Friday, October 24, 2014

JADI ORANG KAYA HARTA

Ini adalah sebuah peristiwa yang terjadi akibat sama-sama tidak saling mengenal. Aku tidak pernah kenal si Mester ('Mester' adalah suatu sebutan di kampungku, Surabaya Utara bagi lelaki bule, sedangkan bagi lelaki Arab disebut 'Tuan'), karena aku kurang paham apa sebenarnya permintaan si Mester ketika dia menelphonku, dan si Mester karena keinginan yang menggebu tidak pandang bulu, siapa saja yang bisa dihubungi pasti ingin dia santap, yang penting mengenai sasaran.

Kisah ini diawali pada suatu pagi ketika aku sedag bekerja yang aku rasa seperti biasa, sibuk, sibuk dan sibuk pada pekerjaan kantor melayani kastemer untuk dibuatkan penawaran karena ingin menyertifikatkan kapal-kapal mereka. Handphone (HP)ku tiba-tiba berdering sebelum tengah hari. Aku kini padahal jarang menerima panggilan lewat HPku, dia tak biasa berdering sejak aku bekerja di perusahaan baru,Tasneef selama dua tahun terakhir ini.Karena, walaupun aku selalu mempersiapkan penawaran untuk kastemer akan tetapi aku tidak berhubungan langsung dengan mereka. Ketika aku lihat screen HPku, yang muncul hanya nomer saja tanpa nama, berarti nomer itu belum aku kenal. Dengan sedikit berat hati aku tekan saja tombol bergambar telephon untuk menjawabnya. setelah aku jawab,
"hallo?", Aku dengar lawan bicaraku menjawab dengan logat bahasa Ingris bernada berat, dengan suara seperti tersimpan di pangkal tenggorokannya. Aku merasa yakin bahwa orang ini pasti orang Ingris asli, dan juga pasti asli dari Ingris.Begini kira-kira jawabannya,

"Hallo, is this Nasuki?",
"Yes, speaking",
"My name is ........"

Suaranya memaksa aku tanpa banyak pikir kecuali aku berusaha untuk lebih fokus agar aku bisa mengerti tentang apa yang sedang ia sampaikan. Dia memperkenalkan namanya sampai diulang sebanyak 3x, itu bukan karena dia tidak becus melafadkan namanya kepadaku, akan tetapi karena aku mendengarnya tidak jelas dengan intonasi beratnya, sehingga aku menanyakan kembali begitu dia menyebut namanya sampai 3x. Aku agak malu karena aku selalu menjawabnya dengan nada tanya,"sorry?". Sampai jawaban yang ketiga cukup jelas aku dengar karena HPku aku tempelkan serapat mungkin di daun telinga kiriku. Selain itu, yang di sana menaikkan suaranya sambil memperlambat lafad namanya, sehingga dia mengiyakan ketika aku ulangi apa yang telah dia sebutkan,
"Steve Hutton".

Lalu dia melanjutkan percakapannya,
 "How are you Mr. Nasuki?",
"Very good, and how are you, too?,
"Wonderful Mr. Nasuki; my I talk to you for a second Mr. Nasuki?",
"Of course, and what can I do for you?"
Dia memperbanyak percakapan sepertinya sedang memperkenalkan siapa dirinya. Walaupun aku sendiri hanya menduga-duga tetapi aku selalu menjawabnya dengan mantap, "OK" atau "Yes". Kesimpulanku waktu itu adalah, paling dia bilang tentang siapa dia, dan di perusahaan mana dia sedang bekerja. Aku iyakan saja apa yang dia katakan walaupun yang dia ucapkan tidak jelas bagiku. Aku tidak ingin dia mengetahui bahwa aku tidak sepenuhnya memahami apa yang sedang dia katakan. Aku bukan tidak bisa berkomunikansi dengn berbahasa Ingris, aku yakin bisa karena sudah lebih dari 20 tahun di Abu Dhabi, tetapi berbicara dengan orang pribumi Ingris memang masih menjadi hal yang aku pantangi. Yang jelas, kantornya di Etihad Tower dekat Emirates Palace Hotel, itu saja yang jelas aku dengar dengan jelas.

Dia meneruskan percakapannya sambil aku mendekat ke jendela kantorku, terkadang suaranya terputus-putus, itu alasannya, barangkali signal ke HPku agak lemah.

Aku tetap menempelkan HPku sedekat mungkin ke daun telingaku. Menurut pengertianku dia menyampaikan ingin menjaga hartaku. Lalu dia ingin bertemu dengan aku. Sebelum aku jawab permintaannya, dia mengatakan kalau aku alihkan ke dalam bahasa Indonesia bahwa kira-kira begini,
"Pokoknya aku ingin bertemu dengan kamu, itu perintah dari atasanku".
"Boleh saja akan tetapi dimana dan kapan?", begitu jawabku.

Dia menawari aku dengan mengajakku apabila aku ingin bertemu di kafe dekat rumahku atau mana saja yang aku inginkan. Akupun menyanggupinya untuk bertemu, tetapi aku tidak mau di kafe. Lalu aku dan dia sepakat akan bertemu besok sore pukul 4 di kantorku.

Walaupun dia sudah menawari aku untuk bertemu di kafe dekat dimana aku tinggal atau kafe mana saja, aku tetap menolaknya. Aku lebih suka bertemu di kantorku. Aku tidak ingin berhutang budi pada seseorang yang membuat aku harus membayarnya. Aku tidak ingin bersenang-senang dahulu tetapi aku akan "bendol di kemudian". Aku pilih pukul 4 dengan harapan itu sudah di luar jam kantorku, jam 4 merupakan tepat jam pulang dari waktu jam kerjaku. Setelahnya, dia menutup HPnya dan aku kembali lagi ke meja kerjaku untuk meneruskan pekerjaanku yang harus aku selesaikan sebelum jam pulang kantor.

Sesampai di rumah aku sampaikan kepada istriku tentang seseorang yang ingin bertemu dengan aku karena dia ingin menjaga hartaku . Istriku seperti tanpa pikir langsung memberi peringatan agar aku jangan kebanyakan macam-macam besok,
"Yang penting, apabila ditawari apa-apa jangan langsung diiyakan, dipikir dulu", begitu permintaannya yang harus aku iyakan juga.

"Iya, memangnya harta kita seberapa banyak, kok minta dijagakan oleh orang lain", jawabku singkat.

Sejak sore dari pulang kerja aku sudah memikirkan tentang baju yang mana yang akan aku pakai besok ketika bertemu dengan Mester yang menelphonku tadi. Aku coba menyibak baju dan celana yang berada di gantungan baju kantorku yang ada di gantungan baju di depan tempat tidur dalam kamar tidurku. Semua baju yang sudah diloundry masih menggantung dengan bungkus plastik dari loundry. Akhirnya aku temukan juga.

Aku biasanya tidak terlalu dipusingkan dengn masalah baju apa yang akan aku pakai, yang penting tidak kotor. Tetapi kali ini aku seperti di saat masih remaja dulu, mau pergi, mau bertemu siapa aku harus memilih baju yang mana sebaiknya atau yang pantas aku pakai. Kali ini aku pilih baju yang paling baru yang dibelikan istriku ketika ia ke Seattle, Amerika waktu itu. Baju bermotif kotak-kotak kecil bergaris biru muda dengan dasar warna kulit telor bebek. Baju yang pasti  cocok jika dipadu dengan celana gelap agak hitam nanti, dan sepatu hitam yang jarang aku pakai dan dibeli di Dubai sekitar 5 tahun lalu pasti mantab. Pikiranku kini terasa tenang untuk urusan pakaian besok ketika harus bertemu dengan Mester itu.

Ketika pagi tiba, tepatnya pukul 5:10, alarm HPku berbunyi membangunkan aku. Aku sengaja setiap hari bangun pagi dengan alarm yang aku atur agar aku bisa sholat Subuh berjamaah di Masjid dekat rumahku.

 Aku merasa lebih percaya diri pada pagi ini setelah aku memakai baju dan celana serta sepatu yang aku pilih semalam. Aku berangkat seperti biasanya dengan membawa makanan siap disantap untuk lanjutan makan pagi di kantor terbuat dari roti somon yang aku isi dengan olesan krem keju, serta nasi dengan lauk-pauk dalam kotak plastik taper ware yang dipersiapkan istriku untuk jatah makan siangku di kantor.

Aku lebih suka membawa makanan buatan sendiri ke kantor karena dijamin murah dan bersih. Selain itu aku tidak perlu repot-repot mencari makan keluar kantor atupun memesannya dari luar kantor nanti.

Sebelum aku berangkat, aku tanya istriku bagai mana pendapatnya teantang pakaian yang sedang aku pakai saat ini, sambil melirik ke arahku seakan ia tidak ingin mengangkat mukanya dari Tablet yang sedang ia baca ia mengatakan,
"OK!".

Lalu ia lihat kembali Tabletnya untuk melanjutkan apa yang sedang ia baca.

Ketika aku di kantor, aku disibukkan dengan pekerjaanku yang harus aku selesaikan pada hari itu. Pikiranku juga mempersiapkan pertemuan dengan si Mester nanti sore. Waktu sudah mendekati pukul 12 siang ketika HPku bedering. Ketika aku lihat nomornya nampak dari Abu Dhabi phone line, bukan dari HP. Aku sedikit ragu tetapi tetap saja aku angkat. Biasanya telephon beginian mah ke HPku dari broker properti menanyakan tentang apartemenku yang sedang aku tinggali, apakah ingin dijual atau disewakan. Ketika aku jawab,

"Hallo?",
"Apakah ini Mr. Nasuki?" dalam bahasa Ingris yang hampi mirip dengan Mester kemarin akan tetapi kali ini agak jelas. Setelah aku jawab,
"Benar".

Maka lelaki lawan bicaraku mengatakan bahwa aku dan temannya, Mr. Steve Hutton sedang  ada janji sore ini, namun, dia bilang bahwa temannya tidak bisa datang karena hari ini sibuk dan besok juga ada janji dengan orang lain di dekat kantorku Musaffah.  Lalu dia menawari aku untuk mengundurkan jadwal pertemuannya menjadi besok juga. Aku sepakati dengan catatan; besok agar bertemu paling lambat pukul 12 siang saja. Aku sengaja memilih waktu seperti itu karena aku besok setelah pulang kerja berencana ke kantor Lalu Lintas untuk mengurus SIM milik putriku.

Gagalnya pertemuan hari ini sebenarnya sudah merugikan aku. Semalam aku sudah memilih baju yang paling bagus untuk menyambut orang bule dengan bahasa Ingris yang kental itu. Aku akhirnya meyerah dengan penampilanku hari ini, aku pikir, aku sudah layu sebelum berkembang. Tetapi pikiranku meyakinkan diriku sendiri, bahwa besok aku akan tetap memakai baju yang sama walaupun misalnya sudah lungset. Dan setelah sholat Dhuhur, aku biarkan lengan bajuku tetap tergulung setengah dari lenganku karena mengambil wuduk, agar seperti biasanya dan aku merasa dan kelihatan lebih santai.

Ketika sampai di rumah aku khabarkan kepada istriku bahwa pertemuanku dengan si Mester kemarin diundur menjadi besok. Istriku hanya tersenyum karena sedang asyik dengan Tablet di tangannya. Aku berkata dalam pikiranku,
"Biarpun besok tidak jadi, tidak apa-apa, biar aku tidak terbebani aku anggap besok siang tidak ada pertemuan lagi, titik".

Seperti biasa setelah sholat Subuh, aku langsung mempersiapkan makan pagiku dengan menuangkan corn flake rasa natural dari tempat plastik di atas meja makan dapur apartemenku. Setelahnya aku tuangka susu yang aku racik sendiri dari susu bubuk kaleng bertuliskan 'Skimmed Milk' dalam laci di bawah dekat tempat cuci piring. Sambil makan pagi aku membaca berita lewat internet laptop yang aku nyalakan sebelum aku mempersiapkan makan pagi tadi. Ketika makan pagi siap untuk aku santap, laptop pun sudah siap pula untuk dipakai mencari berita dari situs yang aku sukai, detik.com dan/atau kompas.com, terkadang juga gulfnews.com.

Aku tetap terfokus pada laptopku ketika aku lihat istriku keluar dari kamar tidur sudah bagun dari tidurnya. Karena ia menuju dapur, tentunya dia juga sudah sholat Subuh. Seperti biasa setiap pagi, ia mempersiapkan lauk-pauk untuk makan siangku yang akan aku bawa ke kantor nanti. Nasi dalam rice cooker sudah aku masak sejak sebelum aku mempersiapkan makan pagiku tadi, sehingga sekarang tentunya sudah matang dan siap untuk dimasukkan ke dalam kotak makan siangku. Sehingga aku tinggal mempersiapkan roti yang diisi dengan olesan krem keju sebagai tambahan lanjutan makan pagiku di kantor.

Aku berangkat agak pagi hari ini karena nanti siang aku ingin keluar kantor lebih awal. Rencananya aku ingin meminta ijin atasanku untuk keluar kantor 1 jam sebelum jam pulang. Aku juga akan makan siang lebih awal khawatir si Mester, tamuku akan datang lebih awal juga.

Ketika jam tanganku menunjukkan pukul 11:30, aku ambil kotak makan siangku dan menuju ke dalam kantor kosong untuk seorang menejer yang tidak ingin menempatinya. Tempatnya nyaman dengan meja tulis besar dan kursi empuk memiliki sandaran untuk kepala. Tempat yang cukup bagus digunakan sebagai tempat makan siang daripada tidak ada yang menempati, 'mubazzir' kalau dibiarkan kosong. Setelah selesai makan siang, jam tanganku menunjukkan limabelas menit sebelum pukul 12 siang. Ketika jam tanganku menunjukkan pukul 12 siang aku masih belum menerima telephon dari si Mester kemarin lusa itu. Aku coba menengok keluar melalui pintu darurat kantor yang memilki kaca tembus pandang dekat dapur kantor. Aku awasi pelataran parkir sampai sejauh aku bisa melongok. Aku lihat kembali jam tanganku, dan sekarang sudah pukul 12;02. Aku lalu memutuskan kembali ke dalam ruang kerjaku untuk melanjutkan pekerjaanku yang tinggal finishing belum aku selesaikan sejak kemarin.

Pikiranku menyerah saja, mau datang kek, mau nggak mah, terserah. Paling akan seperti kemarin mundur lagi. Tetapi, jika dia minta mundur lebih siang atau sore hari ini,
"Sorry, no way!!".

Demikian gumamku karena aku ada keperluan lain nanti, aku akan ke kantor Lalu Lintas pada pukul 2 siang.

Ketika aku baru saja memulai membuka berkas kertas kerja dan tampilan layar monitor laptopku telephon di mejaku berdering dari panggilan pos sekuriti kantorku. Ketika aku angkat penjaga pintu sekuriti memberitau aku bahwa ada orang bernama 'Steve' ingin bertemu dengan aku. Setelah aku ijinkan untuk masuk, lalu aku tutup kembali berkas di atas meja kerjaku untuk kemudian aku keluar ruangan dengan maksud turun ke lantai dasar menyambut tamuku yang sudah aku tunggu tetapi baru datang ingin menemuiku.  Ketika aku sampai di mulut tangga sebelum aku turun menitinya, tamuku sudah muncul di pertengahan tangga naik mendahului aku turun dengan pakaian jas dan dasi sangat necis sekali. Dugaanku benar, aku harus berpakaian bagus juga karena orang bule bisanya memakai setelan jas.

Aku langsung menyapanya dengan ucapan,
"Are you Mr. Hutton?".
"Yes, absolutly".

Lalu aku julurkan tanganku untuk  menyalaminya,
"Hi, Mr. Hutton, I am Nasuki, and how are you?.
"I'm fine, Mr. Nasuki, and how are you today".
"I'm verry good".

Sambil aku bersalaman untuk menyambutnya aku perhatikan ada sedikit keringat di wajahnya, sambil aku tawari pertemuannya akan dilaksanakan di dalam ruang rapat kantorku yang kosong. Setelah aku dan dia saling melepas tangan aku membuka pintu ruang rapat, dan aku persilahkan dia duduk, lalu aku hudupkan AC untuk ruang itu agar suhu udara di dalamnya lebih segar menyambut kedatangan tamu yang aku yakin kepanasan dari luar kantor sana.

Sebelum pertemuan dimulai aku tawari dia minum, ketika Ansari, seorang 'tea boy' kantor sudah berada di depanku karena telah aku panggil dengan kode kedipan tadi sebelum aku dan tamuku masuk ruang rapat. Tea boy merupakan panggilan pelayan di kantor-kantor di Abu Dhabi, tea boy bukan berarti tukang teh yang masih remaja, itu hanya panggilan saja, untuk itu tea boy kantorku sudah memiliki anak yang sedang duduk di bangku SMP.

Tamuku tidak ingin kopi, juga tidak untuk teh, hanya air putih saja maunya. Seperti janji yang sudah disepakati sebelumnya, dia hanya ingin bertemu aku selama 30 menitan saja. Dia tidak ingin mengganggu kesibukanku terlalu lama, maka acarapun segera dimulai setelah saling memperkenalkan diri.

Dia mengawali bagaimana dia bisa sampai menemukan kantorku ini, dimana dia baru pertamakali ke daerah Musaffah. Pikirku,
"Tentu saja ini baru pertama kali, lha wong dia tadi berkata bahwa ini merupakan minggu pertamanya  di UAE".

Dia menceritakan bagaimana dia dan perusahaannya bekerja. Dia biasa menangani suatu investasi baik jangka panjang atau jangka pendek bukan dengan cara kebanyakan. Caranya merupakan sesuatu cara yang baru dan dijamin tidak memiliki resiko bagi investor. Artinya, uang investor dijamin tidak akan hilang, akan kembali seratus persen pada situasi yang paling jelek sekalipun. Dia juga tidak meminta gaji dari investor, dia hanya menjalankan uang yang ditanamkan sedemikian rupa untuk keuntungan investor.

Sambil melamun aku berkata dalam hati,
"Lalu uang untuk membeli makan, kamu belanjakan untuk pakaian necismu, transportasi yang membawamu kemari, dari mana?. Mana ada orang seperti dia bekerja secara suka rela. Bohong besar".

Itu kesimpulan benakku saat itu.

Dia terus melanjutkan pengenalannya. Cara investasi lama ada dua macam, ada yang beresiko berat dan ada yang beresiko ringan. Itu tergantung investasi dimana ditanam. Apabila ditanam di tempat dengan keuntungan yang besar, maka reikonya juga besar, demikian sebaliknya. Aku pikir,
"Anak kecilpun tau tentang ini, siapa yang berani dialah yang akan berhasil, jika berhasil, dan dialah yang hancur apabila rugi".

Sebelum dia melanjutkan keterangannya aku memotong paparannya agar aku tidak seperti orang bloon yang bisanya cuma menjadi pendengar yang manis. Aku katakan bahwa,
"Aku pernah mengikuti investasi di perusahaan bernama Eagle International, suatu perusahaan investasi jangka panjang dengan jalan membeli saham, uang atau komoditi setiap bulan, dan sampai bulan terrtentu bisa berhenti, atau jalan  terus. Dan apabila berhenti, nanti ketika jatuh tempo akan mendapatkan pendapatan bulanan seperti yang ditarget sejak awal. Jika diteruskan membayar akan mendapatkan pendapatan lebih karena kelebihan kumpulan dana yang sudah melebihi kebutuhan minimum yang diperkirakan".

Lalu aku melanjutkannya dan bilang bahwa,
"Au menyesal kemuadian. Alasannya karena investasiku aku tarik setelah aku selesaikan mengumpulkannya selama 3 tahun, pas jatuh temponya. Lalu aku belikan ruko di Kertoono dan aku sewakan sampai sekarang. Seandainya aku teruskan, maka sekarang merupakan tahun ke empatbelas. Jika aku terus mengumpulkanyang waktu itu 1000 Dirham per bulan, kali 14 dan kali 12, maka aku sudah memiliki uang paling tidak 160 ribu Dirham lebih berada di Eagle International. Itulah yang aku sesali".

Lalu aku singgung juga bahwa aku sendiri pernah bermain saham di UAE, dan berakhir rugi. Diapun tersenyum sinis, seolah mengatakan,
"Kapok, loh, makanya ikut gue aja".

Lalu dia aku persilahkan untuk meneruskan celotehannya. Aku dengarkan saja, tetapi lama-kelamaan secara tidak sadar aku terbawa juga dari kendali ceritanya. Aku jadi mengandai-andai dalam lamunanku sambil mendengarkan dia terus bercerita. Seandainya aku punya uang banyak, seandainya aku memiliki kelebihan sisa gaji banyak. Beruntung secepatnya aku kemudian sadar kembali ketika dia merogoh tas jinjing yang ia letakkan di kursi kosong sebelah kanannya.

Tidak terasa waktu sudah hampir 30 menit berlalu ketika dia mengeluarkan formulir yang dia sebut 'questioners form', suatu formulir berisi daftar pertanyaan-pertanyaan kertas agak kaku-tebal berwarna hijau. Dia mengisinya satu persatu dataku dengan mencontoh dari kartu nama yang aku dan dia saling tukar tadi. Lalu data pribadi lainnya termasuk pendapatanku setiap bulan dan harta kekayaan yang aku miliki. Aku jawab semua pertanyaannya sesuai kehendakku. Data yang aku berikan sengaja tidak akurasi, karena aku tidak terlalu yakin dengan yang dia perkenalkan, dan lagi, data pribadi sampai pendapatan dan harta kekayaan tidak bisa diobral ke sembarang orang. Sampai aku ditanya juga tentang berapa harapan pendapatanku ketika aku pensiun nanti jika tinggal di Indonesia. Aku bilang bahwa,
"Aku menginginkan seribu Dollar Amerika perbulan saja".

Pengisian pertanyaan tersendat ketika dia ingin mengetahui jumlah tabunganku di bankku saat ini. Aku bisa saja mengarang tentang jumlah yang dia minta, tetapi dalam hal ini aku tidak ingin memberinya sebelum aku menanyakan kepada istriku. Aku tidak bisa memberinya karena detail besaran tabunganku yang mengetahuinya hanyalah istriku. Aku katakan bahwa jika itu penting, maka datanya nanti harus aku tanyakan istriku ketika aku ada di rumah. Dia mengatakan bahwa data itu penting untuk diketahui untuk menganalisa bagaimana aku bisa sampai pada penghasilan keinginanku ketika aku pensiun nanti.

Aku lihat jam tanganku sudah menunjukkan pukul 1 siang kurang limabelas menitan. Aku bilang kepadanya agar pertemuan ini dipercepat karena aku harus ada meeting lainnya setelah ini. Questioners terus dilanjutkan sampai akhirnya aku menandatangani format hijau itu. Aku agak tidak enak untuk memberikan tandatanganku di format itu. Pikiranku macam-macam lalu aku bubuhkan paraf saja daripada tandatangan. Kemudian dia minta untuk direkomendasikan kepada teman-temanku apabila aku merasa puas dengan apa yang telah ia ceritakan. Setelah aku jawab 'iya', lalu dia dan aku mengakhiri pertemuan. Diapun berlalu dari lantai 1 kantorku dan aku secepatnya menghadap atasanku untuk membicarakan sisa pekerjaanku sebelum aku keluar kantor sejam lebih awal untuk ke kantor Lalu Lintas.

Aku keluar kantor pulang tepat waktu sesuai rencanaku, sejam sebelum jam seharusnya. Aku merasa lega, pekerjaanku sudah selesai, dan sudah aku mintakan tanda tangan serta aku serahkan bos supaya dikirim kepada kastemer.

Sebelum aku keluar kantor, aku telephon putriku mengabarkan bahwa aku sedang keluar kantor,  putriku memintaku untuk mengabarinya agar dia bisa mempersiapkan sebelum aku sampai di rumah. Di rumah aku tidak bertemu istriku, dia sedang menghadiri pesta undangan ibu-ibu temannya. Putriku masih di dalam kamar mandi melakukan persiapan untuk ke kantor Lalu Lintas urusan SIMnya. Tentang pertemuanku dengan si Mester tadi, aku akan ceritakan nanti saja kepada istriku jika dia sudah sampai di rumah.

Ketika istriku sudah di rumah, aku ceritakan apa yang telah aku alami tadi dengan konsultan investasi bule di kantorku. Dia tentu tidak setuju untuk aku ikut investasi,
"Wong untuk biaya operasional sehari-hari saja sekarang megap-megap", demikian protesnya.

"Bayangkan, satu anak kuliah di Kanada, dan satunya beberapa bulan yang lalu baru selesai dari kuliah di Amerika. Ada angsuran apartemen perbulan yang masih belum lunas. Uang gambar tekkek apa untuk investasi?. Apalagi orang Bule!, gajinya tentu gedhe. Udah!, nggak usah macem-macem", demikian nasehatnya.

"OK", kataku
"aku akan infokan kepadanya mekalui email seperti yang telah aku janjikan tadi", demikian jawabku menyetujui usulan dan nasehat istriku.

Aku terus berpikir tentang kalimat yang harus aku sampaikan kepada si Mester yang telah aku temui itu. Aku ulur sehari, dua hari, dan di akhir hari yang kedua pas lagi weekend aku selalu membawa pulang laptop kantor. Aku ingat yang aku berikan adalah kartu namaku sehingga aku harus menjawabnya dengan memakai alamat email kantor. Jadi, suatu kebetulan sekali aku sedang membawa laptop kantorku. Aku akhirnya menemukan jawaban rangkaian kalimatnya. Yang jika aku artikan kira-kira berbunyi sebagai berikut:

Yth. Mr. Steve,

Aku mengharapkan anda dalam keadaan baik. Setelah aku berdiskusi dengan istriku, maka aku simpulkan sebagai berikut:
  1. Karena hartaku merupakan harta keluarga termasuk anak dan istriku, maka pemakaiannya untuk investasi harus dibicarakan bersama keluarga, paling tidak dengan istriku. 
  2. Dari titik 1 di atas, istriku tidak menyetujuinya, dimana akupun harus menghormati pendapatnya, sehingga aku tidak akan menginvestasikan hartaku saat ini baik jangka panjang ataupun pendek melalui perusahaanmu. 
  3. Sebagaimana investasi memiliki resiko kerugian baik dibidang materi atau waktu, maka aku tidak bisa merekomendasikan kepada siapapu tentang investasi yang kamu tawarkan, aku tidak ingin memiliki keterikatan psikologi karenanya terhadap siapa saja yang aku perkenalkan. 
Demikian yang bisa aku sampaikan dan terimakasih atas perkenalan sitem investasi baru kepadaku, serta mohon maaf dengan kesimpulanku itu.

Setelah aku tulis salam hormat, lalu aku kirim emailku sesuai dengan email di kartu nama yang ia berikan kepadaku. Sampai seminggu lamanya aku tidak mendapatkan jawaban darinya. Aku anggap dia sudah tidak akan menghiraukan aku lagi, karena aku tidak seperti apa yang pernah dia harapkan, seseorang yang memiliki harta untuk diinvestasikan melaluinya.

END

No comments: