Khotbah Pertama
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.
Marilah kita senantiasa berupaya meningkatkan rasa syukur kita kepada Allah SWT dengan senantiasa istiqamah dalam takwa, dalam melaksanakan segala perintah Allah dan sunnah-sunah Nabi-Nya, menjauhi segala larangan-Nya dan tidak berbuat maksiat dan durhaka kepada-Nya. Dan marilah kita selalu tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan sebaik-baik takwa.
Jama’ah Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Sebuah peringatan peristiwa besar sedang menghampiri kita, dengan berbagai kejadian dan makna-maknanya yang agung. Peristiwa yang mengandung banyak pesan dan nilai yang luhur.
Peristiwa apakah itu?
Sesungguhnya peristiwa itu adalah peristiwa perjalanan Isra' dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW, sebuah perjalanan kebenaran dan keimanan. Allah SWT mengabadikannya dalam surat An-Najm, di mana Allah SWT bersumpah atas kejujuran Nabi-Nya.
“Demi bintang ketika terbenam kawanmu (Nabi Muhammad) tidak sesat, tidak keliru, dan tidak pula berucap (tentang Al-Qur’an dan penjelasannya) berdasarkan hawa nafsu(-nya) Ia (Al-Qur’an itu) tidak lain, kecuali wahyu yang disampaikan (kepadanya).” (QS. An Najm : 1-4)
Tidaklah Nabi Muhammad SAW mengucapkan sesuatu karena hawa nafsunya, akan tetapi ia menyampaikan apa yang diperintahkan kepadanya, dan ia menyampaikan risalah kepada manusia dengan sempurna, tanpa ditambah dan dikurangi sedikit pun.
“Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.” (QS. An Najm : 11)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.
Dalam peristiwa itu, dikisahkan bahwa malaikat Jibril AS, sang pembawa wahyu datang untuk menemani ciptaan Allah SWT yang paling mulia, Nabi Muhammad SAW untuk diperjalankan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsho, kemudian menuju ke langit-langit yang tinggi untuk menemui Tuhannya. Lalu suatu keajaiban yang sangat luar biasa terjadi, di mana akal pikiran tidak mampu memahami dan menyadari kebenarannya.
Ketika dalam perjalanan Mi’raj, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan saudara-saudaranya. Beliau SAW bertemu bapaknya umat manusia, Adam AS di langit, lalu Nabi SAW mendatanginya dan memberinya salam. Kemudian Jibril AS membawa Nabi Muhammad SAW ke langit satu demi satu, lalu mereka berdua bertemu dengan Nabi Yusuf AS, Nabi Isa AS, Nabi Yahya AS, Nabi Idris AS, Nabi Harun MAS, dan Nabi Musa AS, serta Nabi Ibrahim ‘Alaihimussalam. Setelah itu, beliau SAW naik hingga mencapai suatu tempat yang belum pernah ada makhluk yang menginjakkan kakinya sebelum atau sesudahnya yaitu di Sidratul Muntaha, di mana tempat tersebut terdapat pohon yang sangat besar dan di dekatnya ada Surga Ma’wa, dan di situlah pengetahuan makhluk tentangnya (Sidratul Muntaha) berakhir dan tiada satupun di antara makhluk Allah SWT yang mampu menggambarkan keindahannya.
Nabi Muhammad SAW telah sampai ke tempat tertinggi, hingga ia mendekati Tuhannya Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia. Lalu apa yang telah diwahyukan kepadanya? Sungguh yang telah diwahyukan kepadanya di tempat itu adalah shalat, suatu perkara yang agung dan merupakan pondasi agama yang kokoh.
Jama’ah Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Perjalanan tersebut adalah perjalanan kejujuran (kebenaran), yang diartikan oleh orang-orang Arab sebagai kesesuaian berita dengan kenyataan, sebagaimana perjalanan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, lalu mengabarkan kepada kaumnya tentang perjalanan Isra' dan Mi’raj tersebut. Rasulullah SAW bersabda:
“Ketika perjalanan malamku (isra') telah sampai di Mekkah, aku merasa takut dengan keadaanku dan aku tahu bahwa orang-orang akan mengingkariku.” (HR. Ahmad)
Ketika Nabi Muhammad SAW menceritakan perjalanan Isra' dan Mi’raj kepada kaumnya, sebagian dari mereka justru mengingkarinya, meskipun mereka adalah orang-orang yang paling mengetahui kebenarannya dan telah tinggal bersamanya selama lebih dari lima puluh tahun, bahkan mereka telah menjuluki Nabi Muhammad SAW sebagai As Shadiq (orang yang jujur) dan dapat dipercaya. Lalu mereka mengatakan tentang Nabi Muhammad SAW dengan hal-hal yang tidak pantas, padahal beliau SAW adalah pemilik kedudukan yang mulia dan akhlak yang agung. Akan tetapi Allah SWT bersaksi tentang kebenaran Nabi Muhammad SAW:ُ
“….Siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah SWT?” (QS. An Nisa : 87)
Allah Swt berfirman:
“dan dia tidak pula berucap (tentang Al-Qur’an dan penjelasannya) berdasarkan hawa nafsu(-nya).” (QS. An Najm : 3)
Sesungguhnya Rasulullah SAW adalah orang yang jujur dan benar, yang diperintahkan Allah SWT agar menaati perintah-Nya, sebagaimana telah diriwayatkan kebenaran dari-Nya.
“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul (Nabi Muhammad) apabila dia menyerumu pada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu….” (QS. Al Anfal : 24)
Beliau SAW telah bersumpah atas apa yang diucapkannya adalah kebenaran dan keyakinan.
“Demi Dzat Yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada yang keluar ucapanku kecuali kebenaran.” (HR. Ahmad)
Jama’ah Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Sesungguhnya Allah SWT adalah Dzat yang Maha Jujur, yang mengajarkan kita tentang kejujuran dan menjadikan kejujuran sebagai syarat kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah SAW bersabda: ْ
“Jika kalian suka untuk dicintai Allah dan Rasul-Nya, maka tunaikan amanah yang dipercayakan pada kalian, dan jujurlah ketika bicara.” (Shahihul Jami’).
Demikian juga para nabi dan rasul-Nya tak terkecuali Nabi Muhammad SAW adalah orang-orang yang jujur, sebagaimana yang dikatakan para sahabat yang melihatnya, seperti Abdullah bin Salam RA berkata:
“Ketika aku melihat wajahnya, aku tahu bahwa wajahnya bukanlah wajah seorang pembohong.”
Nabi Muhammad SAW adalah orang yang diutus Allah SWTuntuk menyempurnakan para rasul-Nya, dan menjadikan mereka .
“….mereka lisan yang baik lagi mulia.” (QS. Maryam : 50)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.
Ketika orang-orang yang mengingkari Nabi Muhammad SAW berbondong-bondong mendatangi Abu Bakar Ash Shiddiq RA dan mereka berkata:
"Apakah kamu memiliki seorang sahabat yang mengaku dibawa dalam perjalanan malam (isra). Lalu Abu Bakar ra menjawab: Apakah dia mengatakan hal itu? Mereka menjawab: Ya. Lalu Abu Bakar membenarkannya sekuat gunung yang kokoh tentang perjalanan malam (isra) Nabi Muhammad SAW: “Andai ia memang mengatakan seperti itu sungguh ia benar. Ya, bahkan aku membenarkannya yang lebih jauh dari itu. Aku percaya tentang wahyu langit yang turun pagi dan petang.” ‘
Ibaadallah.
Allah SWT memuji Abu Bakar Ash Shiddiq atas keyakinannya kepada nabi-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Orang yang membawa kebenaran (Nabi Muhammad) dan yang membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az Zumar : 33)
Jama’ah Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Orang yang datang dengan kebenaran adalah Rasulullah SAW dan orang yang membenarkannya adalah Abu Bakar Ash Shiddiq RA. Begitu pula para sahabat Rasulullah SAW yang lainnya, mereka mempercayai apa yang dikatakan Rasulullah SAW, di antaranya Ibnu Mas’ud RA telah diriwayatkan dari Rasulullah SAW dan berkata:
“Rasulullah saw telah bercerita kepada kami, dan beliau adalah orang yang benar lagi dibenarkan.” (HR. Bukhari)ُ
Maka hendaklah kita percaya terhadap apa saja yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW dan kita mengimani akan hal itu. Hendaklah kita menghormati dan memuliakan Rasulullah SAW, serta mencintai dan mengagungkannya. Hendaklah kita dapat memahami sunnah-sunnahnya dan mengamalkannya, karena mencintai sunnahnya merupakan bagian dari cinta kepadanya. Dan membenarkannya merupakan bagian dari membenarkan risalahnya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.ُ
Mari kita memohon kepada Allah SWT, semoga Allah SWT menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang jujur dan diberikan kemudahan dalam mengamalkan sunnah Rasulullah SAW. Ya Allah SWT, anugerahkanlah kami semua kemudahan untuk patuh kepada-Mu, patuh kepada Rasul-Mu Muhammad SAW dan patuh kepada orang yang Engkau perintahkan untuk kami patuhi. Sebagaimana Firman-Mu:
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu”. (QS. An Nisa ayat 59)
Khotbah Kedua:
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.
Perjalanan Isra' dan Mi’raj memiliki makna tentang kejujuran dan kebenaran. Betapa indahnya sifat kejujuran jika kita mengamalkannya dalam kehidupan. Jiwa kita akan menjadi bersih dan hati kita akan tenteram. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya kejujuran itu menenteramkan.” (HR. At Tirmidzi).
Maka, marilah kita jadikan perjalanan Isra' dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW sebagai muraja’ah bagi kita dalam berkata dan perilaku jujur. Dikisahkan bahwa, ketika Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan Mi’raj-nya, beliau SAW melihat seorang laki-laki dengan keadaan antara tulang rahang, lubang hidung dan matanya robek hingga ke punggung belakangnya. Lalu beliau SAW bertanya tentangnya. Dan dikatakan bahwa:
“Dia adalah laki-laki yang meninggalkan rumahnya dan menyebarkan kebohongan secara luas.” (HR. Bukhari) ‘
Ibaadallah.
Banyak berbohong itu akan membuat pelakunya menyesal dan kebohongan itu akan membuka pintu desas-desus yang menyebabkan berbagai masalah bagi pelakunya. Maka hendaklah kita berkata jujur, karena kejujuran akan membawa keberuntungan. Allah SWT telah menyebut laki-laki dan perempuan yang jujur, lalu menjanjikan surga bagi mereka:
“…. untuk mereka Allah telah menyiapkan ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab : 35)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.ُ
Demikian khotbah singkat yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi diri kami dan jama’ah sekalian. Semoga kita tetap di dalam golongan hamba-hamba Allah yang sholeh.