Khutbah Jumat, 13 Shafar 1436 H / 05
Desember 2014 M
Rasa Malu
Khutbah Pertama
الْحَمْدُ لِلَّهِ الْكَرِيمِ الرَّزَّاقِ، الَّذِي جَعَلَ الْحَيَاءَ
مِنْ أَعْظَمِ الأَخْلاَقِ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ حَمْدًا يَلِيقُ بِجَلاَلِ وَجْهِهِ
وَعَظِيمِ سُلْطَانِهِ، وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُ اللَّهِ
وَرَسُولُهُ،
أَشْرَفُ الْخَلْقِ وَخَيْرُ الْعِبَادِ،
فاللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْحَيَاءِ
وَالرَّشَادِ، وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ التَّنَادِ.
أَمَّا بَعْدُ: فَأُوصِيكُمْ عِبَادَ اللَّهِ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ، قَالَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى:] وَهَذَا كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ
وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ[([1]) وَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ:] فَبِشِّرْ
عِبَادِ* الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ القَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ([2]) .
Kaum muslimin : sesungguhnya manusia itu
beragam dan bermacam-macam dalam membekali diri mereka dengan akhlak yang mulia, ada yang dermawan, ada
yang sabar, sebagian lainnya pemberani atau menepati janji, semua itu merupakan
akhlak yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, hanya saja akhlak Islam yang
paling mulia dan paling mendekati pada kesempurnaan keimanan adalah rasa malu,
Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ
لِكُلِّ دِينٍ خُلُقاً، وَخُلُقُ الإِسْلاَمِ الْحَيَاءُ
"Sesungguhnya
setiap agama memiliki akhlak dan akhlak Islam adalah rasa malu" (Ibnu
Majah 4181 dan Malik 1641). Rasa malu termasuk salah satu akhlak nabi
kita Muhammad Saw, dari Abi Said Al Khudri RA berkata :
كَانَ
النَّبِىُّ r
أَشَدَّ حَيَاءً مِنَ الْعَذْرَاءِ فِي خِدْرِهَا
"Sesungguhnya
Nabi Saw lebih memiliki rasa malu dibandingkan perawan dalam pingitannya" (Muttafaq 'alaih)
Islam
menganjurkan kita untuk berpegang teguh pada rasa malu seperti disebutkan dalam
beberapa teks agama, diantaranya bahwa Rasulullah Saw menjadikan rasa malu
termasuk salah satu cabang keimanan, Rasulullah Saw bersabda :
الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ
شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا
إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
“Keimanan itu memiliki tujuh puluh tiga lebih atau enam
puluh tiga lebih cabang, sedang yang paling utama (tinggi) adalah ucapan : Tidak
ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah; sementara yang paling rendah
adalah menyingkirkan rintangan dari jalan, dan malu itu merupakan cabang dari
keimanan”(Muttafaq 'alaih)
Rasulullah Saw hanya menyebutkan malu
bukan yang yang lainnya dalam hadits yang menerangkan cabang keimanan, karena
ia akan mengarahkan sisanya, sebagian orang bijak berkata : keceriaan wajah
tergantung rasa malunya, sebagaimana kehidupan tanaman tergantung pada
airnya" (Adabud dunya wad din 1/247)
Lainnya berpendapat bahwa ; orang yang
menjadikan rasa malu sebagai pakaiannya, maka orang lain tidak akan melihat
aibnya
Umar bin Khattab RA berkata : barang
siapa yang sedikit rasa malunya, maka sedikit pula wara'nya, dan barang siapa
sedikit wara'nya maka hatinya telah mati (Makarimul Akhlak karangan Abid Dunya
93)
Disebutkan dalam sebuah syair :
Tidaklah demi Allah, tidak ada
kebaikan dalam kehidupan
Dan tidak pula di dunia bila rasa malu
telah tiada
Seseorang akan hidup dalam kebaikan
selama masih memiliki rasa malu
Sebagaimana batang pohon akan terus hidup
selama kulitnya masih segar.
Rasa malu menjadi salah satu jalan seseorang dalam menuju
ketaatan dan menjadi penyebab melakukan kebaikan, Rasulullah Saw bersabda :
الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِى إِلاَّ
بِخَيْرٍ
"Rasa malu
tidak mendatangkan kecuali kebaikan" (Muttafaq 'alaih). Dalam riwayat lain :
الْحَيَاءُ كُلُّهُ خَيْرٌ
"Rasa malu
semuanya kebaikan" (Muslim 61). Seorang yang
berhiaskan rasa malu maka keimanan dan amalan baiknya akan bertambah, ia akan
terus berjalan diatas jalan yang mengantarkannya ke surga, dan barang siapa menanggalkan
rasa malu, itu berarti ia telah berlaku
buruk dan dhalim, kelak ia akan menyesal dan merugi, Rasulullah Saw bersabda :
الْحَيَاءُ مِنَ الإِيمَانِ،
وَالإِيمَانُ فِي الْجَنَّةِ، وَالْبَذَاءُ مِنَ الْجَفَاءِ، وَالْجَفَاءُ فِى
النَّارِ
"Malu itu
sebagian dari iman dan iman itu di dalam Surga, sedang kekejian berasal dari watak kasar dan watak kasar itu di dalam
neraka" (At Tirmidzi 2009)
Karena setiap dari keduanya mengajak pada kebaikan dan
menjauhkan dari setiap keburukan, penjabarannya bahwa keimanan menganjurkan
seorang mukmin berbuat ketaatan, sementara rasa malu mencegah pemiliknya untuk
berbuat kemaksiatan dan keteledoran. Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ الْحَيَاءَ وَالإِيمَانَ
قُرِنَا جَمِيعًا، فَإِذَا رُفِعَ أَحَدُهُمَا رُفِعَ الآخَرُ
"Sesungguhnya
rasa malu dan iman selalu bergandengan,
apabila salah satu hilang, maka hilanglah yang lain" (Bukhari dalam kitab
Al Adab Al Mufrid 1/445 hadits mauquf pada Ibnu Umar, dan diriwayatkan oleh Al
Hakim dalam kitab Al Mustadrakn hadits marfu' 1/22)
Hamba Allah : tingkatan rasa malu yang paling tinggi
adalah malu kepada Allah, karena Allah Swt Maha Pemalu dan mencintai pemilik
rasa malu, Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ
حَيِىٌّ سِتِّيرٌ، يُحِبُّ الْحَيَاءَ وَالسَّتْرَ
“Sesungguhnya
Allah Maha Pemalu lagi Maha Menutupi, Dia mencintai (sifat) malu dan menutup
(aib)" (Abu Daud 4012 dan An
Nasa'i 406). Nabi Saw bersabda ketika dimintai
nasehat oleh seseorang : aku berwasiat padamu untuk bertakwa kepada Allah dan
malu kepada Allah sebagaimana malunya seorang shaleh dari kaummu" (Ahmad
dalam kitab Az Zuhd). Sebagian orang shaleh berkata : sesungguhnya Allah
memiliki hamba-hamba yang meninggalkan dosa karena malu pada kebaikan-Nya,
setelah mereka meninggalkannya karena takut dari siksa-Nya" (Syu'bul Iman
7352)
Disebutkan oleh sebagian bahwa : sesungguhnya aku malu
dari keagungan Allah untuk melakukan satu perbuatan yang aku mohon agar
disembunyikan dari selain-Nya" (Syu'bul Iman 7360). Malu terhadap Allah
dapat terwujud dengan menjaga anggota badan dari seluruh yang dilarang
oleh-Nya, dari Abdullah bin Mas'ud RA berkata : Rasulullah Saw bersabda :
« اسْتَحْيُوا مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ».
قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا لَنَسْتَحْيِى وَالْحَمْدُ لِلَّهِ. قَالَ:«
لَيْسَ ذَاكَ، وَلَكِنَّ الاِسْتِحْيَاءَ مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ
تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى، وَتَحْفَظَ الْبَطْنَ وَمَا حَوَى، وَتَتَذَكَّرَ
الْمَوْتَ وَالْبِلَى، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا،
فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدِ اسْتَحْيَا مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ
“Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya. Kami
bertanya : Wahai Rasulullah, kami pasti
merasa malu terhadap Allah dan segala puji bagi Allah. Rasulullah bersabda: bukan itu, akan tetapi malu kepada Allah yang
sebenarnya adalah dengan senantiasa menjaga pikiran dan apa yang tersimpan
didalamnya, memelihara perut dan isinya, hendaknya kau mengingat kematian dan
bencana, dan orang yang menginginkan akhirat akan meninggalkan perhiasan dunia,
barang siapa melakukan itu semua maka ia telah benar-benar malu kepada Allah”
(At Tirmidzi 2458). Barang
siapa yang tidak memiliki rasa malu yang mampu menjauhkannya dari perbuatan
yang diharamkan oleh Allah, maka ia akan mudah terjatuh dalam kemaksiatan, Nabi
Saw bersabda :
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ
مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُولَى إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
Sesungguhnya salah
satu perkara yang telah diketahui oleh manusia dari perkataan kenabian terdahulu adalah :
"Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesuka hati mu"
Kaum muslimin : para
sahabat Rasulullah Saw menghias diri mereka dengan rasa malu, sehingga ada
malaikat yang malu pada sebagian mereka, dikatakan oleh Aisyah RA :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ r مُضْطَجِعاً فِي
بَيْتِي كَاشِفاً عَنْ فَخِذَيْهِ أَوْ سَاقَيْهِ، فَاسْتَأْذَنَ أَبُو بَكْرٍ
فَأَذِنَ لَهُ وَهُوَ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ، فَتَحَدَّثَ ثُمَّ اسْتَأْذَنَ
عُمَرُ فَأَذِنَ لَهُ وَهُوَ كَذَلِكَ فَتَحَدَّثَ، ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُثْمَانُ
فَجَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ r وَسَوَّى ثِيَابَهُ، فَدَخَلَ
فَتَحَدَّثَ، فَلَمَّا خَرَجَ قَالَتْ عَائِشَةُ: دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَلَمْ
تَهْتَشَّ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ، ثُمَّ دَخَلَ عُمَرُ فَلَمْ تَهْتَشَّ لَهُ
وَلَمْ تُبَالِهِ، ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ فَجَلَسْتَ وَسَوَّيْتَ ثِيَابَكَ.
فَقَالَ:« أَلاَ أَسْتَحِي مِنْ رَجُلٍ تَسْتَحِي مِنْهُ الْمَلاَئِكَةُ
"Bahwa Rasulullah Saw sedang berbaring di rumahnya dan
kedua pahanya atau kedua betisnya terbuka, lalu Abu Bakar minta izin dan beliau
mengizinkannya masuk, sedangkan beliau dalam kondisi seperti semula, lalu Abu Bakar bercakap-cakap
dengan beliau, kemudian Umar datang meminta izin untuk masuk, beliau
mengizinkannya masuk, sementara beliau tetap demikian keadaannya, mereka pun
berbincang-bincang. Kemudian Utsman datang minta izin untuk menemui beliau,
beliau pun langsung duduk dan membenahi pakaiannya, Utsman pun masuk dan
berbincang-bincang. Ketika Utsman pulang, Aisyah bertanya: “Abu Bakar masuk
menemuimu, namun engkau tidak bersiap menyambut dan tidak mempedulikannya,
begitu pula Umar masuk menemuimu, engkau juga tidak bersiap menyambut dan tidak
mempedulikannya pula, kemudian ketika Utsman masuk, engkau segera duduk dan
membenahi pakaianmu!”
Rasulullah menjawab, “Tidakkah aku merasa malu kepada seseorang yang malaikat pun merasa malu kepadanya?”(Muslim 2401)
Rasulullah menjawab, “Tidakkah aku merasa malu kepada seseorang yang malaikat pun merasa malu kepadanya?”(Muslim 2401)
Ummul Mukminin Aisyah RA berkata : ketika
aku masuk rumahku dimana dikuburkan didalamnya Rasulullah Saw dan ayahku, aku
meletakkan bajuku dan berkata : sesungguhnya ia adalah suamiku dan ayahku, tapi
ketika Umar dikuburkan bersama mereka, maka demi Allah aku tidak pernah masuk
rumah kecuali pakaianku tertutup, karena rasa maluku pada Umar" (Ahmad
26408)
Bila ia (Aisyah) malu terhadap orang yang
telah terkubur tanah, maka malu dengan orang yang masih hidup itu lebih utama,
artinya selayaknya ciri pergaulan seorang muslimah dengan sesamanya harus
mengedepankan rasa malu, Al Quran mencatat seorang wanita yang berhiaskan rasa
malu, seperti tersebut dalam firman Allah :
فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ
قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا
"Kemudian
datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan
kemalu-maluan, ia berkata: "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia
memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami" (Al
Qashash 28 : 25)
Rasa malu merupakan pelindung seorang muslimah dan benteng
seorang muslim dari segala kemaksiatan, barang siapa malu kepada Allah, maka ia
akan menundukkan pandangannya, menjaga anggota tubuhnya, mengekang ucapannya,
membersihkan hatinya, meningkatkan akhlaknya dan tentu pergaulan dengan sesama
manusia akan semakin beradab.
Ya Allah berilah ketakwaan pada kami, hiasilah kami dengan
rasa malu, dan berilah kami taufiq agar dapat mengagungkan kehormatan-Mu dan
menunaikan hak-hak hamba-Mu, dan berilah kami
taufiq untuk selalu mentaati-Mu, mentaati Rasul-Mu Muhammad Saw dan mentaati
orang yang Engkau perintahkan kepada kami agar ditaatinya, sebagai pengamalan
atas firman-Mu :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِي
الأَمْرِ مِنكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu” (An Nisa’ 4 : 59).
نَفَعَنِي اللَّهُ وَإِيَّاكُمْ بِالْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَبِسُنَّةِ
نَبِيِّهِ الْكَرِيمِ صلى الله عليه وسلم
أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ،
فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Khutbah kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِينَ الطَّاهِرِينَ
وَعَلَى أَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى
يَوْمِ الدِّينِ.
Bertakwalah
kepada Allah wahai hamba Allah dg sebenar-benarnya takwa, dan merasalah diawasi
oleh-Nya dalam kesunyian dan keramaian dan ketahuilah bahwa rasa malu merupakan
inti dari semua cabang keimanan, bila seseorang berhias diri dengan rasa malu
terutama kepada Allah Yang Maha Melihat, Maha Mendengar dan Maha Mengetahui apa
yang disembunyikannya, maka ia akan berusaha selalu menjalankan kewajiban,
amalan yang disunnahkan dan menjauh dari semua larangan dan yang dimakruhkan,
bila seseorang malu terhadap sesama manusia, maka ia tidak akan datang
menghadap mereka dengan hal yang dibencinya, bila ia malu terhadap dirinya
sendirinya, maka ia akan mempertimbangkan ucapan dan perbuatannya. Bila semua
itu dilakukan maka ia termasuk manusia yang baik dasarnya, murni jiwanya dan
hidup perasaannya, Rasulullah Saw bersabda :
مَا كَانَ الْحَيَاءُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ، وَلاَ كَانَ
الْفُحْشُ فِي شَيْءٍ إِلا شَانَهُ
"Tidaklah
ada sifat malu pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya, dan tidaklah kekejian
ada sesuatu kecuali akan memperburuknya"
هَذَا وَصَلُّوا وَسَلِّمُوا عَلَى مَنْ أُمِرْتُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ
عَلَيْهِ، قَالَ تَعَالَى:]إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا[([3]) وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ r:« مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
بِهَا عَشْراً»([4])
وَقَالَ r :« لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ
الدُّعَاءُ»([5]).
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِينَ: أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ
الصَّحَابِةِ الأَكْرَمِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا الْحَيَاءَ فِي كُلِّ حَالٍ، وَاهْدِنَا لِصَالِحِ الأَخْلاَقِ
وَالأَعْمَالِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الَّذِينَ يَخْشَوْنَكَ فِي السِّرِّ وَالْعَلاَنِيَةِ
يَا كَبِيرُ يَا مُتَعَالِ، يَا عَلاَّمَ الْغُيُوبِ.
اللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ، وَلاَ هَمًّا إِلاَّ
فَرَّجْتَهُ، وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ، وَلاَ مَرِيضًا إِلاَّ شَفَيْتَهُ،
وَلاَ مَيِّتًا إِلاَّ رَحِمْتَهُ، وَلاَ حَاجَةً إِلاَّ قَضَيْتَهَا
وَيَسَّرْتَهَا يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ
أَوْ عَمَلٍ، وَنَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ
أَوْ عَمَلٍ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ لَنَا وَلِوَالدينَا،
وَلِمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا، وَلِلْمُسْلِمِينَ أَجْمَعِينَ.
اللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا رَئِيسَ الدَّوْلَةِ، الشَّيْخ خليفة بن
زايد، وَأَدِمْ عَلَيْهِ مَوْفُورَ الصِّحْةِ وَالْعَافِيَةِ، وَاجْعَلْهُ يَا
رَبَّنَا فِي حِفْظِكَ وَعِنَايَتِكَ، وَوَفِّقِ اللَّهُمَّ نَائِبَهُ لِمَا
تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ، وَأَيِّدْ إِخْوَانَهُ حُكَّامَ الإِمَارَاتِ وَوَلِيَّ
عَهْدِهِ الأَمِينَ.
اللَّهُمَّ اغفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَالأَمْوَاتِ، اللَّهُمَّ ارْحَمِ الشَّيْخ زَايِد، وَالشَّيْخ مَكْتُوم،
وَشُيُوخَ الإِمَارَاتِ الَّذِينَ انْتَقَلُوا إِلَى رَحْمَتِكَ، وَأَدْخِلِ
اللَّهُمَّ فِي عَفْوِكَ وَغُفْرَانِكَ وَرَحْمَتِكَ آبَاءَنَا وَأُمَّهَاتِنَا
وَجَمِيعَ أَرْحَامِنَا وَمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا.
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الْمَغْفِرَةَ والثَّوَابَ لِمَنْ بَنَى هَذَا
الْمَسْجِدَ وَلِوَالِدَيْهِ، وَلِكُلِّ مَنْ عَمِلَ فِيهِ صَالِحًا وَإِحْسَانًا،
وَاغْفِرِ اللَّهُمَّ
لِكُلِّ مَنْ بَنَى لَكَ مَسْجِدًا يُذْكَرُ فِيهِ
اسْمُكَ.
اللَّهُمَّ احْفَظْ دَوْلَةَ الإِمَارَاتِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ، وَأَدِمْ عَلَيْهَا الأَمْنَ وَالأَمَانَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ([6]).
اذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكرُوهُ علَى نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ ] وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ
الفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا
تَصْنَعُونَ[([7])
Khutbah Jumat
20 Shafar 1436 H / 12 Desember 2014 M
Ketenteraman dan Pembangunan Negara
Khutbah Pertama
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ عَلَى عَظِيمِ النِّعَمِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيكَ لَهُ,
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُ
اللَّهِ وَرَسُولُهُ، الرَّحْمَةُ الْمُهْدَاةُ، فاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجمعين، وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدين.
أَمَّا بَعْدُ: فَأُوصِيكُمْ عِبَادَ اللَّهِ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ، قَالَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى:] يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَتَّقُوا اللَّهَ
يَجْعَل لَّكُمْ فُرْقَاناً وَيُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
وَاللَّهُ ذُو الفَضْلِ العَظِيمِ[([1]) وَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ:] فَبَشِّرْ
عِبَادِ* الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ القَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ([2]).
Kaum muslimin : sesungguhnya ketentraman
negara termasuk tujuan yang mulia dan agung, ia termasuk salah satu tujuan
agama, sebagaimana ia merupakan salah satu perhatian utama para rasul dan nabi,
sebagai contoh nabi Ibrahim AS memohon kepada Allah dalam doanya :
رَبِّ اجْعَلْ هَـذَا الْبَلَدَ
آمِناً وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الأَصْنَامَ
“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini
(Mekkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah
aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala” (Ibrahim 14 : 35)
Dan Allah Swt berfirman atas pentingnya
nikmat yang agung ini yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya :
الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّنْ جُوعٍ
وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ
“Yang telah memberi makanan kepada
mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” (Quraisy106
: 4)
Ditegaskan dalam ayat lain :
أَوَلَمْ نُمَكِّن لَّهُمْ حَرَماً
آمِناً يُجْبَى إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقاً مِن لَّدُنَّا
“Bukankah
Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam tanah haram (tanah suci) yang
aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam
(tumbuh-tumbuhan) sebagai rezeki (bagimu) dari sisi Kami” (Al Qashash 28 : 57)
Bagaimana
tidak, karena keamanan menjadi penyebab setiap kebaikan baik di masa kini dan
masa yang akan datang.
Islam telah memerintahkan agar menjaga
keamanan, dan mencegah kekacauan terhadap keamanan, sebagaimana Tuhan kita
melarang untuk menyerang dan membunuh orang-orang yang hidup dalam keamanan,
Allah Swt berfirman :
وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لاَ
يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Janganlah
kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang
yang melampaui batas” (Al Baqarah 2 : 190) (Al Maidah 5 : 87)
Dan Allah melarang kita untuk membunuh
orang-orang merdeka yang hidup damai, Allah Swt berfirman :
مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى
بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي
الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا
“Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu
hukum) bagi Bani Israil, bahwa barang siapa membunuh seseorang, bukan
karena itu (membunuh) orang lain, atau
bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh
semua manusia” (Al Maidah 5 : 32)
Nabi Saw mengancam orang-orang yang menumpahkan
darah kaum muslim dan non muslim dengan ancaman balasan yang pedih, Rasulullah
menyebutkan dalam sabdanya :
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا مُعَاهَدًا لَمْ
يَرِحْ رَائِحَةَ الجَنَّةِ، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ
أَرْبَعِينَ عَامًا
“Barang
siapa membunuh kafir muahid, ia tidak akan mencium baunya surga, sedangkan bau
surga itu bisa tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun” (Bukhari 6914)
Bahkan ancaman itu berlaku pada tindakan
yang lebih rendah dari pembunuhan, disebutkan dalam sabdanya :
أَلاَ مَنْ ظَلَمَ مُعَاهِدًا أَوِ
انْتَقَصَهُ أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ أَوْ أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ
طِيبِ نَفْسِ فَأَنَا حَجِيجُهُ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Barang
siapa berlaku dhalim terhadap kafir mu'ahid (yang mengadakan perjanjian), atau
mengurangi haknya, atau memberi beban melebihi kemampuannya, atau mengambil
sesuatu darinya dengan niat tidak baik, maka aku adalah pembelanya pada hari
kiamat” (Abu Daud 3052)
Lalu bagaimanakah seorang muslim ketika
menjumpai Tuhannya, sedangkan Rasulullah Saw menjadi musuhnya pada hari kiamat
?
Hamba Allah :
sesungguhnya ektrimisme dan berlebih-lebihan merupakan ancaman yang sangat paling
serius terhadap stabilitas dan ketentraman, dan ia memiliki beberapa sebab,
diantaranya : kesalah pahaman mengenai masalah-masalah keagamaan, mempelajari
urusan agama bukan dari sumber yang terpercaya, terperdaya oleh aliran
terorisme, tertipu oleh orang-orang yang berlebih-lebihan, berselancar di dunia
maya dan membuka laman-laman yang mencurigakan sedangkan ia tidak memiliki
pelindung ilmu yang kuat, terkalahkan oleh emosi yang berlebihan sehingga
syariat dan akalnya tidak digunakan, oleh karena itu kami menganjurkan untuk
menjauh dari itu semua, dan hendaknya kita semua berpegang teguh dan berada
diatas jalan kemoderatan, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً
وَسَطًا
“Dan
demikian pula, Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat pertengahan” (Al
Baqarah 2 : 143)
Melestarikan
ketentaraman dengan cara dan media
berikut ini : berperangai baik dalam
interaksi terhadap sesama muslim dan non muslim, dengan berteladan pada Nabi
pembawa rahmat, seperti yang disebutkan dalam firman Tuhannya :
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan
sesungguhnya kamu, benar-benar berbudi pekerti yang agung”(Al Qalam 68 : 4)
Dan
juga berpegang teguh dengan akhlak kasih sayang dan lemah lembut, Nabi kita
berpesan pada Ummul Mukminin Aisyah RA dalam sabdanya :
يَا عَائِشَةُ عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ، وَإِيَّاكِ وَالعُنْفَ
وَالفُحْشَ
“Wahai Aisyah berlakulah lembut, dan jangan
kasar dan berkata jelek” (Bukhari 6030)
Lalu dimanakah para ektrimis dari anjuran
agung nabi yang agung ? dimanakah mereka dari firman Allah yang disampaikan
kepada Musa dan Harus saat keduanya menghadapi Firaun :
فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ
أَوْ يَخْشَى
“Maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan dia sadar atau takut” (Thaha 20 : 44)
Dimanakah
mereka dari firman Allah terhadap Nabi Muhammad Saw :
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنْتَ
لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ
“Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka akan
menjauhkan diri dari sekelilingmu” (Ali Imran 3 : 159)
Berapa
banyak para ekstrimis ini telah menghalangi manusia dari kebaikan, merusak
gambar kebenaran, dan bahkan mereka menggunakan kekerasan sebagai pengganti
dari kelemah lembutan, lalu dimanakah mereka dari sabda Rasulullah Saw :
مَا كَانَ الرِّفْقُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ، وَلاَ
نُزِعَ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Tidaklah kelembutan ada pada sesuatu,
kecuali memperindahnya. Dan tidaklah kelembutan itu tercabut dari sesuatu,
kecuali akan memperburuknya” (Muslim 2994)
Lalu
dimanakah mereka dari anjuran agama mulia ini untuk berkata baik dan menjauh
dari kekerasan, Allah Swt berfirman :
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلاً كَلِمَةً
طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah
telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya
kuat dan cabangnya menjulang ke langit” (Ibrahim 14 : 24)
Kaum muslimin : sesungguhnya menjaga
keamanan merupakan tanggung jawab bersama, yang mewajibkan kerja sama semua anggota
masyarakat untuk melestarikan keberhasilan dan pencapaian-pencapaian ini,
terutama ini merupakan tugas para ulama, para budayawan dan para penulis yang
tercerahkan, hal ini merupakan pengejawantahan firman Allah :
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
“Dan
tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa” (Al Maidah 5 :
2)
Semua itu mewajibkan kerja sama antara
pihak-pihak terkait untuk menolak semua bentuk ektrimisme dan terorisme, dan membongkar
tangan-tangan yang berada dibalik tindakan ekstrimisme, dan menolaknya termasuk
perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah.
Ya Allah kami mohon kepada-Mu untuk
memberi kami kelanggengan keamanan dan
keimanan, memberi kami kesalamatan dari keburukan para diktator, dan berilah kami semua taufiq untuk
mentaati-Mu,
mentaati Rasul-Mu Muhammad Saw dan
mentaati orang yang Engkau perintahkan kepada kami agar ditaatinya, sebagai
pengamalan atas firman-Mu :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا
اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu” (An Nisa’ 4 : 59).
نَفَعَنِي اللَّهُ
وَإِيَّاكُمْ بِالْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَبِسُنَّةِ نَبِيِّهِ الْكَرِيمِ صلى الله
عليه وسلم
أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ
اللَّهَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِينَ الطَّاهِرِينَ
وَعَلَى أَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى
يَوْمِ الدِّينِ.
Bertakwalah
kepada Allah wahai hamba Allah dg sebenar-benarnya takwa, dan merasalah diawasi
oleh-Nya dalam kesunyian dan keramaian dan ketahuilah bahwa kita sekarang hidup
di negara yang penuh berkah, negara yang dipenuhi oleh keamanan dan ketentraman,
sehingga ia menjadi contoh dalam perdamaian dan toleransi, oleh karena itu
hendaknya kita menjaga nikmat ini, dan dengan nikmat tersebut kita dapat
menikmati kenyamanan dan ketentraman atas jiwa, harga diri dan harta, dan tanpa
nikmat tersebut kehidupan akan terguncang dan rasa takut menyebar dimana-mana,
kemaslahatan dunia dan akhirat akan terancam, sebagaimana hendaknya kita
bersyukur kepada Allah atas karunia
nikmat ketentraman dan kedamaian, Allah Swt berfirman :
بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ
وَكُن مِّنْ الشَّاكِرِينَ
“Karena itu,
maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang
yang bersyukur” (Az Zumar 39 : 66)
هَذَا وَصَلُّوا وَسَلِّمُوا عَلَى مَنْ أُمِرْتُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ
عَلَيْهِ، قَالَ تَعَالَى:]إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا[([3]) وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ r:« مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
بِهَا عَشْراً»([4])
وَقَالَ r :« لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ
الدُّعَاءُ»([5]).
اللَّهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ:
أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابِةِ
الأَكْرَمِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ
الدِّينِ. اللَّهُمَّ أَدِمْ عَلَيْنَا أَمْنَنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي اسْتِقْرَارِنَا
وَرَخَائِنَا، وَاحْفَظْ دَوْلَتَنَا وَمُجْتَمَعَنَا مِنْ كُلِّ سُوءٍ وَمَكْرُوهٍ
يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ. اللَّهُمَّ لاَ
تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ، وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ، وَلاَ
دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ، وَلاَ مَرِيضًا إِلاَّ شَفَيْتَهُ، وَلاَ مَيِّتًا
إِلاَّ رَحِمْتَهُ، وَلاَ حَاجَةً إِلاَّ قَضَيْتَهَا وَيَسَّرْتَهَا يَا رَبَّ
الْعَالَمِينَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ
حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ
أَوْ عَمَلٍ، وَنَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ
أَوْ عَمَلٍ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ لَنَا وَلِوَالدينَا،
وَلِمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا، وَلِلْمُسْلِمِينَ أَجْمَعِينَ.
اللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا رَئِيسَ الدَّوْلَةِ، الشَّيْخ خليفة بن
زايد، وَأَدِمْ عَلَيْهِ مَوْفُورَ الصِّحْةِ وَالْعَافِيَةِ، وَاجْعَلْهُ يَا
رَبَّنَا فِي حِفْظِكَ وَعِنَايَتِكَ، وَوَفِّقِ اللَّهُمَّ نَائِبَهُ لِمَا
تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ، وَأَيِّدْ إِخْوَانَهُ حُكَّامَ الإِمَارَاتِ وَوَلِيَّ
عَهْدِهِ الأَمِينَ.
اللَّهُمَّ اغفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَالأَمْوَاتِ، اللَّهُمَّ ارْحَمِ الشَّيْخ زَايِد، وَالشَّيْخ مَكْتُوم،
وَشُيُوخَ الإِمَارَاتِ الَّذِينَ انْتَقَلُوا إِلَى رَحْمَتِكَ، وَأَدْخِلِ
اللَّهُمَّ فِي عَفْوِكَ وَغُفْرَانِكَ وَرَحْمَتِكَ آبَاءَنَا وَأُمَّهَاتِنَا
وَجَمِيعَ أَرْحَامِنَا وَمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا.
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الْمَغْفِرَةَ والثَّوَابَ لِمَنْ بَنَى هَذَا
الْمَسْجِدَ وَلِوَالِدَيْهِ، وَلِكُلِّ مَنْ عَمِلَ فِيهِ صَالِحًا وَإِحْسَانًا،
وَاغْفِرِ اللَّهُمَّ
لِكُلِّ مَنْ بَنَى لَكَ مَسْجِدًا يُذْكَرُ فِيهِ اسْمُكَ.
اللَّهُمَّ احْفَظْ دَوْلَةَ الإِمَارَاتِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ، وَأَدِمْ عَلَيْهَا الأَمْنَ وَالأَمَانَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ([6]).
اذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكرُوهُ علَى نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ ] وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ
الفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا
تَصْنَعُونَ[([7])
Khutbah Jumat
04 Rabiul Awwal 1436 H / 26 Desember 2014 M
Nikmat waktu
Khutbah Pertama
الْحَمْدُ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الأَحَدِ، مُجْرِي اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، سُبْحَانَهُ هُوَ الْعَزِيزُ
الْغَفَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ
لَهُ، وأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، وَصَفِيُّهُ
مِنْ خَلْقِهِ وَحَبِيبُهُ، دَعَا إِلَى اغْتِنَامِ الأَوْقَاتِ فِي فِعْلِ الْخَيْرَاتِ،
فَاللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى
مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
أَمَّا
بَعْدُ: فَأُوصِيكُمْ عِبَادَ اللَّهِ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ، قَالَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى:( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا
قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ)([1]).
Kaum
muslimin : waktu adalah umur manusia dan kehidupannya, ia termasuk nikmat Allah
yang paling besar, sehingga Allah menghubungkan antara waktu dan kerja, Allah Swt
berfirman :
وَالْعَصْرِ* إِنَّ الإِنسَانَ
لَفِي خُسْرٍ* إِلاَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا
بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran" (Al Ashr 1-3)
Seorang
ulama berkata : “Andaikata manusia
menghayati surah ini maka akan mencukupi mereka” (Tafsir Ibnu Katsir 1/203)
Karena
ia merupakan penentu bagi manusia dalam penggunaan waktu, maka barang siapa
mampu mengatur waktunya dengan baik maka ia akan beruntung, tapi barang siapa
menyia-nyiakan waktunya maka ia akan ditinggal oleh berbagai kebaikan, oleh
karena itu Rasulullah Saw mengarahkan kaum muslimin untuk memulai hari-harinya
dengan doa seperti tersebut dalam sabdanya :
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي عَافَانِي فِي
جَسَدِي، وَرَدَّ عَلَىَّ رُوحِي، وَأَذِنَ لِي بِذِكْرِهِ
"Segala puji bagi Allah yang
memberikan nikmat kesehatan pada tubuhku dan mengembalikan kepadaku rohku dan mengizinkan
aku untuk mengingat-Nya" (At Tirmidzi 3401)
Sungguh indah
bila kita memulai hari kita dengan dzikir yang dilanjutkan dengan kerja, karena
memulai dengan dzikir berarti menggunakan kesempatan dan waktu kerja kita dalam
ketaatan kepada Allah, anjuran nabi Saw bagi semua hamba Allah agar berdzikir
siang malam, seperti dzikir yang diajarkan dalam sabdanya :
مَنْ قَالَ حِينَ يُصْبِحُ: اللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ بِي مِنْ
نِعْمَةٍ فَمِنْكَ وَحْدَكَ، لاَ شَرِيكَ لَكَ، فَلَكَ الْحَمْدُ، وَلَكَ
الشُّكْرُ. فَقَدْ أَدَّى شُكْرَ يَوْمِهِ، وَمَنْ قَالَ مِثْلَ ذَلِكَ حِينَ
يُمْسِي فَقَدْ أَدَّى شُكْرَ لَيْلَتِهِ
“Barangsiapa
mengucapkan saat waktu pagi: Ya Allah, pagi ini tidak ada nikmat yang ada
padaku atau pada seorangpun dari makhluk-Mu kecuali dari-Mu semata, tidak ada
sekutu bagi-Mu. Maka bagi-Mu lah segala puji dan syukur, maka dia telah menunaikan kewajiban syukurnya
pada hari itu. Dan barangsiapa mengucapkannya pada waktu sore maka ia telah
menunaikan kewajiban syukurnya pada waktu malamnya" (Abu Daud 5073)
Bersyukurlah
kepada Allah atas nikmat waktu, nikmat kehidupan dan nikmat Islam, karena ia
merupakan nikmat yang paling mahal yang dimiliki oleh manusia. Orang yang berbahagia
adalah orang yang bersyukur, berdzikir dan bekerja di pagi hari dengan
menggunakan waktunya sebaik-baiknya, sementara di malam hari ia ruku’ dan sujud
pada Tuhannya, karena dzikir merupakan benih tanaman surga, Rasulullah Saw
bersabda :
مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ غُرِسَتْ
لَهُ نَخْلَةٌ فِي الْجَنَّةِ
“Barang siapa membaca Subhanallahil adhim wabihamdihi,
maka ditanamkan baginya satu pohon kurma di surga” (At Tirmidzi 3465).
Jangan sampai seseorang
menyia-nyiakan waktu, karena waktu merupakan ladang untuk bercocok tanam sebagai
bekal akhirat.
Hamba Allah : hari dan tahun datang silih berganti, sementara
manusia berada pada dua ketakutan : ketakutan akan masa lalu yang tidak
diketahui tentang keputusan Allah mengenai amalan yang telah dilakukannya dan ketakutan
masa yang akan datang yang tidak
diketahui apa yang akan Allah turunkan untuknya, karenanya hendaknya manusia
berbuat untuk dirinya, menggunakan waktunya dengan mengaturnya dengan baik
sehingga dapat membantunya mewujudkan cita-citanya, dan jangan berandai-andai
sehingga waktunya terbuang sia-sia dan pekerjaannya menjadi menumpuk, dan
betapa indah bila seseorang dapat mengatur waktunya dan menepati janjinya,
sehingga waktunya dan waktu sesamanya tidak terbuang sia-sia, maka bila ia
mampu melakukan itu tentu ia termasuk orang-orang yang beruntung, bila tidak
maka ia akan tergolong pada golongan yang merugi, disamping itu bila ajal tiba
maka tidak ada yang dapat dipersalahkan. Abu Hurairah RA berkata : Rasulullah
Saw bersabda :
:« مَا مِنْ أَحَدٍ يَمُوتُ إِلاَّ نَدِمَ». قَالُوا: وَمَا
نَدَامَتُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ :«إِنْ كَانَ مُحْسِناً نَدِمَ أَنْ لاَ
يَكُونَ ازْدَادَ وَإِنْ كَانَ مُسِيئاً نَدِمَ أَنْ لاَ يَكُونَ نَزَعَ
"Tidak ada
seorangpun yg meninggal dunia kecuali dia merasa menyesal, para sahabat
bertanya: Apa penyesalannya wahai Rasulullah?
beliau menjawab: Jika orang baik dia menyesal kenapa tak menambah (kebaikannya) & jika orang jahat dia menyesal kenapa tak melepaskannya (kejahatannya)" (At Tirmidzi 2403)
beliau menjawab: Jika orang baik dia menyesal kenapa tak menambah (kebaikannya) & jika orang jahat dia menyesal kenapa tak melepaskannya (kejahatannya)" (At Tirmidzi 2403)
Artinya : menghentikan perbuatan dosanya dan bertaubat. (Tuhfatul
Ahwadzi 6/193)
Dan orang yang shaleh ketika melihat nikmat merasa menyesal
karena takut tidak menambah kenikmatan tersebut, dan orang yang tidak peduli ia
akan berangan-angan andaikata ia menggunakan nikmat tersebut dalam perbuatan
baik, Allah Swt berfirman :
يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ وَأَنَّى
لَهُ الذِّكْرَى* يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
"Dan pada hari itu
ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia
mengatakan: "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh)
untuk hidupku ini" (Al Fajr 23-24)
Al Hasan Al Bashri RA berkata : dunia ini terbagi menjadi tiga
hari : kemarin dan ia telah berlalu, esok dan semoga Anda mendapatkannya, dan
hari ini adalah milikmu maka berbuatlah di dalamnya” (Az Zuhd karangan Al
Baihaqi 1/196)
Menggunakan waktu yang dapat mendatangkan kemanfaatan bagi diri
seorang dan mendatangkan manfaat bagi sesamanya merupakan perintah, yaitu
dengan menjadwal tugas dan pekerjaan harian, mendahulukan yang lebih penting,
karena umur ini akan menjadi saksi untuk kebaikannya atau menjadi saksi atas
keburukannya pada hari kiamat, sebagaimana ia bertanggung jawab atas umurnya
dan bertanggung jawab atas masa mudanya kemana ia habiskan, Rasulullah Saw
bersabda :
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ
فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ، وَفِيمَ أَنْفَقَهُ،
وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلاَهُ
“Tidak bergeser kedua
kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa
dihabiskan, tentang ilmunya diamalkan untuk apa, tentang hartanya diperoleh
dari mana dan kemana di belanjakan dan tentang raganya dipergunakan untuk
apa" (At Tirmidzi 2417)
Kaum muslimin : sesungguhnya
berdirinya negara dan pembangunan peradaban tidak bergantung pada nilai akal, kemanusian atau
fisik semata, tetapi ia juga memerlukan ketelitian dalam pengelolaan waktu yang
baik, karena bila Anda memenuhi waktu tersebut dengan kesungguhan kerja maka
akan didapat prestasi yang indah. Oleh karena itu para sahabat tidak pernah menolak
untuk melakukan pekerjaan yang bermanfaat selama mereka memiliki kemampuan,
dari Umarah bin Huzaimah bin Tsabit berkata : aku mendengar Umar bin Khattab RA
berkata pada ayahku : Apa yang menghalangimu bercocok tanam diatas tanahmu ? Ayahku
menjawab : Aku sudah tua dan akan mati esok. Umar berkata : usahakan untuk
bercocok tanam diatasnya. Kemudian Umarah berkata : Aku menyaksikan Umar bin
Khattab bercocok tanam diatas tanah itu bersama ayahku" (As Suyuthi dalam
kitab Jam'ul Jawami' 6/97 karangan Ibnu Jarir)
Oleh karena itu hendaknya seseorang tidak menyia-nyiakan waktunya terbuang
sia-sia tanpa digunakan dengan baik, dan
hendaknya ia memikirkan apa yang telah dilakukan untuk dirinya, istrinya,
anak-anaknya, tempat kerjanya, negaranya dan akhiratnya. Hendaknya ia mengatur
waktunya dengan baik, karena orang yang mendapatkan taufiq adalah orang yang
diberikan taufiq untuk taat kepada Allah, orang yang berbahagia adalah orang
yang menggunakan hari, bulan dan jam dengan baik dan untuk mendekatkan diri
kepada Allah dengan ketaatan, semoga ia mendapatkan rahmat dari Allah sehingga
ia mendapatkan kebahagian itu.
Ya Allah berilah keberkahan pada waktu
dan umur kami, dan berilah kami semua taufiq untuk mentaati-Mu, mentaati Rasul-Mu Muhammad Saw dan mentaati
orang yang Engkau perintahkan kepada kami agar ditaatinya, sebagai pengamalan
atas firman-Mu :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا
اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu” (An Nisa’ 4 : 59).
نَفَعَنِي اللَّهُ
وَإِيَّاكُمْ بِالْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَبِسُنَّةِ نَبِيِّهِ الْكَرِيمِ صلى الله
عليه وسلم
أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ
اللَّهَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِينَ الطَّاهِرِينَ
وَعَلَى أَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى
يَوْمِ الدِّينِ.
Bertakwalah
kepada Allah wahai hamba Allah dg sebenar-benarnya takwa, dan merasalah diawasi
oleh-Nya dalam kesunyian dan keramaian dan ketahuilah bahwa agama Islam telah
menganjurkan semua untuk menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya dalam setiap
priode kehidupan, terutama dalam urusan shalat, Allah Swt berfirman :
إِنَّ
الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى المُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَّوْقُوتاً
"Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya[22] atas orang-orang yang
beriman" (An Nisa’ 4 : 103). Artinya pada waktu-waktu yang telah ditentukan, dan penggunaan waktu
dengan sebaik-baiknya terutama di masa muda akan lebih mendatangkan manfaat,
karena ia merupakan umur yang sangat produktif.
Dan pekerjaan tidak akan tertunai dengan baik kecuali bila
seseorang menggunakan waktunya di awal dan di akhir kerjanya dengan baik,
menghargai waktu orang lain terutama dalam bertugas, pertemuan dan kunjungan,
karena waktu bila tidak digunakan dengan baik dalam melaksanakan tugas dan
dalam mewujudkan prestasi yang besar, maka ia akan hilang dan sia-sia
هَذَا وَصَلُّوا وَسَلِّمُوا عَلَى مَنْ أُمِرْتُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ
عَلَيْهِ، قَالَ تَعَالَى:]إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا[([2]) وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ r:« مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
بِهَا عَشْراً»([3])
وَقَالَ r :« لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ
الدُّعَاءُ»([4]).
اللَّهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ:
أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابِةِ
الأَكْرَمِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ
الدِّينِ.
اللَّهُمَّ وَفِّقْنَا
لِلاِسْتِفَادَةِ مِنْ أَوْقَاتِنَا وَبَارِكْ لَنَا فِيهَا، وَاجْعَلِ التَّوْفِيقَ
حَلِيفَنَا. اللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ، وَلاَ هَمًّا
إِلاَّ فَرَّجْتَهُ، وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ، وَلاَ مَرِيضًا إِلاَّ
شَفَيْتَهُ، وَلاَ مَيِّتًا إِلاَّ رَحِمْتَهُ، وَلاَ حَاجَةً إِلاَّ قَضَيْتَهَا
وَيَسَّرْتَهَا يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا
نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ،
وَنَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ،
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ لَنَا وَلِوَالدينَا، وَلِمَنْ لَهُ
حَقٌّ عَلَيْنَا، وَلِلْمُسْلِمِينَ أَجْمَعِينَ.
اللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا رَئِيسَ الدَّوْلَةِ، الشَّيْخ خليفة بن
زايد، وَأَدِمْ عَلَيْهِ مَوْفُورَ الصِّحْةِ وَالْعَافِيَةِ، وَاجْعَلْهُ يَا
رَبَّنَا فِي حِفْظِكَ وَعِنَايَتِكَ، وَوَفِّقِ اللَّهُمَّ نَائِبَهُ لِمَا
تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ، وَأَيِّدْ إِخْوَانَهُ حُكَّامَ الإِمَارَاتِ وَوَلِيَّ
عَهْدِهِ الأَمِينَ.
اللَّهُمَّ اغفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ،
اللَّهُمَّ ارْحَمِ الشَّيْخ زَايِد، وَالشَّيْخ مَكْتُوم، وَشُيُوخَ الإِمَارَاتِ
الَّذِينَ انْتَقَلُوا إِلَى رَحْمَتِكَ، وَأَدْخِلِ اللَّهُمَّ فِي عَفْوِكَ
وَغُفْرَانِكَ وَرَحْمَتِكَ آبَاءَنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَجَمِيعَ أَرْحَامِنَا
وَمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا.
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الْمَغْفِرَةَ والثَّوَابَ لِمَنْ بَنَى هَذَا
الْمَسْجِدَ وَلِوَالِدَيْهِ، وَلِكُلِّ مَنْ عَمِلَ فِيهِ صَالِحًا وَإِحْسَانًا،
وَاغْفِرِ اللَّهُمَّ
لِكُلِّ مَنْ بَنَى لَكَ مَسْجِدًا يُذْكَرُ فِيهِ
اسْمُكَ.
اللَّهُمَّ احْفَظْ دَوْلَةَ الإِمَارَاتِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ، وَأَدِمْ عَلَيْهَا الأَمْنَ وَالأَمَانَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ([5]).
اللَّهُمَّ اسْقِنَا الْغَيْثَ
وَلاَ تَجْعَلْنَا مِنَ الْقَانِطِينَ، اللَّهُمَّ
أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا.
اذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكرُوهُ علَى نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ ] وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ
الفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا
تَصْنَعُونَ[([6])
Khutbah Jumat
11 Rabiul Awwal 1436 H / 02 Januari 2015 M
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam
Khutbah Pertama
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، أَرْسَلَ نَبِيَّهُ
r بِالْهُدَى وَالْحَقِّ الْمُبِينِ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ عَلَى نِعَمِهِ
الْوَفِيرَةِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُ اللَّهِ
وَرَسُولُهُ، سَيِّدُ
الْخَلْقِ أَجْمَعِينَ، فَاللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ،
وَعَلَى مَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ: فَأُوصِيكُمْ عِبَادَ اللَّهِ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ، قَالَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى:( وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ
فَأُوْلَئِكَ هُمُ الفَائِزُونَ)([1]). وَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ:( فَبَشِّرْ عِبَادِ* الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ القَوْلَ
فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ)([2]).
Kaum muslimin : Allah menciptakan manusia,
dan mengutus para rasul diutus kepada mereka agar mengajarkan dan membawa kabar
berita pada mereka. Allah Swt berfirman :
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ
وَمُنْذِرِينَ فَمَنْ آمَنَ وَأَصْلَحَ فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ
يَحْزَنُونَ
“Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu
melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa
yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”(Al An’am 6 : 48). Allah memuliakan manusia dengan diutusnya Muhammad Saw sebagai penutup
para nabi dan rasul, Allah Swt berfirman :
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ
وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di
antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi” (Al Ahzab 33: 40)
Kelahirannya
merupakan era baru, yang membawa hidayah, keimanan, kebaikan dan perdamaian
pada dunia, beliau datang untuk menyebarkan ilmu dan peradaban pada manusia,
Allah Swt berfirman :
لَقَدْ مَنَّ
اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنْفُسِهِمْ
يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ
وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُواْ مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ
“Sungguh Allah
telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus
diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan
kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan
kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan
Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (Ali Imran 3 :
164)
Allah Swt
memberikan perhatian penuh pada Rasulullah Saw sejak masa kecilnya, beliau
diberikan keutamaan dengan sifat-sifat mulia, diberikan syariah dan mukjizat
yang abadi, beliau memiliki keutamaan yang melimpah, Rasulullah Saw bersabda :
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَأَوَّلُ
مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ، وَأَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ
“Aku penghulu
anak Adam pada hari kiamat, Aku orang pertama yang dibangkitkan dari kubur dan
Aku adalah orang pertama yang memberi syafaat dan orang pertama yang mengabulkan
syafaat” (Muslim 2278)
Hamba Allah : Rasulullah Saw diutus saat
kedhaliman, pembunuhan, pencurian dan perampokan merajalela, manusia tercerai beraikan,
kebodohan adalah ciri mereka, mereka menyembah patung dan batu dan tidak
menyembah Allah Swt. Pada saat itu Nabi Saw bangkit berdakwah mengajak kepada
Allah dengan membawa penerangan, mengajak untuk beribadah kepada Allah semata,
beliau datang membebaskan akal dan pemahaman manusia dari semua bentuk khurafat
dan takhayul, beliau datang membawa syariat yang mengharamkan perampokan,
pencurian dan permusuhan, melarang tindakan yang dapat merusak jiwa, kehormatan
dan harta benda, beliau mengagungkan kehormatan darah, beliau mengajak membangun
persaudaraan dan membersihkan hati, beliau menganjurkan untuk berperangai
mulia, beliau meletakkan dasar-dasar hidup berdampingan dengan damai dengan non
muslimin, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً
لِّلْعَالَمِينَ
“Tidaklah kami mengutusmu kecuali sebagai rahmat
bagi semesta alam” (Al Anbiya’ 21 : 107). Sebagaimana pula disebutkan dalam sebuah sabda
Nabi Saw :
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ
مُهْدَاةٌ
“Wahai manusia sesungguhnya aku adalah rahmat yang
dihadiahkan” (Syu’bul Iman 1339).Ketika beliau disakiti oleh kaum musyrikin, sebagian
sahabat berkata :
يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ عَلَى الْمُشْرِكِينَ. قَالَ:«
إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّاناً، وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً
“Wahai Rasulullah doakan (keburukan) atas kamu
musyrikin. Beliau menjawab : sesungguhnya Aku tidak diutus untuk melaknat, tapi
aku diutus sebagai rahmat” (Muslim 2599)
Beliau selau berdoa memohon kebaikan dan
ampunan bagi ummat setiap selesai shalat, dari Aisyah RA bahwa ia berkata :
لَمَّا رَأَيْتُ مِنَ النَّبِيِّ r طِيبَ نَفْسٍ قُلْتُ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ لِي. فَقَالَ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَائِشَةَ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنَبِهَا وَمَا تَأَخَّرَ، مَا أَسَرَّتْ وَمَا أَعْلَنَتْ. فقَالَ
لَهَا رَسُولُ اللَّهِ r: أَيَسُرُّكِ دُعَائِي؟ فَقَالَتْ : وَمَا لِي لاَ
يَسُرُّنِي دُعَاؤُكَ؟ فَقَالَ r: وَاللَّهِ إِنَّهَا لَدُعَائِي لِأُمَّتِي فِي
كُلِّ صَلاَةٍ
“Ketika aku menyaksikan Nabi Saw dalam keadaan baik
aku berkata : wahai rasulullah doakan pada Allah untukku. Beliau berdoa : ya
Allah ampunilah dosa yang telah lalu dan dosa yang akan datang Aisyah, yang
diperbuat sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Dan beliau bertanya : apakah
doaku menyenangkanmu ? ia menjawab : bagaimana aku tidak senang dengan doa
baginda, beliau bersabda : demi Allah, sesungguhnya doa itu adalah doa untuk
ummatku setiap selesai shalat” (Shahih Ibnu Hibban 16/47)
Kaum mukminin : diantara rahmat Nabi Saw terhadap
ummatnya adalah perhatiannya terhadap mereka, doanya yang terus menerus untuk
kebahagian kita di dunia dan akhirat, diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin Al
Ash RA : bahwa Nabi Saw membaca firman Allah yang mengisahkan tentang Isa AS :
إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ
وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya
mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al Maidah 5 :
118).
Kemudian
beliau mengangkat kedua telapak tangannya dan berdoa : Ya Allah, ummatku,
ummatku. Dan beliau menangis, Allah Swt berfirman : wahai Jibril pergilah dan temui
Muhammad, dan Tuhanmu Maha Mengetahui, lalu tanyakan padanya apa yang membuatmu
menangis ? Jibril pun mendatanginya dan bertanya kepadanya, Rasulullah Saw menjawabnya
-dan Dia Mengetahui-. Kemudian Allah berfirman : Wahai Jibril, temuilah
Muhammad dan katakan bahwa Kami akan membuatmu puas pada umatmu dan Kami tidak
akan mengecewakanmu”(Muslim 202)
Hamba Allah : kasih
sayang Nabi Saw mencakup binatang, dari Abdullah bin Ja’far RA :
أنَّ النَّبيَّ r دَخَلَ حَائِطًا
لِرَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَإِذَا جَمَلٌ، فَلَمَّا رَأَى النَّبِيَّ r حَنَّ وَذَرَفَتْ
عَيْنَاهُ، فَأَتَاهُ النَّبِيُّ r فَمَسَحَ ذِفْرَاهُ
فَسَكَتَ، فَقَالَ:« مَنْ رَبُّ هَذَا الْجَمَلِ؟ لِمَنْ هَذَا الْجَمَلُ؟». فَجَاءَ
فَتًى مِنَ الْأَنْصَارِ فَقَالَ: لِي يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ:« أَفَلَا تَتَّقِي
اللَّهَ فِي هَذِهِ الْبَهِيمَةِ الَّتِي مَلَّكَكَ اللَّهُ إِيَّاهَا؟ فَإِنَّهُ شَكَا
إِلَيَّ أَنَّكَ تُجِيعُهُ وَتُدْئِبُهُ
“Bahwa Nabi Saw masuk ke sebuah kebun milik
kaum Anshar, disana terdapat seekor unta
jantan dan ketika unta tersebut melihat Nabi Saw, maka ia merintih dan kedua
matanya berlinang air mata, lalu Nabi Saw mendekatinya dan mengusap tengkuknya
sehingga unta tersebut diam. Rasulullah Saw bertanya : Siapa pemilik unta ini? Milik siapa unta
ini?Kemudian datang seorang pemuda Anshar menjawab : milikku wahai Rasulullah. Nabi
Saw bersabda : Tidakkah engkau bertaqwa
kepada Allah dalam memperlakukan binatang ini yang telah Allah kuasakan
kepadamu ? Sesungguhnya unta ini
mengeluh kepadaku, bahwasanya engkau telah membuatnya lapar dan lelah” (Abu
Daud 2549). Maksudnya
lelah disebabkan beban kerja.
Betapa besar kasih
sayangmu wahai Rasulullah dan betapa besar kelembutanmu, engkau telah
mengajarkan kami arti rahmat dalam bentuknya yang sangat indah, maka beruntunglah
orang yang berakhlak dengan akhlakmu yang suci, dan sungguh merana orang yang
berusaha dengan radikal dan ekstrim
untuk merusak biografimu dan sunnahmu yang suci.
Kaum muslimin :
sesungguhnya banyak hak yang harus ditunaikan oleh kita kepada Nabi kita,
diantaranya adalah hendaknya kita bershalawat dan mengucapkan salam kepadanya,
sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam firman-Nya :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk
Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (Al Ahzab 33 : 56). Hendaknya kita mencintainya
melebihi cinta kita terhadap semua makhluk, Nabi Saw bersabda :
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ
أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidak sempurna iman diantara kalian hingga Aku lebih dicintai olehnya dibandingkan orang
tuanya, anaknya dan semua manusia” (Muttafaq ‘alaih)
Salah satu bukti cinta kita pada
Rasulullah Saw adalah dengan mengedepankan petunjuknya terhadap hawa nafsu kita
dan menjadikannya sebagai teladan dalam kehidupan kita, Allah Swt berfirman :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ
أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ
كَثِيرًا
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah” (Al Ahzab 33 : 21) Selanjutnya
kewajiban kita adalah menanamkan cinta itu pada jiwa anak-anak kita, mendidik mereka
agar selalu mengagungkan, menghormati dan mengikuti Rasulullah Saw, Allah Swt
berfirman :
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ
فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ
رَّحِيمٌ
“Katakanlah:
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang” (Ali Imran 3 : 31)
Ya Allah berilah kami rezeki cinta
Nabi-Mu, menikmati telaganya dan syafaatnya. Dan berilah kami semua taufiq
untuk mentaati-Mu, mentaati Rasul-Mu
Muhammad Saw dan mentaati orang yang Engkau perintahkan kepada kami agar
ditaatinya, sebagai pengamalan atas firman-Mu :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا
اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu” (An Nisa’ 4 : 59).
نَفَعَنِي
اللَّهُ وَإِيَّاكُمْ بِالْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَبِسُنَّةِ نَبِيِّهِ الْكَرِيمِ صلى
الله عليه وسلم
أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ
اللَّهَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِينَ الطَّاهِرِينَ
وَعَلَى أَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى
يَوْمِ الدِّينِ.
Bertakwalah
kepada Allah wahai hamba Allah dg sebenar-benarnya takwa, dan merasalah diawasi
oleh-Nya dalam kesunyian dan keramaian dan ketahuilah bahwa Nabi kita Muhammad
Saw telah menerangkan jalan kehidupan yang baik pada kita dan meletakkan
dasar-dasar kebahagiaan, beliau memerintahkan untuk berbuat dan berinteraksi
dengan baik terhadap sesama, beliau menganjurkan untuk saling membangun
hubungan baik antara pemimpin dan rakyat yang dipimpinnya, beliau menunjukkan
pada kita sebab-sebab perkembangan,
pertumbuhan dan kemajuan, beliau menganjurkan untuk meningkatkan kecerdasan akal
dengan pengetahuan dan kebudayaan, dan meningkatkan spiritual dengan keimanan
dan perbuatan baik, Allah Swt berfirman :
قَدْ جَاءَكُمْ مِّنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُّبِينٌ* يَهْدِي
بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلاَمِ وَيُخْرِجُهُمْ مِّنِ الظُّلُمَاتِ
إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Sesungguhnya telah datang kepadamu
cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah
menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan
(dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita
kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke
jalan yang lurus” (Al Maidah 5 : 15-16). Yang dimaksud dengan cahaya adalah Rasulullah Saw yang menerangkan
kebenaran dan menampakkan agama Islam dengan izin-Nya. (Tafsir At Thabari
10/143)
هَذَا وَصَلُّوا وَسَلِّمُوا عَلَى
مَنْ أُمِرْتُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَيْهِ، قَالَ تَعَالَى:( إِنَّ
اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا)([3])
وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ r:«
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْراً»([4])
وَقَالَ r:«
لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ الدُّعَاءُ»([5]).
اللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ:
أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابِةِ
الأَكْرَمِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ
الدِّينِ.
اللَّهُمَّ
وَفِّقْنَا لأَدَاءِ حُقُوقِ نَبِيِّكَ r وَلِلْمُحَافَظَةِ عَلَى جَمَالِ سُنَّتِهِ، وَكَمَالِ شَرِيعَتِهِ،
ولِلتَّمَسُّكِ بِهَدْيِهِ الْقَوِيمِ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.
اللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ، وَلاَ هَمًّا إِلاَّ
فَرَّجْتَهُ، وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ، وَلاَ مَرِيضًا إِلاَّ شَفَيْتَهُ،
وَلاَ مَيِّتًا إِلاَّ رَحِمْتَهُ، وَلاَ حَاجَةً إِلاَّ قَضَيْتَهَا
وَيَسَّرْتَهَا يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ
أَوْ عَمَلٍ، وَنَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ
أَوْ عَمَلٍ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ لَنَا وَلِوَالدينَا،
وَلِمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا، وَلِلْمُسْلِمِينَ أَجْمَعِينَ. اللَّهُمَّ
وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا رَئِيسَ الدَّوْلَةِ، الشَّيْخ خليفة بن زايد، وَأَدِمْ
عَلَيْهِ مَوْفُورَ الصِّحْةِ وَالْعَافِيَةِ، وَاجْعَلْهُ يَا رَبَّنَا فِي
حِفْظِكَ وَعِنَايَتِكَ، وَوَفِّقِ اللَّهُمَّ نَائِبَهُ لِمَا تُحِبُّهُ
وَتَرْضَاهُ، وَأَيِّدْ إِخْوَانَهُ حُكَّامَ الإِمَارَاتِ وَوَلِيَّ عَهْدِهِ
الأَمِينَ. اللَّهُمَّ اغفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ
مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، اللَّهُمَّ ارْحَمِ الشَّيْخ زَايِد، وَالشَّيْخ
مَكْتُوم، وَشُيُوخَ الإِمَارَاتِ الَّذِينَ انْتَقَلُوا إِلَى رَحْمَتِكَ،
وَأَدْخِلِ اللَّهُمَّ فِي عَفْوِكَ وَغُفْرَانِكَ وَرَحْمَتِكَ آبَاءَنَا
وَأُمَّهَاتِنَا وَجَمِيعَ أَرْحَامِنَا وَمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا. اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الْمَغْفِرَةَ والثَّوَابَ لِمَنْ بَنَى هَذَا
الْمَسْجِدَ وَلِوَالِدَيْهِ، وَلِكُلِّ مَنْ عَمِلَ فِيهِ صَالِحًا وَإِحْسَانًا،
وَاغْفِرِ اللَّهُمَّ
لِكُلِّ مَنْ بَنَى لَكَ مَسْجِدًا يُذْكَرُ فِيهِ
اسْمُكَ. اللَّهُمَّ احْفَظْ دَوْلَةَ الإِمَارَاتِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ، وَأَدِمْ عَلَيْهَا الأَمْنَ وَالأَمَانَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ([6]).
اللَّهُمَّ اسْقِنَا الْغَيْثَ وَلاَ تَجْعَلْنَا
مِنَ الْقَانِطِينَ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ
أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا.
عِبَادَ اللَّهِ: ( إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ
وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ)([7])
اذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكرُوهُ علَى نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ ( وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ
وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ)([8])
http://www.awqaf.gov.ae/Jumaa.aspx?SectionID=5&RefID=2529
No comments:
Post a Comment