereka mendekat ke tempat dudukku. Sepertinya hidungku lebih tajam daripada rasa ngantukku. Ketika aku dapati makanan dan minuman, aku sedikit bernafas lega, makanan berupa kue nanas, jus, air dan kopi aku harap cukup untuk mengganjal perutku malam ini. Ketika aku sedang menikmati sajian makanan aku baru sadar bahwa aku besok masih harus berpuasa, dan aku harus makan sahur. Ketika aku menoleh ke luar jendela pesawat aku dapati cahaya matahari sudah hampir terbit kelihatan. Aku merasa terkejut dan langsung aku hentikan padahal makanan dan minumanku dapat aku katakan sudah hampir habis. Ya..., tidak apa akan aku lanjutkan berpuasa hari ini, toh aku tidak mengetahuinya, lalu aku sholat Subuh di dalam pesawat sambil duduk setelah tayammum aku lakukan.

Sampai di Singapura sekitar pukul 7:50an pagi. Pagi buta ini sejak sebelumnya putriku sudah merencanakan keluar jalan-jalan ke Pusat Kota Singapura. Waktu transitnya yang 8 jam akan digunakan untuk jalan-jalan di luar Bandara.

Ketika keluar dari pesawat aku dan putriku langsung ke Bagian Konter Transit. Di halaman konter ada pengumuman tentang tour gratis. Suatu tour yang dilakukan pagi hingga siang hari mengunjungi beberapa objek wisata dalam Kota Singapura. Aku tawarkan pada putriku dan dia menyetujuinya. Lalu aku dan dia mendaftarkan diri agar dapat memanfaatkan waktu transitnya sesuai dengan keinginannya, jalan-jalan di Kota Singapura. Yang diminta oleh penjaga konter hanya pasport dan boarding pass saja. Aku sempat akan ditolak oleh penjaga konter untuk didaftarkan pada tour siang ini karena penerbanganku masih besok pagi, lalu dia mencoba untuk memaksakan aku untuk mengikutinya, dan kemudian berhasil, maka aku dan putriku terdaftar dalam acara Tour Kota Singapura hari ini.

Tour akan dimulai pada pukul 11:30 pagi dengan menggunakan bus. Ini berarti aku masih harus menunggu sekitar dua jaman lagi sebelum tour dimulai. Aku coba untuk duduk di deretan kursi tunggu depan konter pendaftaran tour. Putriku ada di sampingku. Aku lihat di sekelilingku semakin lama semakin banyak orang yang berdiri di sekitar konter tour. Ini menandakan barangkali banyak pula yang akan ikut tour gratis hari ini.

Tepat pukul 11:30 seorang petugas berompi oranye datang dan mengajak rombongan tour untuk mengikuti dia. Setelah turun tangga konveyor lalu balik ke aran belakang. Sebagian rombongan agar keluar dari pintu kiri dan sebagian lagi termasuk aku dan putriku keluar dari pintu yang sebelah kanan. Setelah menyusuri lorong luar Bandara, bus warna lembayung (ungu) bertuliskan Free Singapore Tour terlihat masih baru nampak berjejer terparkir seolah sedang menunggu penumpang datang. Dari tiga bis yang berjejer aku dan putriku masuk bis yang pertama.

Di dalam bis aku dan putriku duduk berjejeran. Bis baru di dalamnya bersih sekali seolah seirama dengan kemashuran Singapura yang terkenal sebagai salah satu kota terbersih di dunia.

Luas Singapura adalah 720 kilometer persegi, dengan panjang sekitar 50 kilometer dan lebar 24 kilometer. Jumlah populasi penduduk Singapura adalah 5.5 juta orang totalnya. Kebanyakan dari mereka bertempat tinggal di dalam gedung bertingkat tinggi. Singapura tidak memiliki gunung tinggi akan tetapi memiliki banyak gedung tinggi. Komposisi penduduknya terdiri dari 14% Bangsa Melayu, 3% keturunan India, dan 80% keturunan Cina. Demikian kata perkenalan pemandu wisata ini memulai panduannya.

Pemandu wisata lelaki berkulit kuning itu memperkenalkan diri dengan memakai Bahasa Ingris berlogat umumnya orang-orang Singapura. Dia memberitau semuanya bahwa di setiap pemberhentian kunjungan wisata, penumpang diperbolehkan turun dan melakukan jalan-jalan dengan catatan paling lama 20 menit saja. Setelahnya harus kembali ke bis lagi. Kalu tidak kembali tepat waktu, maka resikonya akan ditinggal, dan biaya ongkos taksi untuk kembali akan ditanggung sendiri.

Berikut secuil kisah tentang Negara Singapura menurut penuturan si Pemandu Wisata ini; dimulai dari adanya suatu kota yang ada di tengah  laut, dimana penduduknya merupakan pendatang dari Pulau Sumatera. Di Pulau Kota Laut itu ada pula binatang buas yang disebut singa yang masih berkeliaran, yang mana dalam bahasa Sangsekerta binatang itu disebut Singa. Untuk itu selanjutnya kerajaan Kota Laut itu disebut Kerajaan Kota Singa, dan sekarang dikenal dengan nama Singapura atau Singapore dalam bahasa Ingrisnya.

Lalu bis meluncur dan membawa rombongan ke Gedung Tamasek International berada, lalu ke daerah Merlion Park, dimana patung Fish-Lion berada dan dimana rombongan turun. Matahari terasa menyengat  di siang seperti ini. Aku dan putriku tetap saja turun mendekati areal patung ikan berkepala singa ini. Lalu-lalang orang-orang seperti berebutan mendekati muka patung yang menyemburkan pancuran air dari dalam mulut singa. Ada yang berlindung di bawah payung, ada yang memakai topi payung atau topi laken, sedangkan aku berada di tempat samping sejauh limapuluh meteran berteduh di bawah pohon taman. Entah putriku, yang pasti dia aku lihat berjalan mendekati patung Merlion itu meninggalkan aku sendiri di bawah pohon.

Greenhouse terbesar di dunia sudah dilalui sebelum ke daerah Long Beach. Juga daerah Suntec City. City Center merupakan pusat bisnis Singapura. Singapura kebanyakan berpenduduk yang terdiri dari 3 etnis utama, yaitu etnis Cina, Malaya dan India.

Observation Wheel merupakan roda raksasa yang memiliki 8 kapsul yang dapat menampung total 80 orang, jadi per kapsulnya untuk 10 orang. Setiap putaran penuh memerlukan 24 menit dalam satu putaran  penuh. Art Science Museum ada di daerah Marina Bay, dimana terletak kolam renang terbesar sepanjang 150 meter menurut si Pemandu.

Setelah stop pertama di Merlion Park, dimana patung kebanggan kota Singapura yang menghadap ke Marina Bay berada. Dari sana terlihat jelas Asian Civilization Museum. Juga terlihat ada gedung Stock Exchange. juga terlihat jelas Fullerton Hotel.  Daerah ini sekarang menjadi pusat keuangan terbesar ke empat dunia, demikian pemandu mengatakan.

Aku rasa membosankan pada pemberhentian pertama ini. Udara panas, penjual makan dan minuman tidak dapat aku manfaatkan karena puasa. Jam tangan sudah hapir 20 menit singgah di Merlion Park ini. Ketika aku akan naik menuju bis aku lebih memilih berlindung dari sengatan matahari di bawah jembatan layang ketika melihat semua rombonganku masih menunggu bis di bawah terik matahari. Aku baru beranjak menuju bis ketika beberapa anggota rombongan mulai menuju bis.

Di dalam bis aku dan putriku mendapatkan tempat duduk agak ke belakang. Tidak seperti tadi sebelum turun, bertempat duduk di tengah deretan samping kanan. Lalu bis mulai bergerak untuk melintasi daerah China Town, dimana bangunannya terdiri dari gedung-gedung tinggi dan rendah. Dari gedung-gedung baru sampai gedung-gedung tua. Menurut si pemandu, gedung tingkat rendah berharga lebih mahal karena jika dibangun tinggi dapat menghasilkan uang lebih banyak. Gedung bersejarah juga bisa diperjual-belikan, tentu dengan harga lebih mahal daripada gedung baru yang sama. China Town lama berada di sekitar Havelock Street, sedangkan China Town baru terletak di New Bridge Street dimana banyak gedung-gedung tinggi untuk perkntoran, hotel serta apartemen. Selain itu ada beberapa taman kotanya.

Kemudian melintasi di Singapore River Valley Street. Dimana daerah ini lebih dikenal dengan restoran-restoran kelas tinggi, dan club-club yang hanya dibuka pada malam hari saja. Menurut pemandu adanya beberapa gedung pemerintah dengan beraneka ragam warna menunjukkan adanya banyak budaya sebagai refleksi penduduk Singapura yang terdiri dari orang-orang dari berbagai macam budaya.

Lalu melintasi Stanford Road dimana Armenian Apostolic Church tampak dan melintasi Hill St. Road. Diteruskan melalui SMU School of Accuntancy di Stanford Road dan gedung King George dekat Victoria St.

Begitu masuk Orchard Road pemandu menjelaskan bahwa daerah ini merupakan tempat berdirinya beberapa pusat perbelanjaan yang paling terkenal di dunia. Aku jadi teringat ketika aku ke Lucky Plaza lebih dari 20 tahun lalu ketika untuk pertamakalinya ke Singapura, lalu sekitar 13 tahun lalu aku sekeluarga juga mampir ke Plaza yang sama pula.

Selanjutnya melintasi daerah pemukiman orang-orang India. Hampir semua kantor, toko dan restoran bertuliskan huruf yang nampaknya huruf dari India dan di sisinya juga bertuliskan huruf latin. Ada Kuil Hindu bernama Silima Kalaman Temple yang konon menurut si pemandu bahwa kuil itu dibangun pada tahun 1850 Masehi. Ketika melintasi Serangoon Road terlihat seperti tidak ada huruf yang lebih dominan pada papan-papan nama sepanjang jalan kecuali huruf berliuk-liuk yang aku tidak memahaminya, akan tetapi hampir terlihat seperti huruf/aksara Jawa ho-no-co-ro-ko. Mungkin itu huruf India karena banyak orang yang berlalu-lalang memiliki karakter tubuh yang sama seperti kebanyakan yang pernah aku jumpai di UAE.

Beriktnya menuju ke Jalan Besar tempat dimana Sim Lim Tower dibangun. Di sini aku teringat ketika untuk pertama kali ke Singapura pada tahun 1990-an waktu ditugasi oleh PT. Pal mengikuti Technology Weeks di sana. Aku berkunjung ke daerah sekitar Sim Lim Tower hanya untuk mencari barang bekas yang awalnya hanya untuk membandingkan bagaimana orang-orang Singapura berjualan barang-barang bekas. Namun akhirnya aku jadi memborong beberapa jam tangan bekas dari situ dengan harapan siapa tau nanti dapat aku jual lagi dengan harga yang lebih mahal. Akan tetapi keinginan tetap saja menjadi keinginan karena akhirnya jam-jam itu aku hadiahkan kepada orang-orang dekatku di kampungku. Tanpa terasa bis melintasi Sim Lim Bus Station, walaupun sudah siang akan tetapi terminal bis di sini tidak dipenuhi kendaraan bis-bis serta jumlah penumpang yang membludak di terminall.

Kini tiba saatnya bis berhenti di Mustafa Center, tempat pusat kegiatan yang berhubungan dengan Islam di Singapura, suatu kampung lala dimana di situ terletak Masjid Sultan yang  berusia sekitar 120 tahun. Tempat ini selalu dibuka selama 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu tidak pernah berhenti dibuka. Setelah aku dan putriku turun dari bis, aku langsung menuju ke arah masjid Sultan melalui lorong panjaang yang samping kanan dan kirinya dipenuhi oleh oarng berjualan barang-barang serma islami. Mulai dari pakaian, alat dan perlengkapan ibadah sampai dengan makanan dan masakan islami.

Tepat di depan Masjid aku berhenti sejenak. Warung kaki lima membuatku tertarik untuk aku hampiri. Warung yang menjual masakan ala Timur Tengah. Aku tanyakan apabila aku ingin memesan masakan gulai kambing untuk dibawa. Ternyata ada beberapa macam tempat untuk memaket makanan yang akan dijual oleh mereka. Aku pilih yang aku sukai. Dan mereka menghargainya sekitar 8 Dollar Singapura seporsi yang aku pilih. Kini aku harus kembali ke dalam bis karena waktu kembali sudah hampir tiba. Dan di tanganku sudah ada makanan untuk makan siang nanti.

Keluar dari daerah Pusat Budaya Islam lalu bis berjalan memasuki daerah Kallang Riverside Park, dimana termasuk daerah Stadium Bulivard untuk selanjutnya terus kembali ke Bandara Internasional Changi.

Tour selesai hampir mendekati pukul 2 siang. Aku dan putriku langsung menuju ke dalam Bandara untuk mencari makan siang untuk putriku yang sedang tidak berpuasa. Restoran di dalam Bandara cukup banyak pengunjungnya. Aku memilih duduk saja sambil meletakkan makan masakan yang telah aku beli ketika di Mesjid Mustafa tadi. Sedangkan putriku aku lihat sedang antri di depan restoran masakan cepat saji, burger.

Selesai makan siang putriku, aku dan putriku mengambil tas bawaannya yang dititipkan di tempat penitipan tas dalam Bandara. Lelaki penjaga tempat penitipan yang jauh lebih tua dari aku  berjalan agak lambat bahkan kelihatan susah untuk bergerak cepat sesuai karakter orang-orang Singapura kebanyakan yang pernah aku lihat. Aku berpikir bahwa, nanti kalau aku berumur panjang dan seusia dia, mungkin aku akan mengalami hal yang sama, susah bergerak lincah, bahkan mungkin lebih dari dia.

Setelah tas putriku didapat, maka aku dan dia segera menuju ke tempat dimana putriku harus melanjutkan penerbangannya menuju Surabaya. Setelah putriku masuk tempat boarding, aku sekarang tinggal sendirian di Changi Airport, dan harus menumggu selama hampir 16 jam sebelum penerbanganku besok pukul 8 pagi.  Sebenarnya aku diminta oleh putriku untuk mencari hotel tempat untuk bermalam. Namun karena merasakan bahwa uang yang sudah kocar-kacir, permintaannya kali ini tidak bisa aku penuhi. Aku lebih suka memilih tinggal di dalam Bandara saja, jikalau ngantuk akan mencari kursi atau tempat yang dapat aku pakai sebagai tempat tidur, toh aku tidak terlalu susah untuk tidur.

Paling aman adalah tidur dekat dengan tempat dimana besok aku harus boarding. Selain tanpa harus mencari lagi tempatnya juga aku dapat bangun mendekaati waktu boarding. Aku langsung mengatur alarem telephon genggamku pada pukul 7 pagi agar aku dapat terbangun ketika itu apabila aku ketiduran.

Hari sudah beranjak malam, masakan yang aku beli di dekat Masjid Mustafa tadi sudah aku makan untuk berbuka puasa tadi. Minuman air dan jus jeruk yang aku beli dari toko kelontong di dalam Bandara masih ada sisanya yang aku bungkus dalam plastik bersama persiapan makan sahur dari toko itu. Kini aku harus mencari makan malamku. Aku hampiri tempat restoran tadi siang aku singgahi. Rupanya sudah ada beberapa restoran yang sudah ditutup. Jam di HP-ku sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh malam. Jam di HP berubah secara otomatis mengikuti jam setempat, ini aku harus hati-hati dalam melihat jam ini khawatir aku anggap masih waktu Abu Dhabi yang lebih lambat 4 jam dari waktu sini. Mungkin karena beberapa restoran sudah ada yang ditutup. Aku pilih masakan nasi putih dan sayur kacang panjang ditumis serta dua ekor ikan (semacam ikan pindang) goreng. Dengan ditambahi sambal pasti rasanya akan nikmat sekali. Apalagi minumnya air putih saja.

Setelah makan malam selesai, dan membersihkan gigi selesai, aku langsung merogoh kantong samping tas lap topku untuk mencari boarding pass-ku yang aku terima ketika aku check in di Dubai kemarin sore untuk memastikan pintu gerbang tempat aku harus memulai penerbangan besok pagi. Lalu aku menuju ke sana.

Suasana di sekitar calon tempat boardingku besok pagi masih sepi sekali. Di sebelahnya  kebetulan ada perbaikan, sehingga tempatnya ditutupi layaknya ada suatu renovasi. Seorang penjaga keamanan dengan pistol di pinggangnya nampak biasa bagi aku. Seragam baju abu-abu dan celana biru dongker seperti kombinasi seragam untuk keamanan kebanyakan. Aku langsung duduk di kursi yang tak seorangpun duduk di deretannya. Ada dua orang yang nampaknya sejoli berkulit putih sedang tidur di seberangku menempel ke dinding kaca pembatar antara ruang tunggu masuk pesawat setelah boarding dan jalan luar ruang tunggu. Aku pilih mengambil buku bacaanku yang aku bawa dari rumah tadi. Aku harapkan dapat membunuh waktuku dengan membaca daripada melakukan hal lainnya. Sampai aku merasa ngantuk.

Suasana sepi ini memang lebih ideal untuk tidur. Setelah aku merasakan ngantuk tiba lalu aku menyeberang untuk ikut tidur di deretan bule sejoli itu walaupun aku pilih bersembunyi di balik tiang gedung bandara. Tas laptop ku aku pakai sebagai bantalku. Pakaian dalam  yang aku isikan di dalamnya membuat kepalaku terasa tidur di atas bantal saja.  Hanya aku selimuti tas laptop-ku dengan kaos cadanganku, maka aku mungkin dapat tidur pulas nantinya.

Jam tanganku sudah menunjukkan pukul 9 malam, itu artinya pukul 1 dini hari waktu Singapura. Aku harus memaksakan diri untuk tidur saja. Alarem di HP-ku aku rubah menjadi pukul 3 pagi. Ini untuk memberikan kesempatan kepada aku untuk makan sahur yang telah aku beli di toko bahan makanan setelah makan malam tadi. Aku merasa tersiksa sendiri dalam memaksakan diri untuk tidur, semakin aku usahakan semakin tidak bisa aku tidur, pikiranku masih melayang-layang walaupun mata aku pejamkan. Aku beralih memikirkan hal-hal yang santai saja tentang diriku sampai aku dapat tidur juga.

Suasana dingin Bandara membuat aku terbangun sebelum alarem HP-ku berbunyi. Aku lihat jam di HP-ku sudah menunjukkan hampir limabelas menit sebelum pukul 3 pagi. Aku memilih bangun saja dan menuju ke kamar kecil untuk menghilangkan rasa buang air kecil akibat uadara dingin di Bandara.  Setelah buang air kecil dan cuci muka lalu aku kembali ke kursi yang sudah ada beberapa wanita yang penampakannya dari Indonesia sudah duduk berjejer di kursi yang aku duduki tadi. Mereka semua pada diam membisu karena nampaknya mereka juga sedang tidur sambil duduk.

Aku memilih kembali ke lantai dimana aku tidur tadi. Aku mulai membuka makanan dan minuman dari dalam kantong plastic untuk aku makan dan minum isinya. Aku harus merasa puas walaupun makanan yang aku makan adalah berbahan roti yang diisi dengan daging ikan tuna. Dialah yang disebut Tuna Sandwich yang diolesi dan diaromai mayonnaise. Lega juga rasanya setelah jus jeruk aku minum. Dan kini aku harus menamba minum air putih yang harus aku teguk langsung dari fountain bandara. Kini aku harus menunggu waktu shalat Subuh yang akan aku lakukan di tempat sholat sejauh sepuluh menitan berjalan kaki dari tempat boarding-ku.

Sebelum pukul 7 pagi aku sudah sampai di tempar boarding. Aku terkejut bukan main nampak kursi-kursi tempat tunggu sudah tidak ada yang kosong lagi. Hampir semuanya diisi oleh para wanita dengan paras yang hampir sama, orang Indonesia. Hanya satu bagian pojok di sebelah kanan pintu masuk boarding ada sekelompok laki-laki yang sedang bercakap dan bergurau. Aku memilih berdiri dari tempat yang agak jauh saja. Tetapi aku penasaran terhadap para wanita itu karena hampir semua dari mereka sudah saling mengenal. Mereka nampak akrab bercerita satu sama lainnya dengan begitu santai dan tertawa. Apakah karena mereka sama-sama sedang pulang dari rantau lalu mereka seakan senasib seperjuangan, sehingga membawa mereka sebegitu dekat walaupun tidak saling mengenal?. Itu  mungkin saja.

Tepat pukul 7 lebih 35 menit penjaga konter boarding mulai menerima calon penumpang untuk boarding. Setelah aku boarding aku memilih duduk di tempat dimana seorang lekaki dan disampingnya ada anak lelaki dan istrinya. Ketika jam HP-ku menunjukkan pukul 8 kurang 15 menitan ada suara aba-aba agar penumpang mempersiapkan diri untuk masuk ke dalam pesawat. Penumpang diminta masuk dimulai dari nomer paling besar antara nomer kursi 41 sampai dengan nomer 64. Nomerku adalah 30an. Sesuai dugaanku, aku akan duduk bersebelahan dengan salah satu dari wanita tadi karena jumlah mereka bisa aku tebak sekitar 90% dari jumlah penumpang pesawat secara keseluruha.

Dugaanku memang benar. Aku duduk di sebelah wanita yang aku duga pasti dari golongan wanita-wanita yang ngobrol seperti di pasar pagi itu. Kalau aku duga usianya pasti lebih tua sedikit daripada umur putriku.  Aku jadi teringat putriku dan istriku sekarang yang sudah berada di Surabaya. Seandainya mereka atau salah satu dari mereka ada di sisiku, pasti aku memiliki orang yang dapat aku ajak bicara.

Ketika aku mengambil buku untuk aku baca dan akan aku buka sebagai teman penghilang rasa sepiku, wanita di sebelahku bertanya kepadaku tentang dari mana asalku. Tanpa bisa mengelak aku meminta penjelasan tentang pertanyaannya. Karena aku dapat menjawab asal-usulku dari Surabaya atau asal perjalananku saat ini dari Abu Dhabi. Setelah aku jawab atas penjelasannya, diapun menyebutkan bahwa dia dari Hong Kong. Itulah kalimat terakhir aku dengar sebelum aku melanjutkan membaca buku yang aku bawa.

Aku jadi teringat cerita istriku bahwa, menurutnya ada banyak tenaga kerja wanita (TKW) di Hong Kong. Mereka pada berkumpul di suatu tempat seperti taman kota apabila hari libur kerja tiba, seperti hari Minggu atau hari Besar Negara Hong Kong. Barangkali istriku rajin memonitor social media bersama-sama teman-temannya juga. Tanpa terasa aku jadi merasa ngantuk. Padahal baru saja rasanya membuka buku. Aku lihat pramugari membawa kereta dorong makanan dan minuman sedang melewati sisi kiriku. Mataku terasa tidak mengantuk lagi karena perut terasa lapar. Aku coba menolehkan kepalaku ke belakang, semua kursi nampaknya penuh terisi. Apakah ini karena mereka pada mudik karena ingin berhari raya bersama keluarga mereka?. Ahh.., aku jadi ingat bahwa hari ini aku berpuasa. Lalu aku sandarkan kepalaku ke sandaran kursi dudukku untuk meneruskan keinginan rasa ngantuk mataku. Dan aku tertidur sampai pesawat mulai menurunkan badannya pertanda jarak landasan pacunya sudah dekat. Di situlah pesawat akan mendarat di Bandara International Juanda milik Kabupaten Sidoarjo tempat kakiku menginjak tanah leluhurku, Indonesia.

End

No comments: