Monday, April 21, 2025

GARAM DI LAUT ASAM DI GUNUNG - Pendahuluan

 Pendahuluan

Suatu pengalaman yang tidak pernah aku lupakan, ini terjadi setelah sekian lama perkawinan berlangsung dengan istriku. Dia sering berkumpul  dengan teman-temannya sesama ibu-ibu di Abu Dhabi. Suatu waktu dia berkata begini: “bapak-bapak itu  ternyata sama saja, ibu-ibunya sudah melarang anaknya membeli sesuatu yang ia minta dan alasannya sudah diberitau, ee ketika si anak merengek kepada bapaknya, malah dituruti. Apa nggak kesel kita?”. 

Dari obrolan ini ternyata ada sesuatu yang nampaknya bisa menjawab suatu pertanyaan dan dugaan jawaban yang selalu aku angan-angankan, ternyata perbedaan antara lelaki dan perempuan itu memang ada, bukan saja tentang perbedaan jenis kelamin saja, tetapi masih banyak lagi, dan kita harus menyadarinya agar bagaimana dengan perbedaan-perbedaan itu dapat hidup bersama secara harmonis. 

Perbedaan itu sepertinya ada semacam yang dapat dikatakan sebagai “model”’ atau “pattern” antara lelaki dan perempuan itu sama,  dan model itu berbeda. Inilah yang mungkin tidak atau belum disadari oleh banyak orang. Ternyata perbedaan antara lelaki dan perempuan itu bukan hanya ada pada perbedaan kelamin saja, akan tetapi ada perbedaan lain berupa perasaan yang dapat melebarkan perbedaan itu menjadi suatu berbedaan pada kehidupan sehari-hari.

Masih ingat pepatah lama yang beredar luas entah dari mana pepatah itu berasal , begini katanya: “Garam di laut, asam di gunung, kalau jodoh akan bertemu di dalam kuali”. Bagi ku, peribahasa itu bukan hanya mengatakan tentang jodoh saja, akan tetapi ia mengatakan bahwa yang berjodoh itu adalah berbeda dan ketika disatukan akan menjadi sesuatu yang menambah kelezatan bahkan lebih enak rasa suatu menu. Jadi, walaupun berbeda, jikalau perbedaan itu dimaklumi oleh masing-masing akan menjadikan suatu yang menakjubkan. Untuk itu, perbedaan itu harus disadari, sehingga tidak akan dapat menjerumuskan siapa saja terhadap kemauannya sendiri, tidak akan menganggap dia yang paling benar. Mereka akan dapat memaklumi dengan perbedaan itu agar keharmonisan hidup bersama antara dua yang berbeda ini dapat berlangsung.

Pada awal-awal perkawinanku, perbedaan itu tidak nampak sama sekali. Entah apa sebabnya, apakah karena kebahagiaan, cinta, atau karena belum mengenal dengan benar antara satu dengan yang lainnya larena sama-sama tidak memiliki pengalaman. Bahkan sampai usia perkawinanku sudah lima tahun ketika anak keduaku, puteraku terlahir rasanya masih biasa-biasa saja, masih belum menyadari bahwa aku dan istriku belum menyadari tentang adanya perbedaan kecuali hanya perbedaan pada jenis kelamin dan bentuk badan saja. Sampai istriku mengatakan kepadaku tentang obrolan dengan teman-temannya itu merupakan ungkapan yang sangat berharga dan membuat aku menyadari untuk mulai berubah agar keluargaku berjalaan harmonis. 

Aku bukannya seratus persen menganggap tidak ada perbedaan antara lelaki dan perempuan selain kelamin dan penampakan mereka, secara umum aku tau bahwa wanita lebih halus perasaannya, lebih detail dalam mengungkapkan sesuatu, lebih teliti dan tidak mudah lupa terhadap sesuatu yang pernah terjadi, dan aku sudah berusaha berkompromi dengan semua itu. Bukan, akan tetapi mungkin masih banyak perbedaan yang mungkin belum aku temukan.Walaupun kekomplekan keberlangsungan berkeluarga bukan hanya menyadari tentang perbedaan saja, akan tetapi bila tidak menyadari tentang perbedaan-perbedaan itu akan mengakibatkan saling mempertahankan ego masing-masing dan itu dapat berakibat fatal terhadap suatu keharmonisan bahkan dapat merusak dan memecahkan keutuhan suatu keluarga.

Di dalam tulisan ini, aku mencoba untuk mencari beberapa buku referensi yang mungkin sesuai dengan pengalamanku, sehingga perlu aku tulis untuk berbagi dengan siapa saja, wanita/perempuan, laki-laki/pria, anak-anak, orang dewasa bahkan yang sudah berusia lanjut sekalipun.

No comments: