Friday, May 15, 2015

Khotbah Jum'at 39 - Rasa Malu - Ketentraman dan Pembangunan Negara - Nikmat Waktu _ Utusan Rahmat bagi Semesta Alam

Khutbah Jumat, 13 Shafar 1436 H / 05 Desember 2014 M
Rasa Malu
Khutbah Pertama

الْحَمْدُ لِلَّهِ الْكَرِيمِ الرَّزَّاقِ، الَّذِي جَعَلَ الْحَيَاءَ مِنْ أَعْظَمِ الأَخْلاَقِ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ حَمْدًا يَلِيقُ بِجَلاَلِ وَجْهِهِ وَعَظِيمِ سُلْطَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، أَشْرَفُ الْخَلْقِ وَخَيْرُ الْعِبَادِ، فاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْحَيَاءِ وَالرَّشَادِ، وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ التَّنَادِ.
أَمَّا بَعْدُ: فَأُوصِيكُمْ عِبَادَ اللَّهِ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ، قَالَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى:] وَهَذَا كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ[([1]) وَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ:] فَبِشِّرْ عِبَادِ* الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ القَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ([2]) .

Kaum muslimin : sesungguhnya manusia itu beragam dan bermacam-macam dalam membekali diri mereka dengan  akhlak yang mulia, ada yang dermawan, ada yang sabar, sebagian lainnya pemberani atau menepati janji, semua itu merupakan akhlak yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, hanya saja akhlak Islam yang paling mulia dan paling mendekati pada kesempurnaan keimanan adalah rasa malu, Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقاً، وَخُلُقُ الإِسْلاَمِ الْحَيَاءُ
"Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak dan akhlak Islam adalah rasa malu" (Ibnu Majah 4181 dan Malik 1641). Rasa malu termasuk salah satu akhlak nabi kita Muhammad Saw, dari Abi Said Al Khudri RA berkata :
كَانَ النَّبِىُّ r أَشَدَّ حَيَاءً مِنَ الْعَذْرَاءِ فِي خِدْرِهَا
"Sesungguhnya Nabi Saw lebih memiliki rasa malu dibandingkan perawan dalam pingitannya"  (Muttafaq 'alaih)

Islam menganjurkan kita untuk berpegang teguh pada rasa malu seperti disebutkan dalam beberapa teks agama, diantaranya bahwa Rasulullah Saw menjadikan rasa malu termasuk salah satu cabang keimanan, Rasulullah Saw bersabda :
الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
“Keimanan  itu memiliki tujuh puluh tiga lebih atau enam puluh tiga lebih cabang, sedang yang paling utama (tinggi) adalah ucapan : Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah; sementara yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan dari jalan, dan malu itu merupakan cabang dari keimanan”(Muttafaq 'alaih)

Rasulullah Saw hanya menyebutkan malu bukan yang yang lainnya dalam hadits yang menerangkan cabang keimanan, karena ia akan mengarahkan sisanya, sebagian orang bijak berkata : keceriaan wajah tergantung rasa malunya, sebagaimana kehidupan tanaman tergantung pada airnya" (Adabud dunya wad din 1/247)
Lainnya berpendapat bahwa ; orang yang menjadikan rasa malu sebagai pakaiannya, maka orang lain tidak akan melihat aibnya
Umar bin Khattab RA berkata : barang siapa yang sedikit rasa malunya, maka sedikit pula wara'nya, dan barang siapa sedikit wara'nya maka hatinya telah mati (Makarimul Akhlak karangan Abid Dunya 93)
Disebutkan dalam sebuah syair :
Tidaklah demi Allah, tidak ada kebaikan dalam kehidupan
Dan tidak pula di dunia bila rasa malu telah tiada
Seseorang akan hidup dalam kebaikan selama masih memiliki rasa malu
Sebagaimana batang pohon akan terus hidup selama kulitnya masih segar.

Rasa malu menjadi salah satu jalan seseorang dalam menuju ketaatan dan menjadi penyebab melakukan kebaikan, Rasulullah Saw bersabda :
الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ
"Rasa malu tidak mendatangkan kecuali kebaikan" (Muttafaq 'alaih). Dalam riwayat lain :
الْحَيَاءُ كُلُّهُ خَيْرٌ
"Rasa malu semuanya kebaikan" (Muslim 61). Seorang yang berhiaskan rasa malu maka keimanan dan amalan baiknya akan bertambah, ia akan terus berjalan diatas jalan yang mengantarkannya ke surga, dan barang siapa menanggalkan  rasa malu, itu berarti ia telah berlaku buruk dan dhalim, kelak ia akan menyesal dan merugi, Rasulullah Saw bersabda :
الْحَيَاءُ مِنَ الإِيمَانِ، وَالإِيمَانُ فِي الْجَنَّةِ، وَالْبَذَاءُ مِنَ الْجَفَاءِ، وَالْجَفَاءُ فِى النَّارِ
"Malu itu sebagian dari iman dan iman itu di dalam Surga, sedang kekejian berasal  dari watak kasar dan watak kasar itu di dalam neraka" (At Tirmidzi 2009)

Karena setiap dari keduanya mengajak pada kebaikan dan menjauhkan dari setiap keburukan, penjabarannya bahwa keimanan menganjurkan seorang mukmin berbuat ketaatan, sementara rasa malu mencegah pemiliknya untuk berbuat kemaksiatan dan keteledoran. Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ الْحَيَاءَ وَالإِيمَانَ قُرِنَا جَمِيعًا، فَإِذَا رُفِعَ أَحَدُهُمَا رُفِعَ الآخَرُ
"Sesungguhnya rasa  malu dan iman selalu bergandengan, apabila salah satu hilang, maka hilanglah yang lain" (Bukhari dalam kitab Al Adab Al Mufrid 1/445 hadits mauquf pada Ibnu Umar, dan diriwayatkan oleh Al Hakim dalam kitab Al Mustadrakn hadits marfu' 1/22)

Hamba Allah : tingkatan rasa malu yang paling tinggi adalah malu kepada Allah, karena Allah Swt Maha Pemalu dan mencintai pemilik rasa malu, Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَيِىٌّ سِتِّيرٌ، يُحِبُّ الْحَيَاءَ وَالسَّتْرَ
“Sesungguhnya Allah Maha Pemalu lagi Maha Menutupi, Dia mencintai (sifat) malu dan menutup (aib)"  (Abu Daud 4012 dan An Nasa'i  406).  Nabi Saw bersabda ketika dimintai nasehat oleh seseorang : aku berwasiat padamu untuk bertakwa kepada Allah dan malu kepada Allah sebagaimana malunya seorang shaleh dari kaummu" (Ahmad dalam kitab Az Zuhd). Sebagian orang shaleh berkata : sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang meninggalkan dosa karena malu pada kebaikan-Nya, setelah mereka meninggalkannya karena takut dari siksa-Nya" (Syu'bul Iman 7352)

Disebutkan oleh sebagian bahwa : sesungguhnya aku malu dari keagungan Allah untuk melakukan satu perbuatan yang aku mohon agar disembunyikan dari selain-Nya" (Syu'bul Iman 7360). Malu terhadap Allah dapat terwujud dengan menjaga anggota badan dari seluruh yang dilarang oleh-Nya, dari Abdullah bin Mas'ud RA berkata : Rasulullah Saw bersabda :
« اسْتَحْيُوا مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ». قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا لَنَسْتَحْيِى وَالْحَمْدُ لِلَّهِ. قَالَ:« لَيْسَ ذَاكَ، وَلَكِنَّ الاِسْتِحْيَاءَ مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى، وَتَحْفَظَ الْبَطْنَ وَمَا حَوَى، وَتَتَذَكَّرَ الْمَوْتَ وَالْبِلَى، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدِ اسْتَحْيَا مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ
“Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya. Kami bertanya :  Wahai Rasulullah, kami pasti merasa malu terhadap Allah dan segala puji bagi Allah. Rasulullah bersabda:  bukan itu, akan tetapi malu kepada Allah yang sebenarnya adalah dengan senantiasa menjaga pikiran dan apa yang tersimpan didalamnya, memelihara perut dan isinya, hendaknya kau mengingat kematian dan bencana, dan orang yang menginginkan akhirat akan meninggalkan perhiasan dunia, barang siapa melakukan itu semua maka ia telah benar-benar malu kepada Allah” (At Tirmidzi 2458). Barang siapa yang tidak memiliki rasa malu yang mampu menjauhkannya dari perbuatan yang diharamkan oleh Allah, maka ia akan mudah terjatuh dalam kemaksiatan, Nabi Saw bersabda :
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُولَى إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
Sesungguhnya salah satu perkara yang telah diketahui oleh manusia dari  perkataan kenabian terdahulu adalah : "Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesuka hati mu"

Kaum muslimin : para sahabat Rasulullah Saw menghias diri mereka dengan rasa malu, sehingga ada malaikat yang malu pada sebagian mereka, dikatakan oleh Aisyah RA :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ r مُضْطَجِعاً فِي بَيْتِي كَاشِفاً عَنْ فَخِذَيْهِ أَوْ سَاقَيْهِ، فَاسْتَأْذَنَ أَبُو بَكْرٍ فَأَذِنَ لَهُ وَهُوَ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ، فَتَحَدَّثَ ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُمَرُ فَأَذِنَ لَهُ وَهُوَ كَذَلِكَ فَتَحَدَّثَ، ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُثْمَانُ فَجَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ r وَسَوَّى ثِيَابَهُ، فَدَخَلَ فَتَحَدَّثَ، فَلَمَّا خَرَجَ قَالَتْ عَائِشَةُ: دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَلَمْ تَهْتَشَّ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ، ثُمَّ دَخَلَ عُمَرُ فَلَمْ تَهْتَشَّ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ، ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ فَجَلَسْتَ وَسَوَّيْتَ ثِيَابَكَ. فَقَالَ:« أَلاَ أَسْتَحِي مِنْ رَجُلٍ تَسْتَحِي مِنْهُ الْمَلاَئِكَةُ
"Bahwa Rasulullah Saw sedang berbaring di rumahnya dan kedua pahanya atau kedua betisnya terbuka, lalu Abu Bakar minta izin dan beliau mengizinkannya masuk, sedangkan beliau dalam kondisi seperti semula, lalu Abu Bakar bercakap-cakap dengan beliau, kemudian Umar datang meminta izin untuk masuk, beliau mengizinkannya masuk, sementara beliau tetap demikian keadaannya, mereka pun berbincang-bincang. Kemudian Utsman datang minta izin untuk menemui beliau, beliau pun langsung duduk dan membenahi pakaiannya, Utsman pun masuk dan berbincang-bincang. Ketika Utsman pulang, Aisyah bertanya: “Abu Bakar masuk menemuimu, namun engkau tidak bersiap menyambut dan tidak mempedulikannya, begitu pula Umar masuk menemuimu, engkau juga tidak bersiap menyambut dan tidak mempedulikannya pula, kemudian ketika Utsman masuk, engkau segera duduk dan membenahi pakaianmu!”
Rasulullah menjawab, “Tidakkah aku merasa malu kepada seseorang yang malaikat pun merasa malu kepadanya?”(Muslim 2401)
Ummul Mukminin Aisyah RA berkata : ketika aku masuk rumahku dimana dikuburkan didalamnya Rasulullah Saw dan ayahku, aku meletakkan bajuku dan berkata : sesungguhnya ia adalah suamiku dan ayahku, tapi ketika Umar dikuburkan bersama mereka, maka demi Allah aku tidak pernah masuk rumah kecuali pakaianku tertutup, karena rasa maluku pada Umar" (Ahmad 26408)

Bila ia (Aisyah) malu terhadap orang yang telah terkubur tanah, maka malu dengan orang yang masih hidup itu lebih utama, artinya selayaknya ciri pergaulan seorang muslimah dengan sesamanya harus mengedepankan rasa malu, Al Quran mencatat seorang wanita yang berhiaskan rasa malu, seperti tersebut dalam firman Allah :
فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami" (Al Qashash 28 : 25)

Rasa malu merupakan pelindung seorang muslimah dan benteng seorang muslim dari segala kemaksiatan, barang siapa malu kepada Allah, maka ia akan menundukkan pandangannya, menjaga anggota tubuhnya, mengekang ucapannya, membersihkan hatinya, meningkatkan akhlaknya dan tentu pergaulan dengan sesama manusia akan semakin beradab.

Ya Allah berilah ketakwaan pada kami, hiasilah kami dengan rasa malu, dan berilah kami taufiq agar dapat mengagungkan kehormatan-Mu dan menunaikan hak-hak hamba-Mu, dan berilah kami taufiq untuk selalu mentaati-Mu, mentaati Rasul-Mu Muhammad Saw dan mentaati orang yang Engkau perintahkan kepada kami agar ditaatinya, sebagai pengamalan atas firman-Mu :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu” (An Nisa’ 4 : 59).
نَفَعَنِي اللَّهُ وَإِيَّاكُمْ بِالْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَبِسُنَّةِ نَبِيِّهِ الْكَرِيمِ صلى الله عليه وسلم
أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِينَ الطَّاهِرِينَ وَعَلَى أَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

Bertakwalah kepada Allah wahai hamba Allah dg sebenar-benarnya takwa, dan merasalah diawasi oleh-Nya dalam kesunyian dan keramaian dan ketahuilah bahwa rasa malu merupakan inti dari semua cabang keimanan, bila seseorang berhias diri dengan rasa malu terutama kepada Allah Yang Maha Melihat, Maha Mendengar dan Maha Mengetahui apa yang disembunyikannya, maka ia akan berusaha selalu menjalankan kewajiban, amalan yang disunnahkan dan menjauh dari semua larangan dan yang dimakruhkan, bila seseorang malu terhadap sesama manusia, maka ia tidak akan datang menghadap mereka dengan hal yang dibencinya, bila ia malu terhadap dirinya sendirinya, maka ia akan mempertimbangkan ucapan dan perbuatannya. Bila semua itu dilakukan maka ia termasuk manusia yang baik dasarnya, murni jiwanya dan hidup perasaannya, Rasulullah Saw bersabda :
مَا كَانَ الْحَيَاءُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ، وَلاَ كَانَ الْفُحْشُ فِي شَيْءٍ إِلا شَانَهُ
"Tidaklah ada sifat malu pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya, dan tidaklah kekejian ada sesuatu kecuali akan memperburuknya"

هَذَا وَصَلُّوا وَسَلِّمُوا عَلَى مَنْ أُمِرْتُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَيْهِ، قَالَ  تَعَالَى:]إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا[([3]) وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ r:« مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْراً»([4]) وَقَالَ r :« لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ الدُّعَاءُ»([5]).
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ: أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابِةِ الأَكْرَمِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا الْحَيَاءَ فِي كُلِّ حَالٍ، وَاهْدِنَا لِصَالِحِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الَّذِينَ يَخْشَوْنَكَ فِي السِّرِّ وَالْعَلاَنِيَةِ يَا كَبِيرُ يَا مُتَعَالِ، يَا عَلاَّمَ الْغُيُوبِ.
اللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ، وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ، وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ، وَلاَ مَرِيضًا إِلاَّ شَفَيْتَهُ، وَلاَ مَيِّتًا إِلاَّ رَحِمْتَهُ، وَلاَ حَاجَةً إِلاَّ قَضَيْتَهَا وَيَسَّرْتَهَا يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، وَنَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ لَنَا وَلِوَالدينَا، وَلِمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا، وَلِلْمُسْلِمِينَ أَجْمَعِينَ.
اللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا رَئِيسَ الدَّوْلَةِ، الشَّيْخ خليفة بن زايد، وَأَدِمْ عَلَيْهِ مَوْفُورَ الصِّحْةِ وَالْعَافِيَةِ، وَاجْعَلْهُ يَا رَبَّنَا فِي حِفْظِكَ وَعِنَايَتِكَ، وَوَفِّقِ اللَّهُمَّ نَائِبَهُ لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ، وَأَيِّدْ إِخْوَانَهُ حُكَّامَ الإِمَارَاتِ وَوَلِيَّ عَهْدِهِ الأَمِينَ.
اللَّهُمَّ اغفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، اللَّهُمَّ ارْحَمِ الشَّيْخ زَايِد، وَالشَّيْخ مَكْتُوم، وَشُيُوخَ الإِمَارَاتِ الَّذِينَ انْتَقَلُوا إِلَى رَحْمَتِكَ، وَأَدْخِلِ اللَّهُمَّ فِي عَفْوِكَ وَغُفْرَانِكَ وَرَحْمَتِكَ آبَاءَنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَجَمِيعَ أَرْحَامِنَا وَمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا.
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الْمَغْفِرَةَ والثَّوَابَ لِمَنْ بَنَى هَذَا الْمَسْجِدَ وَلِوَالِدَيْهِ، وَلِكُلِّ مَنْ عَمِلَ فِيهِ صَالِحًا وَإِحْسَانًا، وَاغْفِرِ اللَّهُمَّ لِكُلِّ مَنْ بَنَى لَكَ مَسْجِدًا يُذْكَرُ فِيهِ اسْمُكَ.
اللَّهُمَّ احْفَظْ دَوْلَةَ الإِمَارَاتِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَأَدِمْ عَلَيْهَا الأَمْنَ وَالأَمَانَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ([6]).
اذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكرُوهُ علَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ] وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ[([7])


Khutbah Jumat
20 Shafar 1436 H / 12 Desember 2014 M
Ketenteraman dan Pembangunan Negara
Khutbah Pertama

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ عَلَى عَظِيمِ النِّعَمِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، الرَّحْمَةُ الْمُهْدَاةُ، فاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجمعين، وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدين.
أَمَّا بَعْدُ: فَأُوصِيكُمْ عِبَادَ اللَّهِ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ، قَالَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى:] يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَل لَّكُمْ فُرْقَاناً وَيُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الفَضْلِ العَظِيمِ[([1])  وَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ:] فَبَشِّرْ عِبَادِ* الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ القَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ([2]).

Kaum muslimin : sesungguhnya ketentraman negara termasuk tujuan yang mulia dan agung, ia termasuk salah satu tujuan agama, sebagaimana ia merupakan salah satu perhatian utama para rasul dan nabi, sebagai contoh nabi Ibrahim AS memohon kepada Allah dalam doanya :
رَبِّ اجْعَلْ هَـذَا الْبَلَدَ آمِناً وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الأَصْنَامَ
“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah  aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala” (Ibrahim 14 : 35)

Dan Allah Swt berfirman atas pentingnya nikmat yang agung ini yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya :
الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّنْ جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ
“Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” (Quraisy106 :  4)
Ditegaskan dalam ayat lain :
أَوَلَمْ نُمَكِّن لَّهُمْ حَرَماً آمِناً يُجْبَى إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقاً مِن لَّدُنَّا
“Bukankah Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam tanah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) sebagai rezeki (bagimu) dari sisi Kami” (Al Qashash 28 : 57)
Bagaimana tidak, karena keamanan menjadi penyebab setiap kebaikan baik di masa kini dan masa yang akan datang.

Islam telah memerintahkan agar menjaga keamanan, dan mencegah kekacauan terhadap keamanan, sebagaimana Tuhan kita melarang untuk menyerang dan membunuh orang-orang yang hidup dalam keamanan, Allah Swt berfirman :
وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Janganlah kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas” (Al Baqarah 2 : 190) (Al Maidah 5 : 87)
Dan Allah melarang kita untuk membunuh orang-orang merdeka yang hidup damai, Allah Swt berfirman :
مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا
“Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barang siapa membunuh seseorang, bukan karena  itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia” (Al Maidah 5 : 32)

Nabi Saw mengancam orang-orang yang menumpahkan darah kaum muslim dan non muslim dengan ancaman balasan yang pedih, Rasulullah menyebutkan dalam sabdanya :
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الجَنَّةِ، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
“Barang siapa membunuh kafir muahid, ia tidak akan mencium baunya surga, sedangkan bau surga itu bisa tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun” (Bukhari 6914)

Bahkan ancaman itu berlaku pada tindakan yang lebih rendah dari pembunuhan,  disebutkan dalam sabdanya :
أَلاَ مَنْ ظَلَمَ مُعَاهِدًا أَوِ انْتَقَصَهُ أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ أَوْ أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيبِ نَفْسِ فَأَنَا حَجِيجُهُ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Barang siapa berlaku dhalim terhadap kafir mu'ahid (yang mengadakan perjanjian), atau mengurangi haknya, atau memberi beban melebihi kemampuannya, atau mengambil sesuatu darinya dengan niat tidak baik, maka aku adalah pembelanya pada hari kiamat” (Abu Daud 3052)
Lalu bagaimanakah seorang muslim ketika menjumpai Tuhannya, sedangkan Rasulullah Saw menjadi musuhnya pada hari kiamat ?

Hamba Allah : sesungguhnya ektrimisme dan berlebih-lebihan merupakan ancaman yang sangat paling serius terhadap stabilitas dan ketentraman, dan ia memiliki beberapa sebab, diantaranya : kesalah pahaman mengenai masalah-masalah keagamaan, mempelajari urusan agama bukan dari sumber yang terpercaya, terperdaya oleh aliran terorisme, tertipu oleh orang-orang yang berlebih-lebihan, berselancar di dunia maya dan membuka laman-laman yang mencurigakan sedangkan ia tidak memiliki pelindung ilmu yang kuat, terkalahkan oleh emosi yang berlebihan sehingga syariat dan akalnya tidak digunakan, oleh karena itu kami menganjurkan untuk menjauh dari itu semua, dan hendaknya kita semua berpegang teguh dan berada diatas jalan kemoderatan, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا
“Dan demikian pula, Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat pertengahan” (Al Baqarah 2 : 143)

Melestarikan ketentaraman  dengan cara dan media berikut ini : berperangai baik dalam interaksi terhadap sesama muslim dan non muslim, dengan berteladan pada Nabi pembawa rahmat, seperti yang disebutkan dalam firman Tuhannya :
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya kamu, benar-benar berbudi pekerti yang agung”(Al Qalam 68 : 4)
Dan juga berpegang teguh dengan akhlak kasih sayang dan lemah lembut, Nabi kita berpesan pada Ummul Mukminin Aisyah RA dalam sabdanya :
يَا عَائِشَةُ عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ، وَإِيَّاكِ وَالعُنْفَ وَالفُحْشَ
 “Wahai Aisyah berlakulah lembut, dan jangan kasar dan berkata jelek” (Bukhari 6030)

Lalu dimanakah para ektrimis dari anjuran agung nabi yang agung ? dimanakah mereka dari firman Allah yang disampaikan kepada Musa dan Harus saat keduanya menghadapi Firaun :
فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut” (Thaha 20 : 44)
Dimanakah mereka dari firman Allah terhadap Nabi Muhammad Saw :
 فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu” (Ali Imran 3 : 159)
Berapa banyak para ekstrimis ini telah menghalangi manusia dari kebaikan, merusak gambar kebenaran, dan bahkan mereka menggunakan kekerasan sebagai pengganti dari kelemah lembutan, lalu dimanakah mereka dari sabda Rasulullah Saw :
مَا كَانَ الرِّفْقُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ، وَلاَ نُزِعَ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Tidaklah kelembutan ada pada sesuatu, kecuali memperindahnya. Dan tidaklah kelembutan itu tercabut dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya” (Muslim 2994)

Lalu dimanakah mereka dari anjuran agama mulia ini untuk berkata baik dan menjauh dari kekerasan, Allah Swt berfirman :
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya menjulang ke langit” (Ibrahim 14 : 24)

Kaum muslimin : sesungguhnya menjaga keamanan merupakan tanggung jawab bersama, yang mewajibkan kerja sama semua anggota masyarakat untuk melestarikan keberhasilan dan pencapaian-pencapaian ini, terutama ini merupakan tugas para ulama, para budayawan dan para penulis yang tercerahkan, hal ini merupakan pengejawantahan firman Allah :
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa” (Al Maidah 5 : 2)
Semua itu mewajibkan kerja sama antara pihak-pihak terkait untuk menolak semua bentuk ektrimisme dan terorisme, dan membongkar tangan-tangan yang berada dibalik tindakan ekstrimisme, dan menolaknya termasuk perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah.

Ya Allah kami mohon kepada-Mu untuk memberi kami  kelanggengan keamanan dan keimanan, memberi kami kesalamatan dari keburukan para diktator,  dan berilah kami semua taufiq untuk mentaati-Mu,  mentaati Rasul-Mu Muhammad Saw dan mentaati orang yang Engkau perintahkan kepada kami agar ditaatinya, sebagai pengamalan atas firman-Mu :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu” (An Nisa’ 4 : 59).
 نَفَعَنِي اللَّهُ وَإِيَّاكُمْ بِالْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَبِسُنَّةِ نَبِيِّهِ الْكَرِيمِ صلى الله عليه وسلم
أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِينَ الطَّاهِرِينَ وَعَلَى أَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

Bertakwalah kepada Allah wahai hamba Allah dg sebenar-benarnya takwa, dan merasalah diawasi oleh-Nya dalam kesunyian dan keramaian dan ketahuilah bahwa kita sekarang hidup di negara yang penuh berkah, negara yang dipenuhi oleh keamanan dan ketentraman, sehingga ia menjadi contoh dalam perdamaian dan toleransi, oleh karena itu hendaknya kita menjaga nikmat ini, dan dengan nikmat tersebut kita dapat menikmati kenyamanan dan ketentraman atas jiwa, harga diri dan harta, dan tanpa nikmat tersebut kehidupan akan terguncang dan rasa takut menyebar dimana-mana, kemaslahatan dunia dan akhirat akan terancam, sebagaimana hendaknya kita bersyukur kepada Allah atas karunia  nikmat ketentraman dan kedamaian, Allah Swt berfirman :
 بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُن مِّنْ الشَّاكِرِينَ
“Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur” (Az Zumar 39 : 66)

هَذَا وَصَلُّوا وَسَلِّمُوا عَلَى مَنْ أُمِرْتُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَيْهِ، قَالَ  تَعَالَى:]إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا[([3]) وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ r:« مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْراً»([4]) وَقَالَ r :« لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ الدُّعَاءُ»([5]).
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ: أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابِةِ الأَكْرَمِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ. اللَّهُمَّ أَدِمْ عَلَيْنَا أَمْنَنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي اسْتِقْرَارِنَا وَرَخَائِنَا، وَاحْفَظْ دَوْلَتَنَا وَمُجْتَمَعَنَا مِنْ كُلِّ سُوءٍ وَمَكْرُوهٍ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ. اللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ، وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ، وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ، وَلاَ مَرِيضًا إِلاَّ شَفَيْتَهُ، وَلاَ مَيِّتًا إِلاَّ رَحِمْتَهُ، وَلاَ حَاجَةً إِلاَّ قَضَيْتَهَا وَيَسَّرْتَهَا يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، وَنَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ لَنَا وَلِوَالدينَا، وَلِمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا، وَلِلْمُسْلِمِينَ أَجْمَعِينَ.
اللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا رَئِيسَ الدَّوْلَةِ، الشَّيْخ خليفة بن زايد، وَأَدِمْ عَلَيْهِ مَوْفُورَ الصِّحْةِ وَالْعَافِيَةِ، وَاجْعَلْهُ يَا رَبَّنَا فِي حِفْظِكَ وَعِنَايَتِكَ، وَوَفِّقِ اللَّهُمَّ نَائِبَهُ لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ، وَأَيِّدْ إِخْوَانَهُ حُكَّامَ الإِمَارَاتِ وَوَلِيَّ عَهْدِهِ الأَمِينَ.
اللَّهُمَّ اغفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، اللَّهُمَّ ارْحَمِ الشَّيْخ زَايِد، وَالشَّيْخ مَكْتُوم، وَشُيُوخَ الإِمَارَاتِ الَّذِينَ انْتَقَلُوا إِلَى رَحْمَتِكَ، وَأَدْخِلِ اللَّهُمَّ فِي عَفْوِكَ وَغُفْرَانِكَ وَرَحْمَتِكَ آبَاءَنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَجَمِيعَ أَرْحَامِنَا وَمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا.
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الْمَغْفِرَةَ والثَّوَابَ لِمَنْ بَنَى هَذَا الْمَسْجِدَ وَلِوَالِدَيْهِ، وَلِكُلِّ مَنْ عَمِلَ فِيهِ صَالِحًا وَإِحْسَانًا، وَاغْفِرِ اللَّهُمَّ لِكُلِّ مَنْ بَنَى لَكَ مَسْجِدًا يُذْكَرُ فِيهِ اسْمُكَ.
اللَّهُمَّ احْفَظْ دَوْلَةَ الإِمَارَاتِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَأَدِمْ عَلَيْهَا الأَمْنَ وَالأَمَانَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ([6]).
اذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكرُوهُ علَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ] وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ[([7])

Khutbah Jumat
04 Rabiul Awwal 1436 H / 26 Desember 2014 M
Nikmat waktu
Khutbah Pertama

الْحَمْدُ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الأَحَدِ، مُجْرِي اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، سُبْحَانَهُ هُوَ الْعَزِيزُ الْغَفَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، وَصَفِيُّهُ مِنْ خَلْقِهِ وَحَبِيبُهُ، دَعَا إِلَى اغْتِنَامِ الأَوْقَاتِ فِي فِعْلِ الْخَيْرَاتِ، فَاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ: فَأُوصِيكُمْ عِبَادَ اللَّهِ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ، قَالَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى:( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ)([1]).
Kaum muslimin : waktu adalah umur manusia dan kehidupannya, ia termasuk nikmat Allah yang paling besar, sehingga Allah menghubungkan antara waktu dan kerja, Allah Swt berfirman :
وَالْعَصْرِ* إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ* إِلاَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
 "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran" (Al Ashr 1-3)
Seorang ulama berkata  : “Andaikata manusia menghayati surah ini maka akan mencukupi mereka” (Tafsir Ibnu Katsir 1/203)
Karena ia merupakan penentu bagi manusia dalam penggunaan waktu, maka barang siapa mampu mengatur waktunya dengan baik maka ia akan beruntung, tapi barang siapa menyia-nyiakan waktunya maka ia akan ditinggal oleh berbagai kebaikan, oleh karena itu Rasulullah Saw mengarahkan kaum muslimin untuk memulai hari-harinya dengan doa seperti tersebut dalam sabdanya :
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي عَافَانِي فِي جَسَدِي، وَرَدَّ عَلَىَّ رُوحِي، وَأَذِنَ لِي بِذِكْرِهِ
"Segala puji bagi Allah yang memberikan nikmat kesehatan pada tubuhku dan mengembalikan kepadaku rohku dan mengizinkan aku untuk mengingat-Nya" (At Tirmidzi 3401)

Sungguh indah bila kita memulai hari kita dengan dzikir yang dilanjutkan dengan kerja, karena memulai dengan dzikir berarti menggunakan kesempatan dan waktu kerja kita dalam ketaatan kepada Allah, anjuran nabi Saw bagi semua hamba Allah agar berdzikir siang malam, seperti dzikir yang diajarkan dalam sabdanya :
مَنْ قَالَ حِينَ يُصْبِحُ: اللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ بِي مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنْكَ وَحْدَكَ، لاَ شَرِيكَ لَكَ، فَلَكَ الْحَمْدُ، وَلَكَ الشُّكْرُ. فَقَدْ أَدَّى شُكْرَ يَوْمِهِ، وَمَنْ قَالَ مِثْلَ ذَلِكَ حِينَ يُمْسِي فَقَدْ أَدَّى شُكْرَ لَيْلَتِهِ
“Barangsiapa mengucapkan saat waktu pagi: Ya Allah, pagi ini tidak ada nikmat yang ada padaku atau pada seorangpun dari makhluk-Mu kecuali dari-Mu semata, tidak ada sekutu bagi-Mu. Maka bagi-Mu lah segala puji dan syukur,  maka dia telah menunaikan kewajiban syukurnya pada hari itu. Dan barangsiapa mengucapkannya pada waktu sore maka ia telah menunaikan kewajiban syukurnya pada waktu malamnya" (Abu Daud 5073)

Bersyukurlah kepada Allah atas nikmat waktu, nikmat kehidupan dan nikmat Islam, karena ia merupakan nikmat yang paling mahal yang dimiliki oleh manusia. Orang yang berbahagia adalah orang yang bersyukur, berdzikir dan bekerja di pagi hari dengan menggunakan waktunya sebaik-baiknya, sementara di malam hari ia ruku’ dan sujud pada Tuhannya, karena dzikir merupakan benih tanaman surga, Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ غُرِسَتْ لَهُ نَخْلَةٌ فِي الْجَنَّةِ
“Barang siapa membaca Subhanallahil adhim wabihamdihi, maka ditanamkan baginya satu pohon kurma di surga” (At Tirmidzi 3465).
Jangan sampai seseorang menyia-nyiakan waktu, karena waktu merupakan ladang untuk bercocok tanam sebagai bekal akhirat.




Hamba Allah : hari dan tahun datang silih berganti, sementara manusia berada pada dua ketakutan : ketakutan akan masa lalu yang tidak diketahui tentang keputusan Allah mengenai amalan yang telah dilakukannya dan ketakutan masa yang akan datang yang  tidak diketahui apa yang akan Allah turunkan untuknya, karenanya hendaknya manusia berbuat untuk dirinya, menggunakan waktunya dengan mengaturnya dengan baik sehingga dapat membantunya mewujudkan cita-citanya, dan jangan berandai-andai sehingga waktunya terbuang sia-sia dan pekerjaannya menjadi menumpuk, dan betapa indah bila seseorang dapat mengatur waktunya dan menepati janjinya, sehingga waktunya dan waktu sesamanya tidak terbuang sia-sia, maka bila ia mampu melakukan itu tentu ia termasuk orang-orang yang beruntung, bila tidak maka ia akan tergolong pada golongan yang merugi, disamping itu bila ajal tiba maka tidak ada yang dapat dipersalahkan. Abu Hurairah RA berkata : Rasulullah Saw bersabda :
:« مَا مِنْ أَحَدٍ يَمُوتُ إِلاَّ نَدِمَ». قَالُوا: وَمَا نَدَامَتُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ :«إِنْ كَانَ مُحْسِناً نَدِمَ أَنْ لاَ يَكُونَ ازْدَادَ وَإِنْ كَانَ مُسِيئاً نَدِمَ أَنْ لاَ يَكُونَ نَزَعَ
"Tidak ada seorangpun yg meninggal dunia kecuali dia merasa menyesal, para sahabat bertanya: Apa penyesalannya wahai Rasulullah?
beliau menjawab: Jika orang baik dia menyesal kenapa tak menambah (kebaikannya) & jika orang jahat dia menyesal kenapa tak melepaskannya (kejahatannya)" (At Tirmidzi 2403)
Artinya : menghentikan perbuatan dosanya dan bertaubat. (Tuhfatul Ahwadzi 6/193)
Dan orang yang shaleh ketika melihat nikmat merasa menyesal karena takut tidak menambah kenikmatan tersebut, dan orang yang tidak peduli ia akan berangan-angan andaikata ia menggunakan nikmat tersebut dalam perbuatan baik, Allah Swt berfirman :
يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى* يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
"Dan pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan: "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini" (Al Fajr 23-24)
Al Hasan Al Bashri RA berkata : dunia ini terbagi menjadi tiga hari : kemarin dan ia telah berlalu, esok dan semoga Anda mendapatkannya, dan hari ini adalah milikmu maka berbuatlah di dalamnya” (Az Zuhd karangan Al Baihaqi 1/196)
Menggunakan waktu yang dapat mendatangkan kemanfaatan bagi diri seorang dan mendatangkan manfaat bagi sesamanya merupakan perintah, yaitu dengan menjadwal tugas dan pekerjaan harian, mendahulukan yang lebih penting, karena umur ini akan menjadi saksi untuk kebaikannya atau menjadi saksi atas keburukannya pada hari kiamat, sebagaimana ia bertanggung jawab atas umurnya dan bertanggung jawab atas masa mudanya kemana ia habiskan, Rasulullah Saw bersabda :
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ، وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلاَهُ
“Tidak bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang ilmunya diamalkan untuk apa, tentang hartanya diperoleh dari mana dan kemana di belanjakan dan tentang raganya dipergunakan untuk apa" (At Tirmidzi 2417)

Kaum muslimin : sesungguhnya berdirinya negara dan pembangunan peradaban tidak  bergantung pada nilai akal, kemanusian atau fisik semata, tetapi ia juga memerlukan ketelitian dalam pengelolaan waktu yang baik, karena bila Anda memenuhi waktu tersebut dengan kesungguhan kerja maka akan didapat prestasi yang indah. Oleh karena itu para sahabat tidak pernah menolak untuk melakukan pekerjaan yang bermanfaat selama mereka memiliki kemampuan, dari Umarah bin Huzaimah bin Tsabit berkata : aku mendengar Umar bin Khattab RA berkata pada ayahku : Apa yang menghalangimu bercocok tanam diatas tanahmu ? Ayahku menjawab : Aku sudah tua dan akan mati esok. Umar berkata : usahakan untuk bercocok tanam diatasnya. Kemudian Umarah berkata : Aku menyaksikan Umar bin Khattab bercocok tanam diatas tanah itu bersama ayahku" (As Suyuthi dalam kitab Jam'ul Jawami' 6/97 karangan Ibnu Jarir)
Oleh karena itu hendaknya  seseorang tidak menyia-nyiakan waktunya terbuang  sia-sia tanpa digunakan dengan baik, dan hendaknya ia memikirkan apa yang telah dilakukan untuk dirinya, istrinya, anak-anaknya, tempat kerjanya, negaranya dan akhiratnya. Hendaknya ia mengatur waktunya dengan baik, karena orang yang mendapatkan taufiq adalah orang yang diberikan taufiq untuk taat kepada Allah, orang yang berbahagia adalah orang yang menggunakan hari, bulan dan jam dengan baik dan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan ketaatan, semoga ia mendapatkan rahmat dari Allah sehingga ia mendapatkan kebahagian itu.

Ya Allah berilah keberkahan pada waktu dan umur kami, dan berilah kami semua taufiq untuk mentaati-Mu,  mentaati Rasul-Mu Muhammad Saw dan mentaati orang yang Engkau perintahkan kepada kami agar ditaatinya, sebagai pengamalan atas firman-Mu :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu” (An Nisa’ 4 : 59).
 نَفَعَنِي اللَّهُ وَإِيَّاكُمْ بِالْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَبِسُنَّةِ نَبِيِّهِ الْكَرِيمِ صلى الله عليه وسلم
أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ



Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِينَ الطَّاهِرِينَ وَعَلَى أَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
Bertakwalah kepada Allah wahai hamba Allah dg sebenar-benarnya takwa, dan merasalah diawasi oleh-Nya dalam kesunyian dan keramaian dan ketahuilah bahwa agama Islam telah menganjurkan semua untuk menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya dalam setiap priode kehidupan, terutama dalam urusan shalat, Allah Swt berfirman :
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى المُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَّوْقُوتاً
"Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya[22] atas orang-orang yang beriman" (An Nisa’ 4 : 103). Artinya pada waktu-waktu yang telah ditentukan, dan penggunaan waktu dengan sebaik-baiknya terutama di masa muda akan lebih mendatangkan manfaat, karena ia merupakan umur yang sangat produktif.
Dan pekerjaan tidak akan tertunai dengan baik kecuali bila seseorang menggunakan waktunya di awal dan di akhir kerjanya dengan baik, menghargai waktu orang lain terutama dalam bertugas, pertemuan dan kunjungan, karena waktu bila tidak digunakan dengan baik dalam melaksanakan tugas dan dalam mewujudkan prestasi yang besar, maka ia akan hilang dan sia-sia
هَذَا وَصَلُّوا وَسَلِّمُوا عَلَى مَنْ أُمِرْتُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَيْهِ، قَالَ  تَعَالَى:]إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا[([2]) وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ r:« مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْراً»([3]) وَقَالَ r :« لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ الدُّعَاءُ»([4]).
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ: أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابِةِ الأَكْرَمِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
اللَّهُمَّ وَفِّقْنَا لِلاِسْتِفَادَةِ مِنْ أَوْقَاتِنَا وَبَارِكْ لَنَا فِيهَا، وَاجْعَلِ التَّوْفِيقَ حَلِيفَنَا. اللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ، وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ، وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ، وَلاَ مَرِيضًا إِلاَّ شَفَيْتَهُ، وَلاَ مَيِّتًا إِلاَّ رَحِمْتَهُ، وَلاَ حَاجَةً إِلاَّ قَضَيْتَهَا وَيَسَّرْتَهَا يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، وَنَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ لَنَا وَلِوَالدينَا، وَلِمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا، وَلِلْمُسْلِمِينَ أَجْمَعِينَ.
اللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا رَئِيسَ الدَّوْلَةِ، الشَّيْخ خليفة بن زايد، وَأَدِمْ عَلَيْهِ مَوْفُورَ الصِّحْةِ وَالْعَافِيَةِ، وَاجْعَلْهُ يَا رَبَّنَا فِي حِفْظِكَ وَعِنَايَتِكَ، وَوَفِّقِ اللَّهُمَّ نَائِبَهُ لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ، وَأَيِّدْ إِخْوَانَهُ حُكَّامَ الإِمَارَاتِ وَوَلِيَّ عَهْدِهِ الأَمِينَ.
اللَّهُمَّ اغفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، اللَّهُمَّ ارْحَمِ الشَّيْخ زَايِد، وَالشَّيْخ مَكْتُوم، وَشُيُوخَ الإِمَارَاتِ الَّذِينَ انْتَقَلُوا إِلَى رَحْمَتِكَ، وَأَدْخِلِ اللَّهُمَّ فِي عَفْوِكَ وَغُفْرَانِكَ وَرَحْمَتِكَ آبَاءَنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَجَمِيعَ أَرْحَامِنَا وَمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا.
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الْمَغْفِرَةَ والثَّوَابَ لِمَنْ بَنَى هَذَا الْمَسْجِدَ وَلِوَالِدَيْهِ، وَلِكُلِّ مَنْ عَمِلَ فِيهِ صَالِحًا وَإِحْسَانًا، وَاغْفِرِ اللَّهُمَّ لِكُلِّ مَنْ بَنَى لَكَ مَسْجِدًا يُذْكَرُ فِيهِ اسْمُكَ.
اللَّهُمَّ احْفَظْ دَوْلَةَ الإِمَارَاتِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَأَدِمْ عَلَيْهَا الأَمْنَ وَالأَمَانَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ([5]).
اللَّهُمَّ اسْقِنَا الْغَيْثَ وَلاَ تَجْعَلْنَا مِنَ الْقَانِطِينَ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا.
اذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكرُوهُ علَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ] وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ[([6])

Khutbah Jumat
11 Rabiul Awwal 1436 H / 02 Januari 2015 M
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam
Khutbah Pertama

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، أَرْسَلَ نَبِيَّهُ r بِالْهُدَى وَالْحَقِّ الْمُبِينِ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ عَلَى نِعَمِهِ الْوَفِيرَةِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، سَيِّدُ الْخَلْقِ أَجْمَعِينَ، فَاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ: فَأُوصِيكُمْ عِبَادَ اللَّهِ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ، قَالَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى:( وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الفَائِزُونَ)([1]). وَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ:( فَبَشِّرْ عِبَادِ* الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ القَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ)([2]).
Kaum muslimin : Allah menciptakan manusia, dan mengutus para rasul diutus kepada mereka agar mengajarkan dan membawa kabar berita pada mereka. Allah Swt berfirman :
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ فَمَنْ آمَنَ وَأَصْلَحَ فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”(Al An’am 6 : 48). Allah memuliakan manusia dengan diutusnya Muhammad Saw sebagai penutup para nabi dan rasul, Allah Swt berfirman :
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi” (Al Ahzab 33:  40)
Kelahirannya merupakan era baru, yang membawa hidayah, keimanan, kebaikan dan perdamaian pada dunia, beliau datang untuk menyebarkan ilmu dan peradaban pada manusia, Allah Swt berfirman :
 لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُواْ مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (Ali Imran 3 : 164)

Allah Swt memberikan perhatian penuh pada Rasulullah Saw sejak masa kecilnya, beliau diberikan keutamaan dengan sifat-sifat mulia, diberikan syariah dan mukjizat yang abadi, beliau memiliki keutamaan yang melimpah, Rasulullah Saw bersabda :
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ، وَأَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ
“Aku penghulu anak Adam pada hari kiamat, Aku orang pertama yang dibangkitkan dari kubur dan Aku adalah orang pertama yang memberi syafaat dan orang pertama yang mengabulkan syafaat”  (Muslim 2278)

Hamba Allah : Rasulullah Saw diutus saat kedhaliman, pembunuhan, pencurian dan perampokan  merajalela, manusia tercerai beraikan, kebodohan adalah ciri mereka, mereka menyembah patung dan batu dan tidak menyembah Allah Swt. Pada saat itu Nabi Saw bangkit berdakwah mengajak kepada Allah dengan membawa penerangan, mengajak untuk beribadah kepada Allah semata, beliau datang membebaskan akal dan pemahaman manusia dari semua bentuk khurafat dan takhayul, beliau datang membawa syariat yang mengharamkan perampokan, pencurian dan permusuhan, melarang tindakan yang dapat merusak jiwa, kehormatan dan harta benda, beliau mengagungkan kehormatan darah, beliau mengajak membangun persaudaraan dan membersihkan hati, beliau menganjurkan untuk berperangai mulia, beliau meletakkan dasar-dasar hidup berdampingan dengan damai dengan non muslimin, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
“Tidaklah kami mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi semesta alam” (Al Anbiya’ 21 : 107). Sebagaimana pula disebutkan dalam sebuah sabda Nabi Saw :
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ
“Wahai manusia sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan” (Syu’bul Iman 1339).Ketika beliau disakiti oleh kaum musyrikin, sebagian sahabat berkata :
يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ عَلَى الْمُشْرِكِينَ. قَالَ:« إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّاناً، وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً
“Wahai Rasulullah doakan (keburukan) atas kamu musyrikin. Beliau menjawab : sesungguhnya Aku tidak diutus untuk melaknat, tapi aku diutus sebagai rahmat”  (Muslim 2599)

Beliau selau berdoa memohon kebaikan dan ampunan bagi ummat setiap selesai shalat, dari Aisyah RA bahwa ia berkata :
لَمَّا رَأَيْتُ مِنَ النَّبِيِّ r طِيبَ نَفْسٍ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ لِي. فَقَالَ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَائِشَةَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنَبِهَا وَمَا تَأَخَّرَ، مَا أَسَرَّتْ وَمَا أَعْلَنَتْ. فقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ r: أَيَسُرُّكِ دُعَائِي؟ فَقَالَتْ : وَمَا لِي لاَ يَسُرُّنِي دُعَاؤُكَ؟ فَقَالَ r: وَاللَّهِ إِنَّهَا لَدُعَائِي لِأُمَّتِي فِي كُلِّ صَلاَةٍ
“Ketika aku menyaksikan Nabi Saw dalam keadaan baik aku berkata : wahai rasulullah doakan pada Allah untukku. Beliau berdoa : ya Allah ampunilah dosa yang telah lalu dan dosa yang akan datang Aisyah, yang diperbuat sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Dan beliau bertanya : apakah doaku menyenangkanmu ? ia menjawab : bagaimana aku tidak senang dengan doa baginda, beliau bersabda : demi Allah, sesungguhnya doa itu adalah doa untuk ummatku setiap selesai shalat” (Shahih Ibnu Hibban 16/47)

Kaum mukminin : diantara rahmat Nabi Saw terhadap ummatnya adalah perhatiannya terhadap mereka, doanya yang terus menerus untuk kebahagian kita di dunia dan akhirat, diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin Al Ash RA : bahwa Nabi Saw membaca firman Allah yang mengisahkan tentang Isa AS :
إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al Maidah 5 : 118).
Kemudian beliau mengangkat kedua telapak tangannya dan berdoa : Ya Allah, ummatku, ummatku. Dan beliau menangis, Allah Swt berfirman : wahai Jibril pergilah dan temui Muhammad, dan Tuhanmu Maha Mengetahui, lalu tanyakan padanya apa yang membuatmu menangis ? Jibril pun mendatanginya dan bertanya kepadanya, Rasulullah Saw menjawabnya -dan Dia Mengetahui-. Kemudian Allah berfirman : Wahai Jibril, temuilah Muhammad dan katakan bahwa Kami akan membuatmu puas pada umatmu dan Kami tidak akan mengecewakanmu”(Muslim 202)

Hamba Allah : kasih sayang Nabi Saw mencakup binatang, dari Abdullah bin Ja’far RA :
أنَّ النَّبيَّ r دَخَلَ حَائِطًا لِرَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَإِذَا جَمَلٌ، فَلَمَّا رَأَى النَّبِيَّ r حَنَّ وَذَرَفَتْ عَيْنَاهُ، فَأَتَاهُ النَّبِيُّ r فَمَسَحَ ذِفْرَاهُ فَسَكَتَ، فَقَالَ:« مَنْ رَبُّ هَذَا الْجَمَلِ؟ لِمَنْ هَذَا الْجَمَلُ؟». فَجَاءَ فَتًى مِنَ الْأَنْصَارِ فَقَالَ: لِي يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ:« أَفَلَا تَتَّقِي اللَّهَ فِي هَذِهِ الْبَهِيمَةِ الَّتِي مَلَّكَكَ اللَّهُ إِيَّاهَا؟ فَإِنَّهُ شَكَا إِلَيَّ أَنَّكَ تُجِيعُهُ وَتُدْئِبُهُ
“Bahwa Nabi Saw masuk ke sebuah kebun milik kaum  Anshar, disana terdapat seekor unta jantan dan ketika unta tersebut melihat Nabi Saw, maka ia merintih dan kedua matanya berlinang air mata, lalu Nabi Saw mendekatinya dan mengusap tengkuknya sehingga unta tersebut diam. Rasulullah Saw bertanya :  Siapa pemilik unta ini? Milik siapa unta ini?Kemudian datang seorang pemuda Anshar menjawab : milikku wahai Rasulullah. Nabi Saw  bersabda : Tidakkah engkau bertaqwa kepada Allah dalam memperlakukan binatang ini yang telah Allah kuasakan kepadamu ?  Sesungguhnya unta ini mengeluh kepadaku, bahwasanya engkau telah membuatnya lapar dan lelah” (Abu Daud 2549). Maksudnya lelah disebabkan beban kerja.

Betapa besar kasih sayangmu wahai Rasulullah dan betapa besar kelembutanmu, engkau telah mengajarkan kami arti rahmat dalam bentuknya yang sangat indah, maka beruntunglah orang yang berakhlak dengan akhlakmu yang suci, dan sungguh merana orang yang berusaha dengan radikal dan ekstrim  untuk merusak biografimu dan sunnahmu yang suci. 

Kaum muslimin : sesungguhnya banyak hak yang harus ditunaikan oleh kita kepada Nabi kita, diantaranya adalah hendaknya kita bershalawat dan mengucapkan salam kepadanya, sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam firman-Nya :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (Al Ahzab 33 : 56). Hendaknya kita mencintainya melebihi cinta kita terhadap semua makhluk, Nabi Saw bersabda :
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidak sempurna iman diantara kalian hingga  Aku lebih dicintai olehnya dibandingkan orang tuanya, anaknya dan semua manusia” (Muttafaq ‘alaih)

Salah satu bukti cinta kita pada Rasulullah Saw adalah dengan mengedepankan petunjuknya terhadap hawa nafsu kita dan menjadikannya sebagai teladan dalam kehidupan kita, Allah Swt berfirman :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Al Ahzab 33 : 21) Selanjutnya kewajiban kita adalah menanamkan cinta itu pada jiwa anak-anak kita, mendidik mereka agar selalu mengagungkan, menghormati dan mengikuti Rasulullah Saw, Allah Swt berfirman :
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Ali Imran 3 : 31)

Ya Allah berilah kami rezeki cinta Nabi-Mu, menikmati telaganya dan syafaatnya. Dan berilah kami semua taufiq untuk mentaati-Mu,  mentaati Rasul-Mu Muhammad Saw dan mentaati orang yang Engkau perintahkan kepada kami agar ditaatinya, sebagai pengamalan atas firman-Mu :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu” (An Nisa’ 4 : 59).
 نَفَعَنِي اللَّهُ وَإِيَّاكُمْ بِالْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَبِسُنَّةِ نَبِيِّهِ الْكَرِيمِ صلى الله عليه وسلم
أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِينَ الطَّاهِرِينَ وَعَلَى أَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
Bertakwalah kepada Allah wahai hamba Allah dg sebenar-benarnya takwa, dan merasalah diawasi oleh-Nya dalam kesunyian dan keramaian dan ketahuilah bahwa Nabi kita Muhammad Saw telah menerangkan jalan kehidupan yang baik pada kita dan meletakkan dasar-dasar kebahagiaan, beliau memerintahkan untuk berbuat dan berinteraksi dengan baik terhadap sesama, beliau menganjurkan untuk saling membangun hubungan baik antara pemimpin dan rakyat yang dipimpinnya, beliau menunjukkan pada kita  sebab-sebab perkembangan, pertumbuhan dan kemajuan, beliau menganjurkan untuk meningkatkan kecerdasan akal dengan pengetahuan dan kebudayaan, dan meningkatkan spiritual dengan keimanan dan perbuatan baik, Allah Swt berfirman :
قَدْ جَاءَكُمْ مِّنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُّبِينٌ* يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلاَمِ وَيُخْرِجُهُمْ مِّنِ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus” (Al Maidah 5 : 15-16). Yang dimaksud dengan cahaya adalah Rasulullah Saw yang menerangkan kebenaran dan menampakkan agama Islam dengan izin-Nya. (Tafsir At Thabari 10/143)
هَذَا وَصَلُّوا وَسَلِّمُوا عَلَى مَنْ أُمِرْتُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَيْهِ، قَالَ تَعَالَى:( إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا)([3]) وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ r:« مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْراً»([4]) وَقَالَ r:« لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ الدُّعَاءُ»([5]).
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ: أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابِةِ الأَكْرَمِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
اللَّهُمَّ وَفِّقْنَا لأَدَاءِ حُقُوقِ نَبِيِّكَ r وَلِلْمُحَافَظَةِ عَلَى جَمَالِ سُنَّتِهِ، وَكَمَالِ شَرِيعَتِهِ، ولِلتَّمَسُّكِ بِهَدْيِهِ الْقَوِيمِ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.
اللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ، وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ، وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ، وَلاَ مَرِيضًا إِلاَّ شَفَيْتَهُ، وَلاَ مَيِّتًا إِلاَّ رَحِمْتَهُ، وَلاَ حَاجَةً إِلاَّ قَضَيْتَهَا وَيَسَّرْتَهَا يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، وَنَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ لَنَا وَلِوَالدينَا، وَلِمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا، وَلِلْمُسْلِمِينَ أَجْمَعِينَ. اللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا رَئِيسَ الدَّوْلَةِ، الشَّيْخ خليفة بن زايد، وَأَدِمْ عَلَيْهِ مَوْفُورَ الصِّحْةِ وَالْعَافِيَةِ، وَاجْعَلْهُ يَا رَبَّنَا فِي حِفْظِكَ وَعِنَايَتِكَ، وَوَفِّقِ اللَّهُمَّ نَائِبَهُ لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ، وَأَيِّدْ إِخْوَانَهُ حُكَّامَ الإِمَارَاتِ وَوَلِيَّ عَهْدِهِ الأَمِينَ. اللَّهُمَّ اغفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، اللَّهُمَّ ارْحَمِ الشَّيْخ زَايِد، وَالشَّيْخ مَكْتُوم، وَشُيُوخَ الإِمَارَاتِ الَّذِينَ انْتَقَلُوا إِلَى رَحْمَتِكَ، وَأَدْخِلِ اللَّهُمَّ فِي عَفْوِكَ وَغُفْرَانِكَ وَرَحْمَتِكَ آبَاءَنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَجَمِيعَ أَرْحَامِنَا وَمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا. اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الْمَغْفِرَةَ والثَّوَابَ لِمَنْ بَنَى هَذَا الْمَسْجِدَ وَلِوَالِدَيْهِ، وَلِكُلِّ مَنْ عَمِلَ فِيهِ صَالِحًا وَإِحْسَانًا، وَاغْفِرِ اللَّهُمَّ لِكُلِّ مَنْ بَنَى لَكَ مَسْجِدًا يُذْكَرُ فِيهِ اسْمُكَ. اللَّهُمَّ احْفَظْ دَوْلَةَ الإِمَارَاتِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَأَدِمْ عَلَيْهَا الأَمْنَ وَالأَمَانَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ([6]). اللَّهُمَّ اسْقِنَا الْغَيْثَ وَلاَ تَجْعَلْنَا مِنَ الْقَانِطِينَ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا.
عِبَادَ اللَّهِ: ( إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ)([7])
اذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكرُوهُ علَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ( وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ)([8])
http://www.awqaf.gov.ae/Jumaa.aspx?SectionID=5&RefID=2529

No comments: