Tuesday, February 07, 2012

28.1-Ke Dubai Main Tennis

BlackBerry (BB)ku berdering lagi, mengagetkan aku. Di pagi seperti ini aku harus terhenyak dari nyenyak tidurku. Mata terasa seperti ada lem karet ingin kembali menutup kembali walau deringan BBku tadi mengingatkan aku untuk bangun pagi. Aku tau bahwa hari ini aku akan ada pertandingan persahabatan tennis dengan rekan-rekan tennis Indonesia di Dubai, ini yang membuat pikiranku mengajak mataku untuk membelalak agar berbinar sebinar-binarnya.

Persiapan ke Dubai untuk melakukan pertandingan tennis persahabatan dengan rekan Indonesia di Dubai sudah aku lakukan sebelum aku tidur tadi malam.

Corn flake dengan wedang susu coklat sudah aku buat. Sarapanku yang biasa aku makan aku rasa cukup unntuk mengumpulkan tenaga di pagi hari. Aku hanya berpikir; lebih baik mutu daripada rasa. Tidak  terasa jam dinding sudah memanggilku untuk segera beranjak dari meja makan. Sehabis ku santap sarapanku lalu menuju masuk kamar mandi untuk persiapan sholat Subuh. Air masih terasa dingin sekali walaupun keluarnya tidak cukup lancar dari mulut kran. Aku khawatir pasta gigi yang tertinggal dalam tabungnya sudah tidak ada lagi. Kulitnya sudah saling menempel tapi beruntung ketika aku pencet di bagian lehernya masih keluar pasta biru putih yang secepatnya langsung aku sentuhkan pada sikat gigiku. Aku cepat-cepat membersihkan gigi dan muka, karena aku harus berwudhu juga.

Suhu di luar rumah pastinya masih cukup sejuk di Akhir Januari ini. Nampaknya musim dingin masih belum ingin beranjak. Aku sengaja tidak sholat di Masjid karena jarak dari rumah ke Masjid terdekat lebih dari dua kilometeran, kecuali sholat Jum'at saja. Setelah selesai sholat aku telepon Natur. Natur adalah sebutan kepada penjaga apartment di Abu Dhabi, natur untuk apartentku bernama Abdurrahim asli dari Bangladesh. Suaranya terdengar baru terbangun dari tidur, ia terdengar memaksa bersuara untuk menjawab teleponku dan akan datang setelah aku jelaskan kalau air dari kran-kran di villa nomor 3 tidak keluar.

Aku turun kebawah ke tempat skaklar listrik pompa air berada, skaklar dalam keadaan menyala. Aku coba matikan dan hidupkan lagi, pompa air tetap saja tidak melakukan aksi. Aku tinggal saja pompa tidak jalan itu kembali menuju ke dalam flat untuk menelepon natur kembali. Ternyata menurut peraturan setempat, mematikan dan menghidupkan listrik fasilitas umum bukan pekerjaan orang sembarangan, harus petugas yang diberi wewenang yang dapat mengoperasikannya. Ini mungkin untuk menghindari terjadinya yang tidak diinginkan, karena yang mengetahui apakah aliran listrik sedang ada masalah atau tidak adalah si operator. Karena apabila masih dalam perbaikan menghidupkan listrik bisa berakibat fatal. Ini berarti, di pagi buta aku sudah melaakukan kesalahan yang tanpa aku ketahui, untungnya tidak terjadi apaapa.

Sesampai di kamar rupanya dalam BBku telah menerima pesan dari rekan tennisku yang kemarin janjian untuk menjemputku berangkat bersama ke Dubai, menjelaskan kalau ia sedang berangkat keluar dari rumahnya. Kemarin ketika bemain tennis di Zayed Sport City aku meminta dia menghampiriku untuk pergi bersama ke Dubai karena mobilku siang nanti akan dipakai oleh istri mengantar putraku untuk kegiatan sekolahnya.

Istriku sudah bangun tapi putraku masih lelap tidur,.  Putraku biasa tidur terlambat apalagi di malam libur sekolah. Satu-satunya sepatu tennisku sudah siap di pojok tepat di dalam rak sepatu belakang pintu masuk flatku. Pesan rekanku tadi membuat aku sedikit tergesa turun ke lantai dasar untuk menuju ke tempat aku janjian dengan dia kemarin karena jarak tempuh berjalan kaki sekitar lima menitan, sedangjan jarak perjalanan dari rumah temanku di daerah Musafah Residential Area ke tempat janjian sekitar tigapuluh menitan. Cuaca pagi ini nampaknya cukup dingin, dan gelap tertutup kabut pagi akhir bulan Januari. Lampu-lampu dari rumah orang terlihat remang-remang bersembunyi di balik bayangan kabut putih. Dari rumah sampai ke jalan besar memang tidak ada lampu penerangan jalan kecuali lampu-lampu dari pagar-pagar rumah sepanjang jalan. Pagi ini seperti tak ada gerakan kehidupan sama sekali, bathinku sempat khawatir dari adanya anjing liar yang biasa melalui daerah rumahku walaupun bisa dikatakan jarang. Aku jalan lebih cepat saja untuk mengusir kekhawatiranku dan langsung menuju ke tempat yang aku janjikan sesuai dengan koordinat GPS yang aku kirim kemarin.

Jarak pandangku tidak cukup  awas untuk melihat lampu mobil yang melintas di jalan karena kabut cukup tebal juga. Wajah seperti diterpa titik-titik embun dingin karena tebalnya kabut. Aku hanya bisa menunggu sebelum mobil rekanku datang. Dari gerakan mobil yang cukup pelan aku yakin itu adalah mobil temanku. Aku semakin yakin karena mobil bergerak semakin pelan-pelan ke arahku.

Mobil hijau muda nampak jadi berwarna abu-abu saja, ini karena pengaruh tebalnya kabut menghalangi sinar lampu merkuri jalanan untuk memperjelas warna mobil. Rupanya rekanku membawa keluarganya, ia pergi bersama anggota keluarganya. Kursi penumpang depan sudah dalam keadaan kosong ketika sampai di tempat aku dijemput. Kaca samping penumpang depan membuka sendiri seketika aku ucapkan salam menyambut temanku yang menjemput aku. Lalu aku dipersilahkan untuk duduk di kursi depan.

Jalan menuju Dubai dipenuhi kabut, jarak pandang ke depan umumnya tidak lebih dari tigapuluhan meter, lebih dari jarak itu hanya terlihat putih dan bintik merah dari lampu belakang mobil yang sedang berjalan searah di depan mobil yang aku tumpangi. Aku merasa seperti ada yang tidak beres.  Seisi mobil merasa tegang, mungkin karena tebalnya kabut khawatir atau takut terjadi yang bukan-bukan. Terkadang ada juga kendaraan melaju dengan kecepatan cukup kencang. Aku bergumam dalam hati; sopirnya mungkin mempunyai nyawa cadangan.

Semakin jauh meninggalkan rumah kabut terasa semakin tebal saja. Mobil terpaksa harus berhenti dulu setelah hampir duapuluhan menit melaju untuk dibersihkan kaca depannya. Pemandangan terhalang, bahkan sisi kiri-kanan tak kelihatan samasekali kecuali  warna putih kabut pagi. Ini karena kaca sisi tidak dapat dibersihkan, lain halnya kaca depan dan belakang yang memiliki karet sapuan untuk membersihkan air akibat kabut. Rasa perjalanan menjadi menegangkan dan membosankan. Demikian keadaan sepanjang jalan dari Khalifa City menuju Dubai. Aku tidak menengok ke kursi belakang tempat istri dan anak-anak temanku duduk. Yang jelas istrnya selalu ikut berbicara.

Mobil tidak beranjak dari jalur nomer dua. Hanya sesekali pindah jalur untuk menghindari kendaraan yang akan disalip karena bergerak pelan biasanya bis Coaster. Diatas pukul 8 pagi seharusnya sudah terang benderang, sinar matahari sudah bisa dinikmati, tetapi matahari pagi belum juga menampakkan sinarnya, ia terhalang oleh tebalnya kabut pagi.  Kabut sepertinya tidak bergerak, mungkin karena sedang tidak ada angin.  Kami bertiga seolah terus membelalakkan mata sampai di pinggiran Kota Dubai.

Sampai di Dubai sungguh berlainan. Jalan-jalan kota Dubai cukup terang, sinar matahari memancar dari berbagai sela kabut membentur gedung-gedung pencakar langit di sebelah jalan yang dilalui. Aku khabarkan pada kawan yang masih ada dibelakang, kalau di sini,  Dubai Kota sangat terang, sedangkan mereka masih mengeluh tentang pandangan mereka yang masih terhalang.

Tiba di Mugarabat Street menjelang pukul 9 pagi, mobil diparkir di lantai 2 gedung Mall beratap lapangan tennis rencana tempat bermain nanti. Satu rekanku yang lain sudah sampai duluan,  ahli komputer yang bekerja di perusahaan kontraktor pendukung perusahaan telekomunikasi di Abu Dhabi  ini datang bersama istrinya. Mungkin sehabis sholat subuh dia langsung tancap gas menuju Dubai.

Dari pesan yang beredar, ketika masuk lift,  pencet saja angka 8, setelah keluar akan langsung melihat lapangan tennis. Lapangan tennis berada di lantai 8 gedung Mall, merupakan lantai atap gedung yang paling atas. Ada 7 lapangan tennis di sana. Semuanya dikurung dengan pagar anyaman kawat warna hijau pada umumnya. Penataan lapangan membentuk U di tengah-tengah jalan untuk lorong diantara lapangan tennis kanan dan kiri. Lapangan yang terakhir ada  di tengah melintang sendiri.

Pertandingan dimulai dengan acara foto-fotoan. Pasangan kawan dari grupku adalah; Zaki-Dadang, Mokhtar-Juliawan, Aku-Dike, Hari-Budhi, Zaki-Mokhtar dan Rosma-Dadang. Pertandingan berjalan dengan suasana tenang, setenang pagi yang masih terasa dingin di atas gedung Mall ini. Walaupun akhirnya pertandingan dimenangkan oleh tim lawan denga skor yang cukup mengagumkan buat lawan, 5x1. Hanya pasangan Rosma-Dadang yang dapat menang, walaupun begitu semua kawan tetap senang.

Sepeti biasa apabila masyarakat Indonesia berkumpul di rantau, makan dan minum cukup berlimpah. Sambil bertanding tidak lupa untuk menikmati aneka makanan yang dibawa oleh rekan-rekan tennis yang lain. Aku sendiri tidak membawa apa-apa keculi bekal minum untuk aku sendiri. Karena di timku sudah ada yang mengkoordinasi untuk  urusan konsumsi ini.  Awalnya aku dijadwalkan main 2 kali, di mana Rosma-Danang seharusnya aku dan Rosma, tetapi karena menurut kawan aku sudah kecapekan, maka aku diganti saja oleh Pak Dadang. Aku pikir ini merupakan suatu keberuntungan bagi tim dari pihakku, karena akhirnya mereka menjadi satu-satunya pasangan yang dapat menang. Seluruh pertandingan berjalan dengan lancar dan menyenangkan walaupun terkadang tegang karena cemas tidak kunjung menang. Mungkin karena ini adalah pertandingan persahabatan.

Nasi bungkus untuk makan siang sudah datang, pertandingan masih belum terselasaikan juga. Tim lawan sudah mempersilahkan bagi yang ingin makan siang duluan. Aku pilih nanti sekalian ketika pertandingan terselesaikan. Nasi putih dicampur daging berbumbu rendang, telor rebus dibuburi sambal tomat, sayur ketimun dan wortel diacar, dan tambah sambal hijau ala Padang. Ini adalah menu makan siang yang sangat spesial. Ternyata benar, rasanya enak sekali, tidak salah kalau rasa terimakasihku untuk rekan-rekan Dubai yang telah mempersiapkan menu makan siang ini aku tambah. Walaupun satu porsi nasi bungkus jatahku sudah habis dimakan, tapi perut masih terasa kurang.Namun sebagai tamu aku harus tau diri, habis jatah, ya sudah.

Mandi dulu sebelum keluar Mall untuk pulang. Pintu kamar mandi dari kaca menerawang, membuat aku ragu untuk mandi telanjang bulat. Akhirnya pakaian dalam yang aku pakai tennis terpaksa aku pakai untuk mandi.

Aku dan semua rekanku mampir ke Food Court lantai 2 Mall. Ini karena masih ada yang harus dirundingkan dengan Tim Dubai, terutama mengenai biaya pertandingan yang harus dipikul bersama, ini sesuai kesepakatan sebelum bertanding, kecuali biaya konsumsi yang ditanggung pihak tuan rumah. Tidak memakan waktu lama semua dapat diselesaikan, aku dan rekan-rekan yang lain sudah mempersiapkannya. Lalu semua keluar, aku dan salah seorang teman yang asli dari Pulau Lombok diantar ke Stasiun Bis untuk pulang ke Abu Dhabi. Habis main tennis terus makan, lalu mandi, suasana pasti akan mengantuk. Dan ini yang terjadi ketika beberapa menit berada di dalam mobil rekan Dubai yang searah pulang menuju Stasiun Bis antar kota.

Di dalam bis teleponku selalu berdering dari seorang perwira dari Gugus Penjaga  Fasilitas Vital Abu Dhabi, pelanggan perusahaanku yang aku kenal, ada kapal-kapal yang sedang ingin mendapatkan pertolongan karena peralatannya mendapatkan kerusakan. Kapal-kapal yang mengalami gangguan kerusakan itu semuanyaa berada di Pangkalan AL Jabal Ali. Salah satu kapal jenis pemburu berkecepatan sampai 65 knot rusak baling-baling karet dari pompa generatornya, sedangkan kapal  cepat lainnya  rusak dari lampu navigasi dan radio VHF-nya, serta ada minyak diesel membanjiri di atas lantai rumah-geladak karena keluar dari bagian belakang.

Dari pelanggan yang aku tangani  aku memang harus siap standby walaupun di hari libur kerja.  Maklum kapal-kapal tidak pernah libur untuk menjaga fasilitas vital negara di tengah lautan. Ini adalah hari Sabtu, mungkin nanti akan susah untuk mendapatkan barang suku cadang untuk kapal. Aku hubungi Seorang keturunan  Amerika Serikat, seorang Superintenden Bagian Composite Perusahaan tempat aku bekerja atas suruhan atasanku berdarah Amerika Serikat. Superintenden itu menganjurkan aku untuk mengambil suku cadang dari kapal kembarannya yang sedang mengapung di dermaga perairan Perusahaan. Aku meminta lelaki koordinator administrasiku yang berasal dari Sri Langka untuk mempersiapkan teknisi agar suku cadang yang aku perlukan di kapal yang sedang berada di dermaga perusahaan diambil. Aku hubungi anak buahku, seorang mekanik perusahaan keturunan Pilipina yang tinggal di Pangkalan AL Jabal Ali, agar segera membuka balingbaling atau impeller pompa generator kapal yang terganggu, dan memeriksa minyak diesel bocor di kapal lainnya.

Selama di dalam perjalanan dari Dubai ke Abu Dhabi aku hanya teringat pada pekerjaanku yang sedang aku tangani. Mengkoordinasi pekerjaan mendadak memang sudah biasa aku tangani. Selain suku cadang yang harus aku kirim, aku juga harus mengirim tukang listrik juga karena generator biasanya ditangani oleh mekanik dan tukang listrik. Sampai di rumahpun aku masih tetap fokus pada pekerjaan yang sedang aku tangani. Semua keperluan sudah aku persiapkan,. Suku cadang dan tukang listrik berdarah Pilipina sudah siap meluncur ke tempat di mana kapal sedang mengalami gangguan. Aku sekarang tinggal menunggu laporan apabila masih ada yang kurang beres terhadap apa yang sudah aku persiapkan.

Ternyata semua pekerjaan berjalan lancar, mereka dapat diselesaikan pada pukul 22. Semua itu terutama atas usaha anak buahku Romel seorang mekanik yang tinggal di Pangkalan  dan seorang tukang listrik, Subah yang aku kirim dari Abu Dhabi. Akhir cerita dari pekerjaan yang sedang aku tangani aku laporkan pada Perwira yang menelponku tadi siang dan juga kepada atasanku. Ucapan terimakasiih dari keduanya aku terima.

END.
Abu Dhabi,
Medeo, Awal Februari 2012.

No comments: