Thursday, September 12, 2013

PUTRAKU MENJAUH JUGA

"Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar" (QS. Al-anfal, 28).

UMUM

Aku rasa adalah suatu perasaan yang normal merasa gundah ketika anak harus meniggalkan orang tuanya, kemana, apapun dan bagaimanapun anak itu pergi. Bagiku, Ini merupakan perasaan gundah yang kedua yang pernah aku alami karena anakku harus pergi. Mereka harus pergi untuk menuntut ilmu, harus pergi demi masadepan mereka. Harus pergi jauh berjarak duabelas jam perbedaan waktu dari tempat tinggalku di Abu Dhabi ini. Bagaimanapun tumbuh besarnya, bagaimanapun umurnya, sampai saat ini aku merasakan mereka  sebagai anak-anak yang masih lucu-lucu, dan mungkin akan selalu begitu selamanya. 

Akhir-akhir ini aku sering memandangi wajah putraku. Ia kini sudah berumur tujuhbelas tahun. Wajahnya masih terasa seperti lebih muda daripada umurnya, termasuk tingkah lakunya. Tampak selalu kekanak-kanakan saja. Walaupun tingginya sudah duapuluh centimeter lebih tinggi daripada tinggiku. Walaupun gema suaranya melebihi gema suaraku. Ia kini sudah masuk kelas 12, akhir kelas dari seluruh sekolah menengahnya. Kelas yang memiliki beban tersendiri karena harus menghadapi ujian akhir. Kelas yang menuntut belajar yang lebih giat lagi. Walaupun, terkadang sengaja aku membiarkan seharian di hari libur bermain game di play station 3 kesukaannya, satu-satunya hiburan kesukaannya daripada keluar rumah bersama teman-temannya. Terkadang aku merasa tidak percaya bahwa putraku sudah berada di kelas 12, rasanya baru kemaren ia masih selalu didorong duduk di atas dorongan manakala aku ajak jalan-jalan di Abu Dhabi. Tetapi sebentar lagi ia akan disibukkan dengan ujian akhir sekolahnya. Belajar siang di sekolah dan malam di rumah. Juga ia akan disibukkan dalam mencari perguruan tinggi yang sesuai dengan keinginan dirinya. Lalu jika semuanya berjalan lancar, tidak lama setelahnya ia akan menjadi seorang mahasiswa. 

MENJADI MURID IB

Aku jadi teringat putraku ketika masih duduk di kelas 8, ia baru saja pindah sekolah kembali lagi ke Abu Dhabi International School setelah dua tahun berada di Aldhafra School. Ia menjadi anak yang tidak bersemangat  belajar. Ia maunya ingin main game terutama play station. Ia ingin nonton film-film kartoon dan ia ingin disibukkan dengan mainan saja. Ketika belajar di rumah, sebentar kemudian sudah merasa ngantuk, semacam memiliki rasa bosan lalu hilang semangat dan konsentrasinya. Padahal aku dan istriku menginginkan dia menempuh program IB (international Baccalaureate) nantinya. Saya terkadang bertanya tentang keinginanku dan istriku itu, karena di Program IB adalah memiliki program yang berat dan mengharuskan murid belajar berat, suatu program yang menuntut murid untuk mandiri. Untuk memasuki menjadi murid di Program IB saja diharuskan  mengikuti test penyaringan. Apakah dengan kondisi putraku yang demikian akan membantunya untuk menjadi murid kelas Program IB?. Selain daripada itu, sudah tentu ketika menjadi murid di kelas Pragram IB seorang murid harus bekerja keras menghadapi tugas-tugas yang ada. Tetapi aku dan istriku sebagai orang tua tetap saja harus membimbingnya. Membimbing dengan memberikan pengertian, arahan dan apasaja agar putraku kelak mencobanya. Tidak ada rasa kecil hati. Dukungan ku dan istriku sebagai orang tua harus ditunjukkan agar dia bersemangat dan sadar bahwa belajar dengan lebih giat lagi akan menjadikan seseorang menjadi lebih banyak mengetahui tentang mata pelajaran yang sedang dipelajari. Jika diperlukan maka dianjurkan mengikuti kursus di luar jam pelajaran baik di sekolah ataupun di luar sekolah untuk mata pelajaran yang dipandang sulit. Aku melihat putraku sebenarnya bukanlah anak yang sulit untuk menerima dan mencerna setiap mata pelajaran yang diterima, tetapi ia mengalami kesulitan untuk bisa fokus didalam menekuni pelajarannya.

Persiapan lama yang telah dilakukan tetap saja tidak banyak merubah kondisi keinginan belajar putraku. Padahal dia sudah memasuki kelas 10. Kelas IB dimulai dari kelas 11. Tekadku dan istriku sudah bulat untuk memasukkan putraku ke kelas Program IB. Dukungan untuknya tetap tidak berubah apapun kondisinya. Putraku mengikuti saja apa yang telah direncanakan oleh ku dan istriku. Bahan-bahan test untuk masuk IB dicarikan dari bekas bahan test masuk IB putriku dulu. Secara garis besar kemungkinan akan sama saja kecuali soal-aoal yang akan dikeluarkan nanti pasti berbeda, begitu keyakinanku dan istriku. 

Jadwal test masuk program IB sudah diumumkan, itu akan diadakan beberapa minggu sebelum kelas 11 dimulai. Putraku dijaga agar waktu belajarnya teratur didalam mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian akhir kelas 10 dan menghadapi test masuk Program IB. Terkadang acara rutin membaca alqur'an bersama di rumah sehabis shalat Maghrib ditiadakan untuknya jika bahan-bahan dari sekolah yang harus dikerjakan cukup banyak. Hari-hari libur musim panas tidak digunakan untuk liburan sebagaimana biasanya. Selama lebih dari tiga bulan liburan musim panas dipakai sebagai waktu belajar untuk mempersiapkan test masuk IB.

Setelah dinyatakan naik kelas 11 aku dan istriku merasa lega, semacam terbebas dari tekan besar karena kekhawatiran yang berlebihan tidak naik kelas. Nilai rata-rata raportnya tidak bisa dikatakan bagus, tetapi yang penting naik kelas. Mengarahkan untuk belajar persiapan test masuk Program IB semakin bisa aku konsentrasikan. Selama musim panas dipakai sebagai waktu penggemblengan terus menerus untuk belajar. Hanya sesekali terkadang keluar kota atau makan di luar bersama.

Pagi bangun tidur seperti biasanya harus dibangunin. Hari ini, mulai pukul 9 pagi harus melakukan test masuk IB. Test masuk biasanya dilakukan selama 4 jam. Gambaran dari wajah putraku tidak ada rasa khawatir ataupun bersemangat ketika berangkat dari rumah untuk melakukan test masuk Program IB. Hal ini bukan karena ia pasrah ataupun tidak berkeinginan, tetapi nampaknya karena dia memang tidak merasa terbebani, ia nampak datar-datar saja. Padahal aku dan istriku merasa khawatir yang cukup besar, khawatir tidak lolos test dan akhirnya tidak diterima. Aku tau bahwa dia lemah pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Aku dan istriku paham sekali tentang hal ini karena dia tidak banyak membaca. Untuk pelajaran Matematika dan Fisika aku anggap cukup walaupun bukan di atas baik, logikanya aku nilai cukup bagus. Dia sungguh merasa tidak perduli dengan test masuk yang sudah selesai dilakukan. Ketika ditanya setelah selesai test mengenai pekrjaan ketika melakukan test ia menjawab; bisa. .

Hari-hari menunggu pengumuman terasa lama sekali, walaupun tenggang waktu dari test dan pengumuman hasilnya hanya satu minggu saja. Sungguh aku merasa terkejut yang luar biasa ketika istriku menyampaikan bahwa putraku dinyatakan lolos masuk kelas Program IB. Rasa syukur langsung aku ucapkan sambil memandangi istriku. Aku mengucapkan terimakasih pada istriku yang selama ini telah mengarahkan dia mempersiapkan  test masuknya. Lalu aku mengucapkan selamat kepada putraku atas keberhasilannya. Maka sejak saat itu, putraku dinobatkan oleh sekolahnya menjadi murid kelas Program IB, mulai tahun ajaran 2010/2011.

MERASA RAGU LULUS IB

Sejak dinyatakan diterima menjadi murid IB,  aku dan istriku selalu memberi semangat kepada putraku, bahwa dia bukanlah anak yang susah untuk mengerti pelajaran yang sedang dipelajari. Istriku sudah mulai mengumppulkan buku-buku bekas dari kakaknya dulu. Ada beberapa buku yang harus dibeli karena sudah direvisi sehingga tidak bisa dipakai lagi. Aku melihat ada perubahan pada diri putraku mengenai semangat belajar setelah dinyatakan diterima di kelas Program IB. Sejak awal masuk menjadi murid IB dia sudah mulai kelihatan serius. Setelah pulang sekolah semua pekerjaan rumah dari sekolah ia periksa sendiri. Keadaan ini sungguh suatu keadaan yang luarbiasa aku lihat. Sebelumnya agar dia belajar perlu diperintah dulu. Kini bahkan pelajaran untuk hari esoknya sudah mulai ditengok-tengok pada malam sebelumnya.

"Sekarang tidak bersosial tetapi nanti akan berhasil lebih baik daripada sekarang bersosial selalu keluar rumah tetapi nanti tidak bisa masuk kuliah yang baik". Demikian nasehat salah seorang guru IBnya yang ia katakan padaku ketika aku bertanya tentang perubahannya. Karena perubahan ini maka tidak mengherankan jika nilai raport semester awal sangat bagus sekali jika dibandingkan dengan nilai raport ketika dia sebelum masuk IB. Demikian pula raport semester ke duanya. Aku menjadi semakin yakin bahwa anak laki-lakiku ini akan berhasil nantinya sebagai murid IB. 

Aku dan istriku memang ngotot memasukkan dia menjadi murid IB. Pengalaman dari anak pertamaku tentang Program IB, bagaimana program ini menuntut para murid agar menjadi anak yang unggul. Dan cara belajar yang diberikan sebagai murid IB agar menjadi anak yang mandiri semakin mendorong keinginanku dan istriku untuk memasukkan anak lelakiku menjadi murid IB. Aku melihat anak lelakiku sepertinya kurang bersemangat untuk belajar. Aku melihat dia merupakan seorang anak yang memiliki daya nalar logika yang baik. Tetapi seperti kata pepatah, "Sebaik apapun sebuah pedang, jika tidak secara rutin diasah, maka akan menjadi berkarat, dan akhirnya akan dapat menjadi tumpul juga". 

Dulu, akibat malas belajar, nilai-nilai raportnya tidak sebagus kakaknya. Akibat malas membaca maka kemampuan untuk menulis mengarang suatu karya tulis atau essay sungguh susah sekali. Maka di setiap ujian kenaikan kelas perasaan khawatir untuk tidak naik kelas secara berlebihan akan selalu datang. Istriku pernah mengatakan kepadaku tentang penyebab anak lelakiku malas belajar, bahwa dia sudah hilang harapan, hilang sejak dia dipindahkan sekolah dari Abu Dhabi International School ke Aldafra School. Menurutnya di Aldafra School ia selalu dipermainkan (bullying) oleh teman-temannya. Ia sengaja tidak pernah menceritakan kepada ku atau istriku karena ia merasa tidak akan ada artinya disebabkan karena aku atau istriku tidak akan dapat berbuat banyak untuk itu. Aku sungguh menyesal untuk kejadian itu. Dadaku terasa membara tetapi kejadian sudah lama berlalu. Yang aku pikirkan adalah anak-anak Arab kulit putih kebanyakan dari kawan-kawannya di sekolah Aldhafra. Anak-anak yang biasanya memang memiliki kenakalan yang diluar batas sebagai anak-anak yang terdidik. Yang lebih mengejutkan lagi bagiku, ketika istriku menceritakan bahwa anak lelakiku hampir saja berpindah orientasi seksualitasnya dari lelaki menjadi lelaki yang suka lelaki. Sungguh dadaku terasa sesak mendengarnya. Sungguh hatiku ingin menjerit sekuat kuatnya ketika mendengarnya. Sungguh akalku bagaikan dibuntu dengan berita ini. Bayanganku adalah yang bukan-bukan tentang apa yang telah dilakukan para kawan-kawannya terhadapnya dulu. "Nauzubillah". Hanya ini yang dapat aku katakan di dalam hati. Ini membuatku berdoa tanpa suara dengan perasaan menangis sedih karenanya. Tetapi aku merasa lega ketika istriku menyampaikan bahwa, ia terselamatkan dari perubahan karena cepat-cepat ia dipindah kembali ke Abu Dhabi International School. Terkadang anak lelakiku meneteskan airmata jika ia teringat apa yang telah terjadi kepadanya ketika dia dibullying oleh teman-temannya di Aldhafra School dulu. Demikian juga aku ikut merasa sedih dan sedikit khawatir. Walupun dia sudah mengatakan kini sudah tidak lagi ingin berubah orientasi seksualitasnya, aku akan tetap selalu mengawasi tentang pergaulannya di luar rumah, untuk memastikan bahwa putraku tidak akan pernah kembali ke masa yang telah hampir merengutnya dari seorang anak yang sudah ditakdirkan menjadi seorang lelaki.

Sungguh yang tidak pernah aku mengerti, mengapa aku ataupun istriku tidak pernah melihat tentang tanda-tanda bahwa putraku sesungguhnya sedang tersiksa di sekolahnya yang baru. Bahwa putraku sedang mengalami perubahan ke arah yang sangat menakutkan bagi aku sekeluarga. Yang aku ketahui adalah, dia merupakan satu-satunya anak keturunan Asia, sedangkan selebihnya adalah anak berdarah Arab, serta satu-dua anak-anak berkulit hitam dengan tubuh kurus seprti dari benua Afrika. Sungguh aku merasa bersyukur putraku aku pindah kembali ke Abu Dhabi International School. Suatu perpindahan bukan karena komando oleh rasa siksa dari putraku. Perpindahan yang dikarenakan ia menjadi anak yang lebih malas belajar saja. Aku semakin yakin kini, bahwa Tuhan masih memberiku, istriku, terutama putraku petunjuk agar dia tidak terjerumus ke dalam penderitaan panjang dalam hidupnya dikarenakan perubahan orientasi seksualitasnya.

Kini, penyebab dan perrmasalahan putraku mengapa dia tidak bersemangat untuk belajar sudah diketahui. Aku selalu mencoba memberinya semangat dengan mengatakan bahwa, "Setiap orang memimiliki permasalahan besar di masa yang lalu. Walaupun permasalahannya berbeda. Ada dikarenakan cinta, ada dikarenakan broken home, ada dikarenakan obat terlarang, dan lain sebagainya. Bahkan banyak dari mereka menyebabkan kehilangan masa depan mereka. Hidup memang penuh cobaan, cobaan sebagai ujian. Tanpa itu bukanlah disebut hidup. Hidup ini untuk masa kini dan yang akan datang. Kesalahan-kesalahan serta  permasalahan-permasalahan di masa yang lalu adalah sebagai guru untuk menjadikan hidup saat ini dan yang akan datang menjadi lebih baik. Permasalahan di masa lalu bukanlah sebagai perusak kehidupan yang akan datang. Permasalahn di masa yang lalu bukan sebagai alat untuk menutupi permasalahan kehidupan berikutnya. Tetapi sebaliknya. Adanya kehidupan yang lebih baik saat ini dikarenakan generasi setelahnya menjadikan suatu pelajaran tentang kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi pada generasi sebelumnya". Demikian nasehat dan cerita panjangku terhadap putraku.

Dari permasalahan ini satu hal yang perlu aku syukuri, yaitu anak lelakiku mau menceritakan kepada ibunya secara berterus terang tentang apa yang pernah ia alami, sehingga membuat jalan hidupnya merasa terbebani. Dan bagi aku serta istriku sebagai orang tua, akan dapat lebih mudah untuk mengeluarkan dia dari beban permasalahan berat yang sedang ia bawa. Aku yakin, bahwa jika ia kini berubah orientasi seksualitasnya maka ia tidak akan pernah menceritakan ini kepada yang lain kecuali kepada sesamanya. Ketika aku masih anak-anak dulu di Surabaya, teman-temanku yang sekolah di pondok-pondok pesantren menceritakan, bahwa di pondok-pondok mereka ada banyak yang melakukan sodomi antar sesamanya. Tetapi semua teman-temanku itu kini sudah memiliki anak. Aku tidak akan pernah menganggap peristiwa yang pernah dialami oleh putraku itu merupakan peristiwa biasa dan sudah selesai. Untuk itu aku tetap memantaunya sampai ia benar-benar hidup berkeluarga sebagaimana semestinya.

Aku tau bahwa anak lelakiku ini dulu merupakan anak yang pintar. Ia memiliki suatu kemampuan yang lebih jika dibandingkan dengan dari yang tampak saat sekarang. Tentang alasan mengapa aku pindahkan dia dari Abu Dhabi International School (AIS) ke Aldhafra School, karena aku melihat banyak guru-guru lama di AIS sudah pindah dan diganti dengan guru-guru muda yang baru. Mutu sekolah aku lihat semakin menurun jika dibandingkan dengan yang sudah lalu. Sekolah terasa semakin sempit karena penambahan gedung pada areal yang sama mengakibatkan jumlah murid yang diterima semakin banyak pula. Aku selalu dihantui dengan perasaan merasa rugi saja. Untuk apa aku harus membayar sekolah semahal ini jika mutu sekolahnya semakin menurun. Kegiatan renang yang pernah ada kini tiada lagi. Guru-guru bule sudah berganti guru-guru berdarah Timur Tengah. Sedangkan biaya sekolah semakin lama semakin mahal saja. 

Keputusanku untuk memindahkan putraku ke Aldhafra School adalah masalah utama dari semua ini. Apa yang aku duga tentang Aldhafra School dengan biaya yang lebih murah mungkin adalah permasalahan awalnya. Ternyata di sekolah Aldhafra aku tidak mendapatkan mutu sekolah sesuai biaya yang aku keluarkan juga, bahkan lebih parah lagi. Harapan mutu sekolah yang sama dengan biaya lebih murah cuma tinggal harapan. Justru yang ada adalah murid-murid yang lebih liar. Ini mungkin bukanlah semua sekolah begitu. Ini mungkin hanyalah terjadi khusus kepada putraku saja.  

Aku menyimpulkan, bahwa kemampuan putraku belum tergali secara maksimal, walaupun dia sudah kembali ke AIS. Ini yang membuat aku dan istriku memasukkan dia sebagai murid IB. Murid dengan harus melakukan banyak tugas sekolah. Murid dengan harus bisa menulis essay. Murid yang dibuat agar menjadi mandiri. Anggapanku jika kelak akhirnya tidak lulus dari IB, maka paling tidak anak dia sudah memiliki suatu pengalamann menulis. Memiliki pengalaman melakukan pekerjaan berat tugas sekolah dan berusaha sendiri. Dimana untuk saat ini nampaknya hal-hal seperti itu akan sulit untuk ia dapatkan. 

Kini di hadapannya ia adalah sebagai murid IB. Ini mengharuskan dia, mau tidak mau ia harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di dalam kelas IB. Cerita-cerita tentang keunggulan sebagai murid IB dibanding dengan murid kelas lainnya yang pernah ia dengar membuat nya memposisikan diri agar menjadi unggul. Rangsangan untuk belajar semakin lebih baik dari sebelum masuk kelas IB. Aku dan istriku juga secara terus menerus memberi dia semangat dan dukungan agar bisa memperoleh hasil yang ia harapkan. Demikian juga dia, seluruh pekerjaan rumah ia selesaikan tepat waktu. Semangat baru sebagai murid IB berdampak lebih baik baginya. Nilai-nilai raport semester pertama dan kedua sunnguh luar biasa aku lihat. 

Semangat awal sebagai murid IB sudah mulai hilang. Kebiasaan giat belajar sudah mulai kendor. Aku tidak tau apakah ini karena faktor ia sudah mulai disibukkan dengan pubertas atau karena ia disibukkan dengan kegiatan lainnya. Hasil-hasil yang menakjubkan pada semester pertama dan ke dua mulai terasa kendor. Dan pada semester ke tiga nilai-nilainya hampir semuanya menurun. Aku mengutarakan kepada istriku bahwa biarkan saja jangan ganggu dia. Biarlah ia belajar dari kegagalannya lalu ia dapat memperbaikinya lagi. Lebih baik gagal sekarang lalu diperbaiki daripada gagal nantinya dan sulit untuk memperbaikinya. Istriku memiliki pendapat yang berbeda dengan aku. Ia menilai bahwa anak ini sedang membutuhkan pertolongan. Pertolongan dengan cara harus lebih dalam ikut campur dalam mengatur belajar agar dapat memperbaiki nilai yang dihasilkan. Aku menyerah saja karena aku sadari bahwa aku tidak memiliki banyak waktu untuk mengasuh dan membatu putraku. Waktu terus berlalu tanpa menunggu apapun. Putraku semakin dalam menjadi murid kelas IB. Ujian kenaikan kelas sudah usai. Hasil ujian akhir kenaikan kelas ia peroleh lebih kecil daripada yang ia peroleh di semester sebelumnya. Akumulasi nilai-nilai sejak semester awal sampai akhir sangat mengkhawatirkan, dengan jumlah yang pas-pasan. Dan diapun dinyatakan naik ke kelas 12. 

 SEMAKIN TIDAK MEYAKINKAN

Memasuki tahun ke dua bukan semakin baik semangat belajarnya. Ini menjadikan lebih buruk lag pada hasil raportnya. Di setiap pertemuan dengan guru-guru pengajarnya yang diadakan secara rutin tiap semester mengatakan bahwa, putraku merupakan murid yang cerdas tetapi malas belajarnya. Dia tidak memiliki usaha yang cukup untuk memotifasi diri. Semua pekerjaan yang dikerjakan tidak berbobot yang penting selesai saja. Ini tidak cukup. Dia harus lebih berusaha lagi agar mendapatkan yang lebih baik. Dia itu bisa tetapi dia tidak menginginkan yang terbaik. Dia tidak perduli dengan apa yang akan dia dapati tentang nilainya. Itu penuturan dari banyak guru-guru yang pernah aku temui.

Menurut guru Fisika yang telah aku temui berpendapat, bahwa dia logikanya sangat bagus, cepat memahami pelajaran yang sedang diberikan, tetapi dia itu malas, sehingga hasil nilai pelajaran fisikanya biasa-biasa saja. Jika dia mau belajar lebih giat lagi, maka dia akan bisa mendapatkan nilai penuh dari mata pelajaran fisikanya. Hal yang sama disampaikan oleh guru Matematika yang mengajarinya. Sedangkan guru Bahasa Inggris memberi peringatan kepada istriku bahwa, pelajan Bahasa Inggris bukan pelajaran main-main, jika jatuh maka akan tidak dapat diluluskan sebagai murid IB. Akibatnya dia tidak akan mendapatkan ijazah IB. Menurutnya, sangat jauh sekali dengan kemampuan anak perempuanku ketika ia ajar dulu. Aku terkadang menyalahkan istriku tentang keadaan anak lelakiku ini. Karena semua langkah yang harus dilakukan oleh putraku didalam belajarnnya selalu dikomando oleh istriku. Hasrat belajarnya bukan karena atas mutivasi dari dirinya sendiri, akan tetapi dari ibunya. Terkadang aku juga merasa kasihan kepada putraku karena ia harus menurut tentang belajar yang diperintahkan oleh ibunya. Aku melihat dia akan menjadi orang yang pasif karena terus menerus menunggu apa yang harus ia lakukan tentang belajarnya. Sering putraku masih saja mengatakan bahwa trauma di sekolah Aldhafra dulu membuatnya ia menjadi tidak bersemangat untuk belajar. Ternyata trauma masa lalunya selalu melekat dan menjadikan alasan karena kegagalan dalam belajarnya. Lagi-lagi aku mengingatkannya bahwa hidup ini bukan untuk terus bersedih dengan meratapi permasalahan yang pernah terjadi di masa yang sudah berlalu, tetapi hidup ini adalah untuk mengoptimalkan potensi diri untuk kehidupan saat ini dan yang akan datang. 

Bagiku menekan anak untuk belajar bukanlah cara untuk memecahkan masalah dari malasnya seorang anak untuk belajar. Menumbuhkan kesadaran bahwa belajar itu penting sebagai bekal si anak nanti ketika harus hidup mandiri adalah lebih utama. Memberikan suatu pengertian agar seorang anak memiliki tanggungjawab terhadap dirinya sendiri adalah lebih utama. Kegagalan bukanlah sebagai sesuatu untuk diratapi, melainkan sebagai cambuk pelajaran untuk kehidupan di masa yang akan datang. Dengan memperlakukan seorang anak sebagai rekan berdiskusi yang saling membutuhkan, aku yakin bahwa anak tidak akan menyembunyikan permasalahan-perrmasalahan ringan atau berat yang timbul baik di rumah ataupun di luar rumah. Sehingga akan lebih mudah mengawasi ataupun memberikan nasehat kepada seorang anak agar tidak terjerumus ke arah sesuatu yang tidak diharapkan, dikarenakan seorang anak merupakan makhluk yang belum mengetahui betul tentang apa arti kehidupan ini sebenarnya. Mereka selalu mencari jati diri mereka sendiri. Untuk itu, mereka membutuhkan teman didalam menemukan arti kehidupan ini, baik melalui lingkungan sekitarnya, teman-teman dekatnya dan informasi lain yang bisa didapatkan atau apapun yang telah dialaminya. Nasehat orang tua adalah faktor penting dalam pertumbuhan seorang anak. Agar nasehat orang tua didengar oleh seorang anak maka orang tua sebaiknya memposisikan diri sebagai seorang teman dekat dari anak tersebut daripada memposisikan diri sebagai orang yang berwibawa dan ditakuti. Apalagi ketika seorang anak telah beranjak remaja, pada umumnya teman adalah lebih dekat daripada orang tua mereka. Dan jika sebagai teman si anak, akan mudah untuk menggali informasi penting seorang anak terutama berkenaan dengan masalah pribadinya, agar semua permasalahannya dapat diceritakan kepada orang tuan dan orang tua dapat lebih mudah memberikan masukan untuk mengarahkannya. 

Anak kebanyakan tidak menyukai apabila merasa ditekan karena adanya perbedaan otoritas, baik oleh rekan-rekannya ataupun oleh orang tuanya. Mungkin ketika tertekan oleh seseorang yang memiliki otoritas yang lebih tinggi dan tidak ada pilihan, maka seolah-olah anak sedang mendengarkan dan patuh terhadap nasehat yang sedang diberikan, tetapi sebetulnya ia ingin memberontak untuk berargumentasi jika ia bisa. Lain halnya jika anak dianggap oleh orang tua sebagai teman dekatnya, apapun masalah baik yang tidak ia sukai atau ia sukai akan dikatakan secara langsung, langsung untuk mendiskusikannya, membahasnya tanpa adanya penghalang otoritas. . 

Tugas-tugas sekolah dapat diselesaikan dengan tepat waktu, walaupun kebanyakan diselesaikan secara mendadak tanpa adanya rencana yang teratur. Belajar masih terus dengan cara diingatkan. Motivasi tidak sebaik yang aku harapkan. Setiap hari masih saja bermain game melalui internet di laptopnya. Tentu ini membuatku tetap dihantui oleh rasa khawatir tidak lulus ujian IB nantinya. Yang paling aku khawatirkan jika dia tidak lulus IB, maka ini tentu akan berdampak buruk baginya. Bisa juga dia akan kehilangan harapan bahkan untuk masa depannya sekalipun. Karena ini juga akan dapat memberikan penobatan sekalian cap seumur hidup bagi dirinya bahwa, ia merupakan seseorang yang tidak mampu sebagai murid IB. Ini akan berakibat buruk pula baginya jika kelak ketika dia di perguruan tinggi. Aku bersama istriku harus berusaha agar hal demikian tidak pernah terjadi. Jika seandainya itu terjadi maka akan jauh lebih berat baginya dan juga bagiku dan istriku pula.

Apa yang aku khawatirkan tentang kekurang mandirian putraku semakin kelihatan menjadi-jadi saja. Istriku semakin dalam saja untuk mengarahkan ia bagaimana harus memanage belajar. Demikian juga putraku, ia semakin menjadi anak yang pasif. Belajar harus disuruh. Mandi harus disuruh. Sholat harus diingatkan. Dan makanpun terkadang demikian. Waktu di rumah kebanyakan berada di depan laptopnya. Dari semua yang dikomandoi oleh ibunya semuanya ia laksanakan. Walau terkadang harus beragumentasi jika ada yang tidak sesuai keinginan putraku tetapi akhirnya dilaksanakan juga. Semua pekerjaan yang ibunya perintahkan atau ingatkan dapat ia selesaikan. Dia semacam anak yang mengatakan "iya" terhadap semua perintah ibunya. 

Hasil ulangan serta ujiannyapun hampir dikatakan lulus semua. Walau terkadang ada yang mendapatkan nilai dibatas ambang bawah dari ketidak lulusan. Bahkan terkadang ada ulangan hariannya yang tidak lulus juga, terutama untuk ulangan yang bersifat mendadak. Aku dan istriku terkadang terlibat diskusi serius tentang keadaan putraku saat ini. Tidak jarang pula aku menyalahkan istriku karena ketatnya komando terhadap dia. Istriku tetap saja tidak setuju untuk melonggarkan genggamannya terhadap anak lelakinya. Ia khawatir jika dilepas akan menjadi lebih jatuh lagi kondisinya. Istriku tidak ingin kehilangan kesempatan ini untuk putranya. Ini mungkin cerminan dari tanggungjawabnya sebagai orang tua. Walaupun caranya saja yang bersebrangan dengan caraku. Tentang nanti ketika sudah hidup sendiri itu lain lagi, secara alamiah ia akan memimpin dirinya sendiri jika sudah tiba saatnya. Demikian keyakinan istriu tentang keadaan putranya itu. 

NASEHAT DAN ANCAMAN DARI PARA  GURU IB

Pertemuan rutin selalu diadakan untuk para wali murid. Ini bukan saja berlaku untuk murid IB tetapi juga untuk semua murid-murid kelas lainnya baik yang dari preliminary ataupun high school. Sebelum pertemuan dimulai, aku persiapkan semua informasi tentang putraku, terutama tentang kondisi terakhir dari nilai-nilai semua mata pelajarannya. Aku mencoba berdiskusi dengan putraku tentang nilai-nilai yang telah ia dapati dari semua bidang mata pelajarannya. Terutama mengapa dia bisa mendapatkan nilai sebesar atau serendah itu, juga tentang kesulitan atau kemudahan yang ia dapati dari setiap mata pelajarannya. Bagaimana tentang guru-gurunya, dan lain sebagainya yang mengarah untuk perbaikan dari puraku.

Ruang aula untuk pertemuan orang tua/wali murid dengan para guru, tidak terlalu banyak orang kecuali para guru yang sudah duduk di belakang meja, mereka sedang menunggu para undangan yang baru muncul satu-satu. Setiap orang tua murid sudah memiliki jadwal pertemuan, demikian juga aku, tetapi kali ini aku datang terlalu awal, karena selesai jam kantor aku langsung ke sekolah. Aku pilih lebih dahulu untuk menghadap pada guru Matematika. Senyum guru wanita berdarah Arab ini sudah aku kenal sejak beberapa bulan yang lalu, ketika dia terkejut karena aku menyapanya dan memperkenalkan diri bahwa aku adalah orang tua dari anak lelaki berambut lurus yang sedang aku tunjuk. Seperti ketika aku pertamakali bertemu dengannya membicarakan tentang putraku, ia mengatakannya begitu lagi, bahwa, agar putraku didorong untuk lebih banyak belajar lagi di rumah. Dia menegaskan lagi bahwa putraku sangat baik didalam menerima bahan-bahan yang ia ajarkan, anaknya cepat mengerti tentang bahan-bahan yang sedang diajarkan. Bahkan semua murid merasa kesulitan tetapi bagi putraku tidak. Hanya saja, putraku malas di kelas, semua pekerjaan matematika yang ia kerjakan tidak sebaik yang diharapkan, yang penting pekerjaannya selesai, itu saja. Pada pekerjaannya semakin lama tanpa ada peningkatan kualitas, padahal seharusnya dia bisa. Aku katakan bahwa dia belajarnya sampai pukul 2 dini hari. Terkadang aku terjaga malam diapun masih asyik di depan laptopnya. Akhirnya guru wanita ini memintaku dengan mengatakan "please, please help him" katanya, karena jika tidak akan berakibat tidak lulus dan sayang waktu yang sudah dihabiskan padahal anaknya sebenarnya mampu.

Guru ke dua yang aku hadapi adalah guru mata pelajaran Fisika. Lelaki berdarah Arab dan berambut ikal ini seperti biasanya suka tersenyum karena keramahannya kepadaku. Dia memberikan nasehat yang sama seperti yang aku dapati dari guru Matematika perempuan tadi tentang putraku. Dia khawatir apabila ini terus terjadi maka akibatnya tidak lulus dari propgram IB atau jika luluspun akan mendapatkan nilai batas bawah dari kelulusan. Dan ini aku dapati dari hampir semua guru yang mengajari putraku, mereka bilang bahwa putraku merupakan anak yang cerdas tetapi dia malas, sehingga nilai-nilainya mengkhawatirkan sekali baginya. Semua guru memberi nasehat untuk membuat putraku agar lebih giat lagi belajar di rumah. Aku katakan, bahwa usahaku dan istriku sudah maksimum, barangkali dari anaknya saja yang belum timbul keinginan untuk memperbaiki cara belajarnya, barangkali ia sudah puas dengan apa yang dihasilkan saat ini.  Begitu jawabku untuk menyatakan tentang harapanku pada putraku. Aku katakan juga, bahwa pada kenyataannya belajarnya harus menunggu perintah ibunya. Walaupun semua guru-gurunya mengatakan bahwa hal ini tidak baik bagi anak yang sudah duduk di kelas setingkat hight school, karena anak demikian adalah anak yang  sudah dewasa, sebentar lagi harus masuk perguruan tinggi untuk kuliah dan harus mandiri. Jika sekarang semuanya harus menunggu perintah orang lain lalu bagaimana jika kuliah nanti. Lalu para guru  menganjurkan melalui aku agar istriku membiarkannya, memberi tanggungjawab terhadap anaknya sendiri karena kelak ibunya tidak akan selalu bersamanya. Pendapat itu senada dengan pendapatku, dan merupakan suatu pendapat secara umum barangkali tanpa melihat permasalahan setiap anak. Sedangkan istriku percaya bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri didalam membantu kuluar dari permasalahannya. Putraku harus dikerasi agar didengar sedangkan putriku sebaliknya. 

MENGEJUTKAN

Setelah hampir satu tahun murid-murid masuk kelas Program IB, sekolah secara rutin menugasi murid-murid Program IB itu memberikan presentasi tentang apa dan bagaimana  serta mengapa seorang siswa harus masuk Program IB. Masing-masing murid membentuk kelompok sendiri-sendiri menurut jurusannya untuk memberikan presentasi sesuai topik yang sudah diberikan. Ada yang memberikan presentasi tentang bagaimana Matematika di IB, ada yang Fisika, ada yang Ekonomi/Bisnis, ada yang Bahasa Ingris dan ada juga yang Bahasa Arab, serta ada Biologi dan ada yang Sejarah. Presentasi itu ditujukan terutama kepada para orang tua murid yang anaknya tertarik untuk memasuki program IB serta para murid itu sendiri. Presentasi ini diberikan oleh para murid program IB yang sedang duduk di tahun pertama. 

Aku melihat putraku sedang mempersiapkan suatu slide untuk presentasi tentang Bahasa Arab dalam program IB. Ia memberitau bahwa ia sedang mempersiapkan ini bersama seorang temannya yang lain. Aku tidak terlalu memperdulikan tentang hal ini karena dulu waktu kakaknya melakukan hal yang sama, kakaknya mengerjakannya sendiri bersama kawan-kawannya. Lalu aku menjadi heran karena terkejut bercampur bangga ketika kakaknya memberikan presentasi secara luar biasa dalam penyampaian materinya, ia penuh percaya diri dan kelihatan sebagai anak yang pintar. Sehingga, aku membiarkan saja putraku mempersiapkan presentasi yang akan dilakukan pada malam perkenalan Program IB nanti, presentasi kepada para orang tua murid yang tertarik pada Program IB, karena aku yakin bahwa dia akan dapat mengatasinya. 

Di dalam kamar terkadang aku melihat putraku sedang melakukan praktek berbicara layaknya di depan umum  tentang persiapan untuk melakukan presentasinya nanti. Berbicara menghadap jendela kaca sambil melihat bayangannya sendiri bagaimana ia sedang berbicara, di kamarnya tidak ada kaca untuk melihat bayangannya kecuali dari jendela. Terkadang istriku juga memberikan pengarahan tentang bagaimana cara bersikap agar didepan umum tidak merasa kehilangan rasa percaya diri. Usahakan jangan melihat kepada para tamu, lihatlah ke dinding di belakang para tamu. Begitu salah satu nasehat istriku kepada putraku jika tidak ingin kehilangan rasa percaya diri ketika melakukan presentasi nanti. 

Malam presentasi sudah hampir tiba. Acara presentasi oleh putraku dimulai setelah matahari terbenam. Aku dan Istriku datang lebih awal karena ingin bertemu dengan putraku yang sudah di sekolah sejak siang hari. Istriku membawakan baju sebagai baju ganti putraku. Aku lihat para undangan dengan cepat sudah memenuhi ruang aula yang dipersiapkan untuk presentasi. Hampir semua kursi untuk tamu terisi oleh banyaknya pengunjung dengan pakaian cukup rapi. Aku menyapa rekan Indonesia yang putrinya tertarik untuk masuk program IB. Istriku sibuk menemui teman Indonesia yang putranya juga tertarik untuk mengikuti program IB. 

Acara sudah dimulai, riuh tepuk tangan mengiringi berakhirnya sambutan pembawa acara. Silih berganti presentasi dilakukan. Anak-anak dari kelas program IB memang memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Hampir seluruh presentasi yang dilakukan berjalan dengan baik. Kini tiba saatnya untuk presentasi topik Bahasa Arab, serang gadis berkulit putih dari keturunan Arab terlebih dahulu memperkenalkan dirinya, kemudian dilanjutkan oleh putraku untuk memperkenalkan dirinya. Gadis Arab itu memulai presentasinya dengan menggunakan Bahasa Ingris dengan fasih sekali tentang apa dan bagaimana Bahasa Arab itu dipelajari dan diajarkan di dalam Program IB, serta pentingnya peran Bahasa Arab di dunia saat ini. Suara gemuruh tepukan tangan serta jeritan dari beberapa murid yang menyaksikan merupakan akhir dari presentasi si gadis berkulit putih cantik ini. Kini giliran putraku keluar dari arah kiri panggung. Ia langsung memberikan kata pengantar dengan memakai Bahasa Arab sambil menggerakkan  kedua tangannya. Lalu ia memberikan presentasi tentang Bahasa Arab dengan memakai pengantar Bahasa Arab kepada para hadirin. Aku sejenak tercengang melihat putraku memakai Bahasa Arab didalam melakukan presentasinya. Aku merasa tidak percaya dia mampu memberikan presentasi dalam Bahasa Arab. Sejenak aku berfikir; mengapa bukan si gadis keturunan Arab tadi yang memberikan presentasi dalam Bahasa Arab? Dan putraku memberikannya dalam Bahasa Inggris? Dimana itu akan lebih sesuai. Akhirnya aku menyadarinya, bahwa itulah murid-murid Program IB, mereka menyukai hal-hal yang menantang. Mereka lebih suka yang extraordinary. Sambil berdiri aku menepuk tanganku membaur dengan suara riuh tepuk tangan hadirin lainnya ketika presentasi putraku berakhir. Aku merasa sangat gembira sekali saat setelahnya. Para kenalanku yang telah menyaksikan banyak yang menyalami aku mengucapkan selamat karena putraku mampu dengan baik menyampaikan presentasi tentang Bahasa Arab memakai kata pengantar Bahasa Arab. Ternyata tanpa aku duga putraku bisa berbahasa Arab dengan baik.

TEGURAN DARI KEPALA GURU IB LAGI DAN LAGI.

Beberapa bulan setelah naik kelas 12, berarti tahun ke dua di Program IB. Semangat belajar putraku masih biasa saja, sama seperti sejak awal kenaikan kelasnya. Istriku juga masih tetap saja mengatur kegiatan putraku di luar sekolah. Mulai dari kegiatan bergaul dengan teman-temannya, aktivitas olahraga sepak bolanya serta kegiatan belajarnya juga. Aku terkadang merasa kasihan pada situasinya. Ia semacam tidak memiliki inisiatif untuk melakukan semua itu sendiri, hampir semua jadinya menunggu komando dari ibunya untuk melakukan sesuatu. Tetapi aku terkadang juga heran karena dia jarang melawan, tidak menentang pada apa yang diperintahkan oleh ibunya. Barangkali ia sudah pasrah atau mungkin dia begitu besar kepercayaanya kepada ibunya. Apapun yang akan dilakukan untuk kegiatan di luar rumah pasti meminta ijin terlebih dahulu dari ibunya. Terkadang, apabila dia pikir ibunya tidak akan memberi ijin tentang ajakan teman sekolahnya, maka dia secara langsung menolak ajakan temannya tanpa meminta ijin terlebih dahulu kepada ibunya, toh hasilnya akan sama, tidak akan diijinkan. Itu kesimpulannya. Sungguh, suatu perilaku anak yang baik terhadap orang tuanya.

Semester pertama kelas 12 dilalui dengan banyak kegiatan praktikal. Dia menjadi operator kamera setiap ada kegiatan murid di sekolah. Dia semacam teknisi jika ada permasalahan elektronik atau komputer kawan-kawannya. Hasil dari nilai-nilai kwarter pertama tidak dilalui sesuai dengan yang diharapkan, hampir semua nilai hasil ujian qkwarter pertamanya tanpa adanya nilai yang menonjol. Aku semacam merasa biasa saja. 

Setiap aku bertemu kepala guru IB, ia akan selalu menanyakan tentang semangat belajar putraku di rumah. Kepala guru itu tidak bosan-bosannya memintaku untuk meminta dan mengawasi putraku agar lebih giat lagi belajar di rumah. Terakadang aku sampaikan kepada putraku tentang apa yang telah disampaikan kepala guru IB itu.

Demikian juga guru-guru Matematika dan Fisika jika bertemu dengan aku, pasti mereka memintaku untuk lebih memperhatikan jumlah waktu belajar dari putraku di rumah, mereka meminta agar waktu belajarnya diperbanyak. Pertanyaan yang selalu sama disampaikan ketika bertemu dengan aku. Bagaimana situasi belajar putraku?, Apakah dia semakin keras belajar?. Apakah dia semakin sering mencari pengetahuan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya?. Bagaimana dengan pelajaran yang ini?, Yang itu?. Dan seterusnya. Apakah dia masih saja tetap suka main game? Apakah dia kurang tidur karena banyak belajar? Semuanya ditanyakan kepadaku demi untuk kemajuan putraku. Barangkali itu memang refleksi dari keadaan putraku di kelas saat ini, sehingga semua guru yang aku temui menanyakan hal yang hampir sama, yaitu tentang semangat belajar dari putraku. Atau ini memang suatu pertanyaan yang selalu diajukan kepada setiap orang tua anak dari Program IB? Pertanyaan untuk memberi semangat kepada orang tua agar jangan sampai kendor kontrol terhadap semangat belajar si anak terutama di rumah. Bahkan ada orang tua yang enggan bertemu dengan guru-guru yang selalu menanyakan serta meminta dukungan agar anaknya belajar lebih keras lagi. Yang lebih tragis lagi ada orang tua yang menarik  anaknya keluar dari kelas Program IB, pada hal anaknya sudah setahun lebih mengikuti program IB, lalu dipindah ke kelas high school biasa karena tidak tahan dengan teguran-teguran yang dialamatkan kepadanya tentang kemajuan dan kekurangan dari belajar anaknya. Orang tua itu berpendapat bahwa, anak membutuhkan kesenangan, anak tidak membutuhkan tekanan yang berlebihan. Dia tidak ingin menciptakan suasana permusuhan dengan anaknya karena terus menerus diminta dan ditekan untuk belajar. Aku sendiri tidak sependapat dengan sikap orang tua demikian. Orang tua harus tetap saja mendukung permintaan guru jikalau memang untuk kebaikan anaknya. Bagiku, tidak akan pernah merasa bosan dengan teguran seorang guru terhadap anakku jika memang kenyataan dari anakku perlu mendapatkan teguran. Hal itu justru menjadikan masukan yang berharga buatku tentang keadaan anakku di sekolah. Aku justru melayani teguran guru yang demikian. 


Terkadang suatu teguran yang aku terima dari kepala guru IB, dan aku anggap itu perlu untuk disampaikan kepada anakku, maka aku sampaikan saja. Terkadang dia mendengarkannya dan terkadang juga dia mengatakan, bahwa kepala guru itu adalah pembohong besar. Aku jadi mengernyitkan kedua alisku karena terkejut. Didalam benakku aku bertanya, "siapa yang harus aku percaya?". Aku bagaikan berada di persimpangan jalan untuk memilih arah mana yang harus aku pilih. Karena kabar dari kepala guru IB itu ditentang oleh putraku. Ini sangat penting untuk menjaga agar putraku tidak merasa dibenci. Putraku mengatakan bahwa kepala guru itu selalu mengatakan kekurangan kepada murid-murid tertentu walaupun sebenarnya semua tugas-tugasnya sudah dikerjakan dan guru pembimbingnya sudah setuju dan mengesahkan. Tetapi tidak mengatakan demikian kepada murid-murid yang kelihatan pandai, walaupun tugas-tugas mereka belum selesai dikerjakan. Terkadang putraku memintaku untuk  menghindar serta tidak menemui kepala guru itu karena akan selalu mendapatkan teguran untuknya. Putraku nampak tidak bergairah dan kehilangan semangat untuk bertemu dengan kepala guru IB walaupun dipanggil olehnya. Persoalannya sudah bisa ia tebak, teguran lagi dan teguran lagi. Demikian juga bagi beberapa murid temannya yang lain. Aku harus mengambil sikap tentang keadaan ini. Jangan sampai sikapku akan membuat putraku semakin salah arah nantinya. Aku katakan dan juga ibunya bahwa, guru itu selalu menginginkan anak didiknya menjadi baik, pintar, mandiri dan mendapatkan nilai yang tinggi dalam setiap ujian dan ulangan, sebagai murid harus merasa berterimakasih jika seorang guru memberi teguran karena dinilai masih ada kekurangan terhadap muridnya. 

Walaupun terkadang putraku menggerutu jika aku atau ibunya memberikan nasehat tentang intensitas belajarnya, namun ia nampaknya mendengarkan dan mangambil apa yang telah aku atau ibunya katakan. Bahkan aku melihat putraku tidak banyak mengeluh, yang penting belajar dan mengerjakan tugas-tugasnya.

MULAI MENCARI PERGURUAN TINGGI

Aku dan istriku hampir setiap tahun selalu mendapatkan undangan graduation untuk kelulusan murid-murid High School AIS. Undangan yang dialamatkan kepada istriku. Itu dikarenakan istriku sebagai anggota Parent Committee di AIS, yaitu suatu organisasi kepanitiaan yang mengurusi para orang tua atau wali murid di AIS yang beranggotakan sebagian dari para orang tua murid, kerja utamanya menjadi sebagai jembatan antara para wali murid dengan sekolah. Organisasi ini sebagai kaki-tangan didalam melakukan kegiatan umum yang bersifat mengundang kehadiran masyarakat umum  pihak di luar sekolah seperti karnaval dan bazaar.  Lalu adanya kelebihan dana dari hasil kegiatannya dimanfaatkan untuk kepentingan anak didik AIS, misalnya dengan memberi beasiswa kepada siswa/siswi yang benar-benar memerlukannya. 

Acara graduation biasanya diadakan dengan memakai aula-aula umum atau studio theater di luar sekolah. Pada saat perayaan graduation akan selalu diumumkan tentang status kelulusan seorang anak, apakah lulus biasa, honor atau high honor. Selain itu, juga diumumkan pula perguruan tinggi mana saja yang sudah menerima si anak yang sedang diumumkan, termasuk juga jumlah beasiswa yang ditawarkan oleh perguruan tinggi-perguruan tinggi yang telah menerima mereka.

Kegiatan kelas 12 sudah dimulai sejak dua bulan lalu. Aku lihat putraku dan ibunya sudah mulai kasak-kusuk mencari perguruan tinggi yang akan dipilih untuk mendaftarkan putraku. Padahal penentuan kelulusan sekolah masih hampir delapan bulan lagi. Lain halnya dengan aku ketika aku masih duduk di Sekolah Menegah Atas dulu. Walaupun ada niat aku akan ke perguruan tinggi mana yang paling aku minati, tetapi aku tidak dapat mendaftarkan diri karena perguruan tinggi di Indonesia dulu akan membuka pendaftaran bagi calon mahasiswa baru setelah pengumuman kelulusan Sekolah Menengah Tingkat Atas. Di sini saat ini, pendaftaran masuk perguruan tinggi kebanyakan ditutup pada bulan Januari atau sesaat setelah kwartal ke dua kelas 12 selesai, jauh sebelum kelulusan high school diumumkan. Jadi, para murid kelas 12 yang ingin meneruskan untuk kuliah diharuskan sudah mendaftarkan diri ke perguruan tinggi masing-masing yang dipilih sebelum pertengahan kegiatan di kelas 12 mereka. Karena untuk mengikuti kelas musim gugur (biasanya pada awal bulan September) suatu perguruan tinggi pada umumnya akan memberikan pengumuman tentang calon mahasiswa yang diterima pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei tahun yang sama. 

Putraku dan ibunya memilih mendaftar pada jurusan ilmu komputer dari perguruan tinggi di tiga Negara, antara lain Swansea, Seafield dan Manchester di Britania Raya, lalu University of Washington Seattle dan Tacoma, A&M Texas, dan California Technology di Amerika, serta University of Alberta, University of British Columbia Vancouver, dan Carleton University di Kanada. Aku juga heran mengapa mendaftar sekian banyak universitas jika nanti yang dipilih hanya satu. Setelah aku tanyakan tentang hal itu kepada istriku, ia mengatakan bahwa, dikarenakan putraku tidak meyakinkan tentang nilai-nilai dari semua mata pelajaran yang didapatkan sampai saat ini, mendaftarkan dia di banyak universitas akan lebih memberikan jaminan dia akan diterima. Nanti jika ada beberapa universitas yang menerimanya maka akan dipilih sesuai dengan selera putraku. Lain pula bagiku, semakin banyak mendaftar maka semakin banyak pula uang pendaftaran yang harus dikeluarkan. Jika nanti yang dipilih hanya satu, maka tentukan perguruan tinggi yang mana yang kira-kira sesuai kemampuan nilainya. Tetapi aku membiarkan istriku untuk mengaturnya.

Pesan melalui email dan/atau surat sudah mulai berdatangan dari beberapa universitas baik yang menerima ataupun yang menolak putraku. Awalnya pesan dari University of Washington Tacoma memberikan ucapan "selamat" karena putraku dinyatan diterima sebagai calon mahasiswa di sana, pesan melaui email lalu disusul dengan surat melalui kantor pos. Lalu pesan yang sama datang dari University of Swansea. Kemudian dari University of Manchester dan kemudian dari University of Alberta dan kemudian dari University of Carleton, lalu dari University of British Columbia. Semua dari mereka menerima putraku dengan syarat bahwa dia harus lulus IB kecuali University of Washington Tacoma yang hanya memberikan syarat harus memiliki ijazah dari high school. Setiap murid dari Program IB yang dinyatakan lulus IB, maka akan memiliki dua ijazah, ijazah dari high school dan ijazah dari IB.

Kemudian pesan lainnya datang dari University of A&M Texas menyatakan "sayang" karena tidak dapat menerima putraku saat ini. Demikian juga pesan dari University of Washington Seattle. Sedangkan dari California Technology tidak mendapatkan pesan apa-apa karena ketika mendaftar ada persyaratan yang tidak dapat dipenuhi karena administrasi pengesahan yang cukup rumit sehingga tidak memiliki cukup waktu untuk memenuhinya.

Putraku pernah menyampaikan kepadaku bahwa ia tidak ingin hidup di Indonesia. Ia merasakan ketika pulang berlibur di sana, ia merasa asing karena tidak biasa dengan cara kehidupan seperti di Indonesia. Sedangkan untuk tetap hidup di Negara di mana dia lahir adalah sesuatu yang tidak mungkin saat ini. Dia dilahirkan di Abu Dhabi, United Arab Emirates kira-kira 17 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 29 April 1996. Lahir di suatu Negara yang super susah kalau tidak dikatakan tidak mungkin untuk memberikan kewarga-negaraan kepada yang bukan orang pribiminya sendiri. Lalu ia menuturkan bahwa, ia ingin hidup di Kanada, ia ingin menetap untuk menjadi warga negara Kanada. .

Pernyataan putraku yang kali ini membuatku sejenak untuk berfikir tentang diriku sendiri. Berfikir mengapa aku masih tetap merasa suka untuk hidup dimana aku dilahirkan dan dibesarkan, di Indonesia. Bahkan aku memiliki harapan jika kelak ketika aku pensiun, aku akan kembali ke Kampung Halamanku saja dimana aku dilahirkan dan dibesarkan daripada di tempat lain apalagi di Negara Asing. Beberapa sebab kuat yang saling berhubungan sedang ada di dalam pikiranku. Mungkin ini disebabkan oleh karena aku dilahirkan di sana. Mungkin ini karena aku dibesarkan di sana. Dari semua itu akan membuatku sudah menjadi terikat dan terbiasa di dalam darah-dagingku dengan kehidupan di sana. Bahkan, terkadang aku merindukan dengan kehidupan di sana. Alasan-alasan inilah yang menyadarkan aku kemudian, lalu menyebabkan aku mendukung keinginan putraku untuk mencari perguruan tinggi di Kanada karena nantinya dia ingin menetap di sana sebagai warga negara Kanada. 

Perasaan yang berkecamuk di dalam dada memang sungguh membuatku tertekan mendengar penuturan putraku, tetapi jika aku melihat kenyataan yang dia hadapi saat ini. Aku yakin, dia sendiri merasa bingung, dan dia harus melakukan sesuatu tentang masa depapannya, maka keputusannya adalah sesuatu yang terbaik baik menurutnya. Sedangkan bagi diriku berkeyakinan bahwa, tidak seorangpun yang dapat mengetahui tentang masa depan seseorang. Putraku memiliki rencana ingin hidup di Negara mana saja adalah sama saja, pasti ada untung dan ruginya, yang terpenting, dia tetap menjadi dirinya sendiri. Sehingga aku mendukung atas keinginannya ini agar dia memiliki lebih besar semangat dalam hidupnya. Untuk itulah dia lebih memprioritaskan untuk masuk di salah satu perguruan tinggi di Kanada daripada perguruan tinggi di Negara yang lainnya. Dia akan memilih University of British Columbia Vancouver jika semuanya akan berjalan lancar. Pilihan itu merupakan pilihan impiannya jika kelak bisa lulus dari Program IB yang sedang ia jalani saat ini.

Barangkali demikian juga permasalahan dengan kakak dari putraku, putriku yang saat ini sedang kuliah di University of Washington Seattle, Amerika Serikat. Walaupun dia dilahirkan di Surabaya. Tetapi sejak usia 2 tahun dia sudah aku bawa bersama ibunya merantau ke Abu Dhabi, Persatuan Arab emirates. Di dalam memorinya tidak pernah teringat tentang masa kecilnya di Indonesi. Dia tumbuh dan besar di Abu Dhabi sampai dia lulus dari Program IB, sebelum keluar untuk kuliah ke Amerika. Aku kini baru sadar tentang bagaimana bingungnya putriku jika kelak dia tidak dapat menetap di Amerika atau Negara mapan lainnya seperti UAE, dan harus kembali ke Indonesia. Dia sendiri tidak pernah menyampaikan sendiri masalah ini kepadaku ataupun ibunya. Pernah aku tawari putriku untuk mencoba mendaftar di salah satu perguruan tinggi di Indonesia sebelum diterima di University of Washington Seattle, dia langsung melengos, lalu dia tidak ingin menyapaku sampai beberapa hari. Tetapi dari semua itu prinsipnya hanya satu, agar tidak bertele-tele bergulat dengan permasalahan besar seperti ini di dalam diri, yaitu; "Semua orang tidak ada yang pernah mengetahui tentang apa yang akan terjadi pada diri seseorang di masa yang akan datang, untuk itu, apa yang ada sekarang lakukanlah sebaik mungkin dengan penuh perhitungan agar kelak tidak ada penyesalan".

DIA TAMPAK BEDA

Sisa waktu sekolah tinggal 3 bulanan, hampir semua tugas-tugas akhir sebagai murid Program IB harus selesai satu bulan sebelum ujian akhir Program IB dimulai. Batas akhir itu dikarenakan untuk memberikan banyak waktu kepada murid-murid IB didalam mempersiapkan ujian akhir yang disebut External Test. Disebut demikian karena bahan testnya langsung dari pusat Program IB, Swiss, sedangkan ujian-ujian sebelumnya adalah ujian-ujian internal dari sekolah saja. Dalam sisa waktu sependek ini aku lihat tidak ada satupun tugas akhir putraku yang sudah diselesaikan, padahal hampir semua mata pelajaran mewajibkan siswa untuk membuat tugas akhir berupa karya tulis yang benar-benar orisinal dari hasil karyanya, baik melalui study literature atau dari hasil experiment di laboratoriun atau luar sekolah. Putraku harus membikin tugas-tugas akhir dari beberapa mata pelajaran seperti, Matematika, Fisika, Sejarah, Film dan Bahasa Inggris. Sedangkan dari Bahasa Arab dan Theory of Knowladge (TOK) tidak diperlukan kecuali ujian akhir saja.

Aku dan/atau istriku hampir setiap malam harus antar-jemput putraku ke/dari sekolah. Bahkan lebih sering menjemputnya sampai pukul 2 dinihari pada akhir minggu sebelum minggu tenang untuk ujian akhir. Beberapa orang tua murid IB lain yang aku temui terkadang berkelakar, bahwa "Apa kira-kira yang akan anak-anak kita berikan kepada kita kelak, kita sebagai orang tua harus menjemput dan menunggu mereka sampai dinihari segala?". Ada yang menjawab dengan lebih mendinginkan hatiku; "Kelak, anak-anak kita akan selalu mengenang kita tentang bagaimana peduli kita pada mereka, kita tidak pernah mengeluh, kita tetap mendukung bagaimana mereka harus berjuang demi masadepan mereka sampai dinihari seperti ini".

Putraku sudah mulai berubah cara belajarnya, ia nampak lebih bersemangat dibanding dengan tahun yang lalu. Aku katakan tentang perubahan ini kepadanya. Ia memberitahuku bahwa dia tidak ingin kehilangan kesempatan karena sudah diterima di University of British Columbia (UBC) Vancouver, Kanada. Seperti harapanku yang pernah aku katakan kepadanya di dalam mobil ketika untuk pertamakalinya aku mendengar dia diterima di UBC. Bahwa, "Saat ini kamu sudah memiliki kesempatan karena diterima di UBC, kesempatan yang telah kamu impikan selama ini. Maka jika kamu tidak ingin kehilangan kesempatan ini, belajarlah sebaik mungkin, karena dalam hidup ini suatu kesempatan yang sama tidak akan pernah datang untuk kedua kalinya". Diapun menyetujuinya.

Belajar di rumah semakin tekun. Ibunya juga membantu didalam mengorganisasi buku-buku dan soal-soal lama bekas dari kakaknya, atau dari hasil pemberian guru-gurunya. Semua kertas dikelompokkan menurut mata pelajarannya masing-masing. Ruang tamu semakin terasa sempit saja karena apartementku hanya memiliki 1 kamar tidur dan 1 ruang tamu selain kamar mandi, WC tamu dan dapur terbuka. Pencarian bahan-bahan yang diperlukan melalui internet semakin rajin dia lakukan, terkadang aku dan istriku membantunya juda untuk mencari bahan soal-soal yang diperlukan. Tinta mesin cetak lebih cepat habis karena banyaknya kegiatan mencetak di rumah. Hal ini tidak pernah aku lihat selama dia menjadi murid Program IB sebelumnya. Aku dan istriku merasa berkurang beban pikiran tentang situasi belajar dari putraku. Walaupun perhatian masih tetap saja sama besar seperti sebelumnya. Masa inilah barangkali yang aku dan juga istriku nanti-nantikan dari putraku.

Keadaan di sekolah juga super sibuk. Kepala guru IB dan terkadang juga guru Fisika menemani anak-anak mengerjakan tugas-tugas mereka sampai dinihari juga. Kepala guru IB tidak akan pernah pulang jika masih ada murid IB yang masih mengerjakan tugas di dalam kelas sekolah. Sungguh guru yang patut digugu dan ditiru, luar biasa jiwa pengabdiannya. Bahkan tahun lalu, hasil kerja kerasnya menghasilkan seratus persen dari semua murid IB lulus semua, bahkan beberapa dari mereka mendapatkan nilai sangat memuaskan sehingga mendapatkan beasiswa penuh dari universitas top Amerika dan Kanada. Kepala guru IB terkadang menyampaikan obsesinya terhadap murid-murinya saat ini. Inilah barangkali dia tidak bosan-bosannya selalu memberikan teguran dan nasehat kepadaku tentang perkembangan belajar anakku di rumah. Ia ingin mengulang kesuksesan tahun lalu untuk murid yang akan lulus tahun ini. 

Ketika aku sedang menunngu putraku di kegelapan dinihari, aku terkadang melihat Kepala guru IB keluar dari kantornya menuju ke kelas tempat para siswa yang sedang mengerjakan tugas-tugas mereka. Terkadang terbesit di benakku bahwa, "jika nanti putraku dapat berhasil lulus dari Program IB ini, apa yang harus aku berikan kepada guru yang berdedikasi ini? Ucapan rasa terimakasih? Hadiah berupa barang? atau mengajak makan di luar bersama?". Tetapi, aku terkadang merasa ragu jika memberikan hadiah barang kepada seorang guru apakah boleh atau tidak?, Apakah layak atau tidak?, Atau mengajak makan bersama di luar sekalipun boleh atau tidak? Tetapi di dalam hatiku aku harus memberikan sesuatu selain sebagai ucapan terimakasih karena kerja kerasnya, juga agar aku bisa mengenangnya.

TUGAS-TUGAS TANPA AKHIR

Tugas-tugas dari sekolah sudah hampir selesai semua dikerjakan oleh putraku, yang ada hanya tinggal finishingnya saja. Begitu tugasnya selesai, ia langsung diberikan kepada guru masing-masing sesuai mata pelajarannya. Malam ini tugas dari pelajaran Fisika yang menganalisa tentang perilaku pendulum selesai, lalu secepatnya malam itu juga dikirim melalui email kepada guru Fisika kelasnya untuk diperiksa. Hampir setiap tugas hanya memerlukan semalam untuk diperiksa oleh guru mata pelajarannya. Esok hari tugas yang sudah diperiksa dikembalikan lagi oleh guru Fisikanya dalam bentuk sudah dicetak dengan coretan koreksi untuk diperbaiki lagi oleh putraku sesuai yang diarahkana. Perbaikan terkadang harus melihat referensi lagi, bahkan melakukan perhitungan lagi, lalu setelah selesai diajukan lagi. Esok harinya dikembalikann lagi oleh gurunya karena ada perbaikan. Demikian seterusnya sampai aku sendiri merasa bosan melihat dan mendengarnya. Koreksi perbaikan dari guru bukan hanya sekali atau dua kali, bahkan sampai puluhan kali jika dihitung.

Tugas film dibintangi oleh adik kelasnya. Film yang mengisahkan tentang kehidupan seorang pembantu yang berakhir dengan bunuh diri ini, sebagian tempat pengambilan gambar-gambarnya dilakukan di rumah adik kelasnya itu, sebagian lagi di Cornice, Abu Dhabi dan sebagian lagi di Gedung Apartement Khalifa City A. Tugas film ini sungguh memakan waktu yang cukup lama. Selain disebabkan tempat pengambilan gambarnya yang berbeda-beda, juga harus menyesuaikan dengan kegiatan yang menjadi bintang dalam film tersebut. Ketika putraku siap, maka salah satu bintangnya berhalangan, demikian sebaliknya. Syukurlah akhirnya adegan pengambilan gambar dapat diselesaikan walaupun harus dibantu oleh istriku didalam melakukan janji untuk kegiatan pengambilan gambar. Kegiatan editing dilakukan di sekolah karena harus memakai program khusus yang hanya ada di sekolahnya. Setelah selesai diperiksa oleh guru filmnya. Lalu dikembalikan lagi untuk diedit lagi, diajukan lagi, diedit lagi sampai batas akhir waktu pengumpulan tugas film. Lalu setelahnya dikirim ke Pusat Program IB di Swiss dengan dilampiri rekaman keterangan dari murid yang membuat tugas film tentang jalan cerita secara singkat tentang film yang dibuat melalui rekaman secara online dengan durasi sekitar 15 menit. Tetapi sayang, ketika waktu yang sudah ditentukan tiba wawancara terpaksa dibatalkan dan ditunda entah apa sebabnya aku tidak jelas, tetapi bagi putraku penundaan ini sudah merupakan kerugian tersendiri, karena dia sudah mempersiapkan topik-topik yang akan dia katakan pada saat rekaman yang diperlukan. Dia sudah terfokus lalu buyar karena penundaan. 

Selang beberapa hari kemudian waktu pengiriman film ditentukan. Istriku sudah mencurigai bahwa putraku tidak lagi sefokus pada saat pertamakali ketika dia mempersiapkan untuk ini beberapa hari yang lalu. Kali ini konsentrasinya sudah terpecah dengan beban tugas-tugas lainnya. Tetapi waktu sudah ditentukan dan dia harus melaksanakannya. Setelah selesai acara pengiriman tugas film ini, kepala guru IB menghampiriku lalu mengatakan, bahwa putraku dalam rekaman wawancara yang sudah dikirim tidak memberikan keterangan yang cukup baik. Selain itu, durasi wawancara yang lakukan hanya hampir 11 menit saja, kurang dari sekitar 15 menit yang diminta. Dia memprediksi bahwa putraku akan mendapatkan nilai yang mengecewakan nantinya. Ketika aku sampaikan ini kepada istriku, lalu ia menyalahkan juga kepada pihak sekolah karena telah menunda pengiriman ini. Tetapi, bagai nasi sudah menjadi bubur, yang lebih penting kini adalah yang lainnya dipersiapkan dengan baik. Aku harus tetap menjaga agar ini tidak menjadikan putraku patah arang.

Setiap murid yang mengikuti mata pelajaran Sejarah diwajibkan untuk membuat karya tulis tentang sejarah yang pernah terjadi di seluruh dunia. Apa yang akan diambil topiknya bebas saja, yang penting sebelum memulai harus melakukan study literature terlebih dahulu, lalu membuat ringkasan tentang topik apa yang akan diambil. Kemudian diajukan kepada guru Sejarah untuk diperiksa dan disetujui.
Putraku tertarik untuk mengkaji salah satu peristiwa sejarah di Indonesia, yaitu tentang peran Partai Komunis Indonesia (PKI) mulai dari bangkit samai jatuhnya. Aku kebetulan memiliki dua buah buku sejarah tentang peristiwa Gerakan 10 Septemer tahun 1965 dan buku Autobiography dari Pak Sukarno, Presiden pertama Republik Indonesia. Awalnya dari buku itu putraku membuat ringkasan, lalu disetujui oleh gurunya.
Sebelum ringkasan dibuat, putraku sudah mencari tentang buku-buku yang akan dibutuhkan. Saat ini untuk mencari buku sungguh mudah. Memakai internet melalui Yahoo.com semuanya seperti sudah tersedia, seseorang tinggal memilih yang mana yang ingin dimiliki. Buku-buku tentang perang Indonesia melawan Malaysia karena Nagara Bagian Serawak, buku konspirasi kekuatan luar negri dari Britania Raya, Australia dan Selandia Baru yang bersekongkol untuk memusuhi Rezim Orde Lama, dan buku masa-masa kepemimpinan Sukarno merupakan tiga tambahan buku yang putraku beli dari Yahoo.com melalui kakaknya yang sedang berada di Amerika Serikat.
Hampir setiap malam putraku sibuk sekali mentelaah buku-bukunya. Malam ini untuk tugas pelajaran Fisika, malam berikutnya Sejarah, malam berikutnya lagi Film demikian seterusnya. Tidak ada malam tanpa mengerjakan tugas, bahkan hari libur sekalipun. Demikian untuk tugas Sejarah ini. Setelah selesai diajukan kepada guru Sejarah untuk dikoreksi. Lalu setelah dikoreksi dikembalikan kepada putraku untuk perbaiki, lalu dikoreksi lagi oleh gurunya, lalu diperbaiki lagi oleh putraku, demikian seterusnya semacam tugas tanpa akhir. Selain mental dari putraku yang ditempa juga aku dan istriku secara mental ikut ditempa. Mungkin karena aku dan istriku terlalu banyak perhatian terhadap keadaan sekolah putraku, sehingga merasa juga ikut terbebani oleh beban sekolah dari putraku. Barangkali inilah konsekwensi sebagai orang tua. Ketika tugas mata pelajaran Sejarah sudah dinyatakan selesai dan diterima, aku dan istriku sedikit dapat bernafas lega karena putraku dapat lebih menggunakan waktunya untuk lebih memfokuskan diri kepada persiapan ujian akhir dari program IBnya.


Mata pelajaran Matematika dalam program IB juga menuntut setiap murid untuk membuat karya tulis. Kebanyakan para murid membuat karya tulis tentang perilaku persamaan berkwadrat. Demikian juga putraku. Dia membuat karya tulis tentang penyelidikannya terhadap perilaku suatu garis pada persamaan-persamaan kwadrat banyak. Analisa dan kesimpulan dia tulis tanpa harus ada yang menyamai di seluruh dunia ini. Artinya hasil karya tulisnya harus benar-benar orisinal seperti hasil kara tulis di mata pelajaran lainnya. Prosesnya sama juga seperti mata pelajaran yang lainnya, setelah selesai lalu diperiksa oleh gurunya, lalu diperbaiki lagi. Demikian seterusnya walaupun tidak sebanyak dari mata pelajaran Sejarahnya. .

Bahasa Ingris merupakan pelajaran yang paling aku dan istriku khawatirkan bagi putraku. Itu disebabkan karena sejak anak-anak ia memang kurang berminat untuk membaca, sehingga apabila diminta untuk mengarang aku nilai ia tidak sebaik kakaknya yang lebih suka untuk membaca. Ia mau membaca apabila topik yang dibaca adalah cerita komik bergambar, apalagi cerita tentang karton. Terkadang aku membiarkan saja ia membaca apa yang ia inginkan yang terpenting ia mebaca sesuatu walaupun itu dari komik karton.
Aku tidak begitu terkejut ketika guru Bahasa Ingris program IB sejak awal sudah memberikan peringatan tentang rendahnya kemampuan Bahasa Ingris dari putraku. Apalagi ia diminta membuat karya tulis dari pelajaran Bahasa Ingris. Aku dan istriku tidak memasang target harapan yang muluk dan tinggi, yang penting dia bisa lulus saja dari mata pelajaran ini. Untuk itu dia mengambil pelajaran Bahsa Ingris yang ordinary level, bukan hight level.
Setiap siswa diberi lembaran cerita dari sebuah cuplikan cerita suatu novel. Ceritanya cukup pendek, lalu siswa diminta untuk menganalisa dan menyimpulkan menjadi sebuah karya tulis baru. Dari cerita pendek lalu dirubah menjadi suatu karya tulis merupakan tugas yang cukup berat bagi putraku yang tidak begitu suka membaca suatu cerita. Dia berusaha membuat tulisan sebisanya, suatu saat aku mencoba untuk memberikan suatu koreksi pada tulisan yang telah ia lakukan, ia tidak menerima koreksiku itu karena suatu cerita bukan seperti menulis kalimat biasa, itu yang ia sampaikan kepadaku walaupun aku sendiri tidak memahami apa yang ia maksud. Aku hanya mengikuti saja apa yang ia lakukan, toh ada gurunya sendiri yang akan menuntun dia bagaimana seharusnya karya tulis yang diminta. Benar dugaanku, hasil koreksi dari gurunya karena banyaknya yang harus diperbaiki seperti harus membuat cerita baru lagi. Namun, ia mengatakan bukan hanya karya tulis miliknya saja yang banyak coretan karena koreksi dari gurunya,teman-temannya yang lain juga demikian.
Tugasnya sendiri sebenarnya sudah diselesaikan lama sebelum ujian akhir, namun karena tidak diminta kembali untuk diserahkan setelah dikoreksi untuk terakhir kalinya, maka karya tulis pelajaran Bahasa Ingrisnya sempat hilang sebelum ditemukan di dalam tumpukan kertas yang sudah dianggap lama. Istriku biasa selalu menyimpan kertas-kertas bekas sekolah anak-anak walaupun sudah dianggap tidak dipakai lagi atau lama, kecuali kertas itu memang benar-benar meyakinkan bisa dibuang, maka akan dibuang.
Selain tugas karya tulis, dalam mata pelajaran Bahasa Ingris seorang siswa diminta untuk melakukan kerja sosial paling sedikit 50 jam. Kerja sosial dimaksud adalah kerja sukarela tanpa dibayar atau kegiatan lainnya yang bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dirinya sendiri, contohnya menjadi sukarelawan di pertandingan World Tennis Championship oleh Mubadala, mengikuti kegiatan latihan rutin sepak bola, menjadi petugas upacara bendera, dan lain sebagainya. Lalu setiap siswa diminta menunjukkan bukti kerja sosial mereka dengan mengisi suatu formulir yang harus disyahkan oleh koordinator penanggungjawab tempat kerja sosial dimaksud. Selain itu diminta bukti gambar berupa foto-foto dari setiap kegiatan yang telah diikuti termasuk foto siswa itu sendiri ketika sedang melakukan kegiatan kerja sosialnya.


Sungguh terasa lega manakala semua tugas-tugas akhir putraku sudah masuk karena dinyatakan selesai. Kini yang tinggal hanya ujian akhir, ujian External dari Program IB. Putraku semacam dihukum rumah, ia tidak diijinkan keluar rumah jika bukan untuk kegiatan yang berhubungan dengan ujian akhirnya. Terkadang menginginkan sesuatu dari luar rumah aku atau istriku yang harus keluar. Hal ini hanya terjadi dalam selang waktu satu minggu saja sebelum ujian external dimulai. Ujian Externalnya sendiri memakan waktu sekitar dua minggu. Ujian demi ujian telah dilampaui. Keyakinan bercampur keraguan berkecamuk di dalam dadaku, mungkin begitu juga yang terjadi pada istriku, tetapi putraku tampak yakin pada setiap yang dia hadapi dalam ujian. Kini yang tersisa menunggu hasil ujian akhir dari Swiss, diperkirakan akhir bulan Juni ini pengumuman akan dikeluarkan. Aku lihat putraku kini merasa khawatir juga untuk tidak lulua dari Pragram IB. Hal ini semakin menambah beban pula dari bebanku yang sudah terlebih dahulu ada.

Hari ini putraku ada acara main fooshall di suatu gedung di Hamdan Street. Ia berangkat diantar oleh istriku yang kebetulan akan pergi ke kota juga. Sebelum itu ada teman putraku harus dijemput di Khalifa City A untuk bermain fooshall bersama. Suara dering SMS telephon genggamku berbunyi, seperti biasa aku langsung membukanya. SMS datang dari nomor yang belum terdaftar dalam telephon genggamku, pesan awal sebelum aku bukan hanya berbunyi "Congratulation". Aku pikir seperti biasanya suatu SMS hoax memberitahu bahwa aku mendapatkan suatu hadiah. Aku buka saja, setelah aku baca ternyata SMS ini datangnya dari kepala guru IB dari putraku menyatakan bahwa putraku dinyatakan lulus dari Program IB. Aku langsung mengedipkan mata sambil menghela nafas dan mengucapkan rasa syukur. Aku langsung menghubingi kepala guru itu. Dari sekolah dia menjawab panggilan telephonku. Lalu ia mengatakan bahwa putraku mendapatkan nilai Fisika 5, Matematika 5, Bahasa Inggris 5, Bahasa Arab 6, Sejarah 4 dan Film 3 serta tambahan dari kerja sosialnya 1, sehingga total nilainya adalah 29. Suatu nilai-nilai yang cukup fantastis bagiku kecuali Sejarah dan Filmnya. Nilai 3 adalah nilai terendah dagi seorang siswa untuk dinyatakan lulus dari suatu mata pelajaran yang diikuti sepanjang itu adalah low level.

SMS yang aku terima langsung aku kirimkan kepada putraku dan istriku yang sedamg berada di kota. Entah apa yang sedang dirasakan ketika mereka berdua membaca SMS ini, terutama putraku. Sesampainya di rumah putraku mengatakan bahwa ia sempat berteriak setelah membaca SMS dariku itu.

KELUAR UAE

UBC sudah merupakan harga mati bagi putraku sebagai perguruan tinngi pilihannya, itu bisa dirubah jika ada perguruan tinngi lain yang mau menawari beasiswa terutama perguruan tinggi dari Kanada. Tanpa ragu lagi surat-surat yang dibutuhkan untuk memperoleh visa pelajar diurus secepatnya. Pembayaran-pembayaran yang dipersyaratkan oleh UBC segera dilunasi. Putraku rasanya sudah ingin cepat-cepat terbang saja ke Vancouver jika bisa. Ini karena betapa senangnya dia, senang akan menjadi mahasiswa dari UBC.

Aku menugaskan istriku saja untuk mengantar putraku ke Kanada, sekalian sebelum itu mereka agar menghampiri dan menengok putriku di Seattle, Amerika Serikat. Jarak antara Seattle dan Vancouver sekitar 2 jam dengan perjalanan memakai bis. Sehingga istriku dan putraku saja yang mengurus untuk visa ke Kanada. Pengisian formulir permintaan visa Kanada dilakukan melalui online. Foto dengan latarbelakang putih yang meminta untuk pengurusan visa Kanada harus disiapkan secara digital. Lalu formulir yang sudah diisi lengkap dengan gambar foto yang sudah diupload dicetak untuk ditandatangani. Ini diperlukan bagi mereka yang akan menyerahkan secara manual formulir ke Kantor Pusat Pengurusan Visa Kanada yang berada di gedung ADIB Mina Road, Abu Dhabi. Tetapi bagi mereka yang ingin menyerahkan secara online tidak perlu mencetaknya, formulir cukup diisi dan dilampiri foto lalu ditandatangani secara digital melalui online, demikian juga pembayarannya, lalu passportnya dikirim melalui kurir setelah mendapatkan pesan bahwa formulirnya sudah disahkan. Sedangkan istriku dan putraku harus menyerahkan formulir dan passport mereka ke kantor Pusat Pengurusan Visa Kanada itu. Istriku dan putraku yang menyerahkan seluruh dokumen yang dibutuhkan, termasuk juga biayanya. Passport putraku dikembalikan karena harus menunggu pengesahan pihak Kantor Immigrasi Kanada, dan ini memerlukan waktu sekitar 2 minggu. Sedangkan passport istriku diikutkan bersama formulir dikirim untuk mendapatkan visa kunjung ke Kanada.

Istriku sempat panik karena sudah lebih dari 2 minggu tetapi masih belum ada kabar tentang status visa putraku, dan juga dtentang pengajuan visa dirinya. Aku sempat dua kali menanyakan ke Pusat Pengurusan itu, jawabannya harus menunggu atau menelphon nomor yang mereka berikan kepadaku. Aku coba menelphon, jawabannya hanyalah mesin jawab otomatis saja. span>

SMS di telephon genggamku datang pada pertengahan minggu ke tiga, yaitu hari Selasa, isinya menyatakan bahwa pengesahan surat-surat pengajuan visa ke Kanada sedang dikirim menuju Pusat Pengurusan Visa dimana surat itu diserahkan. Selesai jam kerja kantor aku langsung menuju kantor pengurusan itu. Aku tanyakan tentang SMS yang aku terima, penjaga meminta passport putraku. Lalu aku berikan. Lima hari kemudian visa istriku dan putraku sudah di tangan mereka.

Kini tinggal menunggu keberangkatan saja. Tiket dan hotel sudah dipesan sebelum mengurus visa kunjungan ke Kanada karena itu merupakan salah satu persyaratan untuk mengurus visa Kanada juga, selain surat dari kantorku dan surat pernyataan dari bankku tentang kegiatan transaksiku selama tiga bulan terakhir. Tanggal 20 Agustus ini istri dan putraku akan terkang ke Seattle sebelum ke Vancouver. Lalu ke Vancouver Kanada dengan naik bis pada tanggal 30 Agustus. Mereka meliliki waktu yang cukup untuk menghilangkan rasa rindu istriku dan putraku kepada putriku di Seattle.

Hari ini sudah memasuki tanggal 19 Agustus, ini berarti, malam ini aku harus mengantar istri dan putraku ke Bandara Udara Internasional Abu Dhabi. Meraka akan terbang pada sekitar pukul 1 dini hari besok. Semua barang yang akan dibawa sudah dimasukkan ke dalam tas masing-masing. Istriku membawa dua tas besar, satu tas sedang, dan satu tas kecil untuk dijinjing. Demikian juga putraku. Masing-masing sudah ditimbang sendiri di rumah mengikuti berat yang dipersyaratkan sesuai yang tercantum di dalam tiket pesawat, jumlah berat total 2 tas yang akan dimasukkan ke bagasi adalah 50 Kilogram (Kg) untuk 2 orang. Itu semua dilakukan oleh istriku dan putraku, sedangkan aku sesekali saja membantu menimbang jika diperlukan. Setelah matahari terbenam aku dan putraku pergi ke Etihad Plaza di Khalifa City untuk menukar uang Dirham menjadi Dollar Kanada, karena di Alraha Mall tidak ada. span>

Berangkat dari rumah menuju Bandara Udara pada pukul 11 malam. Hanya membutuhkan waktu tidak kurang dari 15 menit sudah sampai di Bandara Udara internasional Abu Dhabi. Aku juga ikut ke dalam lobi tempat memasukkan tas bagasi di konter KLM, membantu mereka karena membawa tas-tas yang agak berat. Penjaga konter meminta satu tas beratnya harus dikurangi untuk dipindah ke tas lainnya yang beratnta masih di bawah yang diijinkan. Petugas konter mengatakan jumlah keseluruhan berat tas yang akan masuk ke dalam bagasi memenuhi, tetapi karena 1 orang hanya diijinkan untuk memasukkan ke bagasi tidak lebih dari 26 Kg, maka salah satu tas yang kelebihan 3 Kg harus dipindah ke tas yang kekurangan 3 Kg. Ada kurma-kurma yang dibeli sudah dalam bentuk paket 500 Gram dan beras dalam paket 1 Kg yang dipindah. Barang-barang yang tidak memerlukan banyak tempat mudah sekali dipaksakan di tempat-tempat longgar dalam tas kelihatan sesak walaupun sebetulnya yang masih ada ruang. Semua urusan tiket dan bagasi kini sudah beres. Aku lihat istriku dan anakku mulai melangkah masuk konter pemeriksaan menuju antrian panjang di depan kantor Immigrasi Bandara Udara. Hampir 1 jam lamanya aku berada di Bandara ini. Aku tetap dapat melihat kepala putraku diantara antrian panjang orang-orang yang mau keluar Abu Dhabi, putraku cukup tinggi diantara mereka. Aku merasa biasa saja ketika aku melihat lambaian tangan putraku memberi isyarat agar aku meninggalkan mereka untuk pulang ke rumah. Balasan lambaian tanganku mengiringi diriku meninggalkan istri dan putraku meninggalkan Abu Dhabi.

Ketika aku sampai di dalam rumah, aku tiba-tiba merasa aneh, bukan hanya merasa seperti ada yang kurang di dalam rumah ini karena istriku dan putraku sudah berangkat. Tetapi lebih dalam lagi dari itu, aku merasa gundah, gundah karena putraku menjauhi aku untuk mencari masa depannya. Semakin lama aku memikirkannya, maka semakin kuat rasa gundah menerpaku. Akhirnya aku putuskan untuk tertegun sejenak dalam merenung. Kini, aku telah mendapatkan jawaban untuk membesarkan hatiku, jawaban untuk mengusir rasa gundah dari dalam diriku. Aku harus mengucapkan doa, hanya itu. Suatu doa kebaikan serta keselamatan bagi aku sekeluarga, "Semoga aku dan keluargaku selalu diberi oleh Tuhan kebaikan, baik di Dunia dan juga di Akhirat. Semoga aku dan keluargaku selalu diberi oleh Tuhan keselamatan, baik di Dunia dan juga di Akhirat", "Aamiiin....., yaa Rabbal Aalamiin".

TENTANG AKU

Hari-hari untuk sementara aku lalui sendirian, sementara istri dan anak-anakku berada jauh di sana dari pandanganku. Ini membuat aku lebih banyak waktu untuk merenungkan tentang kehidupanku sampai kini. Ini lalu membuatku jadi teringat tentang ibuku ketika berkata kepadaku tentang sesuatu yang baru aku menyadarinya. Waktu itu aku istri dan anak-anakku baru pulang cuti tahunan dari UAE setelah tiga tahun lamanya merantau. Ini berarti selama dua tahun bagi istri dan putriku ikut denganku merantau, dan baru setahu umur putraku telah lahir di rantau. Bahwa, "Saya pikir kamu menjadi gendut bekerja di rantau, tidak taunya kamu tetap saja dan bertambah hitam lagi. Jika kamu merasa menderita maka bekerja di sini saja tidak usah kembali ke sana (UAE)", Demikian ungkapan ibuku waktu itu kepadaku. Kini aku baru menyadari, bahwa ungkapan itu adalah ungkapan rasa rindu yang selalu menghatui diri ibuku kepadaku sekeluarga karena lama ditinggal merantau ke negri yang jauh dari pandangannya. Ibuku mungkin ingin mengatakan, bahwa agar aku bekerja dekat dengannya saja sehingga aku dan keluargaku masih dalam jangkauannya untuk menghilangkan rasa gundahnya. Betapa aku tidak menyadari tentang ungkapan ibuku dulu sampai aku mengalaminya sendiri ketika kini anak-anakku menjauh dari aku. Mungkin ini bukan telah terjadi kepada diriku saja karena ini merupakan proses bagaimana kehidupan saat ini.

Aku pikir semuanya tidak ada yang salah karena roda kehidupan secara perlahan telah mengalami perubahan. Berkumpul sepanjang hidup dengan keluarga besar atau kelompoknya bukanlah kehidupan yang ideal lagi. Seseorang kini akan dituntut untuk mencari dan mendapatkan kehidupan yang dipandang lebih baik untuk masa depannya serta keluarganya. Masa-masa berkumpul dengan seluruh anggota keluarga besar semacam itu sudah harus diputus karena kesulitan dan tuntutan hidup sudah mulai muncul sejak seseorang sudah menginjak remaja.

Walaupun sesungguhnya kini aku merasa kasihan dan terharu terhadap kedua orang tuaku terutama ibuku setelah aku mengalaminya sendiri, tetapi mereka aku rasa lebih mengasihani aku sekeluarga dengan cara tidak [ernah secara berterus terang memintaku untuk bekerja di dekatnya demi untuk mengusir rasa gundah mereka. Mereka sudah berkorban menahan rasa gundah selama itu sampai akhir hayat mereka. Inilah barangkali yang akan terjadi kepadaku dan istriku nanti karena anak-anakku akan mencari kehidupan mereka yang lebih baik di tempat yang jauh dari aku dan istriku. Aku harus tetap merasa tegar dari rasa gundah ini sebagaimana kedua orang tuaku dulu telah melakukan itu terhadapku sekeluarga. Aku harus mengasihani anak-anakku demi kehidupan masa depan mereka sebagaimana kedua orang tuaku dulu telah mengasihani aku sekeluarga demi kehidupan masa depanku sekeluarga. Apa yang masih bisa aku berikan kini terhadap orang tuaku hanyalah doa untuk mereka. walaupun jika itu dibandingkan dengan pengorbanan yang telah meraka lakukan untuk diriku aku merasa tidak seberapa. Juga dengan tetap mendukung setiap langkah anak-anakku untuk mencari kehidupan yang lebih baik agar arti hidup mereka lebih besar nantinya. Karena aku yakin, bahwa anak-anakku akan melakukan ini pula demi anak-anak mereka nantinya.

END

Medeo: Awal September, 2013.