Monday, May 12, 2025

Khotbah Jum'at: SIKAP DIAM; SEBUAH BENTUK KELUHURAN & KEBIJAKSANAAN

Khutbah Pertama

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah. 

Marilah kita senantiasa berupaya meningkatkan rasa syukur kita kepada Allah dengan senantiasa istiqamah dalam takwa, dalam melaksanakan segala perintah Allah dan sunnah-sunah Nabi-Nya, menjauhi segala larangan-Nya dan tidak berbuat maksiat dan durhaka kepada-Nya dan marilah kita selalu tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt dengan sebaik-baik takwa. 

Jama’ah Kaum Muslimin Rahimakumullah. 

Diam adalah sifat yang terpuji dan perbuatan yang tepat. Allah menjadikannya sebagai hikmah bagi orang yang akalnya bijak, sebagai benteng bagi orang yang ilmunya banyak, dan sebagai keamanan bagi orang yang imannya kuat. Itulah diam, mahkota para bijak, ciri khas orang-orang berakal, kebiasaan orang-orang kuat, dan petunjuk para nabi. Sebagaimana disebutkan: "Nabi Muhammad SAW sering berdiam diri". Dan Nabi Muhammad SAW menjadikan diam pada tempatnya sebagai salah satu tanda keimanan. Beliau bersabda: 

"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam." (HR. Bukhori Muslim) 

Diam adalah inti dari wasiat para ulama dan orang-orang bijak. Abu Darda’ Radhiyallahu 'anhu berkata, “Belajarlah diam sebagaimana kalian belajar berbicara.” Dan dikatakan, “Para ahli hikmah sepakat bahwa inti kebijaksanaan adalah diam.”

Maka seorang mukmin yang cerdas mengetahui kapan harus diam dan kapan harus berbicara. Diam itu menajdi sebuah sikap yang terpuji, jika tidak ada manfaat yang jelas, maslahat yang nyata, atau kebaikan yang tampak dalam berbicara. Namun, diam menjadi tercela jika tidak dalam kondisi seperti itu. Allah SWT berfirman: َّ

"Tidak ada kebaikan pada banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali (pada pembicaraan rahasia) orang yang menyuruh bersedekah, (berbuat) kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia." (QS. An-Nisa:114) 

Ketika Rasulullah SAW ditanya tentang pintu-pintu kebaikan, beliau menyebutkan beberapa di antaranya. Kemudian beliau bersabda:

Dan yang lebih baik dari itu adalah diam kecuali untuk kebaikan.” (Al-Mustadrok Ala Assohihain, Juz 4:319) 

Betapa sering manusia menyesal atas ucapannya, dan betapa jarang ia menyesal atas diamnya! Sebab diam adalah perhiasan bagi orang yang berilmu, dan menjadi penutup bagi orang yang tidak tahu. Dalam momen perenungan, diam adalah ibadah dan bentuk kedekatan kepada Allah SWT. Dalam perdebatan yang sia-sia, diam adalah kekuatan dan keteguhan. Di hadapan orang-orang besar, diam mencerminkan wibawa dan kehormatan. Di depan kedua orang tua, diam adalah bentuk bakti dan kasih sayang. Dalam perselisihan antara suami istri, diam adalah pelindung dari perpecahan dan pertengkaran. Dalam hubungan keluarga lainnya, diam menjaga kehangatan dan cinta kasih. Tidakkah kalian mendengar firman Allah Ta'ala:

"Maka Yusuf menyembunyikan (kekesalan) dalam hatinya dan tidak menampakkannya kepada mereka." (QS. Yusuf:77)

Yusuf tidak menampakkan apa yang ada dalam hatinya berupa rasa sakit dan teguran, demi menjaga ikatan persaudaraan. Dan itulah hakikat kebijaksanaan. Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah. Sesungguhnya seorang mukmin yang bijak, ketika dihadapkan pada keburukan atau kejahatan, ia mampu mengendalikan dirinya dan menjaga lisannya, sebagaimana firman Allah SWT tentang hamba-hamba-Nya yang beriman dan beruntung:

Dan orang-orang yang meninggalkan (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna.” (QS. Al-Mu’minun: 3) 

Diam bukanlah kelemahan atau kekalahan, melainkan sebuah keluhuran dan keutamaan. Diam adalah bukti kekuatan, simbol kewibawaan, sikap menjauhi kebatilan, dan menjaga diri dari kehinaan. Itu adalah sikap yang mengangkat derajat di atas sekadar kata-kata dan berpegang teguh pada akhlak orang-orang beriman. Nabi Muhammad SAW bersabda: 

Seorang mukmin bukanlah orang yang suka mencela, melaknat, berkata keji, atau berbicara kotor.” (HR. Bukhori & Tirmidzi) 

Seorang mukmin memilih diamnya sebagaimana ia memilih kata-katanya, dengan memperhatikan prinsip-prinsip agamanya, nilai-nilai masyarakatnya, dan kepentingan negaranya. Dalam setiap perkataan, tulisan, dan tanggapannya, ia mempertimbangkan apa yang dapat meninggikan derajat negerinya, dan ia diam dari segala yang dapat merusak reputasinya. Sebab tidak setiap perkataan pantas untuk dijawab, dan tidak setiap situasi membutuhkan tanggapan. Semoga Allah SWT menganugerahkan kepada kita kemudahan untuk patuh kepada-Nya, patuh kepada Rasul-Nya Muhammad dan patuh kepada orang yang Allah perintahkan untuk kita patuhi. Sebagaimana Firman-Nya:

Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu”. (QS. An Nisa : 59)

Khutbah Kedua

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah. 

Sesungguhnya diam adalah jalan keselamatan. Ada yang bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah keselamatan itu?" Beliau SAW menjawab: "Jagalah lisanmu."  Dengan diam, seseorang meraih rahmat Allah SWT, sebagai jawaban atas doa Rasulullah SAW yang bersabda: "Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berbicara lalu mendapat manfaat, atau diam lalu selamat." Diam adalah kunci keselamatan, pangkal cinta kasih, dan penutup pintu fitnah. Betapa banyak diam yang memadamkan percikan perselisihan, dan betapa banyak kata yang menyalakan api pertikaian. Jika gelombang amarah memuncak, maka berlabuhlah pada pantai keheningan. Jadikan diam sebagai prinsip bagi dirimu, metode dalam keluargamu, pekerjaanmu, jual belimu, dan aktivitas harianmu. Rasulullah SAW bersabda: 

"Jika salah seorang dari kalian marah, maka hendaklah ia diam."(Kitab Adab Al Mufrod:245) 

Diam adalah jawaban paling kuat yang bisa kamu berikan kepada orang-orang bodoh dan para provokator. Sebagaimana dilantunkan dalam sebuah syair; “Jika orang bodoh berbicara, maka janganlah kau jawab, Karena diam lebih baik daripada menjawabnya.” Bagaimana tidak? Ada seorang lelaki yang mencaci Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu, sementara ia diam, dan Nabi SAW duduk bersamanya. Namun, ketika Abu Bakar membalasnya, Nabi SAW bangkit dari majelis tersebut. Abu Bakar pun bertanya, "Wahai Rasulullah, ia mencaciku sementara engkau duduk, tetapi ketika akumembalasnya, engkau berdiri!" Rasulullah SAW kemudian menjawab, "Sesungguhnya ada malaikat yang membalas untukmu dengan mengatakan: ‘Kamu berdusta.’ Tetapi ketika engkau berbicara, setan datang, maka aku tidak suka untuk tetap duduk."  

Doa-doa untuk Nabi SAW, para sahabatnya, tabi'in dan para muslim, pimpinan neara dan negara.

Medio Solo: 09/05/2025

No comments: