Pendahuluan
Terkadang tanpa sadar seorang ibu menasehati anaknya yang sedang melakukan kesalahan dengan mengatakan; "Jangan berbuat begitu!!, nanti ayahmu marah, lho". Atau seorang kakak yang sedang menasehati adiknya yang sedang melakukan tindakan yang dilarang oleh ibunya dengan mengatakan; "Nanti akan aku katakan pada Ibu apa yang telah adik lakukan!!". Pada intinya kedua perkataan itu adalah mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk menghentikan aktivitas yang dianggap melanggar ketentuan dengan membawa kapasitas orang lain yang dihormai atau ditakuti, atau keduanya.
Sama halnya ketika seorang siswa sedang menghisap rokok kemudian ia melihat guru kelasnya sedang berjalan menuju ke arahnya cepat-cepat rokok yang ada ditangannya dibuang agar tidak diketahui oleh gurunya bahwa ia sedang merokok dan sedang melanggar aturan sekolah tentang larangan merokok bagi para siswa.
Atau ada orang yang agamis ketika terlintas di hatinya ingin melakukan perbuatan dosa yang dapat merugikan orang lain lalu teringat bahwa yang akan dikerjakannya itu adalah dilarang oleh agama yang sedang dianutnya.
Anak
Banyak orang yang tidak memahami tentang kapan seseorang masih layak disebut anak. Menurut definisi secara umum anak adalah ketika ia berusia dibawah 18 tahun. Ada yang mendefinisikan bahwa yang disebut anak ketika ia belum dapat menggunakan akalnya secara logis, ini umumnya ketika seorang anak masih beumur di bawah 9 tahun. Ada yang menyebutnya ketika usianya masih dibawah 16 tahun, bahkan ada yang menyebutnya jika seseorang berusia dibawah 7 tahun, dan lain sebagainya.
Untuk itu marilah kita bersama-sama mencoba mencari tentang definisi anak, sehingga nantinya menghasilkan suatu definisi yang bisa diterima oleh akal. Sehingga kita tidak akan lagi menjadi bingung ketika terkadang banyak dari kita melihat seorang yang disangka seorang anak mempunyai tingkah laku seperti orang dewasa, atau sebaliknya, orang yang sudah dewasa mempunyai tingkah laku seperti seorang anak.
Aku jadi teringat ketika putriku masih berusia 8 tahun dan sedang aku antar dia ke tempat kursus piano. Karena tempat ia kursus piano jaraknya agak jauh sekitar lima kilometeran untuk membiarkannya sendirian sangatlah tidak aman karena jalan-jalan yang harus dilaluinya bukanlah hanya jalan lurus saja, tetapi harus melalui banyak penyeberangan jalan utama kota Abu Dhabi. Maka dari itu aku antar dia dengan mengendarai mobil. Di tengah perjalanan mobilku diserempet oleh mobil lain sampai mengeluarkan suara cukup keras yang mengagetkan aku. Lalu kemudian aku hentikan mobilku. Akan tetapi mobil yang menyerempetku tetap saja berjalan tanpa perduli. Hal ini yang membuatku jadi panik dan akhirnya aku memutuskan untuk mengejarnya sampai di mana tak lama kemudian sama-sama berhenti karena ada lampu lalulintas yang sedang menyalakan lampu merahnya, dan mobil yang menyerempet mobilku terpaksa berhenti, demikian juga mobilku.
Aku langsung berhenti dibelakangnya dan menghampirinya, lalu aku menanyakan kepada pengemudinya, mengapa tidak berhenti?. Setelah berargumentasi dan dia tidak ingin untuk berhenti, lalu aku masuk ke dalam mobilnya berusaha untuk mematikan mobilnya, tetapi kuncinya tidak dapat aku cabut, lalu mobil itu dihidupkan lagi dan aku dibawanya ke Kantor Polisi meninggalkan putriku di belakang di dalam mobilku di tengah jalan di depan lampu lalulintas. Pendek kata, aku bersama mobil yang menyerempet mobilku ke Kantor Polisi sedangkan putriku di dalam mobil sendirian.
Setelahnya, aku kembali dari Kantor Polisi dengan taksi, dan aku dapati putriku sudah tidak ada di dalam mobilku, sedangkan mobilku dalam keadaan mesin sudah mati. Ketika aku periksa kuncinya pun tidak ada. Aku pikir tidak mungkin putriku dapat mematikan mesin mobil dan mencabut kuncinya. Ketika aku telepon ke rumah, istriku memberitauku bahwa putiku sudah pulang sendirian dalam keadaan menangis.
Setelah aku ketahui semuanya rupanya ketika dia tau bahwa aku dibawa oleh orang dalam mobil tadi putriku menjadi panik, lalu dia mematikan mesin mobil dan berusaha mencabut kuncinya sampai patah lalu kembali pulang sambil menangis.
Di sini aku lihat bahwa putriku yang masih berumur delapan tahunan dapat bertindak dewasa dengan segera pulang memberitahu ibunya tentang keadaanku, sedangkan aku sebagai ayanhnya bertindak seperti anak kecil dengan meninggalkan ia sendirian di dalam mobil di tengah jalan.
Ada terkadang karena usianya seorang anak yang bertindak dewasa masih diperlakukan sebagai seorang anak. Ada pula seorang anak yang karena umurnya walaupun melakukan kesalahan masih diperlakukan sebagai seorang anak walaupun ukuran tinggi dan besar badannya sudah melebihi orang tuanya. Di sinah menariknya bagaimana mendefinisikan tentang anak. Paling tidak hal-hal berikut ini bisa dipakai sebagai acuan didalam menentukan tentang anak masih kanak-kanak atau sudah dewasa, antara lain;
1. Umur,
2. Tingkah.laku,
3. Besar badan, dan
4. Akal atau pikiran.
Umur
Menurut hukum yang berlaku di Indonesia yang diperlakukan sebagai anak adalah apabila seseorang belum menginjak umur 21 tahun. Ketentuan dalam Pasal 330 Kitab UUH Perdata menyatakan: "Seseorang dianggap sudah dewasa jika sudah berusia 21 tahun atau sudah (pernah) menikah".
Mendidik Anak
Ketika seseorang dilahirkan, akal pikiran mereka dalam keadaan kosong, kemudian setelah mereka berinteraksi dengan lingkungan dan belajar semuanya tentang hidup sampai dewasa mereka yang mempunyai akal dan memakai pikiran sesuai dengan pemgalaman hidupnya. Untuk itulah ada ungkapan yang sesuai untuk ini seperti berikut:
"Seseorang melihat sesuatu bukan sebagaimana sesuatu itu, tetapi sebagaimana ia".
Jadi, dengan ungkapan di atas bisa dilihat bahwa yang paling menentukan tentang keadaan dunia nyata ini bukan dunia itu sendiri, tetapi ditentukan oleh keadaan manusia, dan yang paling berperan dalam hal memandang sesuatu bagi manusia itu adalah perilaku dalam (internal action) ketika melihat apa saja yang ada di hadapannya. Dengan kata lain bagian terdalam yang paling menentukan didalam mengendalikan pandangan adalah pikiran.
Coba anda ingat tentang kawan-kawan anda, siapakan yang paling tidak banyak mengeluh tentang hidup ini, siapakah yang selalu mengatakan bahwa hidup ini adil dan logis, dan cobalah dekati mereka dan tanya bagaimana cara mereka menangani suatu masalah, hanya satu yang ada pada mereka bagaimanapun situasinya ia hanya mempunyai satu kebiasaan, yaitu berpikir.
Cobalah ingat kawan-kawan anda, siapa yang paling banyak mengeluh tentang hidup ini menyatakan bahwa hidup ini tidak adil, selalu mengeluhkan masalah kehidupan, berlaku ceroboh.....dan dekati mereka, hanya satu yang ada pada mereka bagaimanapun situasinya, mereka hanya mempunyai satu kebiasaan, yaitu tidak mau berpikir.
Sekarang bagaimana agar bayi yang terlahir dengan pikiran kosong setelah dewasa dapat terisi pikirannya, sehingga mereka dapat menjadi seorang dewasa yang mempunyai kebiasaan selalu menggunakan pikiran didalam memutuskan sesuatu. Untuk itu penulis melihat bagaimana pentingnya pengalaman seseorang ketika menempuh kehidupannya di bangku kuliah (ini diambil dengan asumsi bahwa ketika kuliah seseorang sudah dianggap dewasa). Ini bukan menyimpulkan bahwa pendidikan lainnya tidak penting tetapi di dalam kuliah seseorang dibiasakan untuk menganalisa sendiri tugas-tugas yang diberikan dengan mengumpulkan data dan fakta yang ada kemudian akal dibantu oleh referensi-referensi yang diperlukan untuk membantu pikiran didalam menyimpulkan sesuatu. Maka tidak perduli tentang jurusan apa seseorang itu kuliah, yang pasti hasil yang akan diperoleh adalah kebiasaan untuk berpikir lebih panjang sebelum memutuskan sesuatu, walaupun ada beberapa orang dengan tanpa mengalami masa kuliah dapat melakukan hal yang sama. Demikian juga ada orang yang mengalami masa kuliah tetapi tetap tidak merubah kebiasaannya dalam memakai pikiran didalam mengambil suatu keputusan, orang-orang demikian adalah orang-orang karena keadaan pengaruh lingkungan yang kuat akan menjadikan mereka tidak seperti pada umumnya.
Ketika Masih Bayi
Anak sampai usia puber masih belum terbiasa menggunakan pikirannya didalam memutuskan sesuatu. Untuk itu terkadang ada orang dewasa yang disebut kekanak-kanakan, sebutan ini bukan karena bentuk fisik dari orang tersebut melainkan karena cara hidup ketika memecahkan masalah tidak dilakukan secara logis karena tidak memikirkannya atau tidak banyak menggunakan pikirannya.
Ketika usia masih dikatakan bayi, anak akan mulai berkenalan dan beradaptasi terhadap lingkungan sekitarnya, hal yang paling penting agar anak menjadi orang yang tumbuh normal, maka selain makanan yang sehat juga diberikan, juga harus diberikan lingkungan yang sehat pula. Peran orang-orang disekitarnya didalam membentuk karakter seseorang dimulai dari rumah ketika seorang masih kecil, yaitu masa awal pengenalan hidup di dunia nyata. Untuk itulah terkadang ditemukan ketika seseorang mencari pasta gigi akan menyebutkan merek dagang yang pertama paling dikenal tanpa penyebutan jenis barangnya, padahal banyak merek dagang lainnya dari jenis barang pasta gigi ini. Ini dikarenakan lingkungan pertama kali yang mereka ketahui pada jenis barang pasta gigi ini adalah dengan nama merek dagang tertentu, sehingga jenis barang pasta gigi disebut sesuai merek pertama yang dikenalnya.
Jika seseorang dibesarkan di lingkungan yang gaduh, sebenarnya orang-orang itu awal perkenalannya pada dunia adalah dengan kegaduhan, maka orang-orang demikian mempunyai kecendrungan akan menjadi orang seperti bagaimana lingkungan ia hidup yang membentuknya.
Seseorang yang biasa hidup di lingkungan yang serba logis, maka ia akan menjadi seseorang yang demikian pula di mana kehidupan ini yang diharapkan. Orang akan dapat keluar dari jeratan kehidupan lingkungan jelek yang telah membentuk mereka apabila mereka dapat memakai pikirannya secara maksimal. Inilah pentingnya pada manusia yaitu menggunakan pikiran untuk memberikan pengalaman dalam hidupnya. Adapun pada anak agar mereka dapat menjadi seorang yang selalu menggunakan pikiran mereka paling tidak mereka harus mendapatkan perhatian dengan dikelompokan berdasarkan usia mereka, antara lain:
1. Usia balita,
2. Usia pra-sekolah, dan
3. Usia sekolah.
Perbedaan Anak Lelaki dan Perempuan
Saya jadi teringat pada anak lelakiku, Tanwin ketika ia berusia kira-kira tiga tahun. Ia suka sekali menonton film kartoon, kebetulan di dalam kamarnya kami memberinya teliviisi sendiri, waktu itu masih umum telivisi tabung, kami membelikannya telivisi kecil ukuran 14 inchi. Kami letakkan telivisinya di atas meja yang tidak kami perlukan, adalah salah satu meja samping dari tempat tidur kami, yaitu meja yang biasanya kami letakkan lampu samping tempat tidur yang dilengkapi dengan satu selorokan dan ruangan atau rak kosong di bawahnya.
Temanku pernah memperingatkan aku sambil berkelakar bahwa, anak lelaki itu bisa sampai memecahkan telivisi dengan palu. Aku tersenyum saja menjawab kelakarnya dia, pengalaman yang berusaha ia ceritakan untuk berbagi pengalamannya itu seolah aku abaikan.
Kembali ke cerita tentang anak lelakiku dengan telivisi dan meja samping tempat tidur di atas. Siang itu merupakan hari Kamis, adalah hari libur kerja kantorku. Ibunya sedang sibuk di dapur dan aku sibuk membersihkan ruang-ruang dan kamar tidur. Putraku seperti biasanya menonton film kartoon apasaja. Sedangkan putriku masih belum pulang dari sekolahnya.
Ketika aku sedang membersihkan ruang tamu tiba-tiba aku mendengar suara barang jatuh ke lantai dari dalam kamar putraku, sebentar sebelum aku sampai melihatnya aku dengar suara tangisan putraku. Ketika aku sampai di depan pintu kamarnya aku lihat meja tempat telivisinya terguling roboh dan kaki dan sebagian badannya berada di dalam selorokan meja yang roboh dalam keadaan miring, sedangkan telivisinya ada di lantai menhadap ke samping tetap dalam keadaan hidup. Secepatnya aku ambil putraku dari dalam selorokan sebelum aku bereskan yang lain semuanya.
Rupanya dia menonton kartoon dalam keadaan membuka selorokan mejanya lalu dia masukkan kakinya terlebih dahulu ke dalam selorokan itu dengan kepala disandarkan pada bibir selorokan sambil tiduran di dalamnya. Karena berat yang tidak seimbang, maka mengakibatkan meja terguling ke depan dan dia terperangkap di dalam selorokan dan kemungkinan telivisinya menjatuhinya pula. Aku sempat membayangkan apabila telivisinya pecah, lalu apa akibat yang akan menimpa putraku.
Kejadian di atas menggambarkan bagaimana anak lelaki memiliki suatu keagresipan didalam dirinya. itu yang tidak aku tangkap dari cerita temanku tadi. Bahwa anak lelaki memiliki kecenderungan melakukan sesuatu yang lebih menantang, aggresip dan menjadi pimpinan apabila dibandingkan dengan anak perempuan. Itu apa yang ditulis oleh psikolog Dr. James Robson dalam bukunya yang berjudul bringing up BOYS.
Masa Balita
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa semua manusia terlahir dalam keadaan akal yang kosong dan secara lambat laun akan terisi karena interaksi dengan lingkungan baik yang ia lihat tanpa sengaja atupun yang disengaja, ataupun pengalaman hidup yang didapat dari pembelajaran oleh orang-orang di sekitarnya serta apa yang diketahui melalui apa yang dipelajari oleh mereka. Selain ukuran kapasitas otak yang memang masih kecil ketika masih bayi, kapasitas otak baik dari segi ukuran dan apa yang ditampung akan semakin berkembang seiring dengan bertambahnya umur, sehingga selain menjaga agar pertumbuhan otak secara fisik dijaga juga pertumbuhan kapasitas melalui apa yang akan diisikan juga harus dijaga.
Menurut buku yang ditulis oleh Dr. James Robson tentang perbedaan komposisi kimia atau hormon otak anak lelaki dan perempuan adalah testosterone, hal ini akan memberikan pengaruh pada sifat masing-masing. Anak lelaki mempunyai kecendrungan dengan hormon testosterone yang lebih besar dibandingkan dengan yang dimiliki perempuan. Untuk itu anak lelaki memiliki sifat lebih ingin menjadi dominan, lebih menyukan hala-hal yang menantang, memimpin, serta cenderung melakukan hal-hal yang berbahaya
Menurut psikolog dari Kanada, Barbara Morrongello tentang perbedaan antara anak lelaki dan perempuan adalah, anak perempuan akan berpikir dua kali jika akan melakukan sesuatu yang akan berakibat melukai dirinya bahkan tidak apabila berpotensi melukainya. Sedangkan anak lelaki akan dipakainya sebagai kesempatan untuk mencobanya kalau ada bahaya. Untuk memberi kesan terhadap teman-temannya (tentu yang paling dituju adalah gadis) terkadang merupakan keuntungan dari bahaya itu.
Perbedaan di atas perlu diketahui terutama oleh mereka yang berkecimpung dalam pendidikan anak-anak terutama orang tua dari seorang anak. Ini sangat penting sekalai didalam melakukan perbaikan suatu perilaku yang dianggap salah. Perilaku itu mungkin saja adala sesuatu yang biasa dan tidak perlu diperbaiki karena itu merupakan bawaan dari masing-masing anak (laki/perempuan).
Peran Orang Tua
Dalam membangun pondasi anak-anak sesungguhnya sebagian terbesar adalah tanggungjawab orang tua. Untuk itu, orang tua jangan sampai lalai di dalam membangun pondasi seorang anak, karena apabila pondasinya lemah, maka bangunan setelahnya akan menjadi berbahaya. Kelalaian orang tua terhadap anak merupakan prilaku yang berbahaya, kebiasaan yang buruk, dan perilaku yang memalukan yang merasuki ke dalam diri individu dan melemahkan semangat. Kelalaian bagi keluarga itu dapat merusak pondasi. Kelalaian yang dimaksud di antaranya adalah kelalaian sebagai orang tua dalam melaksanakan tugas untuk mendidik anak-anaknya, kemalasan dalam memenuhi kewajiban, dan keengganan dalam memikul tanggung jawab serta pelanggaran terhadap janji dan amanah.
Harus diketahui tentang bahaya melalaikan seorang anak. Ingat bahwa anak-anak adalah tanggungjawab bagi kedua orang tua mereka. apabila ia dibiasakan dengan kebaikan dan diajarkan kebaikan, niscaya mereka akan tumbuh bersama orang tua mereka dalam keadaan penuh percaya diri dan bahagia. Dan kedua orang tuanya adalah sahabat bagi mereka dalam keadaan bagaimanapun.
Dan di antara bentuk kelalaian yang paling besar dari orang tua kepada anak-anaknya adalah kelalaian dalam mengajarkan nilai-nilai kebagikan bagi sosial bermasyarakat kepada anak-anaknya, sehingga anak-anak tumbuh menjadi orang-orang yang lalai dalam lingkungan sosialnya, tidak taat dan tidak perduli kepada kebaikan lingkungannya.
Orang tua hendaknya tidak pernah kendor dalam mengajari anak-anaknya. Apabila anak sedang melakukan kesalahan, orang tua hendaknya mendekatinya dan memberikan nasehat dengan lembut terhadapnya. Hendaknya orang tua senantiasa tidak pernah merasa bosan dalam memberikan peringatan terhadap mereka agar selalu tetap mengarahkan terhadap perilaku yang baik dalam masyarakat, serta tidak mengabaikan masa depan mereka.
Dan di antara bentuk kelalaian terhadap anak adalah tidak mendorong mereka untuk menginvestasikan waktu dan memanfaatkan masa-masa terbaik mereka dalam hidupnya. Melewatkan dan meninggalkan mereka selama berjam-jam, serta membiarkannya bermain perangkat elektronik tanpa kontrol atau pengawasan, sehingga komunikasi mereka menjadi lemah, kepribadian mereka berpotensi menjadi tidak baik, interaksi mereka dengan keluarga menjadi berkurang, dan berpotensi terpengaruh oleh konten yang tidak sesuai dengan usia mereka, sehingga hal tersebut menjadikan moral mereka menjadi rusak. Oleh karena itu, mari lindungi anak-anak kita dari bahayanya bermain perangkat elektronik. Bimbing dan awasi mereka dalam penggunaannya. Libatkanlah mereka pada kegiatan yang dapat mengembangkan pikiran dan menumbuhkan tubuh mereka, karena jika kita mengabaikan mereka hari ini, maka akan mengakibatkan kerugian di masa mendatang. Selain itu, di antara melalaikan anak adalah ketika orang tua tidak membimbingnya dalam memilih teman, karena memilih teman adalah keputusan yang hendaknya diambil antara anak dengan keluarganya. Maka hendaklah sebagai orang tua, kita kenali teman-teman anak kita, dan jangan biarkan mereka bergaul dengan teman-teman yang buruk. Teman yang buruk akan mengisi pikiran anak-anak kita dengan informasi palsu dan ide-ide yang merusak yang menuntunnya ke arah penyalahgunaan narkoba, kehancuran, dan penyesalan.
Hendaklah kita sebagai orang tua tidak lalai dalam menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada putra-putri kita. Mari kita didik mereka dengan perilaku yang mulia dalam bermasyarakat. Mari kita didik mereka agar menghormati para pemimpinnya, cinta dan setia kepada negaranya, serta bertanggung jawab atas rumah mereka.
Sesungguhnya salah satu hal yang paling berbahaya bagi kesehatan jiwa putra-putri kita adalah mengabaikan kebutuhan emosional mereka, di mana anak-anak sangat membutuhkan kehadiran orang tua yang membuat mereka merasa dikelilingi dengan kasih sayang dan rasa aman.
Betapa banyak anak yang kehilangan rasa percaya diri mereka, terjerumus dalam lingkaran gangguan psikologis dan masalah sosial, serta mulai mencari perhatian di luar rumah akibat dari kelalaian dan ketidakpedulian orang tua terhadap perasaan dan emosional mereka. Betapa banyak anak yang kehilangan rasa percaya diri mereka karena tidak adanya penghargaan atas prestasi mereka atau perhatian terhadap masalah yang sedang mereka hadapi. Maka untuk menghindari hilangnya percaya diri atas mereka, hendaklah berikan perhatian terhadap anak-anak, berikanlah cinta kita kepada mereka, dan berikanlah sebagian besar waktu kita dan sebagian besar perhatian kita kepada mereka. Hendaklah tidak menyerahkan tanggung jawab penuh dalam mendidik anak kepada orang lain, karena hal tersebut akan melemahkan hubungan anak-anak dengan orang tua mereka, yang menyebabkan mereka memperoleh kebiasaan aneh dan menjadi beban buruk bagi kedua orang tua mereka.
Sebagai orang tua, mari kita menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab, menjadi sahabat dan menjadi teladan bagi mereka, baik dalam kedudukan, kemuliaan, dan tanggung jawab terhadap keluarga dan rumah tangga, serta dalam mengelola harta. Hendaklah kita tidak melalaikan dan mengabaikan mereka. Jangan sampai mereka tumbuh jauh dari nilai-nilai kewibawaannya. Rawatlah mereka agar dapat menjadi penguat dan penopang bagi kita, keluarganya, dan masyarakat sosial mereka.
Hendaklah kita selalu menjadi pendamping dan sahabatnya, berikanlah mereka pelukan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Tanamkan pada mereka nilai-nilai kesederhanaan dan rasa hormat. Ajari mereka perilaku yang baik dan bertanggung jawab. Persiapkanlah mereka menjadi seorang yang peduli dan menjadi seorang yang penyayang.
Dan hendaklah tiada seorangpun warga masyarakat yang melalaikan tanggung jawabnya terhadap anak-anak, karena tanggung jawab tersebut merupakan tanggung jawab bersama yang dipikul oleh orang tuanya di rumah, guru-guru di sekolah, atau tempat di manapun dan masyarakat lainnya yang semuanya bertanggung jawab atas mereka.
Jadi, orang tua bukanlah sebagai sosok yang menakutkan agar mereka sebagai orang tua menjadi panutan anak-anak mereka. Tetapi orang tua adalah sebagai sahabat di dalam memecahkan persoalan seorang anak. Orang tua sebagai pelarian dalam mencurahkan tentang permasalahan yang ditimbulkan ole seorang anak. Untuk itu orang tua agar tetap berlaku lembut terhadap anak-anak mereka. Bukan sebagai penakut atau monster.
END
No comments:
Post a Comment